Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : EKO SULISTIAWATI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 031367927

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4427 / SOSIOLOGI PEMERINTAHAN

Kode/Nama UPBJJ : 20 / BANDAR LAMPUNG

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS
TERBUKA
JAWABAN
1. Pemberdayaan masyarakat akan mengoptimalkan pada potensi daerah serta berbagai potensi
yang ada di desa tersebut akan digali untuk dikembangkan dengan masyarakat sebagai
pelaksananya sehingga nantinya pembangunan desa akan berjalan dengan sendirinya dan
masyarakat juga merasakan adanya perubahan dan manfaat dari pembangunan desa tersebut.
Pembangunan desa itu dapat menggali sumber daya baik alam maupun manusiasehingga
nantinya bisa menjadi unggulan desa untuk dikembangkan. Suharyanto & Arif Sofianto (2012)
menjelaskan bahwa pembangunan desa akan melibatkan segenap unsur desa. Pembangunan
desa akan dilakukan dengan memberdayakan semua potensi yang ada di desa, setelah berjalan
maka seluruh potensi juga berkembang dan peran pemerintah adalah mendukung
pengembangan desa wisata dengan menetapkan berbagai kebijakan yang bisa mendukung
pengembangan desa wisata sehingga bisa menjadi desa wisata yang menjadi salah satu tempat
yang bisa didatangi oleh wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri, selain itu
dengan menjadikan desa sebagai desa wisata dapat membantu perekonomian masyarakatnya
menjadi lebih baik lagi. Partisipasi masyarakat dirasa sangat penting dalam proses
pembangunan pedesaan. Keberhasilan pembangunan akan tercapai jika masyarakat
berpartisipasi didalamnya. Jadi masyarakat tidak bisa lepas dari pembangunan desa, dimana
masyarakat diajak untuk berperan serta untuk berpartisipasi karena masyarakat dianggap
mengetahui tentang permasalahan dan kepentingan atau kebutuhan mereka. Mereka memahami
tentang keadaan lingkungan sosial dan ekonomi masyarakatnya. Partisipasi masyarakat seperti
telah diuraikan di atas adalah bagian yang tidak terlepas dalam upaya pemberdayaan
masyarakat. Partisipasi anggota masyarakat adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam
pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan programpembangunan
yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal (Rahardjo Adisasmito, 2006). Partisipasi atau peran
serta masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi dari kesediaan atau kemampuan
anggota masyarakat untukberkontribusi dalam pembangunan.Peningkatan partisipasi
masyarakat merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat secara aktif yang
berorientasi pada pencapaian hasil pembangunan yang dilakukan masyarakat.

2. Jawaban

a) Kewenangan memilki kaitan yang erat dengan kekuasaan. Kewenangan merupakan


kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak
selalu memiliki keabsahan. Kewenangan bersifat dinamis. Oleh karena itu, kewenangan
dapat berubah-ubah sesuai dari sudut pandang pengakuan masyarakat. Ada pun suatu
kekuasaan yang memliki kewenangan yang sah di mata hokum namun tidak abash
menurut sudut pandang rakyatnya. Contohnya pada kepemimpinan Presiden B.J
Habibie, secara kontitusi hal itu benardan sah namun secra pengakuan atau keabsahan,
masyarakat tidak mengakuinya, sebab masih dianggap produk dari orde baru. Dilihat
dari haltersebut, jelas sekali bahwa hubungan antara kewenangan dan pengakuan
sangatlah erat, sebab kewenangan tanpa disertai dengan keabsahan/pengakuan sama
halnya dengan bohong begitu pula sebaliknya.
b) Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak
moral pemimpin untuk memerintah, membuat, dan melaksanakan keputusan
politik. Legitimasi dapat menciptakan kestabulan politik dan perubahan sosial.
Penerimaan dan pengakuan masyarakat menciptakan kestabilan pemerintahan
dalam membuat berbagai keputusan dan kebijakan serta mampu dengan baik
dalam mengatasi sebuah permasalahan dibandingkan pemerintahan yang kurang
atau tidak memiliki legitimasi. Politik pada hakikatnya, dalam mencapai suatu cita-
cita dan tujuan bersama, tidak lepas dari hubungan-hubungan yang terikat dalam
kegiatan politik seperti kekuasaan, wewenang, legitimasi, dan distribusi atau alokasi
serta kebijakan umum. Sebagaimana yang telah dirumuskan oleh Harold D Laswell
yaitu who get what, when and how (Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan
dan bagaimana). Yang paling identik dari politik adalah Kekuasaan, tentang bagaimana
kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku
seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai
dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Salah satu ahli
politik Harold D Lasswel dan Abraham Kaplan menyatakan bahwa kekuasaan adalah
suatu hubungan di mana seseoranga atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan
seseorang atau kelompok lain kearah tujuan dari pihak pertama. Kekuasaan merupakan
suatu sumber dari adanya suatu wewenang (authority). Jika, seorang pelaku,
sekelompok orang atau badan hukum yang memiliki kekuasaan, maka memiliki hak
kewenangan (wewenang), dengan wewenang tersebut seseorang atau badan hukum
dapat memerintah atau menyuruh untuk berbuat sesuatu. Menurut Miriam Budiardjo
dalam Frans Magnis Suseno (1994:54) otoritas atau wewenang adalah ”kekuasaan yang
dilembagakan”, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga
berhak untuk menguasai. Hak kewenangan (wewenang) yang dimiliki oleh aktor politik
politik, maka dengan demikian masyarakat menjadi terlegitimasi kekuasaan karena bila
seorang pimpinan menduduki jabatan tertentu melalui pengangkatan dianggap absah,
atau sesuai hukum, masyarakat mau tidak mau senang tidak senang harus mentaati
setiap kebijakan atau kumpulan kuputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau
kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu
melalui peraturan atau pun perundang-undangan berdasarkan pengambilan keputusan
serta distribusi atau alokasi nilai-nilai dari kebijakan pemerintah terhadap masyarakat.

3. Jawaban

a) Dalam praktek ketatanegaraan tidak mungkin semua urusan pemerintahan diserahkan


kepada pemerintah daerah atau pemerintah pusat selalu ada perimbangan antara
kewenangan yang diselenggarakan secara sentralistis oleh pemerintah pusat dan
kewenangan yang secara desentralistis diselenggarakan unit-unit pemerintahan daerah
yang otonom. Hal ini pula yang melahirkan konsep local state government dan local
self government. Jika local state government melahirkan wilayah administrasi
pemerintah pusat didaerah yang dipresentasikan oleh gubernur, local self
government melahirkan daerah atau wilayah otonom yang direpresentasikan
keberadaan DPRD. Local state government hanya ada di wilayah provinsi oleh
karenanya provinsi memiliki kedudukan sebagai daerah otonom dan sebagai wilayah
administratif, konsekwensinya selain sebagai kepala daerah gubernur juga sebagai
wakil pemerintah pusat di wilayah provinsi. Adanya representasi pusat di daerah guna
menjamin keutuhan NKRI sebab desentralisasi tanpa sentralisasi yang perwujudannya
dalam bentuk dekonsentrasi dapat menimbulkan disintegrasi.

b) UU 32/2004 yang merupakan perwujudan dari amanat konstitusi tentang pemerintahan


daerah berdasarkan Pasal 37 dan Pasal 38 menempatkan gubernur sebagai wakil
pemerintah di daerah yang salah satu tugasnya adalah melakukan koordinasi,
pembinaan, dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota.
konstruksi perwilayahan yang dianut oleh UU tersebut menempatkan gubernur dalam
kedudukannya sebagai wakil pemerintah di daerah hubungannya dengan
bupati/walikota bersifat hirarkis, namun meskipun demikian dalam prakteknya sering
kali kedudukan gubernur tersebut tidak di “hormati” oleh bupati/walikota yang
berakibat pada disharmoni hubungn seperti antara Gubernur Jawa Barat dengan
Walikota Solo, tidak di taatinya hasil klarifikasi Perda yang di lakukan Gubernur NTB
terhadap Perda Kabupaten Sumbawa Barat Nomor 1 Tahun 2010 tentang Komisi
Pertambangan, konflik antarkabupaten terkait dengan perebutan wilayah yang terjadi di
Sumatra Utara dimana dalam hal ini berdasarkan wewenang yang ada gubernur dapat
menyelesaikannya namun peran tersebut tidak diindahkan oleh bupati/walikota.
Mengingat akan hal tersebut dan dalam rangka revitalisasi kedudukan gubernur sebagai
wakil pemerintah di daerah, pemerintah kemudian menerbitkan PP 19/2010 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keungan Gubernur
Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi. Keberadaan PP tersebut diharapkan
mampu memulihkan gejah Gubernur namun apa yang terjadi khususnya dalam
pelaksanaan koordinasi sering kali tidak dindahkan oleh bupati/walikota contoh konkrit
baru-baru ini banyak bupati/walikota yang tidak hadir pada penyerahan DIPA atau pada
saat dilakukan MUSRENGBANG Provinsi atau pada saat rapat kerja. secara konseptual
kekuasaan diskresi pemerintah merupakan kekuasaan yang timbul karena
perkembangan atau perluasan konsep fungsi pemerintahan. Diskresi adalah kebebasan
bertindak pemerintah dalam kaitan untuk menjawab perkembangan tuntutan dalam
hidup kemasyarakatan terkait dengan fungsi pemerintah sebagai penyelenggara
kepentingan umum dalam sebuah negara. Kebebasan bertindak pada pemerintah ini
lahir karena situasi keterbatasan pengaturan hukum sebagai landasan bertindak bagi
pemerintah untuk menjawab kekaburan norma yang terjadi. Diskresi tidak dapat
dilakukan tanpa adanya conditio sine quo non yang mendasari diberikannya diskresi itu
sendiri. Pada dasarnya tidak semua kata, istilah, dan kalimat yang menunjukkan suatu
kaedah hukum , baik yang dikemukakan dengan lisan atau dinyatakan dengan tertulis
dalam bentuk perundangan itu sudah jelas dan mudah di pahami termasuk dalam hal
ini ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf c PP 23/2011 dan untuk menjawab ketidakjelasan
dan kekaburan yang terdapat didalam norma tersebut dalam ilmu hukum dikenal salah
satu metode penafsiran/interpretasi sistematis untuk menjawab kekaburan norma.
Interpretasi sistematis adalah metode yang menafsirkan peraturan perundang-undangan
dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum (undang-undang lain) atau
dengan keseluruhan sistem hukum. Hukum dilihat sebagai satu kesatuan atau sebagai
sistem paraturan. Satu peraturan tidak dilihat sebagai peraturan yang berdiri sendiri
tetapi sebagai bagian dari suatu sistem. Undang-undang merupakan bagian dari
keseluruhan sistem perundang-undangan artinya tidak satupun dari perundang-
undangan tersebut dapat ditafsirkan seakan-akan ia berdiri sendiri, tetapi ia harus selalu
dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai