Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : EKO SULISTIAWATI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 031367927

Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4534 / MANAJ. LOGISTIK ORGANISASI PUBLIK

Kode/Nama UPBJJ : 20 / BANDAR LAMPUNG

Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
JAWABAN

1. Aset daerah adalah unsur yang penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan
pemberian layanan kepada publik. Aset daerah harus dikelola secara baik dalam hal
pemanfaatannya, efisien dan efektif dalam perencanaan dan pendistribusiannya, transparan dan
akuntabel dalam penyajian, pelaporan dan pengawasannya. Selain itu, aset daerah juga
merupakan pilar utama sebagai pendapatan asli daerah, sehingga pemerintah daerah (Pemda)
sangat dituntut dalam hal pengelolaan aset daerah yang baik, khususnya mengenai pengelolaan
dan pemanfaatan aset yang optimal. Pengelolaan aset daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah. PP tersebut ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah. Adapun lingkup pengelolaan aset itu sendiri meliputi :
perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan,
penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian,
pembiayaan, dan tuntutan ganti rugi. Salah satu kegiatan dalam pengelolaan aset adalah
pemanfaatan, sebagaimanaPermendagri Nomor 17 Tahun 2007 menyebutkan bahwa
pemanfaatan merupakan pendayagunaan Barang Milik Daerah (BMD) yang tidak
dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD) dalam
bentuk pinjam pakai, sewa, kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah, bangun serah guna
dengan tidak merubah status kepemilikan. Pemanfaatan BMD yang optimal akan membuka
lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan menambah/ meningkatkan
pendapatan daerah. Salah satu unsur dari isi kebijakan tersebut adalah derajat perubahan yang
diinginkan. Legal audit membawa pemda untuk lebih waspada dan lebih peka untuk
melengkapi dokumen dan bukti kepemilikan dari aset-aset pemda. Pemda tentunya
menginginkan agar aset-aset yang digunakan dan dimanfaatkan oleh pemda berada pada titik
aman dan tidak memberikan peluang bagi pihak lain yang ingin menguasai aset tersebut dengan
cara yang tidak bertanggungjawab. Pemda tentunya menginginkan perubahan ke arah yang
lebih baik atas keabsahan dokumen-dokumen kepemilikan aset, dan diharapkan setiap tahunnya
jumlah aset dengan dokumen kepemilikan lengkap semakin bertambah dan masalah mengenai
pertikaian aset karena dokumen kepemilikan dengan pihak lain semakin kecil. Ebenezer and
Dadson (2006) menganalisis pengoptimalan manajemen aset tanah di Ghana dalam rangka
untuk melaksanakan good governance. Penelitian ini membahas mengenai administrasi yang
efektif untuk aset-aset tanah yang vital, membahas seputar legislasi, dan organisasi yang
berkaitan dalam sektor tanah, serta pemilik dan pengelola tanah harus saling berbagi tanggung
jawab untuk menjamin pencapaian dari manajemen aset tanah. Perumusan hipotesa mengenai
pengaruh legal audit terhadap optimalisasi pemanfaatan asset.

2. Legal Audit adalah suatu pemeriksaan dan/atau penilaian permasalahan-permasalahan hukum


mengenai atau berkaitan dengan suatu perusahaan. Legal Audit diperlukan untuk hal-hal antara
lain sebagai berikut:

 Perusahaan yang akan melakukan Initial Public Offering (IPO);


 Perusahaan yang akan melakukan merger, konsolidasi, akuisisi;

 Perusahaan yang akan melakukan transaksi kredit sindikasi;

 Perusahaan yang akan dijual (Legal Audit dilaksanakan apabila pihak pembeli
menginginkannya);

Dalam suatu bisnis yang sedang berkembang pesat, salah satu kegiatan yang penting untuk
dilakukan adalah melakukan audit. Audit sendiri adalah pemeriksaan dalam artian yang luas
yang maknanya adalah evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Tujuan
dari audit pada dasarnya adalah untuk melakukan verifikasi bahwa subjek dari audit telah
berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima. Dalam
konteks hukum, dikenal suatu tindakan yang disebut sebagai legal audit. Legal audit
adalah kegiatan pemeriksaan secara seksama dari segi hukum yang dilakukan oleh konsultan
hukum terhadap perusahaan atau obyek transaksi sesuai tujuan untuk memperoleh informasi
atau fakta materil yang dapat menggambarkan kondisi suatu perusahaan atau obyek transaksi.
Tujuan dari legal audit sendiri secara umum adalah untuk melakukan penilaian terhadap tingkat
keamanan perusahaan, terutama dalam hal legal risk aspect yang dapat membahayakan asset
yang dimiliki oleh perusahaan. Legal audit ini kemudian akan menjadi dasar pertimbangan bagi
klien untuk mengambil keputusan tentang langkah selanjutnya sehubungan dengan transaksi
yang akan terjadi.

3. Balance Scorecard adalah metode pengukuran hasil kerja yang digunakan perusahaan.
Pelajaran tentang Balance Scorecard mungkin pernah dibahas saat Anda kuliah dulu. Namun,
banyak orang yang masih salah persepsi dan belum dapat memahami arti dan penggunaannya.
Pada dasarnya, Balance Scorecard (BSC) merupakan kartu berimbang yang digunakan sebagai
media untuk mengukur aktivitas operasional yang dilakukan sebuah perusahaan. Dengan BSC,
perusahaan menjadi lebih tahu sejauh mana pergerakan dan perkembangan yang telah dicapai.
Adanya BSC juga membantu perusahaan untuk memberikan pandangan menyeluruh mengenai
kinerja dari perusahaan. Agar kinerja perusahaan lebih efektif dan efisien, dibutuhkan sebuah
informasi akurat yang mewakili sistem kerja yang dilakukan. Dalam BSC, terdapat empat jenis
perspektif untuk mengetahui ukuran kinerja perusahaan.
1) Financial Perspective (Perspektif Keuangan). Financial perspective atau perspektif keuangan
erat kaitannya dengan pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan
harus mampu mengelola keuangan dengan baik agar keuangannya terus stabil. Misalnya, biaya
operasional, biaya produksi, biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, termasuk keuntungan dari
aktivitas penjualan. Baik pemasukan maupun pengeluaran, keduanya harus dicatat secara runtut
dan jelas. Agar pihak keuangan dapat mengamati laju pertumbuhan keuangan dari perusahaan
yang bersangkutan. Ada tiga tolok ukur dalam perspektif keuangan, yaitu:
 Pertumbuhan dari pertambahan yang didapatkan selama proses bisnis berlangsung.
 Penurunan aset ke arah yang optimal dan memaksimalkan strategi investasi.
 Penurunan biaya dan peningkatan produktivitas kerja,
Ketiga tolok ukur di atas dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menjalankan bisnis. Dengan
begitu, pemilik perusahaan mengetahui di tahap mana perusahaan tersebut berada.
2) Customer Perspective (Perspektif Pelanggan). Customer perspective atau perspektif pelanggan
berkaitan erat dengan cara perusahaan melayani pelanggan. Dalam hal ini, setiap pelanggan
harus diperlakukan secara layak. Dengan begitu, mereka merasa puas atas pelayanan yang
diberikan. Adanya pelayanan yang bagus tentu akan meningkatkan loyalitas konsumen
terhadap perusahaan. Sebaliknya, apabila pelayanannya buruk, konsumen pasti mencari
perusahaan lain yang memiliki sistem yang lebih bagus. Ada pun ukuran yang ditetapkan
perusahaan dalam perspektif pelanggan, antara lain:
 Seberapa besar omzet penjualan.

 Tingkat keuntungan yang didapatkan perusahaan.

 Berapa banyak pelanggan yang didapatkan.

 Persentase loyalitas pelanggan terhadap produk.

 Tingkat kepuasan pelanggan.

 Tingkat profitabilitas pelanggan.

 Kebutuhan pelanggan.

3) Internal Process Perspective (Perspektif Proses Bisnis Internal). Dalam internal process
perspective, perusahaan menilai seberapa besar ukuran dan sinergi dari setiap unit kerja. Untuk
mengukur poin ini, pemimpin perusahaan harus rutin mengamati bagaimana kondisi internal
dalam perusahaan. Apakah semuanya dijalankan sesuai dengan metode yang ditetapkan atau
malah melenceng dari peraturan. Kemampuan dan keahlian yang dimiliki setiap karyawan akan
menghasilkan proses bisnis internal yang bagus. Selain bertambahnya jumlah konsumen, omzet
dan keuntungan yang didapat perusahaan juga akan bertambah. Ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam perspektif proses bisnis internal, antara lain:
 Proses inovasi berkaitan dengan ide-ide terhadap produksi barang.

 Proses operasi berkaitan dengan aktivitas dan rutinitas sehari-hari yang dilakukan
bagian internal.

 Proses pasca penjualan berkaitan dengan metode pemasaran yang tepat untuk
meningkatkan omzet penjualan.
4) Learning and Growth Perspective (Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan). Karyawan
menjadi elemen penting yang harus dijaga perusahaan. Tanpa adanya karyawan, proses
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan akan menghadapi banyak kendala. Karyawan juga
berfungsi sebagai pendukung dalam perspektif keuangan dan pelanggan. Karena itu, apa yang
direncanakan perusahaan dapat mencapai target yang maksimal. Selain keberadaan karyawan,
perusahaan juga perlu memerhatikan sistem dan prosedur kerja yang seperti apa yang perlu
diterapkan dalam internal perusahaan. Ada baiknya jika semua elemen terkontrol dan
terkoordinasi dengan baik sehingga timbul keselarasan selama bisnis berlangsung. Ada tiga hal
yang dijadikan tolok ukur dalam perspektif ini, antara lain:

 Kapabilitas atau kemampuan karyawan.

 Kemampuan mengelola sistem informasi.

 Motivasi, dorongan, dan garis tanggung jawab

4. Manajemen kinerja aset merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari siklus hidup aset
(Life Cycle Asset), meskipun dalam Life Cycle asset Management (LCAM) manajemen kinerja
aset tidak secara eksplisit menjadi satu diantara 4 tahap dalam LCAM sebagaimana gambar II.1
berikut:

Dalam hal perencanaan, manajemen kinerja memiliki peran yang sangat vital dalam hal
mengevaluasi aset yang telah ada. Perencanaan yang merupakan fase pertama dalam siklus
hidup aset menjadi dasar bagi manajemen yang efektif atas bisnis yang ditekuni oleh suatu
entitas. Perencanaan dalam manajemen aset bertujuan untuk membuat kesesuaian antara
kebutuhan aset dari suatu entitas dengan strategi penyediaan pelayanan entitas yang akan
menghasilkan aset dengan kapasitas dan kinerja yang diperlukan. Perencanaan aset ju ga
memberi arah pada tindakan-tindakan khusus seperti membeli aset baru yang diperlukan,
menjual aset yang berlebih, dan mengoperasikan dan memelihara aset secara efektif. Keputusan
manajemen aset yang menyangkut pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset dibuat dalam
suatu kerangka perencanaan pelayanan dan finansial yang terintegrasi. Penentuan kebutuhan
aset juga harus berada dalam konteks kebijakan dan prioritas pemerintah serta dalam rangka
alokasi seluruh sumber daya pemerintah secara efektif.
Kebutuhan akan suatu aset secara langsung berhubungan dengan pelayanan yang akan
diberikan oleh suatu entitas. Perencanaan aset meliputi penilaian terhadap aset- aset yang telah
ada dan perencanaan pengadaan dibandingkan dengan kebutuhan penyediaan pelayanan.
Ketika mengidentifikasi kebutuhan sumber daya, organisasi harus mempertimbangkan solusi
non-aset. Pengukuran kinerja aset menurut Departemen Transportasi, Infrasruktur dan Energi
Pemerintah Australia adalah proses terstruktur yang melibatkan identifikasi dan pengumpulan
data yang relevan dengan tujuan menilai kinerja relatif dari aset yang dimiliki oleh entitas
terhadap berbagai tolok ukur kinerja dalam konteks pelaksanaan tupoksi dari entitas yang
bersangkutan. Hasil dari laporan kinerja aset digunakan sebagai dasar dalam pengambilan
keputusan untuk mempertahankan aset, memperbarui, pemeliharaan atau keputusan untuk
penghapusan dan penggantian atas aset tersebut. Informasi laporan kinerja aset juga digunakan
sebagai penghubung dalam perencanaan penganggaran dan proses pengembangan strategi aset
atau perencanaan aset.
Hariyono (2009) mengutip dari Australian National Audit Office, Asset Management
Handbook, 1996 memberikan empat ukuran kinerja yang seharusnya digunakan dalam
melakukan pengukuran kinerja aset, sebagai berikut:
1) Kondisi fisik aset. Suatu aset harus dapat digunakan secara aman dan efektif. Hal ini berarti
bahwa aset perlu dipelihara agar berada dalam kondisi yang memadai untuk digunakan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan dan memenuhi standar kesehatan dan keamanan yang
relevan. Penilaian yang memadai atas kondisi aset meliputi:
 Penyusunan kondisi yang disyaratkan atas suatu aset relatif terhadap kebutuhan
pemberian pelayanan dan nilai dari aset tersebut (kiteria hendaknya mencakup
keterkaitannya dengan efisiensi operasional, keamanan dan kesehatan publik,
keramahan lingkungan).
 Pemeriksaan aset dan membandingkan kondisinya dengan kondisi yang dipersyaratkan
2) Perencanaan kondisi aset di masa mendatang.
3) Pemanfaatan aset (utilisasi aset). Pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu
aset digunakan untuk memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi
kapasitas asset
4) Fungsionalitas aset. Fungsionalitas dari suatu aset merupakan ukuran efektivitas dari suatu aset
dalam mendukung aktivitas yang akan dilakukan. Fungsionalitas suatu aset hendaknya ditinjau
ulang secara rutin. Hal ini akan memungkinkan untuk mengidentifikasi pengaruh signifikan
atas pelayanan, adanya perubahan berkala yang dibuat untuk memperbaiki pemberian
pelayanan dan standar fungsional. Lebih lanjut, hasil dari review secara rutin atas kemampuan
aset digunakan dalam penyusunan strategi aset.
5) Kinerja finansial asset. Kinerja finansial dari suatu aset harus dievaluasi untuk menentukan
apakah aset tersebut dapat memberikan pelayanan yang sehat secara ekonomis ataukah tidak.
Untuk melakukan hal tersebut, entitas perlu untuk memantau dan menilai
 beban operasi (operating expenses);
 arus kas saat ini dan proyeksinya, termasuk pengeluaran modal (capital expenditures).

Anda mungkin juga menyukai