Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : EKO SULISTIAWATI

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 031367927

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4214/SISTEMPEMERINTAHANDAERAH

Kode/Nama UPBJJ : 20 / BANDAR LAMPUNG

Masa Ujian : 2021/22.1 (2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Kualitas kepegawaian berkorelasi dengan kualitas birokrasi di suatu negara di mana reformasi
kepegawaian adalah prasyarat mutlak untuk menjamin terselenggaranya manajemen tata
pemerintahan yang profesional. Pemerintah Indonesia memanfaatkan momentum reformasi
pada tahun 1999 dengan menetapkan Undang-Undang No 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Kinerja birokrasi
pelayanan publik menjadi isu kebijakan sentral yang semakin strategis karena perbaikan kinerja
birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam kehidupan bernegara.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan
akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Oleh karenanya reformasi birokrasi merupakan
kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, kemasyarakatan, dan
dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional, regional, dan internasional, aparatur negara
dituntut untuk dapat mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Akar
permasalahan buruknya kepegawaian negara di Indonesia pada prinsipnya terdiri dari dua hal
penting (Prasojo, 2007): (1) persoalan internal sistem kepegawaian negara itu sendiri, (2)
persoalan eksternal yang mempengaruhi fungsi dan profesiolisme kepegawaian negara. Dan
situasi problematis terkait dengan persoalan internal sistem kepegawaian dapat dianalisis
dengan memperhatikan subsistem yang membentuk kepegawaian negara. Subsistem
kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekrutmen, (2) penggajian dan reward, (3) pengukuran
kinerja, (4) promosi jabatan, (5) pengawasan. Kegagalan pemerintah untuk melakukan
reformasi terkait dengan subsistem-subsistem tersebut telah melahirkan birokrat-birokrat yang
dicirikan oleh kerusakan moral (moral hazard) dan juga kesenjangan kemampuan untuk
melakukan tugas dan tanggungjawabnya (lack of competencies). Rekrutmen pegawai masih
dipandang seakan-akan menjadi kebutuhan proyek tahunan dan bukan sebagai kebutuhan akan
peningkatan kualitas pelayanan publik dan penyelenggaraan pemerintahan. Indikasi ini sangat
nyata apabila dilihat bahwa job analysis sebagai persyaratan untuk menentukan job requirement
masih belum dimiliki oleh pemerintah. Pernyataan ini turut diperkuat oleh Naqib (2000) yang
menyebutkan bahwa faktor dominan sebagai penyebab kinerja pegawai negeri sipil tidak efektif
dan belum memberikan kontribusi yang optimal khususnya dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat, bahkan terkesan menjadi pengangguran terselubung adalah karena
kebijakan rekrutmen pegawai di instansi pemerintah tidak berdasarkan perencanaan tenaga
kerja tetapi lebih didasarkan pada faktor kepentingan politik dan kekuasaan (Herman, 2006).
Keadaan ini diperburuk dengan adanya faktor KKN tanpa perhitungan dan pertimbangan
kemampuan dan keahlian. Pola pikir birokrat sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan
publik telah menyebabkan sulitnya melakukan perubahan kualitas pelayanan publik. Tidak
mengherankan jika kompetensi birokrat masih belum memadai, prosedur pelayanan masih
berbelitbelit, dan harga pelayanan publik masih tidak transparan. Hal ini tidak lepas penataan
kepegawaian negara yang tidak pernah dilakukan secara sungguh. Dapat dikatakan, reformasi
kepegawaian negara merupakan agenda terpenting dalam reformasi birokrasi secara
keseluruhan. Reformasi kepegawaian merupakan sub sistem dari reformasi birokrasi sehingga
berhasil tidaknya reformasi kepegawaian akan menentukan kualitas birokrasi yang sedang
berjalan. Reformasi kepegawaian yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak tahun 1999
sampai saat ini belum menunjukkan keberhasilannya dalam meningkatkan kualitas PNS.
Langkah reformasi birokrasi ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan, karena pada
dasarnya perubahan sistem harus dibarengi dengan perubahan pola pikir dan pola budaya
aparatur negara yang nota bene belum memiliki kultur sebagai pemberi layanan. Secara objektif,
reformasi yang dilakukan pada tataran rekruitmen, pelatihan, promosi, kompensasi hingga
pemberhentian masih terkendala banyak hal yang sebagian besar terkait dengan kekuasaan dan
kepentingan politik individu atau kelompok tertentu. Ironisnya, reformasi kepegawaian
dipandang identik dengan perbaikan remunerasi semata. Profesionalisme pegawai sebagai
outcome yang diharapkan dari pelaksanaan reformasi justru tidak terwujud. Maka dari itu, perlu
adanya langkah berani dari pihak pemerintah dengan mengesampingkan kepentingan-
kepentingan politik.
2. Otonomi memberikan kewenangan yang lebih luas bagi pemerintah daerah dalam mengatur
daerahnya sendiri. Pelaksanaan otonomi daerah diharapkan bisa meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, mempercepat pembangunan, dan mengurangi kesenjangan pembangunan
antar daerah, dimana sebelumnya pembangunan yang dirasakan masyarakat masih bersifat
sentralistik. Karenanya, keberhasilan pelaksanaan otonomi tidak terlepas dari kemampuan
keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis
kemampuan keuangan daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten
Labuhanbatu Selatan, mengetahui kendalayang dihadapi dalam meningkatkan kemampuan
keuangan daerah, dan mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu
Selatan dalam meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Menurut Undang-Undang No. 23
tahun 2014 pasal 1 ayat (6) Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehubungan dengan
hal tersebut peranan pemerintah daerah sangat menentukan berhasil atau tidaknya untuk
menciptakan kemandirian daerah yang selama ini selalu didambakan seluruh lapisan
masyarakat. Sehingga otonomi daerah diharapkan bisa menjadi cara terbaik dalam
mempercepat pembangunan daerah dan mengurangi ketimpangan antar daerah dibandingkan
dengan sistem pembangunan terpusat yang oleh beberapa pihak dianggap sebagai penyebab
lambannya pembangunan di daerah dan semakin besarnya ketimpangan antar daerah. Berkaitan
dengan uraian diatas, Halim (2004:187) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang
mampu melaksanakan otonomi yaitu: (1). Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan, mengelola
dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahannya. (2). Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, agar
pendapatan asli daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung
oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah
menjadi lebih besar. Jadi dapat disimpulkan bahwa suatu daerah otonom harus mampu
mengelola keuangan daerahnya baik penerimaan maupun pengeluarannya, dimana penerimaan
yang diperoleh daerah kemudian dialokasikan sebagai pembiayaan dan belanja daerahnya.
Artinya agar suatu daerah mampu melaksanakan otonomi dan desentralisai seutuhnya maka
PAD seharusnya menjadi basis utama pendapatan daerah dibandingkan dengan danatransfer
dari pusat dan propinsi.Kemampuan suatu daerah dalam menjalankan roda pemerintahan
terletak pada kemampuan keuangan daerah, yang artinya daerah otonom harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumbersumber keuangan sendiri. Hal ini senada
dengan pendapat Kaho (2007:283):“Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat
dilepaskan dari cukup tidaknya kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena
kemampuan keuangan ini merupakan salah satu indikator penting guna mengukur tingkat
ekonomi suatu daerah.” Dalam melaksanakan fungsi pemerintahan daerah, maka keuangan
merupakan suatu faktor yang sangat penting karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan
yang bisa dilaksanakan tanpa adanya dukungan dana. Sehingga dalam rangka penyelenggaraan
pemerintah daerah, ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus dapat ditekan
seminimal mungkin. Dengan dikuranginya ketergantungan kepada pemerintah pusat maka
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diharapkan akan menjadi sumber keuangan terbesar dalam
membiayai pengeluaran pemerintah daerah.“Faktor keuangan merupakan tulang punggung bagi
terselenggaranya aktivitas pemerintahan Daerah. Salah satu ciri Daerah Otonom adalah terletak
pada kemampuan self supportingnya dalam bidang keuangan” (Kaho, 2007:68).Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa keuangan merupakan faktor penting dalam mengukur tingkat
kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Kemampuan daerah yang dimaksud
adalah sampai seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangannya sendiri guna
membiayai kebutuhan daerah tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan dan subsidi
dari pemerintah pusat.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) baik itu tingkat Provinsi maupun tingkat
Kabupaten/kota merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai
unsur penyelenggara pemerintah daerah. Sebagai unsur penyelenggara, DPRD merupakan
bagian dari pemerintah daerah sehingga kedudukan DPRD dan Kepala Daerah sama-sama
sebagai penyelenggara pemerintah daerah, bukan lembaga yang berdiri sendiri sebagaimana
DPR dan Presiden yang biasa disebut trias politika atau kekuasaan legislatif dan eksekutif.
Fungsi DRPD Provinsi dan Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 94 dan Pasal 149 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, meliputi
“pembentukan peraturan daerah, anggaran, dan pengawasan”. Sedangkan tugas dan wewenang
DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota diatur dalam Pasal 101 dan Pasal 154 meliputi membentuk
Perda bersama kepala daerah, membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Perda
tentang APBD yang diajukan oleh kepala daerah, melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan Perda dan APBD, memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam hal terjadi
kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan, mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian gubernur kepada Presiden melalui Menteri untuk mendapatkan pengesahan
pengangkatan dan pemberhentian (untuk DPRD Provinsi), mengusulkan pengangkatan dan
pemberhentian bupati/wali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah
Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian (untuk DPRD
Kabupaten/Kota), memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap
rencana perjanjian internasional di Daerah, memberikan persetujuan terhadap rencana kerja
sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, meminta laporan keterangan
pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan Daerah, dan melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Secara umum dalam peraturan tersebut
terdapat kesamaan fungsi, tugas dan wewenang serta hak DPRD tingkat provinsi dan DPRD
tingkat Kabupaten/Kota. Perbedaannya hanya terkait mengajuan usul pengangkatan dan
pemberhentian kepala daerah saja. Tetapi secara khusus perbedaannya yaitu terkait kewenangan
pemerintahan daerah masing-masing yaitu kewenangan provinsi atau kewenangan
kabupaten/kota sebagaimana telah dibagi berdasarkan pembagian urusan kewenangan
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota yang tercantum dalam lampiran undang-undang
tersebut. Selain Undang-Undang 23 Tahun 2014 terdapat peraturan lainnya yang mengatur
mengenai DPRD yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan
DPRD sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang sering
disebut dengan Undang-Undang MD3. Secara substansi tidak ada perbedaan dalam undang-
undang tersebut atau dengan kata lain undang-undang tersebut justru saling menguatkan.

Anda mungkin juga menyukai