Asta Brata adalah Contoh Kepemimpinan Hindu yang terdapat dalam Itihasa
Ramayana. Asta Brata ini merupakan, Delapan Tipe kepemimpinan yang
merupakan Delapan Sifat Kemahakuasaan Tuhan. Ajaran ini diberikan Sri Rama
kepada Wibhisana sebagai Raja Alengka Pura menggantikan kakaknya
Rahwana.
Yama Brata = Artinya pemimpin hendaknya mengikuti sifat-sifat Dewa Yama
yaitu menciptakan hukum, menegakkan hukum dan memberikan hukuman
secara adil kepada setiap orang yang bersalah.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Dalam kehidupan manusia didunia ini banyak ditemui usaha kerjasama untuk
mencapai suatu tujuan yang disepakati bersama. Keseluruhan proses kerjasama itu
dinamakan organisasi. Dengan kata lain organisasi adalah proses atau rangkaian kegiatan
kerja sama sejumlah orang, untuk mencapai tujuan tertentu (Nawawi dan Handari, 1995:8).
Setidaknya ada dua jenis organisasi yaitu Organisasi formal dan non formal.
Organisasi formal memiliki struktur yang relatif permanen, prosedur dan mekanisme yang
statis, pasti dan teratur. Sedangkan Organisasi non formal memiliki struktur yang semi
permanen, prosedur dan mekanismenya mudah berubah sesuai dengan kebutuhan dan
keputusannya cenderung ditentukan oleh kesepakatan bersama.
Baik organisasi formal maupun non formal, pasti memeriukan seseorang untuk
menempati posisi pemimpin (leader). Seorang pemimpin didalam sebuah organisasi
mengemban tugas melaksanakan kepemimpinan. Dengan kata lain pemimpin adalah
orangnya dan kepemimpinan adalah kegiatannya. Sehubungan dengan itu maka
kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan / kecerdasan mendorong sejumiah
orang agar bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan
bersama (Nawawi dan Handari, 1 995:9).
Didalam kepercayaan Hindu ada beberapa sifat pemimpin yang harus di pedomani oleh
setiap orang yang disebut Astabratha. Olehkarena itu, disini penulis bermaksud untuk
memaparkan lebih lanjut mengenai pengertian Astabrata sebagai pedoman bagi seorang
pemimpin Hindu.
1.2.Rumusan Masalah;
1. Bagaimanakah pengertian Astabrata sebagai pedoman kepemimpinan Hindu?
2. Bagaimanakah aplikasi Astabrata sebagai pedoman bagi seororang pemimpin Hindu?
2.1.
BAB II
ISI
Pengertian Asta Brata Sebagai Pedoman Kepemimpinan Hindu
Asta brata adalah delapan sifat utama Para Dewa (penjaga alam semesta) yang patut
dimiliki oleh seorang pemimpin khususnya, khususnya seorang Kepala Negara. Uraian tentang
Asta Brata, mula-mula dijelaskan pada ayat Weda Smerti (Menawa Dharmasastra), sebagai
berikut.
Menawa Dharmasatra Dharmasastra VII
Indranila yamarkanam Agnecca warunasya ca,
Candrawitteca yocaiwa mantara nirhrtya cacwatih.
Artinya: untuk memenuhi maksdu dan tujuan itu, Raja harus memiliki sifat-sifat partikel yang
kekal dari Dewa Indra, Wahyu, Yama, Surya, Agni, Waruna, Candra, dan Kuwera.
Setealah kitab Menawa Dharmasastra, uraian htentang Asta Brata juga ada dijelaskan pada kitab
Ramayana dalam bentuk:
a. Wejangan Sang Rama kepada Sang Bhatara tentang syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seorang Raja, ketika Sang Bharata diberi tugas untuk menduduki tahta Kerajaan Ayodhya atas
nama Sang Rama.
b. Wejangan Sang Rama kepada Wibisana, mengenai syarat-syarat yang harus dimiliki oleh
seorang Raja, ketika Widisana dinobatkan sebagai Raja di Alengka.
Yama Brata
Yama brata, adalah sifat seorang pemimpin yang dapat menegakkan kebenaran dan
keadilan terhadap bawahannya, dengan memberi hukuman kepada yang berbuat salah sesuai
dengan kesalahan yang dilakukannya.
Dewa yama adalah Dewa penegak kebenaran dan keadilan. Uraian tentang yama Brata yang
dijelaskan dalam kekawain Ramayana adalah sebagai berikut:
Yama Brata dumanda karmaphala
Sirekena malung maling yar pejah
Umilhwa kita malwa ngolah salah
Asing umawarang sarat prih pati.
Atrinya:
adalah
proses
memimpin,
memanage, mengatur,
menggerakkan
dan
hal
ini
berhubungan
dengan
kepemimpinan
sebagai
kewibawaan.
Dalam
kepemimpinan selalu ada pembagian kekuatan yang tidak seimbang antara pemimpin dengan
yang dipimpin. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki sesuatu yang lebih daripada
yang dipimpin, pemimpin adalah teladan, panutan, yang pantas dicontoh oleh anggotanya.
Hindu mengajarkan dalam Kautilya Arthasastra tentang tujuan proses kepemimpinan sebagai
berikut. apa yang membuat Raja senang bukanlah kesejahteraan, tetapi yang membuat
rakyat sejahtera itulah kesenangan seorang Raja. Implikasi dari pernyataan ini bahwa
tujuan dan makna kesuksesan sebuah proses kepemimpinan adalah apabila tercipta
kesejahteraan bagi seluruh anggota organisasi, bahkan lebih luas adalah kebahagiaan dunia
(sukanikang rat).
Sejarah kepemimpinan Hindu selalu menampilkan sosok seorang pemimpin sebagai keturunan
dari Dewa. Hal ini menggambarkan bahwa seorang pemimpin selayaknya memiliki sifat-sifat
kedewataan.
Sifat-sifat
kedewataan
adalah
menerangi
(dev
= sinar),
melindungi
(bhatara: pelindung), pemelihara (visnu: pemelihara). Oleh sebab itu tidak mengherankan jika
para
Raja
terdahulu
di
Jawa
misalnya,
Sri
Airlangga
digambarkan
sebagai
perwujudan Wisnu yang menaiki burung Garuda (Garuda Wisnu Kencana). Garuda adalah
simbol
pembebasan,
simbol
kemerdekaan,
bahwa
seorang
pemimpin
harus
dapat
membebaskan rakyatnya dari segala ke-papa-an dan ke-duka-an. Wisnu adalah simbol
pelindung, pemelihara Maha Agung, yang mampu melindungi seluruh rakyat dari segala
ancaman dan gangguan, menciptakan rasa aman dan tenteram bagi masyarakat. Sementara
itu, Kencana adalah simbol kewibawaan, kemegahan, kekayaan, inilah kelebihan yang harus
dimiliki oleh seorang Raja, yaitu bala (kekuatan), kosa (kekayaan) dan wahana (fasilitas), jika
seorang pemimpin tidak memiliki ini semua maka dia akan ditinggalkan oleh rakyatnya. Untuk
itu dalam makalah singkat ini akan dibahas sifat-sifat dewa, Asta Brata yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin sebagai etika kepemimpinan.
B. ASTA BRATHA
Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya
dalam Manawadharmasastra dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan
sifat dewa di dalam dirinya yang disebut Asta Brata. Di samping itu ajaran Asta Brata juga
terdapat dalam Itihasa Ramayana, yaitu pelajaran Sri Rama kepada Wibhisana pasca
kekalahan Alengka dalam perang Rama-Rahwana.
Yama Brata
Dewa Yama atau di Bali dikenal dengan nama Yamadhipati adalah Dewa yang bertugas untuk
mencabut nyawa manusia. Dalam bertugas Dewa Yama dibantu oleh seorang pencatat segala
dosa manusia, yaitu Sang Suratma. Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum semua
kesalahan manusia, penjaga neraka. Dalam cerita Lubdhaka misalnya, Dewa Yama berebut
dengan
Dewa
Siwa
untuk
membawa Sang
dosa,
walaupun
Lubdhaka ke
akhirnya
dibatalkan
neraka
oleh
karena
Dewa
Siwa
manajemen
modern
sifat
Dewa
Yama
dapat
diterapkan
dengan
memberikan reward and punishment secara tepat kepada anggota yang berjasa bagi laju
organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.