A.ADEHA SYAMSURI,S.STP.,M.Si.
OLEH :
NAMA : MAHRAFI
NIM : 16.21.093
JURUSAN : ILMUPEMERINTAHAN
EKSEKUTIVE 1
SEMESTER : 6 (ENAM)
1
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami
kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW. Beserta keluargaNya, para sahabatNya, dan seluruh ummatNya yang
senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.
Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
konstruktif demi perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan kami semoga
makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai pihak.
Kelompok 10
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................3
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar
belakang...........................................................................
B. Rumusan
masalah.....................................................................
C. Tujuan
penulisan.......................................................................
D. Manfaat
penulisan.....................................................................
BAB 2
Pembahasan
BAB 3
Penutup
A. Kesimpulan......................................................................................
Daftar Pustaka...............................................................................................
3
4
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Partai politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat
Barat yang dimulai di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka
pikiran Barat bahwa Negara adalah organisasi kekuasaan untuk menjamin
bahwa kehidupan antara Individu yang semua bebas dan berkuasa tidak
mengakibatkan masalah sekuriti pada Individu. Organisasi kekuasaan yang
dibagi dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan
yudikatif atau Trias Politica, merupakan perimbangan (checks & balances)
antara tiga kekuasaan itu. Untuk menjadikan kekuasaan legislatif mampu
melakukan kontrol yang efektif terhadap dua kekuasaan lainnya, khususnya
terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris pada tahun 1678 membentuk partai
politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi Partai
Konservatif yang seringkali berkuasa di negaranya hingga masa kini.
Kemudian parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20
menjadi wahana penting dalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan. Menjadi pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat
dapat menjadi organisasi dan wahana efektif dalam Republik Indonesia
dengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila negara bukan
organisasi kekuasaan, melainkan organisasi kesejahteraan. Tulisan ini
berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan itu untuk kepentingan masa
depan kehidupan bangsa Indonesia yang adil, maju dan sejahtera.
Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat,
yang disertai dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar,
dengan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya
melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapa
negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak
bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
5
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia
mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul
sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini, jumlah partai hanya akan
menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuk
saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi
politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki
dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai,
sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan
kekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok
yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan
kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian
yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur
yang melembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam
sistem politik.
Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam
pendapat dan aspirasi masyarakat. Partai melakukan penggabungan
kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan merumuskan kepentingan
tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuat
sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang
disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang
diterapkan pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judul ini ialah untuk
untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik di
indonesia, agar dapat mengetahui lebih jelasnya, penulis akan membahasnya
pada bab-bab berikutnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi mengenai Partai Politik?
2. Bagaimana sejarah dan asal usul Partai Politik?
3. Bagaimana Partai Politik di Indonesia masa kini?
4. Bagaimana basis dari Partai Politik?
5. Apa saja tipe dari Partai Politik?
6
6. Apa saja fungsi dari Partai Politik?
7. Bagaimana Partai Politik di dalam Negara demokratis?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulis dalam penulisan makalah ini ialah
- Tujuan Umum : Sebagai media pembelajaran mahasiswa
- Tujuan Khusus :
D. MANFAAT PENULISAN
- Sarana membaca
- Media pembelajaran
7
BAB 2
PEMBAHASAN
9
B. SEJARAH, ASAL USUL, BASIS DAN TIPE PARTAI
POLITIK
1. Sejarah Partai Politik
a. Sejarah Partai Politik Di Dunia
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat
bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang
menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai politik berperan
sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain
pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap
sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang
mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat
bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan
kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam
perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke
segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya
dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat.
Dengan demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke
peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik
mempengaruhi dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan
Afrika. Partai politik di negara-negara jajahan sering berperan sebagai
pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang
bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu
masih Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-
akhir ini partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting
terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional,
yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.
10
b. Sejarah Partai Politik Di Indonesia
Parpol yang pertama ada di Indonesia adalah De Indische Partij yang
pada 25 Desember 1912 dibentuk Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara ketika Indonesia masih dalam
penjajahan Belanda. Tujuan parpol itu adalah mencapai kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia. Sekalipun paham Indonesia baru ditegaskan pada 28
Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda, namun para pendiri parpol ini
sudah dilandasi oleh pikiran bahwa seluruh rakyat Hindia Belanda
merupakan kesatuan.
Pada tahun 1911 Haji Samanhudi membentuk Sarikat Dagang Islam
(SDI) sebagai organisasi untuk mengejar perbaikan nasib rakyat Indonesia
dalam daerah jajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1912 Haji Oemar Said
Tjokroaminoto memberikan kepada SDI nama baru, yaitu Sarikat Islam
(SI), karena hendak meluaskan perjuangannya tidak terbatas pada bidang
ekonomi saja. Dengan begitu SI juga melakukan perjuangan politik.
Meskipun tidak secara resmi dinamakan partai politik, tetapi melihat sifat
perjuangannya SI adalah satu parpol. Maka boleh dikatakan bahwa sejarah
parpol di Indonesia bermula pada tahun 1912.
Setelah itu telah berkembang berbagai parpol di Indonesia, baik yang
berorientasi nasionalisme, agama maupun sosialisme. Di masa penjajahan
Belanda jelas sekali bahwa mayoritas parpol bertujuan mencapai
kemerdekaan bangsa Indonesia, kecuali beberapa parpol yang dibentuk
orang-orang Belanda atau orang-orang yang dekat dengan kepentingan
penjajahan Belanda. Yang menonjol adalah Partai Nasional Indonesia
(PNI) yang mulanya bernama Perserikatan Nasional Indonesia, dibentuk
pada 4 Juli 1927 oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak
Tjokrohadisuryo dan Mr. Sunaryo . Kemudian pada tahun 1928 berganti
nama menjadi Partai Nasional Indonesia dan dipimpin Ir Sukarno atau
Bung Karno yang pada 17 Agustus 1945 bersama Drs Mohamad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia atas nama rakyat
Indonesia.
11
Periode
Periode Demokrasi Jumlah Partai
Pemerintahan
12
orsospol (sistem multipartai terbatas)
1996 Pancasila satu-satunya asas NU
Khittah PDI pecah
1998 21 Mei 1998 Reformasi dengan multipartai
Pada 1 Juni 1945 Bung Karno menyampaikan pandangannya depan
Panitya Persiapan Kemerdekaan tentang Pandangan Hidup Bangsa
(Weltanschauung). Uraian yang beliau beri nama Pancasila kemudian
diterima sidang dan kemudian dengan beberapa perubahan redaksional
ditetapkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Sejak permulaan
berdirinya Republik Indonesia ada partai politik. Semula hendak dibentuk
parpol tunggal, tapi kemudian dimungkinkan berdirinya banyak parpol. Itu
berarti bahwa parpol oleh para Pendiri Negara tidak dinilai bertentangan
dengan pandangan hidup Pancasila, sekalipun asal mulanya di masyarakat
Barat yang dasarnya individualisme dan liberalisme. Namun karena berada
dalam masyarakat dengan dasar Pancasila, parpol itu menyesuaikan
eksistensi dan perilakunya dengan nilai dasar Pancasila, yaitu Perbedaan
dalam Kesatuan dan Kesatuan dalam Perbedaan.
Tabel Sejarah Perkembangan Partai Politik Indonesia 1908-1998
2. Partai Politik Di Indonesia Masa Kini
Setelah terjadi Reformasi di Indonesia pada tahun 1998 kehidupan bangsa
sangat berbelok ke sifat-sifat yang mengarah ke pandangan hidup Barat, yaitu
individualisme dan liberalisme. Politik luar negeri AS yang sejak berakhirnya
Perang Dingin sangat kuat mengusahakan agar bangsa-bangsa di dunia
mengikuti pandangan hidupnya, besar dampaknya di Indonesia. Hal itu juga
dimungkinkan oleh dukungan sementara pihak di Indonesia yang mempunyai
pandangan dan kepentingan yang sama dengan AS. Usaha itu antara lain
berhasil melakukan amandemen 4 kali terhadap UUD 1945 sehingga isinya
sudah amat mengarah kepada kehidupan berdasarkan individualisme dan
liberalisme.
Sebagai akibat dari perubahan itu makin menguat pandangan tentang
kebebasan individu yang mutlak seperti yang ada di Barat, serta makin
lemahnya sikap Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan.
13
Perubahan itu juga berdampak pada parpol di Indonesia. Parpol berperilaku
sebagai individu yang bebas dan kuasa penuh tanpa konsiderasi terhadap
Kesatuan, yaitu kepentingan masyarakat dan bangsa. Parpol secara terus
terang mengejar pencapaian kekuasaan untuk mewujudkan kepentingan yang
tidak peduli kepada kepentingan umum. Anggota parpol yang duduk dalam
Pemerintah dan Legislatif bukan berfungsi sebagai wakil Rakyat, melainkan
sebagai wakil parpol. Sikap dan perilaku parpol yang sudah amat
menyeleweng dari kaidah yang berlaku dalam Pancasila diperparah lagi oleh
sikap dan perilaku banyak anggotanya. Anggota parpol menunjukkan sikap
dan perilaku sesuai dasar kebebasan penuh-mutlak seperti dalam pandangan
Barat dan tidak menghiraukan harmoni dan keselarasan sebagaimana
ditetapkan Pancasila. Kaum politik yang juga makin kuat dipengaruhi cara
berpikir Barat mengejar kepentingannya dengan membentuk parpol tanpa
menghiraukan apakah parpol itu memperjuangkan platform tertentu.
Akibatnya adalah tumbuhnya jumlah parpol yang tidak terkendali tanpa ada
identitas politik tertentu bagi masing-masing parpol. Yang membedakannya
adalah hanya nama orang yang memimpin parpol itu. Keadaan demikian
menimbulkan kehidupan politik yang jauh dari mendukung terwujudnya
kesejahteraan bangsa.
Untuk membangun kondisi parpol yang sesuai dengan kepentingan
masyarakat dan bangsa diperlukan syarat utama kembalinya Pancasila
sebagaiDasar Negara RI secara nyata. Untuk itu haruslah pertama-tama UUD
1945 dikembalikan kepada keadaanya yang asli sebelum ada amandemen.
Kalau toh dinilai perlu ada perbaikan pada isi UUD1945, hal itu dilakukan
setelah kembali ke keadaan semula dengan mengadakan perbaikan yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Pebaikan tidak dalam bentuk amandemen,
melainkan sebagai addendum. Kalau ada orang mengatakan bahwa Pancasila
adalah satu ideologi terbuka, itu tidak berarti bahwa Pancasila dapat diubah
dengan nilai-nilai yang bertentangan dan berbeda dengan Pancasila. Sebab
Pancasila adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia, maka mengubah Pancasila berarti
menghasilkan Jati Diri lain yang bukan bangsa Indonesia.
14
Berdasarkan UUD 1945 yang asli dibuat UU Partai Politik yang sesuai dan
tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila. Hal ini merupakan
landasan bagi tempat dan peran Partai Politik dalam sistem Pancasila yang
tidak mungkin sama dengan tempat dan peran parpol dalam sistem Barat. Hal
ini pasti mendapat perlawanan dari mereka yang sudah memperoleh
keuntungan dari penyelewengan yang terjadi di Indonesia. Mereka
membanggakan Indonesia sekarang sebagai Negara Demokrasi Ketiga
Terbesar di dunia, setelah India dan AS. Buat mereka demokrasi hanyalah
demokrasi Barat, demokrasi liberal. Kalau tidak itu maka itu bukan
demokrasi. Atas dasar itu mereka mengatakan bahwa merupakan kesalahan
besar mengubah keadaan sekarang, sebab mereka tidak peduli bahwa itu
menimbulkan kondisi yang merugikan secara mendasar kepentingan
masyarakat dan bangsa. Mereka menjustifikasi berbagai keadaan yang buruk
sekarang sebagai hal yang lumrah dalam pertumbuhan demokrasi di
Indonesia. Sesuai dengan perkembangan internasional, mereka akan mendapat
dukungan terbuka atau terselubung dari negara-negara yang berorientasi Barat
dan mempunyai kepentingan di Indonesia. Sebab itu seluruh Rakyat Indonesia
yang dirugikan oleh perkembangan sekarang yang menyeleweng dari Dasar
Negara RI harus menyatukan barisan dan memperjuangkan dengan tekad dan
komitmen kuat agar UUD 1945 yang asli berlaku kembali di NKRI.
15
lembaga tersebut ingin mengadakan kontak dengan masyarakat
sehubung dengan pengangkatannya, agar tercipta hubungan dan
memperoleh dukungan dari masyarakat maka terbentuklah partai
politik. Ketika partai politik bentukan pemerintah dianggap tidak bisa
menampung lagi aspirasi masyarakat, maka pemimpin kecil
masyarakat berusaha membentuk partai-partai lain.
b. Teori Situasi Historis
Teori ini menjelaskan tentang krisis situasi historis yang terjadi
manakala suatu sistem politik mengalami masa transisi karena
perubahan masyarakat dari struktur masyarakat tradisional kearah
struktur masyarakat modern. Pada situasi ini terjadi berbagai
perubahan yang menimbulkan tiga macam krisis, yakni legitimasi,
integrasi dan partisipasi. Partai politik lahir sebagai upaya dari sistem
politik mengatasi krisis yang terjadi. Partai politik diharapkan dapat
berakar kuat dalam masyarakat untuk dapat mengendalikan
pemerintahan sehingga terbentuk pola hubungan yang berlegitimasi
antara pemerintah dan masyarakat. Terbukanya partai bagi setiap
anggota masyarakat dari berbagai golongan mengharapkan partai
politik dapat menjadi alat integrasi bangsa. Dengan adanya partai
politik juga masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pemilihan
umum.
c. Teori Pembangunan
Menurut teori ini partai politik lahir sebagai akibat dari adanya
proses modernisasi sosial-ekonomi, seperti pembangunan teknologi
komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan dan
peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan
kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai
kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan
16
kemampuan individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan
suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu
memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Maka
lahirlah partai politik, dengan harapan agar organisasi politik tersebut
mampu memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi yang ada.
Berdasarkan teori asal-usul terbentuknya partai politik di atas,
penulis dapat mengkategorikan bahwa Partai Demokrat terbentuk
berdasarkan teori situasi historis. Partai Demokrat lahir karena adanya
keinginan untuk memperbaiki bangsa yang sedang dilanda krisis
multidimensi karena partai-partai politik yang berkuasa sebelumnya
dianggap gagal.
17
pada isu yang sedang berkembang. Perilaku ini terbagi menjadi dua,
pertama: kualitas instrumental di mana pemilih melihat kemampuan
kandidat dalam menangani suatu masalah tertentu. Kedua: kualitas
simbolis di mana pemilih mempunyai pandangan bagaimanakah
seharusnya figur pemimpin yang baik.
Dalam politik, basis merujuk kepada sekelompok pemilih yang hampir
selalu mendukung calon partai tunggal untuk kantor terpilih. Basis pemilih
sangat tidak mungkin untuk memilih calon dari pihak lawan, terlepas dari
pandangan spesifik masing-masing kandidat memegang.
Di Amerika Serikat, ini biasanya karena tingkat tinggi kandidat harus
memegang sikap yang sama pada isu-isu kunci sebagai dasar partai unruk
mendapatkan nominasi partai dan dengan demikian akses suara dijamin.
Dalam kasus pemilu legislatif, pemilihan basa biasanya lebih memilih untuk
mendukung kandidat partai mereka melawan lawan dinyatakan menarik untuk
memperkuat peluang partainya memperoleh mayoritas sederhana biasanya
gateway untuk daya menyeluruh-dalam legislatif.
18
karena memang tidak mementingkan jumlah, partai kader lebih
mementingkan disiplin anggotanya dan ketaatan dalam berorganisasi.
Doktrin dan ideologi partai harus tetap terjamin kemurniannya. Bagi
anggota yang menyeleweng, akan dipecat keanggotaannya.
19
Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation).
Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi, niscaya
pendapat atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling berbenturan,
sedangkan dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpang siuran
dan benturan dikurangi. Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi
komunikasi partai politik. Setelah itu partai politik merumuskannya
menjadi usul kebijakann. Usul kebijakan ini dimasukkan ke dalam progam
atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan atau di
sampaikan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan
umum (public policy). Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat
disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik. Di sisi lain, partai
politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan rencana-
rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi
arus informasi dan dialog dua arah, dari atas ke bawah dan dari bawah
keatas. Dalam pada itu partai politik memainkan peran sebagai
penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah. Peran partai
sebagai jembatan sangat penting, karena I satu pihak kebijakan pemerintah
perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan di pihak lain
pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
20
Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang
melaluinya masyarakat menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-
norma dan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan
demikian sosialisasi politik merupakan factor yang penting dalam
terbentuknya budaya pilitik (political culture) suatu bangsa.
Suatu definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M.
Rush (1992) : Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang
dalam masyarakat tertentu belajar mengenali system politiknya. Proses ini
sedikit banyak menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena
politik (political socialization may be depined is the prosess by which
individuals in a given society become acquainted with the political system
and which to a certain degree determines their perceptions and their
reactions to political phenomena).
Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-
kanak. Ia berkembang melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja,
pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai
politik, ia juga menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai
politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Di sinilah letaknya partai
dalam memainkan peran sebagai sarana sosialisasi politik.pelaksanaan
fungsi sosialisasinya dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa,
ceramah-ceramah, penerangan, kursus karder, penataran dan sebagainya.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan
citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting
jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui
kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh
dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para
pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya. Ada
lagi yang lebih tinggi nilainya apabila partai politik dapat menjalankan
fungsi sosialisasi yang satu ini, yakni mendidik anggota-anggitanya
menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga
Negara dan menepatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan
21
nasional. Secara khusus perlu disebutkan di sini bahwa di Negara-negara
yang baru merdeka, partai-partai politik juga di tuntut berperan memupuk
identitas nasional dan integrasi nasional. Ini adalah tugas lain dalam
kaitannya dengan sosialisasi politik. Namun, tidak dapat disangkal
adakalanya partai mengutamakan kepentingan partai atas kepentingan
nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai, yang
melebihi loyalitas kepada Negara. Dengan demikian ia mendidik pengikut-
pengikutnya untuk melihat dirinya dalam konteks yang sangat sempit.
Pandangan ini malahan dapat mengakibatkan pengotakan dan tidak
membantu proses integrasi, yang bagi Negara-negara berkembang menjadi
begitu penting.
22
4. Sebagai sarana pengatur konflik
Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat
yang bersifat heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-
ekonomi, ataupun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi
konflik. Apabila keanekaragaman itu terjadi di Negara yang menganut
paham demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal yang
wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi di dalam Negara yang heterogen
sifatnya, potensi pertentangan lebih besar dan dengan mudah mengundang
konflik.
Disini paran partai diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau
sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat
negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. Elite partai dapat
menumbuhkan pengertian di antara mereka dan bersamaan dengan itu juga
meyakinkan pendukungnya.
Konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat yang
bersifat heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-ekonomi,
ataupun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik.
Apabila keanekaragaman itu terjadi di Negara yang menganut paham
demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal yang wajar
dan mendapat tempat. Akan tetapi di dalam Negara yang heterogen
sifatnya, potensi pertentangan lebih besar dan dengan mudah mengundang
konflik.
Disini paran partai diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau
sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat
negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. Elite partai dapat
menumbuhkan pengertian di antara mereka dan bersamaan dengan itu juga
meyakinkan pendukungnya.
23
mereka sendiri. Proses itu disebut sebagai demokrasi internal. Setelah syarat
ini tercapai maka partai politik yang te- lah menang pemilu akan ikut
mendukung proses demokrasi dan tidak akan menjadi ancaman bagi pranata
demokrasi.
Suatu sistem demokrasi mengharuskan semua partai politik untuk selalu
menerapkan demokrasi internal. Hal ini harus diundangkan juga sehingga
berjalannya suatu demokrasi internal tidak bergantung pada kemauan baik
(‘goodwill’) dari pemimpin partai tersebut. Karena bila ti- dak, demokrasi
akan terancam.
Demokratisasi internal menjamin adanya dialog ter- buka dalam proses
pembentukan kehendak politik. Dalam suatu partai politik harus ada sistem
pemilu bebas yang memungkinkan pergantian anggota secara adil dan bisa
dipertanggungjawabkan kepada pengadilan publik.
Para pemimpin dan pemengang jabatan di dalam partai memiliki
kecenderungan untuk menghimpun kekuasaan di dalam parpol mereka dan
pada berebut kekuasaan di luar partai. Demokrasi internal yang berjalan
dengan baik akan mengimbangi kecenderungan ini dan menjaga struktur
organisasi agar tetap terbuka terhadap kontrol demokratis dan partisipasi
anggotanya serta memberikan kesempatan bagi masyarakat madani untuk
memberikan pengaruhnya.
24
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara umum kita dapat mendefinisikan bahwa partai politik adalah suatu
kelompok yang teroganisir yang anggota-anggotanya memppunyai sebuah
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah
memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik yang
biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan kebijakan-kebijakan
dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai politik sangat berbeda dengan gerakan
(movement) dan berbeda juga dengan kelompok penekan (pressur group) atau
istilah yang lebih banyak digunakan pada dewasa ini yang memang
memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang ingin melakukan
perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://wawasanfocusodax.blogspot.co.id/2014/11/makalah-partai-
politik.html- Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017.
26