Anda di halaman 1dari 93

PANDUAN PENULIS

1. Artikel yang akan dipublikasikan 8. Penulisan artikel menggunakan jenis


berdasarkan dari penelitian dengan huruf cambria dengan ukuran 11pt dan
fokus bidang Tata Kelola Pemerintahan, spasi 1,5 untuk isi artikel terkecuali
Resolusi Konflik, Politik Pemerintahan, abstrak.
dan Etika Pemerintahan. 9. Dalam penulisan kutipan suatu naskah
2. Sistem review artikel menggunakan atau literatur menggunakan sistem
metode blind review. American Pshicological Association (APA)
3. Penulis yang akan mempublikasikan 6th edition. Contoh citation sebagai
artikel terlebih dahulu registrasi pada berikut (Zainudin et al., 2015), (Edward
menu jurnal kemudian melakukan and Collin, 1999). Untuk penulisan
upload artikel berbentuk word pada kutipan disarankan menggunakan
menu yang tersedia dalam website aplikasi mendeley atau zotero.
tersebut. 10. Penulisan daftar pustaka seperti berikut
4. Artikel yang akan dipublikasikan belum ini :
pernah dipublikasikan pada media
Buku : Dwiyanto, A. (2002). Reformasi birokrasi
publikasi jurnal manapun. publik di Indonesia. Pusat Studi Kependudukan
5. Artikel yang dipublikasikan berbahasa dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada.
Jurnal Offline : Lewis, R. (2004). Importance-
Indonesia atau Bahasa Inggris yang
performance analysis. Australasian Journal of
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia Engineering Education, 2, 1–8.
atau bahasa Inggris. Jurnal Online :
Nazir, M. (2015). Analisis Kepuasan Masyarakat
6. Abstrak pada artikel ditulis Mengenai Pelayanan Publik Di Sistem
menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat)
Kota Samarinda. Retrieved from
Indonesia dan Bahasa Inggris. Kemudian http://ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
ditulis dengan huruf cambria ukuran content/uploads/2015/07/ejournal%20(07-28-
11pt dan menggunakan spasi 1. 15-09-53-02).pdf

7. Sistematika penulisan artikel terdiri


11. Setiap artikel JIP yang akan
bagian abstrak, pendahuluan, kerangka
dipublikasikan menggunakan media
teori, metode penelitian, hasil dan
cetak dan media online.
pembahasan, simpulan, daftar pustaka.
KATA PENGANTAR

JIP Vol. 2 No. 1 April 2017, mempublikasikan 6 (enam) artikel yang berbasis penelitian
dengan topik Analisis Kebijakan Publik, Pelayanan Publik, dan Persepsi masyarakat terhadap
keputusan atau peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Artikel yang telah terkirim ke JIP diproses dengan kebijakan yang telah ditentukan oleh
dewan editor. Artikel direview oleh peer-review yang telah dipilih oleh editor dengan
mengutamakan komptensi bidang keilmuan reviewer. Metode yang digunakan oleh dalam
mereview yaitu blind review.
Jumlah total artikel yang telah diterima oleh tim editor JIP berjumlah 12 (dua belas)
artikel. Dengan pemilihan artikel yang sudah layak dipublikasikan tentunya tidak
subyektifitas dari pengelola jurnal. Melainkan pertimbangan-pertimbangan dari tim editor
beserta tim reviewer.

Tertanda,
Editor in Chief JIP
DAFTAR ISI

Hlm
Analisis Jejaring Pengurangan Resiko di Kawasan Rawan Bencana (KRB)
Gunung Slamet 1-11
(Agus Setio Widodo)
Integritas Birokrat Garis Depan (Street Level Bureucrats) Dalam Pelayanan
Kesehatan Gratis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Andi Makkasau Kota
12-18
Parepare
(Edyanto)
Demokrasi di Malang: Menggali Kontribusi Masyarakat Sipil Dalam
Pengembangan Demokrasi Lokal 19-36
(Ratnaningsih Damayanti, Rachmad Gustomy, Muhtar Haboddin)
Community Development Dengan Internalisasi Nilai Budaya Maritim di
Provinsi Kepulauan Riau Untuk Memperkuat Provinsi Berbasis Kemaritiman 37-51
(Suhardi Mukhlis, Rendra Setyadiharja)
Pemahaman Kebijakan Kesehatan Masyarakat Bidang Ibu dan Anak Pada
Pelaksana Lapangan di Jawa Barat 52-60
(Cucu Sugyati, Diah Fatma Sjoraida, Rully Khairul Anwar)
Pandangan Masyarakat Terhadap Kebijakan Standar Nasional Pendidikan
(Studi Pada Pendidikan Dasar di Kota Tanjungpinang) 61-83
(Rendra Setyadiharja, Neng Suryanti Nengsih)
JURNAL ILMU PEMERINTAHAN
Volume 2– Nomor 1, April 2017, (Hlm 1-11)

Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip

Analisis jejaring pengurangan risiko di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Slamet

Agus Setio Widodo*


Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Pancasakti Tegal. Jalan Halmahera Km. 1, Kota Tegal,
Jawa Tengah, 53121 Indonesia.
* Korespondensi Penulis. E-mail: dosen_muda@yahoo.co.id , Telp: +628156559044

Abstract
Simple observation of events for the disaster in Indonesia is almost always showed the same
picture is a condition in which reactive attitude and spontaneous, unplanned as shown by society
and government. There is a general tendency that people do not know how to act or addressing
disaster. Regional preparedness in the face of natural disasters is very important. Slamet mountain
with an altitude of 3,428 meters above sea level is the highest mountain in Central Java and the
second highest in Java. Population data in the area of Mount Slamet and surrounding areas are
included in Kawasan Rawan Bencana (disaster-prone areas) is approximately 215 953 inhabitants.
Seeing the extent of the area affected by the eruption of Mount Slamet threats can not be taken
lightly. This study aimed to explore the networking model for effective disaster risk reduction in
disaster-prone areas of Mount Slamet. Networking model for disaster risk reduction is a very
important information in order to overcome the impact of the eruption of Mount Slamet.
Keyword: Disaster risk education; networking model; mount Slamet

Abstrak
Pengamatan sederhana terhadap kebencanaan di Indonesia hampir selalu menunjukkan
gambaran yang sama yaitu suatu sikap reaktif dan spontan, tidak terencana seperti yang
ditunjukkan oleh masyarakat dan pemerintah. Ada kecenderungan umum bahwa orang tidak tahu
bagaimana harus bertindak atau menangani bencana. Kesiapan daerah dalam menghadapi
bencana alam sangat penting. Gunung Slamet dengan ketinggian 3.428 meter di atas permukaan
laut merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah dan tertinggi kedua di Jawa. Data
kependudukan di kawasan Gunung Slamet dan sekitarnya yang termasuk dalam Kawasan Rawan
Bencana (KRB) adalah sekitar 215 953 jiwa. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi model
jaringan untuk pengurangan risiko bencana yang efektif di daerah rawan bencana Gunung Slamet.
Model untuk pengurangan risiko bencana adalah informasi yang sangat penting dalam rangka
mengatasi dampak letusan Gunung Slamet

Kata Kunci: pengurangan, risiko, jejaring aktor, gunung Slamet

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 2
Agus Setio Widodo

sepanjang tahun 2014 telah terjadi 5


PENDAHULUAN
kejadian bencana erupsi gunung api di
Bencana bukanlah sebuah fenomena
Indonesia, yaitu Erupsi Gunung Sinabung
baru umat manusia (Kusumasari, 2014:
(13‐9‐2013 hingga sekarang), Gunung
1). Menurut Kamus Besar Bahasa
Kelud (13‐2‐2014), Gunung Sangeangapi
Indonesia, bencana mempunyai arti se-
(30‐5‐2014), Gunung Slamet (13‐9‐2014),
suatu yang menyebabkan atau me-
dan Gunung Gamalama (18‐12‐2014).
nimbulkan kesusahan, kerugian atau
Total 24 orang tewas, 128.167 jiwa
penderitaan. Sedangkan bencana alam
mengungsi, dan 17.833 rumah rusak
artinya adalah bencana yang disebabkan
(BNPB, 2014). Betapa besarnya dampak
oleh alam (Purwadarminta, 2006)
bencana alam di Indonesia telah
Menurut Undang - Undang No. 24
menciptakan “ruang terbuka” untuk
Tahun 2007 tentang Penanggulangan
sebuah kajian kebencanaan dalam
Bencana, bencana adalah peristiwa atau
rangka mengurangi dampak atau resiko
rangkaian peristiwa yang mengancam
bencana.
dan mengganggu kehidupan dan peng-
Kesiapsiagaan daerah dalam meng-
hidupan masyarakat yang disebabkan,
hadapi bencana alam menjadi sangat
baik oleh faktor alam dan atau faktor non
penting. Gunung Slamet dengan ketinggi-
alam maupun faktor manusia sehingga
an 3.428 meter di atas permukaan laut
mengakibatkan timbulnya korban jiwa
(dpl) merupakan gunung tertinggi di Jawa
manusia, kerusakan lingkungan, ke-
Tengah serta tertinggi kedua di Pulau
rugian harta benda, dan dampak
Jawa. Gunung ini termasuk ke dalam
psikologis. Bencana merupakan per-
wilayah Kabupaten Brebes, Banyumas,
temuan dari tiga unsur, yaitu ancaman
Purbalingga, Kabupaten Tegal, dan
bencana, kerentanan, dan kemampuan
Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa
yang dipicu oleh suatu kejadian.
Tengah.
Secara geografis, posisi Indonesia
Data pada pos pengamatan Gunung
sangat rentan terhadap dampak letusan
Slamet di Desa Gambuhan Kabupaten
gunung berapi dan gempa bumi. Ber-
Pemalang (2015) menyebutkan setidak-
dasarkan sejarah kebencanaan, diketahui
nya terdapat 2 (dua) macam potensi
hampir semua bencana alam besar yang
ancaman bencana kegunungapian yang
pernah terjadi di dunia, sebagian di
dihadapi oleh masyarakat sekitar Gunung
antaranya terjadi di Indonesia
Slamet, yaitu ancaman primer dan
(Kusumasari, 2013: 75). Bencana alam
ancaman sekunder. Potensi ancaman
yang terjadi di Indonesia pada umumnya
primer merupakan letusan gunung api
telah menimbulkan korban jiwa maupun
tipe stromboli yang mencapai radius 10
materi yang tidak sedikit.
kilometer dari puncak berupa material
Khusus bencana letusan (erupsi)
batuan kerikil dan awan panas. Adapun
gunung berapi, selama tahun 2014
potensi ancaman sekunder yaitu ancaman
Indonesia diguncang sejumlah letusan
hujan abu yang menyelimuti radius
gunung berapi yang menelan puluhan
puluhan kilometer dari puncak dan
korban jiwa dan menyengsarakan ratus-
turunnya lahar dingin pasca letusan pada
an ribu warga. BNPB (2014) mencatat

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 3
Agus Setio Widodo

sungai-sungai yang berhulu di lereng terdapat banyak pihak yang ber-


Gunung Slamet. kepentingan dalam pengelolaan risiko
Pihak PVMKG (Pusat Vulkanologi, bencana. Ada indikasi interaksi antar
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) aktor yang tidak selamanya sejalan
melalui pos pengamatan Gunung Slamet karena banyaknya kepentingan dan
di Desa Gambuhan Pemalang telah konflik dalam penanganan bencana.
membuat Peta Daerah Bahaya atau Peta Besarnya dampak bencana alam di
Kawasan Rawan Bencana (KRB). Peta Indonesia telah menciptakan “ruang
Daerah Bahaya Gunung Slamet dibagi terbuka” untuk sebuah kajian ke-
menjadi 2 zona, yaitu Daerah Bahaya bencanaan dalam rangka mengurangi
(Kawasan Rawan Bencana II) dan Daerah dampak atau risiko bencana
Waspada (Kawasan Rawan Bencana I). Dalam sebuah kajian tentang risiko
Kawasan Rawan Bencana II (Daerah bencana berjudul Evaluating Local
Bahaya) adalah daerah yang letaknya Government Emergency Management
terdekat dengan sumber bahaya, se- Programs: What Framework Should Public
hingga kemungkinan akan terlanda oleh Managers Adopt sebagaimana dimuat
bahaya langsung, berupa luncuran awan dalam Public Administration Review Vol.
panas, aliran lava dan lontaran 70, No. 2 (March | April 2010), pp. 236-
piroklastik serta lahar hujan. Kawasan 246 McEntire, David A dan Gregg
Rawan Bencana I (Daerah Waspada) Dawson pernah mengatakan : Bye its very
adalah kawasan yang letaknya lebih jauh nature, emergency management requires
dari sumber bahaya. Daerah ini mungkin the integration of policies, program, and
akan terlanda hujan abu, pasir dan lapili. operations, among a variety of individuals
Melihat luasnya wilayah terdampak and entities. In the one hand, participation
maka ancaman bencana letusan Gunung of diverse actors ensure access to
Slamet tidak bisa dianggap ringan. Data significant knowledge, resources and skills.
kependudukan di daerah Gunung Slamet On the ather hand, this diversity may
dan sekitarnya yang termasuk kedalam complicate or even hinder mitigations,
daerah KRB (kawasan rawan bencana) I preparedness, response and recovery
dan KRB (kawasan rawan bencana ) II effort.”
dihuni oleh sekitar 215.953 jiwa (Pusat Mc Entire et.al menilai bahwa
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana penge-lolaan bencana membutuhkan
Geologi, 2014). Jumlah penduduk ini keter-paduan kebijakan, program dan pe-
tersebar di sejumlah kecamatan di laksanaan yang melibatkan banyak
wilayah Kabupaten Tegal, Brebes, individu maupun kelompok. Pada satu
Purbalingga, Banyumas dan Pemalang. sisi keterlibatan aktor dibutuhkan untuk
Bencana alam tidak mungkin diatasi menjamin akses terhadap sumber daya,
sendiri oleh pemerintah daerah, apalagi skill maupun pengetahuan. Namun pada
yang bersifat lintas wilayah. Potensi sisi yang lain keterlibatan berbagai aktor
jatuhnya korban jiwa maupun materil dengan aneka latar belakang ini justru
akan cukup besar apablia tidak ada upaya dapat mempersulit upaya mitigasi,
pengurangan resiko bencana yang efektif. kesiapsiagaan, repson maupun upaya
Namun demikian dalam parktiknya pemulihan pasca bencana.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 4
Agus Setio Widodo

METODE 3. Kegiatan pengurangan risiko bencana


Penelitian dilakukan di kawasan rawan sudah mulai dirintis oleh berbagai
bencana (KRB) Gunung Slamet di 5 aktor dari 5 (lima) wilayah Kabupaten
Kabupaten yaitu Tegal, Brebes, Pemalang, Tegal, Brebes, Pemalang, Banyumas
Banyumas dan Purbalingga. Secara visual dan Purbalingga sejak tahun 2010
lokasi penelitian ini dapat dicermati dari Adapun waktu pengambilan data
gambar dibawah. dilakukan selama tiga bulan, yakni pada
bulan Maret sampai dengan Mei 2016.
PETA KAWASAN RAWAN BENCANA LETUSAN SLAMET Data dikumpulkan melalui metode
wawancara dan observasi untuk mem-
peroleh informasi tentang berbagai aktor
yang terlibat dalam pengurangan risiko di
kawasan rawan bencana (KRB) Gunung
Slamet.
Dalam melaksanakan Studi ini
menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif Cresswell (2009) menyatakan
bahwa qualitative research is designed to
be consistent with the assumption of a
qualitative paradigm. Penelitian kualitatif
dimaksudkan untuk memahami
Gambar KRB Gunung Slamet problematika manusia dan sosial yang
sangat kompleks, untuk medeskripsikan
Alasan memilih 5 (lima) wilayah itu gambaran yang menyeluruh dan lengkap
berdasarkan pertimbangan: serta detail yang berasal dari informan
1. Jumlah penduduk yang menghuni pada keadaan yang alami apa adanya.
kawasan rawan bencana (KRB) Untuk menghindari subyektifitas,
Gunung Slamet adalah sekitar 215.953 maka data yang diperoleh dari informan
jiwa (sumber: PVMKG, 2015), tersebar disaring melalui metode triangulasi.
di sejumlah kecamatan di Kabupaten Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
Tegal, Brebes, Purbalingga, Banyumas keabsahan data yang memanfaatkan
dan Pemalang. Sebuah ukuran jumlah sesuatu yang lain di luar data itu untuk
penduduk yang besar apabila sampai keperluan pengecekan atau pem-
terjadi korban jiwa akibat buruknya banding terhadap data itu. Norman K.
pengurangan risiko bencana. Denzin(1970)mendefinisikan triangulasi
2. Adanya Forum Slamet yang me- sebagai gabungan atau kombinasi ber-
rupakan forum bersama dalam rangka bagai metode yang dipakai untuk meng-
pengurangan risiko bencana Gunung kaji fenomena yang saling terkait dari
Slamet yang anggota-anggotanya ter- sudut pandang dan perspektif yang ber-
diri dari unsur pemerintah, swasta, beda.
dan masyarakat di 5 kabupaten Tegal, Metode triangulasi mengharuskan
Brebes, Purbalingga, Banyumas dan agar data yang diperoleh dilakukan
Pemalang. pemeriksaan silang (cross check). Untuk

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 5
Agus Setio Widodo

itu maka informan penelitian ini dibagi batuan kerikil dan awan panas. Adapun
kedalam dua kelompok, yaitu informan potensi ancaman sekunder yaitu ancaman
utama dan informan triangluasi sebagai hujan abu yang menyelimuti radius
kelompok pemeriksaan silang. Informan puluhan kilometer dari puncak dan
utama adalah informan kunci yang turunnya lahar dingin pasca letusan pada
dianggap memahami, dan terlibat sungai-sungai yang berhulu di lereng
langsung dalam pengurangan risiko Gunung Slamet.
bencana Gunung Slamet, yaitu Ketua Pihak PVMKG (Pusat Vulkanologi,
BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika)
Daerah) dan SKPD (Satuan Kerja melalui pos pengamatan Gunung Slamet
Perangkat Daerah) terkait di kabupaten di Desa Gambuhan Pemalang telah mem-
Banyumas, Purbalingga, Tegal, Pemalang buat Peta Daerah Bahaya atau Peta
dan Brebes. Namun demikian pada Kawasan Rawan Bencana (KRB). Peta
tulisan ini sendiri data lebih banyak Daerah Bahaya Gunung Slamet dibagi
didapatkan dari sumber data sekunder menjadi 2 zona, yaitu Daerah Bahaya
yaitu telaah literatur. (Kawasan Rawan Bencana II) dan Daerah
HASIL DAN PEMBAHASAN Waspada (Kawasan Rawan Bencana I).
Kawasan Rawan Bencana II (Daerah
Pengurangan risiko bencana (PRB)
Bahaya) adalah daerah yang letaknya
merupakan sebuah upaya sistematis
terdekat dengan sumber bahaya, se-
untuk mengidentifikasi, mengkaji dan
hingga kemungkinan akan terlanda oleh
mengurangi risiko-risiko bencana. PRB
bahaya langsung, berupa luncuran awan
bertujuan untuk mengurangi kerentanan
panas, aliran lava dan lontaran
sosial ekonomi terhadap bencana dan
piroklastik serta lahar hujan. Kawasan
menangani bahaya-bahaya lingkungan
Rawan Bencana I (Daerah Waspada)
maupun bahaya-bahaya lain yang me-
adalah kawasan yang letaknya lebih jauh
nimbulkan kerentanan (Twigg, 2007).
dari sumber bahaya. Daerah ini mungkin
Hasil penelitian berikut akan mem-
akan terlanda hujan abu, pasir dan lapili.
berikan deskripsi tentang dinamika
Melihat luasnya wilayah terdampak
jejaring aktor dalam kegiatan peng-
maka ancaman bencana letusan Gunung
urangan risiko di kawasan rawan
Slamet tidak bisa dianggap ringan. Data
bencana (KRB) Gunung Slamet.
kependudukan di daerah Gunung Slamet
Data pada pos pengamatan Gunung
dan sekitarnya yang termasuk kedalam
Slamet di Desa Gambuhan Kabupaten
daerah KRB (kawasan rawan bencana) I
Pemalang (2015) menyebutkan setidak-
dan KRB (kawasan rawan bencana ) II
nya terdapat 2 (dua) macam potensi
dihuni oleh sekitar 215.953 jiwa (Pusat
ancaman bencana kegunungapian yang
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
dihadapi oleh masyarakat sekitar Gunung
Geologi, 2014). Jumlah penduduk ini
Slamet, yaitu ancaman primer dan
tersebar di sejumlah kecamatan di
ancaman sekunder. Potensi ancaman
wilayah Kabupaten Tegal, Brebes,
primer merupakan letusan gunung api
Purbalingga, Banyumas dan Pemalang.
tipe stromboli yang mencapai radius 10
Bencana alam tidak mungkin diatasi
kilometer dari puncak berupa material
sendiri oleh pemerintah daerah, apalagi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 6
Agus Setio Widodo

yang bersifat lintas wilayah. Potensi Penanggulangan Bencana) dengan Badan


jatuhnya korban jiwa maupun materil Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
akan cukup besar apablia tidak ada upaya Kedua; Kurangnya koordinasi antar
pengurangan resiko bencana yang efektif. kepala daerah maupun aktor-aktor lain
Namun demikian dalam parktiknya yang terlibat dalam pengelolaan bencana.
terdapat banyak pihak yang ber- Contohnya dalam kasus erupsi Gunung
kepentingan dalam pengelolaan resiko Slamet tahun 2014 ternyata para bupati
bencana. Ada indikasi interaksi antar maupun aktor dari Kabupaten Brebes,
aktor yang tidak selamanya sejalan Banyumas, Purbalingga, Kabupaten Tegal,
karena banyaknya kepentingan dan dan Kabupaten Pemalang tidak memiliki
konflik dalam penanganan bencana. koordinasi yang baik dalam pengelolaan
Pola interaksi antar aktor dalam risiko bencana. Padahal wilayahnya
pengurangan risiko bencana di Gunung termasuk dalam kawasan rawan bencana
Slamet terbentuk berdasarkan tingkat Gunung Slamet (Okezone, Rabu, 21
keberlangsungannnya. Setiap aktor yang Januari 2015).
berbeda mempunyai persepsinya sendiri Ketiga; Kurangnya alokasi dana
mengenai permasalahan. Sebuah jaringan untuk pencegahan dan penanggulangan
adalah sekumpulan kompleksitas yang bencana. Hal ini terlihat dari alokasi
menggambarkan pemetaan hubungan anggaran bencana yang minim dalam
yang tidak hanya menyangkut atribut APBN maupun APBD. Idealnya anggaran
tetapi juga aliran antar individu. bencana adalah 1 persen dari total APBN
Berbagai aktor yang terlobat dalam atau APBD (BNPB, 2014). Namun selama
pengurangan risiko bencana di kawasan ini anggaran bencana hanya 0,02-0,03
rawan bencana Gunung Slamet antara persen dari total APBN atau APBD per
lain Ketua BPBD (Badan Penanggulangan tahun (cnnindonesia.com, 15/12/2014).
Bencana Daerah) dan SKPD (Satuan Kerja Dengan prosentase anggaran seperti itu,
Perangkat Daerah) terkait di kabupaten sulit bagi pemerintah daerah menangani
Banyumas, Purbalingga, Tegal, Pemalang bencana yang kerap terjadi.
dan Brebes. Adapula sebuah forum yang Berbagai aktor yang terlibat dalam
concern dengan permasalahan bencana pengurangan risiko bencana Gunung
Gunung Slamet yaitu Forum Slamet. Slamet sangat berpotensi menimbulkan
Forum ini terdiri dari keanggotaan BPBD, gesekan konflik kepentingan. Apalagi
unsur SKPD dan masarakat umum dana tanggap bencana merupakan
termasuk jurnalistik untuk bersama-sama sesuatu yang sangat rawan untuk
share dan bersiap dalam rangka disalahgunakan. Dalam kenyataannya
pengurangan risiko bencana Gunung interaksi antar aktor itu belum
Slamet. memunculkan model yang representatif
Beberapa kasus yang menjadi untuk pengurangan risiko bencana.
indikasi lemahnya pengelolaan risiko Pembahasan
bencana di kawasan Gunung Slamet Studi jejaring menguji serangkaian
antara lain Pertama; Lemahnya obyek yang saling terkait atau aktor
koordinasi antara BNPB (Badan Nasional dengan tujuan analisis sebagai
kolektifitas sosial terbatas walaupun

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 7
Agus Setio Widodo

dalam prakteknya batasan jaringan karena tingkah laku aktor dan kebijakan
seringkali tidak ada atau ambigu yang dihasilkan mempunyai arti penting
(Riyanto, 2013:56). dan juga berpengaruh terhadap
Dalam ilmu sosial, istilah networks konsolidasi policy makers. Kebijakan
pertama kali dipakai pada tahun 1940-an manajemen bencana sendiri pasti ber-
dan 1950-an untuk menganalisis dan kaitan dengan banyak aktor.
memetakan hubungan, kesalingterkaitan Penelitian ini mencoba melihat be-
dan dependensi personal. Kata networks berapa hasil penelitian terdahulu yang
mengandung dua arti yaitu pertama, dianggap relevan dengan topik kajian
berarti menjalin kontak untuk mendapat menyangkut jejaring aktor dan
keuntungan dan arti kedua berasal dari manajemen bencana dalam konteks
bahasa teknologi komputer yakni administrasi publik. Berbagai penelitian
komputer yang saling berhubungan terdahulu itu penulis pilih untuk
(Parson, 2011:186-187). Selanjutnya menambah pemahaman dan perbanding-
Klijn (1999:30) menjelaskan an serta referensi.
networks dapat diartikan dari beberapa Ana Campos G., Niels Holm-Nielsen,
sudut pandang. Klijn menge-mukakan Carolina Díaz G., Diana M. Rubiano V.,
networks sebagai kluster organisasi yang Carlos R. Costa P., Fernando Ramírez C.
berhubungan satu sama lainnya, yaitu and Eric Dickson. 2011, Analysis of
sekumpulan organisasi atau seperangkat Disaster Risk Management: A Contribution
hubungan organisasi. Aldrich dan Watten to the Creation of Public Policies. The
lebih melihat netwoks sebagai suatu World Bank Columbia dan GFDRR (Global
sistem, yaitu totalitas keseluruhan unit Facility for Disaster Reduction and
yang saling terhubung dengan relasi Recovery). Fokus penelitian diarahkan
tertentu yang pasti. pada variabel: 1) Peran Administrasi
Dalam konteks kebencanaan, apapun Territorial dalam manajemen Bencana,
bentuknya, bencana selalu membawa 2). Peran Administrasi Sektoral dalam
derita, menimbulkan korban harta dan Manajemen Bencana dan 3). Tanggung-
nyawa, menghancurkan tatanan sosio- jawab Sektor Publik dan Privat dalam
ekonomi, membentuk pribadi-pribadi manajemen Bencana. Penelitian yang
yang traumatis dan banyak hal lain yang dilakukan di Kolumbia ini menghasilkan
mengindikasikan kerentanan diri sebagai kesimpulan sebagai berikut: 1). Kemajuan
sebuah bangsa. Seringnya situasi bencana konseptual yang menjelaskan hubungan
melanda kondisi masyarakat, men- antara manajemen bencana dan pem-
jadikannya sebagai common and public bangunan belum tercapai pada level ke-
problem yang menuntut kehadiran bijakan, apalagi menyatu sebagai bagian
tindakan intervensi kolektif sebagaimana integral dari administrasi publik 2).
menjadi domain administrasi publik. Risiko bencana semakin bertambah di
Dalam jaringan aktor dinyatakan wilayah perkotaan dan perdesaan seiring
bahwa segala hal dapat dilihat sebagai dengan minimnya pelaksanaan,
keterkaitan antar aktor (open system). monitoring dari perangkat dan pe-
Peran aktor merupakan salah satu kunci laksana perencanaan kebijakan dan
penting keberhasilan administrasi publik buruknya manajemen pengairan.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 8
Agus Setio Widodo

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini diantaranya mengenai aktor yang terlibat
maka sama - sama mengkaji manajemen serta perannya, bentuk kerjasama dan
risiko bencana dalam konteks faktor pendukung dan penghambat dalam
administrasi publik. Perbedaannya kerjasama antar aktor dalam penanganan
terletak pada pendekatan teoritik di- pengungsi erupsi Gunung Kelud.
mana Ana Campos et.al lebih menyoroti Pemerintah (BPBD Kabupaten Malang)
pada aspek pembuatan kebijakan publik sebagai aktor pengambil keputusan, aktor
dan peran administrator, sedangkan swasta (PT. Semen Indonesia) sebagai
peneliti akan melihatnya dengan pen- fasilitator pemberi bantuan logistik ke-
dekatan teori jejaring aktor dikaitkan butuhan di pengungsian dan Masyarakat
dalam pengurangan risiko bencana. Per- berperan sebagai partisipator. Penangan-
bedaan lainnya adalah kalau pada an terhadap dampak ekonomi, sosial dan
peneitian terdahulu hanya menyoroti budaya di masyarakat serta pengurang-
peran administrator maka penelitian ini an rumor yang timbul pada saat kondisi
akan meneliti relasi dan peran para aktor darurat dapat menjadi perhatian penting
yang beraneka ragam dalam pengurangan untuk para pembuat sekaligus peng-
risiko bencana. ambil keputusan untuk membangun
Pavita Wulan Andadari, Jurnal mekanisme penanggulangan bencana dan
Administrasi Publik Universitas penanganan pengungsi yang terpadu,
Brawijaya Vol. 1 Nomor 8 tahun 2011, efektif dan efisien.
Kerjasama Antar Aktor Dalam Penangan- Menurut Smith (2007), ada dua konsep
an Pengungsi Erupsi Gunung Kelud (Studi paradigma yang digunakan dalam
Pada Badan Penanggulangan Bencana penelitian bencana dari perspektif ilmu
Daerah Kabupaten Malang). Penulis sosial, yaitu paradigma perilaku dan
meyakini bahwa penyelenggaraan paradigma struktural. Paradigma
penanggulangan bencana adalah se- perilaku menekankan pada penyebab
rangkaian upaya yang meliputi pe- geografis dari bencana dan penggunaan
netapan kebijakan pembangunan yang teknologi untuk mengurangi kerusakan
berisiko timbulnya bencana, kegiatan yang disebabkan oleh dampak bencana.
pencegahan bencana, tanggap darurat, Paradigma perilaku kurang memperhati-
dan rehabilitasi (UU No. 27 Tahun 2007). kan keadaan sosial daerah yang dilanda
Dampak yang ditimbulkan dari bencana bencana. Sebaliknya, paradigma
alam yang terjadi adalah adanya orang struktural menekankan pada pengaruh
atau kelompok orang yang terpaksa atau struktur sosial tempat melekatnya
dipaksa keluar dari tempat tinggalnya individu dan kelompok (Bolin, 1998,
untuk jangka waktu yang belum pasti Smith, 2007) serta mengakui bahwa
sebagai akibat dampak buruk bencana bencana adalah pengaruh alam atau
yang umumnya disebut pengungsi. Hasil masyarakat yang mengintensifkan
dari riset ini ternyata Pemerintah tidak masalah kehidupan ekonomi dan sosial
dapat berperan secara tunggal oleh sebab sehari-hari (Hutton dan Haque, 2004).
itu diperlukan keterlibatan aktor Non- Namun terlepas dari apapun paradigm
pemerintahaktor dan masyarakat untuk yang digunakan dalam memahami ter-
melakukan kerjasama. Rumusan masalah jadinya bencana, dampak sosial yang

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 9
Agus Setio Widodo

akan ditimbulkannya tidaklah ringan. bahaya alam tersebut ternyata tidak


Berpijak pada kenyataan demikian maka secara otomatis terbukti dapat
sebagai sebuah kondisi ideal, konsep memberikan pengaruh positif
manajemen bencana yang baik perlu terhadap terselamatkannya manusia
untuk segera dibangun. dari kerugian bencana yang menjadi
Dalam kasus pengurangan risiko orientasi dari manajemen penang-
bencana di kawasan rawan bencana gulangan bencana. Disinilah kita me-
Gunung Slamet setidaknya ada aktor dari yakini bahwa dalam penanggulangan
unsur pemerintah, masyarakat maupun bencana alam tetap saja ada konsekuensi
swasta. Keberadaan sebuah forum ber- negatif yang harus ditanggung.
sama yang disebut sebagai forum Slamet Penting untuk diingat bahwa Undang
semestinya dapat menjadi “jembatan” undang Nomor 24 Tahun 2007. Sudah
bersama untuk mengelola bencana. memberi pedoman dasar yang mengatur
Namun berbagai konflik kepentingan wewenang, hak, kewajiban dan sanksi
terjadi sehingga menyebabkan peng- bagi segenap penyelenggara dan
urangan risiko bencana itu lemah. pemangku kepentingan di bidang pe-
Konflik merupakan suatu masalah nanggulangan bencana. Menurut UU
sosial yang timbul karena ada perbedaan No.24 2007 tersebut, penyelenggaraan
pendapat maupun pandangan yang ter- penanggulangan bencana dalam situasi
jadi dalam msaayarakat dan negara. terdapat potensi terjadi bencana
Biasanya konflik muncul akibat tidak meliputi: (a) kesiapsiagaan (b) peringatan
adanya rasa toleransi dan saling mengerti dini dan (c) mitigasi bencana.
kebutuhan masing-masing individu. Kesiapsiagaan dilakukan untuk
Konflik antar aktor dalam pengurangan memastikan upaya yang cepat dan tepat
risiko bencana Gunung Slamet berkaitan dalam menghadapi kejadian bencana
dengan jumlah anggar-an yang terlalu yang dapat dilakukan melalui (a) pe-
kecil dan koordinasi lintas administratif nyusunan dan uji coba rencana penang-
antar kabupaten yang masih lemah. gulangan kedaruratan bencana (b) peng-
Berbagai indikasi lemahnya peng- organisasian, pemasangan, dan pengujian
urangan risiko bencana oleh berbagai system peringatan dini (c) penyediaan
aktor di kawasan rawan bencana (KRB) dan penyiapan barang pasokan pemenuh-
Gunung Slamet ini menjadi bukti an kebutuhan dasar (d) pengorganisasi-
(evidence) belum optimalnya pengelola- an, penyuluhan, pelatihan, dan gladi
an risiko bencana di Indonesia. Apabila tentang mekanisme tanggap darurat (e)
diperhatikan dari berbagai kasus lemah- penyiapan lokasi evakuasi (f) penyusunan
nya penggelolaan bencana, maka dapat data akurat, informasi, dan pemutakhiran
dikatakan bahwa kita masih belum siap prosedur tetap tanggap darurat bencana
menghadapi kejadian-kejadian bencana dan (g) penyediaan dan penyiapan bahan,
berskala besar maupun menengah. barang, dan peralatan untuk pemenuhan
Dalam hal ini penulis berpendapat pemulihan prasarana dan sarana.
bahwa pada kenyataannya, tingginya Mengingat begitu banyak gunungapi
berbagai upaya atau rekayasa teknis yang ada di wilayah Indonesia dan
yang diarahkan untuk melemahkan padatnya penduduk yang bermukim di

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 10
Agus Setio Widodo

sekitarnya maka bencana erupsi gunung- Gunung Slamet. Jaringan kerja aktor
api dapat terjadi sewaktu-waktu. Ber- menghasilkan kekuatan, semakin besar
dasarkan tugas dan fungsinya Pusat jaringan terbentuk baik dari kualitas
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi maupun kuantitas maka semakin besar
termasuk BPPTKG (Balai Penyelidikan pula kekuatan yang dihasilkannya dan
dan Pengembangan Teknologi Ke- mampu menciptakan pengurangan risiko
bencanaan Geologi) sebagai salah satu bencana yang efektif di kawasan rawan
unitnya turut berperan dalam manajemen bencana (KRB) Gunung Slamet.
krisis bencana erupsi. Pada fase
Prakejadian peranannya dapat meliputi Rekomendasi
langkah - langkah penilaian risiko Efektifitas pengurangan risiko
bencana, pemetaan daerah kawasan bencana ditentukan oleh banyak faktor
rawan bencana, pembuatan peta risiko maupun aktor. Untuk itu ke depan perlu
dan membuat simulasi skenario bencana. adanya sebuah kajian atau riset yang
Tindakan lain yang perlu dilakukan tidak hanya meneliti tentang konstruksi
adalah pemantauan gunungapi dan aktor tetapi juga berbagai alasan yang
menyusun rencana keadaan darurat. melatarbelakangi keterlibatan atau
Adapun pada saat fase kritis maka sudah ketidakterlibatan aktor dalam pengurang-
harus dilakukan tindakan operasional an risiko bencana, dan juga meneliti
berupa pemberian peringatan dini, model jejaring aktor yang terbentuk.
meningkatkan komunikasi dan prosedur Selain itu berbagai diskusi dan pemikiran
pemberian informasi, menyusun rencana yang melatarbelakangi munculnya
tanggap darurat yang berupa penerapan statement tentang faktor penentu
dari tindakan rencana keadaan darurat keberhasilan manajemen bencana secara
dan sesegera mungkin mendefinisikan luas sangatlah penting untuk diperhati-
perkiraan akhir dari fase kritis. kan.
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ana Campos G., Niels Holm-Nielsen,
Carolina Díaz G., Diana M. Rubiano
Hasil penelitian menunjukkan V., Carlos R. Costa P., Fernando
bahwa terbentuk jaringan aktor dari Ramírez C. and Eric Dickson. 2011.
kegiatan pengurangan risiko bencana di Analysis of Disaster Risk
kawasan rawan bencana Gunung Slamet, Management: A Contribution to the
Creation of Public Policies. The
yaitu Forum Slamet. Jaringan aktor terdiri
World Bank Columbia dan GFDRR
dari aktor yang relatif sama namun aktor (Global Facility for Disaster
tersebut bersifat dinamis sehingga Reduction and Recovery)
kadangkala bersama dalam satu jaringan
kerja dan di era yang lain berada di APEKSI. 2008. Model Kerjasama Antar
jaringan kerja lainnya. Forum Slamet Daerah. Laporan Akhir APEKSI dan
Program Pascasarjana Program
sebagai sebuah jaringan aktor merupakan
Studi Ilmu Politik Konsentrasi
elaborasi dari aktor-aktor pemerintah, Politik Lokal dan Otonomi Daerah
swasta maupun masyarakat yang peduli Universitas Gadjah Mada
terhadap pengurangan risiko bencana Yogyakarta

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 11
Agus Setio Widodo

Creswell. John. W. 2009. Penelitian Ramli, Soehatman. 2011. Pedoman Praktis


Kualitatif dan Desain Riset: Memilih Manajemen Bencana. Dian Rakyat.
diantara lima pendekatan (edisi 3) Jakarta.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Danhas, Mardayeli. 2011. Efektivitas
Creswell. John. W. 2009. Research Design Pelaksanaan Kebijakan
(Third Edition): Qualitative, Penanggulangan Bencana Di
Quantitative and Mixed Methods Provinsi Sumatera Barat. Tesis pada
Approach. University of Nebraska, Program Pasca Sarjana Universitas
Lincoln. Sage Andalas Padang

Denzin, Norman K. 1970. The research Majalah Gema BNPB, 2012. Fokus Berita,
act: A theoretical introduction to Visi, Komitmen dan kemiteraan
sociological methods. Aldine dalam Penanggulangan Bencana di
Publishing Company. Chicago Indonesia, (Ketangguhan dalam
Menghadapi Bencana) ISSN 2088-
Domai, Tjahjanulin (2010) Kebijakan 6527 Edisi Agustus 2012 Vol. 3 No.
Kerjasama Antardaerah: Perspektif 2
Sound Governance. Jenggala Pustaka
PROFIL SINGKAT
Utama. Surabaya,
Penulis bernama Agus Setio Widdodo,
Frank, Flo & Anne Smith. The Partnership kelahiran Kabupaten Pemalang, tanggal 26
Handbook. Minister of Public and Agustus 1974. Penulis merupakan dosen
Government Services, Canada, 2000. Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP
Universitas Pancasakti Tegal dan mahasiswa
Program Doktor Administrasi Publik
Kusumasari, Bevaola. 2014. Manajemen
Universitas Diponegoro Semarang.
Bencana dan Kapabilitas Pemerintah
Lokal. Penerbit Gava Media. Selain mengajar penulis aktif sebagai peneliti
Yogyakarta khususnya dibidang kebijakan publik dan tata
kelola pemerintahan.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


JURNAL ILMU PEMERINTAHAN
Volume 2– Nomor 1, April 2017, (Hlm 12-18)

Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip

Integritas Birokrat Garis Depan (Street Level Bureucrats) dalam Pelayanan


Kesehatan Gratis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ANDI MAKKASAU Kota Parepare

Edyanto
1
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Sorong.
* Korespondensi Penulis. E-mail: edypapua10@gmail.com,

Abstrak
Integritas diperlukan dalam pelayanan publik dalam rangka mencegah terjadinya patologi
administrasi di jajaran birokrasi. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan integritas birokrat
garis depan (Street level bureucrats) dalam pelayanan kesehatan gratis di Kota Parepare dilihat
dari Standar Operating Prosedure (SOP). Metode penelitian yang dipakai adalah metode dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan analisis dokumen. Penentuan informan penelitian dilakukan secara accidental yaitu
teknik penentuan informan yang dilakukan secara prinsip kebetulan. Data dianalisis dengan
menggunakan teknik analisis taksonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Integritas birokrat
garis depan (street level bureucrats) dalam pelayanan pasien rawat jalan program kesehatan
gratis yang dilihat berdasarkan SOP dan dihubungkan dengan prinsip-prinsip pelayanan
menunjukkan sudah maksimal. Hal ini terlihat dari terlaksananya prinsip-prinsip pelayanan
dengan baik, kecuali prinsip kejujuran. Mengenai Integritas street level bureucrats dalam
pelayanan pasien rawat inap program kesehatan gratis yang dilihat berdasarkan SOP dan
dihubungkan dengan prinsip-prinsip pelayanan menunjukkan bahwa,petugas pelayanan
memberikan kemudahan dalam masalah prosedur pelayanan kesehatan gratis.

Kata kunci: Integritas, Street level bureucrats, Pelayanan kesehatan gratis.

Bureaucrats integrity the Front Lines Within Free Health Care in General Hospital
(Hospital) ANDI Makkasau Parepare

Abstract
Integrity is required in the public service in order to prevent the occurrence of administrative
pathology within the bureaucracy. This study aimed to describe the integrity bureaucrats front line
(Street level bureucrats) in health services in Parepare views of Standard Operating Procedure
(SOP). The research method used is a method with a qualitative descriptive approach. Data was
collected through interviews, observation and document analysis. Determination of informants
research conducted by accidental that technique must be performed in principle informant chance.
Data were analyzed using taxonomic analysis techniques. The results showed that the front-line
bureaucrats Integrity (street level bureucrats) in outpatient care free health program which is
viewed by SOP and linked with the principles of service show is maximal. This is evident from the
implementation of the principles of good service, except the principle of honesty. About Integrity
street level bureucrats in service inpatient free health program which is viewed by SOP and linked
with the principles of service shows that, of service personnel provide ease in a matter of procedure
free health service.
Keywords: integrity, Street level bureaucrats, free health services

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 13
Penulis

PENDAHULUAN terjadinya patologi administrasi di jajaran


birokrasi. Menurut Mutiarin (2012: 4)
Integritas merupakan perwujudan
integritas pelayanan publik dapat
identitas diri yang berdedikasi secara
diartikan sebagai wujud komitmen
konsisten dalam menerapkan prinsip-
pemerintah guna memberikan layanan
nya, dan bertindak dengan nilai-nilai
yang prima kepada masyarakat dengan
positif yang diketahui atau dianut.
mengedepankan integritas dan moralitas
Integritas merupakan inti dari per-
sebagai basis untuk mewujudkan tata
wujudan sikap dan perilaku. Sikap dan
kelola pemerintahan yang baik dan
perilaku adalah gambaran kepribadian
bersih, integitas pelayanan publik terkait
seseorang yang terlahir melalui gerakan
dengan komitmen antara pemerintah
fisik dan tanggapan pikiran terhadap
sebagai provider dengan masyarakat
suatu keadaan atau suatu objek. Secara
sebagai pengguna layanan. Mochtar et. al
lengkap sikap merupakan kecenderung-
(2009:3), dalam mengukur integritas
an, pandangan, pendapat atau pendirian
dengan menggunakan standar
seseorang untuk menilai sesuatu objek
operasional prosedur yaitu,(a) Adanya
atau persoalan dan bertindak sesuai
prosedur yang baik dan ditaati, (b) Ter-
dengan penilaiannya dengan menyadari
bentuknya perilaku aparat pelayanan
perasaan positif dan negatif dalam
publik yang bertanggung jawab, (c) Ter-
menghadapi suatu objek.
sedianya sarana dan prasarana untuk
Menurut Haryatmoko (2011:72)
menunjang prosedur pelayanan publik.
integritas artinya keteguhan prinsip dan
Momentum reformasi yang ditandai
sikap untuk tidak melakukan korupsi dan
dengan jatuhnya pemerintah orde baru,
tindakan koruptif lainnya. Integritas
sebenarnya selain dipicu oleh masalah
diperlukan dalam pelayanan publik,
ekonomi juga merupakan refleksi
menurut Pope (2003:2) tidak maksimal-
ketidakpuasan masyarakat terhadap
nya pelayanan publik, salah satunya
kinerja pemerintah. Akibatnya ke-
karena terjangkitnya pelayanan publik
percayaan masyarakat terhadap birokrasi
yang tidak berintegritas dan perilaku
pemerintah makin rendah. Hal ini
koruptif, dalam konteks inilah menjadi
disinyalir antara lain karena rendahnya
relevan perbaikan pelayanan publik,
kualitas pelayanan birokrasi terhadap
pelayanan publik yang baik menjadi salah
masyarakat yang sebagian besar
satu jalan mencegah terjadinya korupsi.
dilakukan oleh pegawai negeri sipil.
Integritas telah menjadi salah satu
Menurut Astuti (2011) rendahnya
istilah penting dalam pelayanan publik
kualitas pelayanan publik ini antara lain
yang terus dibahas dan digunakan
disebabkan rendahnya diskresi birokrasi
penerapannya di dalam birokrasi.
terutama pada level birokrat garis depan
Integritas dalam pelayanan publik ber-
(street level bureaucrats) sehingga pe-
kaitan dengan komitmen kejujuran untuk
layanan yang dihasilkan kurang fleksibel,
melaksanakan segala tugas dan tanggung
dan tidak menjawab kebutuhan
jawab sesuai dengan ketentuan yang
masyarakat secara riil dalam proses
berlaku. Komitmen ini merupakan sistem
pemberian pelayanan publik, aparat
ekstra yudisial dalam rangka mencegah
birokrasi di garis depan (street level

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 14
Penulis

bureaucrats) seringkali dituntut dapat pelayanan yang terbaik kepada


mengambil keputusan secara cepat, dan masyarakat karena indikator kinerja dari
fleksibel. street level bureucrats salah satunya
Berbicara birokrasi garis depan ditentukan oleh tingkat kepuasan
(street level bureaucrats) merupakan masyarakat yang mendapatkan pelayan-
pegawai pemerintah yang memberikan an dari mereka.
layanan masyarakat secara langsung Salah satu kebijakan yang dibuat
kepada warga, dan memiliki ke- pemerintah untuk memberikan pelayan-
bijaksanaan substansial dalam pelaksana- an kepada masyarakat adalah kebijakan
an pekerjaan mereka. Street level program pelayanan kesehatan gratis yang
bureaucrats adalah lembaga layanan merupakan bagian dari visi dan misi
publik yang mempekerjakan sejumlah gubernur Sulawesi Selatan yaitu me-
besar tingkat birokrat garis depan. Street ningkatkan kualitas pelayanan untuk pe-
level bureaucrats lebih memahami apa menuhan hak dasar masyarakat. Alokasi
yang terjadi di masyarakat dalam men- anggaran pelayanan kesehatan bersubsidi
jalankan tugasnya (pelaksana kebijakan ini diperoleh dari 40% APBD Provinsi dan
garis depan). Lebih lanjut Lipsky (1980) 60% APBD Kabupaten.
street level bureaucrats haruslah adil, Menurut Razak (2008:4) Program
street level bureaucrats yang adil akan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan
melaksanakan aturan-aturan dengan dalam implementasinya masih banyak
baik, dan tidak melakukan diskriminatif kekurangan, berdasarkan penelitian
dalam pelayanan. badan penelitian dan pengembangan
Menurut Said (2007:10) mem- daerah (Balitbangda) Sulsel tahun 2010
berikan batasan tentang pengertian program kesehatan gratis di Rumah Sakit
birokrasi sebagai tata kerja pemerintahan Andi Makkasau Parepare dinilai belum
agar tujuan negara dapat tercapai secara memuaskan masyarakat. Bahkan dari segi
efektif dan efisien. Lebih lanjut Nawawi pelayanan, program ini dianggap masih
(2007:187) pelayanan publik pada street berada di bawah standar pelayanan
level bureucrats menjadi front deks minimal (SPM). Para pasien kelas tiga
pelayanan, artinya pelayanan pada street masih mendapat diskriminasi pelayanan
level bureucrats merupakan hal yang dari para perawat. Pasien mengeluh tidak
sangat penting, dan sebagai pintu terlayani dengan baik dan terpaksa harus
pertama pelayanan. Birokrasi sangat erat dirujuk ke rumah sakit yang lain, adanya
kaitannya dengan pelayanan publik, indikasi terjadi pungutan liar (pungli)
street level bureaucrats merupakan yang dilakukan oknum perawat terhadap
birokrasi pada garis depan yang pasien rawat inap kelas III. Dari
berhubungan langsung dengan gambaran diatas dapat diketahui bahwa
masyarakat, khususnya dalam hal integritas street level bureucrats dalam
pelayanan kepada masyarakat. Di dalam pelayanan gratis belum memuaskan,
area ini, tentu para street level bureucrats penulis mengangkat hal ini karena belum
harus bisa menjaga integritasnya untuk pernah diadakan penelitian tentang
melayani masyarakat, street level integritas street level bureucrats pelayan-
bureucrats harus mampu memberikan an kesehatan gratis. Sebenarnya sudah

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 15
Penulis

ada beberapa penelitian tentang kesehat- Pelayanan Kesehatan Gratis, Pergub


an gratis tetapi hanya berkisar tentang Sulsel Nomor 13 Tahun 2008 Tentang
implementasi kesehatan gratis, kualitas Pedoman Pelaksanaan Program Pelayan-
pelayanan pasien kesehatan gratis. an Kesehatan Gratis Di Provinsi Sulsel.
Penelitian ini bertujuan untuk men- Data diperoleh melalui observasi dan
jelaskan dan menganalisis tentang wawancara di Rumah Sakit Umum
integritas birokrat garis depan (street Daerah Andi Makkasau Kota Parepare.
level bureaucrats) dalam Pelayanan Ke- Analisis Data
sehatan gratis di Rumah Sakit Umum Teknik analisis data yang digunakan
Daerah (RSUD) Kota Parepare. dalam penelitian ini teknik analisis
taksonomis (taxonomis analysis), yaitu
METODE
membentuk analisis yang lebih rinci dan
Lokasi dan Rancangan Penelitian
mendalam dalam membahas suatu tema
Penelitian ini dilakukan di Rumah
atau pokok permasalahan. Analisis
Sakit Andi Makkasau kota Parepare. Tipe
taksonomi ini digunakan untuk menjabar-
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
kan secara rinci mengenai integritas
yang bertujuan untuk memberikan
street level bureucrats dalam pelayanan
gambaran secara jelas mengenai
kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum
integritas birokrat garis depan (street
Daerah Andi Makkasau Kota Parepare
level bureucrats) dalam pelayanan
yang dilihat dari Standar Prosedur
kesehatan gratis di Rumah Sakit Umum
Operasional (Standar Operasional
Andi Makkasau Kota Parepare.
Procedure).
Informan Penelitian
Dalam penelitian ini pihak yang HASIL DAN PEMBAHASAN
dijadikan informan adalah masyarakat Mengukur integritas itu tidak
yang menjadi pengguna layanan kesehat- mudah, karena banyak terkait dengan
an gratis di Rumah Sakit Umum Daerah perilaku. Walaupun metode pengukuran
Andi Makkasau Kota Parepare. Teknik belum tentu tepat, tapi ada batasannya,
yang digunakan dalam penelitian ini dan ini dimonitor dan ditunjukkan dari
menggunakan teknik accidental yaitu bukti perilaku sehari-hari yang dapat
teknik penentuan informan yang di- dicatat dan dirasakan. Integritas street
lakukan secara prinsip kebetulan, yaitu level bureucrats dalam penelitian ini
siapa saja yang secara kebetulan bertemu diukur berdasarkan pada Standard
dengan peneliti di lokasi penelitian maka Operating Prosedure dengan indikator
itulah informan. yaitu,(a) Adanya prosedur yang baik dan
Metode Pengumpulan Data ditaati, (b) Terbentuknya perilaku aparat
Pengumpulan data dilakukan pelayanan publik yang bertanggung
melalui observasi dan wawancara, jawab, (c) Tersedianya sarana dan pra-
peneliti juga melakukan analisis sarana untuk menunjang prosedur pe-
dokumen, peneliti melakukan telaah data layanan publik dan pemantapan perilaku
yang bersumber dari Peraturan Daerah aparat pelayanan publik. Adapun prinsip-
Provinsi Sulsel Nomor 2 Tahun 2009 prinsip pelayanan publik menurut Surjadi
tentang Kerja Sama Penyelenggaraan (2009:65-66) yaitu, kesederhanaan, ke-

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 16
Penulis

jelasan, kepastian waktu, akurasi, ke- sehatan gratis tanpa memandang latar
lengkapan sarana dan prasarana, ke- belakang status ekonomi. Padahal ke-
jujuran, kecermatan, kedisiplinan, ke- adilan sosial tidak hanya berkaitan
sopanan dan keramahan, keamanan dan dengan kita memperoleh pelayanan ke-
kenyamanan. Untuk mendapatkan sehatan sesuai kebutuhan medisnya
gambaran mengenai integritas street level tetapi juga kewajiban membayar sesuai
bureucrats dalam pelayanan pasien dengan kemampuan ekonominya, adapun
kesehatan gratis rawat jalan di Rumah mengenai kepastian waktu dalam men-
Sakit Umum Daerah Andi Makkasau Kota dapatkan pelayanan kesehatan gratis,
Parepare yang dilihat dari Standar pada umumnya mereka merasa bahwa
Operating Prosedure dengan mengguna- petugas memberikan kepastian waktu
kan indikator yaitu, prosedur pelayanan, dalam hal prosedur pelayanan
perilaku petugas pelayanan, sarana dan administrasi.
prasarana. Perilaku aparat pelayanan publik
Prosedur pelayanan Mengenai perilaku petugas pe-
Sesuai dengan prosedur pelayanan, layanan kesehatan terhadap pasien
pasien yang ingin mendapatkan pelayan- kesehatan gratis di Rumah Sakit Andi
an kesehatan gratis di Rumah Sakit Makkasau Kota Parepare, maka peneliti
Umum Daerah Andi Makkasau Kota menggunakan prinsip tidak diskriminatif,
Parepare harus melalui tahap demi tahap kejujuran, kecermatan, kedisiplinan, ke-
dalam pengurusan tersebut. Ke- sopanan, dan keramahan. Berdasarkan
sederhanaan merupakan prosedur pe- pengamatan peneliti, terlihat bahwa pe-
layanan publik yang tidak berbelit-belit, tugas pelayanan kesehatan yang bertugas
mudah dipahami dan mudah dilaksana- di Poliklinik sudah maksimal dalam me-
kan. Berdasarkan hasil observasi peneliti layani pasien kesehatan gratis. Hal ini ter-
terhadap kesederhanaan prosedur pe- lihat dari perilaku petugas yang tidak
layanan pasien program kesehatan gratis, membeda-bedakan antara pasien ke-
menunjukkan bahwa prinsip ke- sehatan gratis dengan pasien umum,
sederhanaan telah terpenuhi dalam pe- pelayanan pasien kesehatan gratis
layanan pasien program kesehatan gratis. dengan pasien umum disatukan dalam
Mengenai kejelasan prosedur dalam satu ruangan. Berdasarkan hasil
mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, observasi dan wawancara menunjukkan
pada umumnya merasa bahwa prosedur bahwa kejujuran petugas untuk men-
pelayanan untuk mendapatkan layanan jelaskan mengenai kejelasan biaya dalam
kesehatan gratis di Poliklinik Rumah mendapatkan pelayanan kesehatan gratis
Sakit Umum Andi Makkasau cukup jelas. adalah masalah yang dikeluhkan oleh
Akan tetapi, timbul image bahwa sebagian pengguna layanan kesehatan
masyarakat yang mampu juga bisa men- gratis, petugas pelayanan tidak men-
dapatkan pelayanan kesehatan gratis. Hal jelaskan tentang jenis obat yang mana
ini dikarenakan persyaratannya yang yang gratis. Para pasien mengira bahwa
cukup mudah, hanya dengan melampir- dengan pelayanan kesehatan gratis,
kan foto copy KTP dan Kartu Keluarga mereka tidak perlu mengeluarkan biaya
sudah bisa menikmati pelayanan ke- lagi, tetapi kenyataannya mereka tetap

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 17
Penulis

harus mengeluarkan biaya terutama Prinsip kenyamanan yang dimaksud


resep obat yang dibeli. adalah kondisi sarana dan prasarana
Adapun mengenai prinsip ke- pelayanan yang bersih, rapih, dan teratur,
cermatan, kedisiplinan, kesopanan, dan sehingga dapat memberikan rasa nyaman
keramahan, maka umumnya pasien men- kepada penerima pelayanan. Umumnya
jawab bahwa petugas layanan berlaku pasien di Rumah Sakit Umum Daerah
sopan dan ramah dalam memberikan Andi Makkasau menjawab merasa puas
pelayanan. Masyarakat pengguna layanan dengan kondisi keamanan dan ke-
merasa puas dengan sikap dan perilaku nyamanan yang diberikan pihak Rumah
petugas. Sakit Umum Daerah Andi Makkasau.
Tersedianya sarana dan prasarana. SIMPULAN DAN SARAN
Mengenai sarana dan prasarana Simpulan
maka peneliti menggunakan prinsip ke- Berdasarkan hasil penelitian maka
lengkapan sarana dan prasarana, akurasi, dapat disimpulkan bahwa integritas
keamanan dan kenyamanan. Secara
dalam pelayanan publik sangat diperlu-
umum dalam sebuah instansi kesehatan kan demi tercapainya prinsip-prinsip
sarana itu merupakan salah satu bagian pelayanan. Terutama bagi birokrat garis
dari lingkungan kerja yang akan mem-
depan yang berhadapan lansung dengan
pengaruhi mutu lama pelayanan ke- masyarakat (street level bureaucrats)
sehatan yang diberikan, sarana merupa- haruslah memiliki integritas dalam pe-
kan aset sebuah organisasi dalam rangka layanan publik sehingga mampu me-
pencapaian tujuan. Dengan adanya sarana laksanakan tugas dan tanggung jawab
yang lengkap, maka tenaga kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
akan mudah untuk melaksanakan tugas Analisis tentang integritas street
dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan level bureaucrats ini masih sangat di-
kesehatan, selain itu dengan sarana perlukan mengingat dalam menjalankan
kesehatan yang memadai juga akan amanat kebijakan publik selalu diperlu-
mempengaruhi profesional kerja tenaga kan adanya integritas, terutama untuk
kesehatan dan mendatangkan kepuasan pelayanan publik dimana aparat birokrasi
pada pasien yang datang untuk berobat . memberikan pelayanan langsung dengan
Mengenai sarana dan prasarana masyarakat.
yang diberikan oleh petugas pelayanan di
DAFTAR PUSTAKA
Rumah Sakit Umum Daerah Andi
Makkasau sudah memadai dan Astuti, Sri Juni. (2009). Bureucratic
masyarakat juga merasa puas atas sarana discretion Analisis Interaksi Budaya
dan prasarana di Rumah Sakit Umum Politik, Struktur Birokrasi, dan
budaya birokrasi pemerintah
Daerah Andi Makkasau. Disamping itu
daerah. Sidoarjo: Universitas
pula petugas pelayanan berusaha mem- Muhammadiyah. Junal kalamsiasi, 2:
berikan produk pelayanan sesuai dengan 1-15.
prosedur dan petunjuk penyelenggaraan
program kesehatan gratis. Haryatmoko. (2011). Etika Publik untuk
integritas Pejabat publik dan Politisi.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 18
Penulis

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Sistem Integritas Nasional. Jakarta:


Utama. Yayasan obor indonesia.

Lipsky, M. (1980). Street - Level Razak, Amran. (2008). Politik Kesehatan


Bureaucracy: Dillemas of the Gratis. Yogyakarta :Adil Media.
Individual in Public Services. New
York: Sage Foundation. Said, Mas’ud. (2007). Birokrasi di Negara
Birokratis. Malang: UMM Press.
Mochtar A. Z, dan Halili H. (2009). Tingkat
Integritas Instansi Pelayanan BPN Sedarmayanti. (2009.) Reformasi
dan SAMSAT di Provinsi DIY. Administrasi Publik, Reformasi
Yogyakarta: Universitas Gadjah Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa
Mada. Jurnal Mimbar, 21: 409-628. Depan (Mewujudkan Pelayanan
Prima dan Kepemerintahan yang
Mutiarin, Dyah. (2012). Integritas Baik). Bandung : PT. Refika Aditama.
Pelayanan Publik Dalam Percepatan
Reformasi Birokrasi di Daerah (Studi Sinambela, Lijan Poltak. (2007).
Kasus di Kabupaten Kutai Reformasi Pelayanan Publik; Teori,
Kartanegara). Yogyakarta: Kebijakan dan Implementasi.
Universitas Muhammadiyah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nawawi, Zaidan. (2007). Analisis tentang


Profesionalisme Aparatur Pelayanan PROFIL SINGKAT
Publik di Era Otonomi Daerah. Penulis merupakan Dosen Program
Palembang: Universitas Studi Ilmu pemerintahan Universitas
Sjakhyakirti. Muhammadiyah Sorong. Fokus kajian
penelitian penulis yakni tata kelola
Pope, jeremi. (2003). Strategi pemerintahan dan kebijakan publik
memberantas korupsi: Elemen

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


JURNAL ILMU PEMERINTAHAN
Volume 2– Nomor 1, April 2017, (Hlm 19-36)

Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip

Demokrasi di Malang Menggali Kontribusi Masyarakat Sipil Dalam Pengembangan


Demokrasi Lokal

Ratnaningsih Damayanti 1) *, Rachmad Gustomy 2) , Muhtar Haboddin3)


1,2,3
Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Brawijaya. Jl Veteran malang, Jawa Timur, Tepn. (0341) 575755, ext. 121
* Korespondensi Penulis. E-mail: ratnaningsih86@gmail.com

Abstrak
Hampir 2 (dua) dekade setelah masa reformasi perlu dilihat kembali bagaimana peran
masyarakat sipil dalam pengembangan demokrasi, khususnya demokrasi lokal. Penelitian ini
berfokus pada konstribusi masyarakat sipil dalam demokrasi di Malang. Tujuan penelitian ini
adalah untuk menggali kontribusi mereka dalam pengembangan demokrasi lokal. Konsepsi
masyarakat sipil yang dipergunakan ialah masyarakat sipil versi Alexis de Tocqueville, yaitu
masyrakat sipil sebagai asosiasi sukarela untuk membatasi kekuasaan negara. Metode penelitian
yang dipergunakan adalah metode kualitatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah
masyarkat sipil di Kota Malang dikelompokkan kedalam 6 isu utama, yaitu penanganan terhadap
anak jalanan, isu kesehatan, isu pemerintahan, isu perempuan, dan isu buruh, dan isu pendidikan.
Kontribusi masyarakat sipil dalam demokrasi di Kota Malang adalah Pertama, mereka
menyediakan basis pembatas kekuasaan negara. Kedua, masyarakat sipil melengkapi peran partai
politik dalam mendorong partisipasi, meningkatkan efektifitas dan ketrampilan berdemokrasi
serta mendorong pemahaman tentang kewarganegaraan. Ketiga, membangun saluran di luar
partai politik untuk mengartikulasikan, menampung dan merepresentasikan kepentingan
perempuan, buruh, dan kelompok marginal seperti LGBT dan anak jalanan.
Kata kunci: Masyarakat Sipil; Demokrasi; Malang

Democracy in Malang: the Contribution of Civil Society in Developing Local Democaracy

Abstract
Nearly two decades after the government reform needs to be seen again at how the role of
civil society in the development of democracy, specially local democracy. This study focuses on the
contribution of civil society in the development of democracy in Malang. The purpose of this study is
to seek civil society contribution in the development of local democracy. Conception of civil society
that is used is the civil society version of Alexis de Tocqueville, that is civil society as a voluntary
association. The research method used is a qualitative method. The results obtained from this study
is the civil society in Malang grouped into six major issues, that are street children, health,
development and governance, women, labor, and education issues. The contribution of civil society
in a democracy in Malang is firstly, they provide the basis of state power divider. Second, civil
society complements the role of political parties in encouraging participation, increase the
effectiveness and democratic skills and encourage understanding of citizenship. Third, building a
channel outside the political parties to articulate, accommodating and representing the interests of
women, workers, and marginal groups such as LGBT and street children.
Keywords: Civil Society; Local Democracy; Malang.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 20
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

karena mereka sangat tergantung dengan


PENDAHULUAN
pendanaan dari lembaga donor negeri
Perjalanan yang dilakukan oleh
(Lowry, 2008). Hal ini menjadi penting
Alexis de Tocqueville di Amerika pada
karena masyarakat sipil memerlukan
awal abad ke-19 membuahkan tulisan
pendanaan untuk kerja-kerja mereka
Democracy in America yang menjadi
dalam mendorong proses demokratisasi.
rujuan utama bagi studi mengenai
Agenda demokratisasi yang selama ini
masyarakat sipil (civil society) di berbagai
diperankan masyarakat sipil beririsan
negara. Kajian Tocqueville tentang
dengan agenda para lembaga donor.
masyarakat sipil masih menjadi rujukan
Artinya, lembaga donor sangat berkuasa
dan masih relevan dalam melihat
untuk mempengaruhi pekerjaan
pertumbuhan masyarakat sipil Indonesia
masyarakat sipil. Inilah fenomena yang
kontemporer. Menariknya lagi adalah
terjadi. Kendatipun demikian kolaborasi
Tocqueville ‘memahami masyarakat sipil
masyarakat sipil dengan lembaga donor
sebagai fenomena asosiasional’ dalam
tidak selalu seirama. Dikatakan demikian
sebuah negara.
karena kadang-kala agenda yang dibawa
Cara berpikir Tocqueville ini me-
oleh lembaga donor tidak sama dengan
nempatkan masyarakat sipil berada di
kebutuhan masyarakat setempat.
luar negara. Dalam bahasa politik biasa
Sementara tulisan Lisa Jordan dan
disebut cara pandangnya masyarakat.
Peter Van Tuijl (2006) mencoba mengkaji
Studi yang dilakukan oleh Amy Risley
persoalan fundamental LSM. Buku ini
(2015) menyebutkan bahwa di Amerika
secara spesifik bertutur tentang perlunya
Latin, masyarakat sipil terlibat dalam
akuntabilitas dalam tubuh LSM. Negara-
berbagai kegiatan politik seperti
negara yang menjadi sorotan dalam karya
advokasi, pembuatan keputusan,
ini adalah China, Uganda, dan Indonesia.
lobbiying, dan partnership. Hal yang sama
Akuntabilitas LSM ataupun masyarakat
juga terjadi pada konteks Mesir. Sejarah
sipil menjadi persoalan penting untuk
Mesir memperlihatkan bagaimana
diperhatikan karena selama ini
kehidupan masyarakatnya yang sudah
masyarakat sipil tidak pernah melakukan
lebih dari 50 tahun dipimpin oleh
akuntabilitas kepada masyarakat
penguasa militer. Dalam kondisi seperti
dampingannya.
ini, masyarakat sipil justru terhalang
Pada wilayah dalam negeri, studi
untuk ikut serta dalam upaya
mengenai masyarakat sipil dipopulerkan
demokratisasi. Hal ini bisa terjadi karena
oleh Mansour Fakih (1996) yang berhasil
terlalu banyak aturan yang menjadi
memetakan ideologi masyarakat sipil
rintangan untuk melakukan kerja-kerja
pada masa pemerintahan Orde Baru.
advokasi dan pemberdayaan. Kondisi ini
Setelah Orde Baru runtuh, Verena
menyebabkan mereka melakukan gerak-
Beittinger-Lee dalam publikasinya (Un)
an sosial melalui asosiasi-asosiasi suka-
Civil Society and Political Change in
rela yang tergolong dalam asosiasi profesi
Indonesia memaparkan bahwa setelah
dan serikat buruh (El Medni, 2013).
rezim Soeharto berakhir, masyarakat sipil
Sementara di Filipina, masyarakat
memiliki banyak kelemahan sehingga
sipilnya mengalami krisis akuntabilitas
tidak mampu memainkan peran

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 21
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

konstruktif yang berjangka panjang mendapatkan pelayanan yang merupakan


dalam perselisihan politik. Setelah haknya.
reformasi justru muncul uncivil society
yang menyebabkan munculnya konflik Menurut data BAKESBANGPOL Kota
agama dan etnis, kekerasan di berbagai Malang tahun 2014, di kota ini terdapat
daerah sehingga membuat masyarakat 139 organisasi masyarakat (ormas).
takut. Hal ini membuat negara menjadi Masyarakat sipil harus mendaftarkan diri
lemah. menjadi organisasi masyarakat di badan
Sejatinya, demokrasi tidak hanya ini untuk mendapatkan legalisasi/ijin dari
bergerak dalam level nasional, tetapi juga pemerintah kota. Ratusan Masyarakat
pada level lokal. Pada tingkat lokal tidak sipil tersebut bergerak dengan sasaran
dapat dipungkiri terdapat raja-raja kecil yang berbeda-beda dan ideologi yang
yang menjalankan sistem non-demokrasi. berbeda juga. Karena itu dengan meng-
Desentralisasi telah memberikan peluang angkat penelitian, maka kehadiran dan
bagi raja-raja kecil dan patron di tingkat kiprah masyarakat sipil di Kota Malang
lokal untuk mempertahankan sistem bisa terungkap sosok dan aktivitas dalam
klientelisme (Rahayu dan Trisnanto, melakukan kerja-kerja sosialnya.
2016). Sistem klintelisme dalam batasan Korelasi yang positif antara
tertentu semakin tumbuh subur dan demokrasi dan masyarakat sipil (civil
berkembang di tingkat. Hal ini bisa terjadi society) ditunjukkan oleh Mohtar Mas’oed
karena lemahnya kontrol dari masyarakat (2002) bahwa demokrasi sendiri tidak
sipil terhadap pemerintahan lokal. akan bisa ditegakkan bila tidak didukung
Sistem demokrasi mengharuskan oleh kekuatan civil society dan civil society
terwujudnya pemerintahan yang akan menjadi kacau jika demokrasi tidak
responsif terhadap kebutuhan segera diwujudkan. Demokrasi bisa
masyarakat. Pada era desentralisasi dan ditegakkan dengan dukungan civil society,
otonomi daerah seperti sekarang, peran begitu pula sebaliknya. Hal ini meng-
pemerintah daerah lebih besar daripada isyaratkan bahwa demokrasi selalu mem-
pemerintah pusat dalam melayani butuhkan aktor civil society. Kalau demi-
masyarakat. Dalam konteks Malang kian penjelasannya, maka keberadaan
masyarakat yang berada di wilayah ini civil society sangat diperlukan dalam
merupakan masyarakat plural yang ter- membangun sistem politik yang
bagi dalam berbagai kelompok. Tidak demokrasi.
semua kelompok bisa tersentuh oleh Pembahasan mengenai masyarakat
pemerintah daerah, khususnya kelompok sipil bukanlah hal yang dimulai pada abad
marginal seperti penyandang cacat, 20, tetapi jauh sebelum masehi. Pada
mantan pengguna narkoba, transeksual, masa Yunani kuno, masyarakat sipil
homoseksual, masyarakat miskin, anak dipahami sebagi ruang pribadi (terpisah
jalanan, dan lain sebagainya. Kealfaan dari ruang politik) yang terdiri dari
pemerintah daerah, memberikan ruang perempuan dan budak. Artinya,
kepada penggiat masyarakat sipil untuk masyarakat sipil adalah kelas selain zoon
memberikan akses kepada mereka untuk politicon. Ia tidak memiliki kedudukan
yang tinggi dalam masyarakat, tidak

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 22
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

terlibat dalam kegiatan politik, dan oleh kontrol atas pemerintah dan aparat
merupakan kelas yang mementingkan negara.
dunia pribadi yang sangat berbeda Nampak jelas perbedaan antara
dengan masyarakat politik. ranah negara, masyarakat sipil, dan
Beberapa ratus tahun kemudian, masyarakat politik. Ketiga institusi ini
ketika Thomas Hobbes dan John Locke memilih ruang lingkup dan cakupan
menawarkan teorinya tentang negara, wilayah kerja yang berbeda-berbeda.
mereka menjelaskan bahwa masyarakat Sedangkan pandangan Adam Smith
sipil adalah masyarakat yang melakukan tentang masyarakat sipil juga patut
kontrak sosial dengan negara. Mereka dicatat. Bagi Smith, masyarakat sipil
harus rela diatur dan tunduk kepada sebagai individu-individu yang saling
negara karena negara memiliki tujuan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan
yang baik, yaitu menyelamatkan mereka melalui mekanisme pasar. Sikap
masyarakat sipil dari sifat jahat mereka individu yang bersosialisasi untuk
sendiri. Pada masa ini pembagian antara memenuhi kebutuhan menunjukkan
ranah negara dengan masyarakat sipil adanya sipilitas. Sipilitas dimaknai
sudah jelas. sebagai simpati yang ditunjukkan pada
Pembagian antara ranah negara orang lain untuk menengai self love
dengan masyarakat sipil sebenarnya mereka. Fenomena ini bersifat subjektif.
bukanlah monopoli dari pemikiran Perkembangan konsepsi masyarakat
Hobbes dan Locke. Pemikiran politik sipil yang terakhir adalah masyarakat
kontemporer, Alfred Stepan (1996) dalam sipil dipahami sebagai ruang asosiasi
salah satu karya juga menjelaskan relasi sukarela. Urgensi asosiasi berakar pada
negara, masyarakat sipil dan masyarakat pemikiran liberal untuk membatasi
politik. kekuasaan negara. Demokrasi modern
Negara didefinisikan sebagai dianggap berpotensi untuk memunculkan
administratif, legal, birokratis, dan koersif depotisme demokrasi. Negara terjamin
yang berkesinambungan dan berusaha legitimasinya melalui proses pemilihan,
mengelola aparat negara, menyusun memiliki kekuasaan atas orang lain yang
hubungan antara kekuasaan sipil dan telah memilihnya. Akibatnya, lembaga
pemerintah, dan menyusun hubungan sosial dilumpuhkan oleh lembaga politik.
dalam masyarakat politik dan civil society. Demokrasi yang ada dalam masyarakat
Masyarakat sipil adalah arena tempat dilumpuhkan oleh mekanisme
berbagai gerakan sosial serta organisasi administratif dan politis dari negara.
sipil dari semua kelas berusaha me- Masyarakat sipil memberi kekuasaan
nyatakan diri mereka dalam suatu pada negara sekaligus menjadi korban
himpunan dapat mengespresikan diri dan kekuasaan tersebut (Chandoke, 2002:
memajukan berbagai kepentingan. 115-161). Dalam bahasa Tocqueville
Selanjutnya, masyarakat politik dimaknai disebut “the formal institutions of
sebagai arena tempat masyarakat democracy and capitalism left individuals
bernegara mengatur diri secara khusus helpless against the electoral power of the
dalam kontestasi politik untuk memper- majority as expressed through the actions
of the State”

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 23
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

Untuk mengatasi potensi tirani ini Penelitian ini terinspirasi dari karya
Tocqueville menawarkan tiga macam Tocqueville “Democracy in American”
cara, yaitu pertama, mendistribusikan yang berbasis pengamatannya di Amerika
kekuasaan ke berbagai lembaga pada 1831-1832. Menurutnya, ke-
pemerintahan. Kedua, menyelenggarakan berhasilan demokrasi di Amerika tidak
pemilihan secara periodik untuk men- hanya terletak pada mekanisme pem-
cegah monopoli. Ketiga, mengontrol bagian kekuasaan pada negara, tetapi
lembaga kekuasaan oleh asosiasi suka- juga pada kemampuan masyarakatnya
rela. Asosiasi-asosiasi sosial, kultural, membangun asosiasi-asosiasi sukarela
profesional, dan religius dalam yang mandiri dan mampu membatasi
masyarakat sipil memiliki kapasitas kekuasaan negara dalam kehidupan
untuk menjaga kekuasaan negara di sehari-hari.
bawah kontrolnya. Asosiasi sukarela ini Keberadaan asosiasi sukarela yang
oleh Tocqueville disebut berpedan kuat akan mengisi aspek-aspek yang tidak
sebagai independent eye of society yaitu bisa dijalankan oleh negara dalam level
dengan memberikan kontrol kepada mikro. Keberadaan asosiasi sukarela ini
negara melalui kehidupan sehari-hari. menciptakan inisiatif sosial dan ke-
Asosiasi sukarela mengikat individu- mandirian yang tinggi. Demokrasi se-
individu di dalamnya melalui hubungan- harusnya tidak hanya menciptakan
hubungan mikro. Hal ini dapat me- pemerintahan yang cakap, tetapi juga
munculkan solidaritas dan kewaspadaan menciptakan asosiasi-asosiasi sukarela
terhadap persoalan-persoalan yang yang mampu mendorong aktivitas sosial
mereka hadapi. yang pada akhirnya mampu menciptakan
Asosiasi sukarela merupakan kontrol terhadap kekuasaan negara.
jawaban atas dilema liberalisme. Asosiasi Sedangkan ilmuwan politik dari
sukarela berbasis pada prinsip kebebasan LIPI, AS Hikam (1996:3) mendefinisikan
atau kesukarelaan untuk memilih. masyarakat sipil atau civil society sebagai
Dengan kata lain tidak boleh ada paksaan wilayah-wilayah kehidupan sosial yang
dari individu untuk mengikuti asosiasi ini. terorganisasi dan bercirikan antara lain
Asosiasi sukarela merangkul individu kesukarela (voluntary), keswasembadaan
yang terisolasi sehingga asosiasi ini dapat (self generating), keswadayaan (self
dijadikan sebagai alat individu untuk supproting), kemandirian tinggi terhadap
mencapai kepentingannya serta belajar negara, dan taat hukum. Menurutnya, ada
untuk mengidentifikasikan diri dengan dua arena penting masyarakat sipil, yaitu
komunitas. Pluralitas dalam asosiasi menyatakan ekspresi diri dalam bentuk
sukarela adalah alat untuk mem- organiasi sipil yang bebas dan otonom
pertemukan kepentingan pribadi dan dan menyatakan diri dalam bentuk
kepentingan publik sekaligus jaminan kebebasan berpendapat. Hal ini di-
melawan penyelenggaraan kekuasaan karenakan pada dasarnya masyarakat
secara penuh oleh negara. Pluralitas sipil berusaha untuk mengimbangi
menurut de Tocqueville adalah jaminan hegemoni negara dan memperkokoh
terbaik dari demokrasi (Chandoke, 2002: posisi dan kemandirian masyarakat.
162-163. Pandangan ini berpijak pada tradisi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 24
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

model Eropa Timur, dimana kehadiran program mereka adalah menolong rakyat
masyarakat sipil semata-mata di- miskin.
orientasikan untuk menentang kehadiran Kedua, masyarakat sipil tipe
Negara (Mas’oed, 2002: 152). reformis ini dipengaruhi oleh ideologi
Asosiasi sukarela memberikan modernisasi dan developmentalisme.
kontribusi pada perkembangan Tema mereka adalah meningkatkan
demokrasi. Asosiasi sukarela membuat partisipasi masyarakat dalam
individu saling berinteraksi satu sama pembangunan. Korupsi yang terjadi di
lain dan menjaga kebebasan berserikat pemerintahan dianggap sebagai sebab
dan berkumpul. “feelings and opinions are utama “keterbelakangan” yang terjadi di
recruited, the heart is enlarged, and the masyarakat. Ketiga, masyarakat sipil tipe
human mind is developed only by the transformatif mempertanyakan para-
reciprocal influence of men upon one digma mainstream yang ada dan ideologi
another (Tocqueville)”. yang tersembunyi di dalamnya. Mereka
Asosiasi sukarela adalah wadah berusaha mencari paradigma alternatif
keberadaban, sehingga apabila yang menyebabkkan persoalan-persoalan
masyarakat ingin menjadi beradab, maka sesial ekonomi politik di masyarakat.
jalan yang terbaik adalah menumbuhkan Caranya adalah dengan melakukan
seni berasosiasi. Asosiasi-asosiasi suka- pendidikan politik rakyat untuk
reka merupakan wadah pengembangan memunculkan keadaan kritis sebagai
nilai-nilai kewargaan yang berbasis pada jalan masuk perubahan.
kemandirian dan ketaatan hukum serta Tiga tipe kelompok masyarakat sipil
ditujukan untuk menciptakan public tersebut merupakan hasil studi yang
goods. Kemandirian dan ketaatan hukum dilakukan Mansour Fakih pada berbagai
sangatlah dijunjung tinggi atas ke- masyarakat sipil di Indonesia dari masa
beradaan masyarakat sipil dalam negara Orde Baru. Pengelompok ini berpijak
demokrasi. pada corak dan bentuk ideologi
Mansour Fakih (1996) merupakan masyarakat sipil ketika melakukan kerja
generasi awal yang memiliki konsentrasi advokasi di lapangan. Pilihan politik
dalam mengamati masyarakat sipil di masyarakat dalam memerankan diri
Indonesia. Dalam bukunya yang bertajuk apabila sebagai konformisme, reformasi,
Masyarakat Sipil untuk Transformasi dan transformisme bisa dibaca sebagai
Sosial, ia mengelompokkan paradigma strategi mereka untuk survival dalam
masyarakat sipil di Indonesia ke dalam konteks politik Orde Baru yang terkenal
tiga kelompok, yaitu konformisme, sentralistik represif dan menerapkan
reformasi, dan transformisme. Pertama, sistem politik korporatisme.
masyarakat sipil tipe konformis bekerja Studi masyarakat sipil selanjutnya
berdasarkan kepada paradigma bantuan tidak lagi bertitik-tolak pada pe-
karitatif, berorientasi pada proyek, dan ngelompokkan sebagaimana ditulis
bekerja sebagai organisasi yang me- Mansour Fakih. Hasil pengamatan
nyesuaikan diri dengan sistem dan Suharko (2005: 282) menunjukkan
struktur yang ada. Motivasi utama bahwa atmosfir politik yang terbuka dan
demokratis paska Orde Baru semakin

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 25
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

membuka kesempatan politik bagi berikan solusi damai perbedaan dalam


masyarakat sipil untuk lebih terlibat aktif konteks keagamaan. Bagi Luth mem-
dalam upaya-upaya pengembangan bangun masyarakat sipil berarti me-
pemerintahan demokratik. Kajian yang nyadarkan semua manusia untuk hidup
dilakukan Agus Sudibyo mengatakan dan bergaul dengan segala aktivitas
sejauh ini, sudah terlanjur, mapan dengan menggunakan agama sebagai
pandangan yang menempatkan tolak-ukur dalam kehidupan bernegara.
masyarakat sipil sebagai kekuatan yang Larry Diamond (1994) juga
lahir untuk mengimbangi dan mengontrol menyebutkan keterkaitan masyarakat
kekuasaan negara (2010: 23). Apa yang sipil dengan pertumbuhan demokrasi
disampaikan Suharko maupun Sudibyo tingkat lokal. Pertama, mereka menyedia-
menunjukkan bahwa peran masyarakat kan basis pembatas kekuasaan negara.
sipil pasca tumbangnya Orde Baru Kedua, masyarakat sipil melengkapi
semakin dalam, dan bahkan dalam level peran partai politik dalam mendorong
tertentu bisa menjadi kekuatan partisipasi, meningkatkan efektifitas dan
mengimbang negara. ketrampilan berdemokrasi serta men-
Menempatkan masyarakat sipil dorong pemahaman tentang kewarga-
sebagai ‘pengimbang’ kekuatan negaraan. Ketiga, mengembangkan
masyarakat memiliki yang kokoh dalam proyek demokratisasi lewat pendidikan
diskursus politik. Hal ini bisa terjadi politik. Keempat, Membangun saluran di
manakala negara dalam posisi lemah. luar partai politik untuk meng-
Pasca Orde Baru pondasi pemerintahan artikulasikan, menampung dan mere-
sangat lemah. Kelemahan ini kemudian presentasikan kepentingan, khususnya
menjadi pintu masuk hadirnya kekuatan untuk menyediakaan akses bagi
masyarakat sipil. Salah satu wacana kelompok-kelompok marjinal seperti
dominan yang dikembangkan Bank Dunia orang miskin, perempuan, ras/etnis
menurut analisis Mohtar Mas’oed (2002) minoritas, dan lain-lain.
adalah memperkuat civil society. Kelima, mendorong transisi dari
Tujuannya adalah agar masyarakat sipil clientilism ke citizenship terutama di
bisa menjadi sarana untuk memangkas tingkat lokal karena seringkali demo-
peran negara. kratisasi bergerak di level nasional tapi
Cara berpikir liberal dengan otoritarianisme masih hidup di level
memangkas peran negara, dan pada saat lokal. Keenam, masyarakat sipil yang kuat
yang sama memperkuat kekuatan dan pluralis bisa meminimalisasi
masyarakat sipil menjadi arus-utama polaritas konflik dalam masyarakat.
dalam diskursus politik reformasi. Mereka menjadi jembatan yang yang
Sementara M AS Hikam (1996) mencoba memersatukan pemilahan kelas, etnis,
mengaitkan demokrasi dan civil society agama, partisan terutama ketika meng-
melalui pelacakan asal-usul dan ke- hadapi kekuasaan otoriter negara. Ke-
mungkinannya dalam konteks Indonesia. tujuh, menjalankan rekrutmen dan me-
Sedangkan karya Thohir Luth (2002: latih pemimpin politik baru. Kedelapan,
196) secara khusus memperlihatkan memantau proses politik, khususnya
peran masyarakat sipil dalam mem- pemilu. Kesembilan, menjalan-kan fungsi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 26
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

penyebaran informasi, terutama tentang tasi ataupun tanggapannya dalam mem-


aktifitas pemerintah. Kesepuluh, berikan pendapat ataupun kesaksian
membangun modal sosial di tingkat karena mereka adalah aktor yang terlibat
grassroot untuk bekerjasama mengatasi secara langsung dalam kegiatan ini.
persoalan publik sehingga memperkuat Penelitian ini mewawancarai 15
fondasi demokrasi. Kesebelas, sebagai aktivis organisasi sukarela yang ada di
rangkuman dari semua fungsi di atas, Kota Malang. Informan diperoleh dari
masyarakat sipil berfungsi untuk Yayasan Sadar Hati, Jaringan Ke-
membangun kebebasan berserikat di manusiaan Jawa Timur (JKJT), Malang
kalangan masyarakat. Corruption Watch (MCW), Perkumpulan
Pusat dan Informasi Regional (PATTIRO)
METODE
Malang, Save Street Child, In Trans
Metode penelitian yang diperguna-
Institute, Sahabat Anak Kanker Malang,
kan adalah metode kualitatif. Penelitian
Mitra Wanita Pekerja Rumah Indonesia
kualitatif merupakan penelitian yang
(MWPRI), Lembaga Pendidikan Sosial Ibu
bermaksud memahami fenomena tentang
Pertiwi (LPS IP), Pusat Pengembangan
apa yang dialami oleh subjek penelitian,
Otonomi Daerah (PP Otoda), DPC
misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
tindakan, dan lain-lain secara holistik,
Indonesia, RUMPUN, LKSA Harapan
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
Umat, Aliansi Masyarakat Miskin Malang,
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
dan LPAN Griya Baca. Pencarian data
khusus yang ilmiah dan dengan
dilakukan pada tahun 2016 dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah
mengerahkan asisten peneliti.
(Moleong, 2004: 6). Jenis penelitian yang
dipergunakan adalah jenis penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
deskriptif. Penelitian deskriptif mencari Dari kelima belas asosiasi sukarela
fakta dengan interpretasi yang tepat yang diteliti, peneliti mengelompokkan
(Whitney dalam Andi Prastowo, kelahiran lembaga yang dalam konteks
2011:201). Dengan metode ini, penelitian ini disebut masyarakat sipil ke
fenomena-fenomena yang terjadi pada dalam tiga kelompok masa pendirian.
masyarakat sipil seperti bagaimana Pertama, masyarakat sipil yang lahir pada
mereka men-jalankan programnya, masa Orde Baru. Kedua, masyarakat sipil
bagaimana mereka berjejaring, yang lahir masa reformasi. Ketiga,
bagaimana memilih dan menanggapi isu- masyarakat sipil yang lahir pada pasca
isu lokal dan nasional, dan lain reformasi.
sebagainya akan diteliti dan Pada masa Orde baru, peneliti
diinterpretasikan. mengidentifikasi 2 masyarakat sipil yang
Data yang dipergunakan adalah data lahir pada masa ini. Pertama adalah
primer yang diperoleh melalui wawan- Dewan Perwakilan Cabang (DPC)
cara. Data primer ini diperoleh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
informan kunci seperti, para pengurus Indonesia. Konfederasi ini lahir tahun
LSM dan aktivis organisasi sukarela. 1973. Kedua adalah Jaringan Ke-
Informan ini sangat diperlukan argumen- manusiaan Jawa Timur (JKJT) yang lahir

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 27
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

pada 1996. Kedua, pada masa reformasi kelola pemerintahan daerah. Isu besar
(1998-1999), ada dua masyarakat sipil yang diusung yakni kesehatan, pendidik-
yang dibentuk yaitu Mitra Wanita Pekerja kan, buruh, pembangunan dan
Rumah Indonesia (MWPRI) dan Malang pemerintahan, perempuan, dan anak
Corruption Watch (MCW). Sisanya jalanan. Dari data yang diperoleh,
sebanyak 11 masyarakat sipil lahir pasca terdapat masyarakat sipil yang hanya
reformasi yang berentang dari tahun fokus pada satu isu, tetapi juga terdapat
2002 sampai dengan tahun 2015. masyarakat sipil yang fokus lebih dari
Nampak jelas disparitas kelahiran satu isu.
masyarakat sipil di Kota Malang. Pada Masyarakat sipil yang bergerak
masa pemerintah Orde Baru hingga tahun dalam isu kesehatan adalah Yayasan
1999 ternyata pertumbuhan masyarakat Sadar Hati dan Sahabat Anak Kanker
sipil di Kota Malang tidak menggembira- Malang. Masyarakat sipil yang bergerak di
kan. Dikatakan demikian, karena hanya bidang pendidikan adalah Jaringan Ke-
empat masyarakat sipil yang muncul pada manusiaan Jawa Timur, Save Street Child,
periode ini. Hal ini menunjukkan potret Lembaga Pendidikan Sosial (LPS) Ibu
buram pembentukan masyarakat sipil di Pertiwi, LKSA Harapan Umat, dan Aliansi
Kota Malang pada masa sebelum Masyarakat Miskin Malang. Isu buruh di
reformasi. Pasca tahun 1998-1999 tingkat lokal juga banyak menjadi fokus
hingga sekarang, pertumbuhan asosiasi yang bergerak di tingkat lokal. Di
masyarakat sipil mengalami kenaikan Malang, yang fokus pada isu buruh adalah
yang signifikan yakni 11 buah. Jumlah ini Malang Corruption Watch (MCW), In
menunjukkan angin segar kehadiran Trans Institute, dan DPC Konfederasi
masyarakat sipil dalam pentas politik Serikat Pekerja Seluruh Indonesia.
lokal. Geliat masyarakat sipil di Kota Pada isu pembangunan dan
Malang menunjukkan proses politik pemerintahan, termasuk isu korupsi, tak
demokrasi sedang berjalan. Proses ini luput dari sorotan masyarakat sipil di
tentu perlu didukung dalam kerangka tingkat lokal. Di Malang yang fokus pada
membangun demokrasi local yang meng- isu korupsi adalah MCW. Kehadiran MCW
haruskan terjadinya partisipasi publik dengan menyuarakan isu pemberantasan
yang luas dalam pembentukan dan pe- korupsi sangat penting karena persoalan
ngawasan pelaksanaan kebijakan publik korupsi merupakan musuh kita bersama.
di tingkat lokal (Suyanto, 2014: 17). Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir,
Semakin kompleks kondisi persoalan korupsi sudah menyebar
masyarakat, semakin banyak permasalah- secara luas dan terdesentralisasi secara
an yang ada di Kota Malang, dan semakin sempurna1. Selanjutnya, permasalahan
terbuka pemerintah Kota Malang, maka seperti ketidakmerataan pembangunan
semakin banyak masyarakat sipil yang
ada di kota ini. Dari kelima belas
masyarakat sipil yang diteliti, terpetakan 1
Muhtar Haboddin dan Fathur Rahman, Gurita
beberapa isu yang diusung oleh Korupsi Pemerintah Daerah, Jogjakarta, Kaukaba,
masyarakat sipil tersebut. Isu-isu yang 2013; Ahmad Imron Rozuli, Muhtar Haboddin, dan
Joko Purnomo (ed). Memahami Kompleksitas
diusung sangat membumi dalam tata
Korupsi, Malang: FISIP Press, 2016.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 28
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

maupun evaluasinya menjadi salah satu masyarakat sipil ini bergerak dalam
hal yang membuat masyarakat sipil di bidang nirlaba, mereka tetap membutuh-
tingkat lokal tertarik untuk mendalami- kan dana untuk tetap dapat menjalankan
nya. Mereka yang bergerak di isu ini program dan menggaji pengurus. Di
adalah PATTIRO, In Trans Institute, dan Malang, terdapat beberapa macam cara
PPOTDA. yang digunakan oleh masyarakat sipil ini
Isu tentang perempuan adalah isu dalam mendanai program-program
lain yang pasti ada di setiap daerah. Di mereka. Berdasarkan temuan penelitian,
tingkat lokal, mereka yang fokus pada isu terdapat enam sumber pendanaan, yaitu
pemberdayaan perempuan adalah Mitra berasal dari donor pribadi, pemerintah
Wanita Pekerja Rumah Indonesia dan dalam negeri, pemerintah luar negeri, non
RUMPUN. Kekerasan dalam rumah tangga pemerintah dalam negeri, non
(KDRT) sering dialami oleh istri. pemerintah luar negeri, dan kegiatan
RUMPUN tidak hanya sebatas mem- usaha mandiri masyarakat sipil tersebut.
berdayakan perempuan, masyarakat sipil Sebagian besar dari mereka memper-
ini juga bergerak dalam isu KDRT. gunakan lebih dari satu sumber pendana-
Isu perempuan dengan segala an. Sebagai contoh masyarakat sipil men-
problematikanya merupakan isu abadi dapatkan pendanaan dari pemerintah
yang selalu aktual. Perempuan pada daerah dan donor pribadi.
tataran praktik selalu dijadikan objek Ada beberapa hal yang mendasari
kekerasan dan biasa menerima ketidak- mereka hanya memiliki satu sumber
adilan dalam bidang pekerjaan. Karena pendanaan. Pertama, masyarakat sipil ini
itu dengan melakukan pembelaan kepada masih muda dan belum ada legalitas
kaum perempuan diharapkan harkat dan sehingga sulit untuk memperoleh kerja-
martabatnya bisa sejajar dengan kaum sama pendanaan dari lembaga lain.
pria. Karena itu, melalui masyarakat sipil Sebagai contoh adalah Sahabat Anak
pembedaayaan kepada kaum perempuan Kanker Malang dan Aliansi Masyarakat
dalam bidang ekonomi, politik, hukum, Miskin Malang. Kedua, masyarakat sipil
dan budaya menjadi keharusan dan ini mempertahankan posisi kemandirian
menjadi tanggungjawab negara untuk lembaga. Asosiasi seperti ini contohnya
memberikan perlindungan (Arivia, 2006: adalah In Trans Institute dan DPC
3) . Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh
Isu tentang anak jalanan tidak Indonesia. Ketiga, masyarakat sipil ini
hanya menjadi tugas pemerintah. berusaha terus bekerja sama dengan
Masyarakat Sipil melihat perlu adanya pemerintah dan mendukung program
keterlibatan mereka dalam menangani pemerintah, contohnya adalah PPOtoda.
masalah anak jalanan. Masyarakat sipil Masyarakat sipil yang memiliki dua
yang bergerak yang fokus dalam isu ini atau lebih sumber pendanaan, merupa-
adalah Griya Baca, Save Street Child, dan kan kombinasi dari semua jenis pendana-
Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur. an yang ada. Untuk melaksanakan
Dana adalah hal yang sangat penting program kerja, masyarakat sipil tidak
dan krusial bagi eksistensi sebuah cukup hanya mengandalkan dana dari
organisasi masyarakat sipil. Walaupun usaha mandiri saja, melainkan perlu ada

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 29
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

bantuan dana dari pihak lain, misalnya Indonesian Parliament Centre, Yayasan
donor pribadi. Masyarakat sipil juga TIFA, PT Sun Life, dan Rotary
dapat bekerja sama dengan pemerintah, Metropolitan Jakarta Club.
baik dalam negeri maupun luar negeri Untuk pemerintah luar negeri, ber-
dalam hal pendanaan. Dari sisi non bagai negara sudah pernah memberikan
pemerintah, terdapat sektor swasta baik dana kepada masyarakat sipil di Kota
dalam negeri maupun luar negeri yang Malang. Paling banyak adalah Amerika
memiliki dana Corporate Social Serikat dan Australia melalui USAID dan
Responsibility (CSR) yang dapat diakses AUSAID. Selain lembaga-lembaga pe-
oleh masyarakat sipil di Malang. Selain nyandang dana perwakilan negara tadi,
itu, kerja sama antar masyarakat sipil, terdapat The Asia Foundation, European
baik dalam negeri maupun luar negeri Foundation, ILO, UNIFEM, dan ASEAN
juga mampu memberikan sumber Foundation yang juga pernah mem-
pendanaan program jika mereka memiliki berikan dana untuk program masyarakat
isu yang sama. sipil di Kota Malang.
Dari semua sumber pedanaan, Pada level internasional, banyak
berikut ini merupakan hasil identifikasi lembaga yang pernah terlibat dalam
sumber pendanaan yang diterima oleh program kerja masyarakat sipil di
masyarakat sipil di Kota Malang. Untuk Malang. Mereka terdiri dari dua macam,
donor dari pemerintah dalam negeri, yaitu berasal dari swasta yang men-
banyak anggaran dari APBN yang dapat dirikan lembaga penyandang dana dan
dikucurkan untuk program masyarakat sesama masyarakat sipil di negara lain.
sipil. Pemerintah Daerah yang paling Penyandang dana yang berasal dari
sering terlibat dalam pendanaan perusahaan swasta luar negeri adalah
masyarakat sipil di Kota Malang adalah Global Fund, The Ford Foundation, Oxfam
Dinas Sosial Kota Malang. Disusul Dinas Hong Kong, Gate and Melinda Foundation.
perindustrian dan perdagangan dan Penyandang dana yang berasal dari LSM
Lembaga Zakat Kementrian Agama dari uar negeri adalah Mercy Relief
Malang. Di tingkat pusat, yang pernah (Singapura), American Red Cross,
terlibat dalam pendanaan masyarakat Norwegian Red Cross, dan Save The
sipil di Kota Malang adalah Kementrian Childrem (Amerika Serikat). Access, FNV,
Sosial, Kementrian Pendidikan, Kedutaan IWE, E-Homakers dan ISIF Asia Tenggara.
Besar Jepang, dan Lembaga Zakat milik Usaha mandiri oleh masyarakat sipil
PLN. di Malang dilakukan dengan iuran
Untuk lembaga non pemerintah di anggota, menjual hasil kerajinan anggota-
dalam negeri tercatat ada dua macam, nya, membuat usaha percetakan, melaku-
yaitu pihak swasta melalui dana CSR. kan usaha ekspor, membuka jasa per-
Dana CSR ini ada yang dikelola sendiri sewaan alat-alat dan menyediakan jasa
oleh perusahaan dan ada pula dana CSR fotografer. Semua ini dilakukan dalam
yang dikelolakan kepada lembaga kerangka mendapatkan pendanaan.
pengelola dana terpisah. Masyarakat Sipil
di Kota Malang pernah menerima dana
untuk operasional program kerja dari

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 30
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

Kontribusi Masyarakat Sipil Malang buktikan dengan pengadaan jarum suntik


dalam Pengembangan Demokrasi dan alat kontrasepsi yang hanya ber-
Lokal sumber dari pemerintah.
Di sisi yang lain, keberadaan
Hasil penelitian menunjukkan masyarakat sipil merupakan pelengkap
bahwa masyarakat sipil di Malang peran pemerintah dalam menjalankan
terbagi-bagi ke dalam banyak kelompok tugas pelayanan publik, khususnya
sesuai isu yang diusung. Dengan be- pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehat-
ragamnya isu ini, kontribusi mereka juga an kepada ODHA dan pengguna narkoba
berbeda-beda. Isu yang diusung oleh dirasakan oleh pasien lebih “ramah”.
masyarakat sipil diketahui berdampak Pendekatan dan metode yang diperguna-
pada jenis dan kedalaman kontribusi kan tidak langsung kontra, dengan ke-
mereka, dengan demikian kontribusi kerasan, atau dikriminalkan sehingga
masyarakat sipil akan dipaparkan ber- ODHA dan pengguna narkoba lebih ber-
dasarkan isu yang diusung. partisipasi dalam proses penyembuhan.
Isu kesehatan di Kota Malang Masyarakat sipil pada isu kesehatan
diusung oleh Yayasan Sadar Hati dan melakukan pemberdayaan masyarakat
Sahabat Anak Kanker Malang. Yayasan namun tidak melakukan kegiatan
Sadar Hati memfokuskan pada penderita advokasi pada kasus yg bertentangan
HIV AIDS, sedangkan Sahabat Anak berlawanan dengan negara.
Kanker Malang memfokuskan pada anak Karena masyakat sipil bergerak
penderita kanker. Dari sisi pendanaan, dalam isu kesehatan, yang artinya ber-
karena Yayasan Sadar Hati jauh lebih usaha menolong orang sakit, masyarakat
lama berdirinya daripada Sahabat Anak sipil masuk ke dalam tipe konformisme.
Kanker Malang, maka pendanaan dan Menurut Mansour Fakih (1996) tipe ini
jaringan dari LSM ini lebih luas. Isu bergerak dalam bidang karitatif. Berbagai
terkait HIV AIDS adalah isu internasional, macam program yang dilaksanakan oleh
sehingga mudah mengumpulkan banyak amsyarakat sipil sifatnya adalah mem-
pihak yang mau terlibat atau bekerja bantu.
sama. Dalam konteks demokrasi di Kota
Dalam siklus kebijakan, masyarakat Malang, Masyarakat sipil telah mampu
sipil yang bergerak dalam isu kebijakan membangun saluran di luar partai politik
telah bisa terlibat dalam proses pe- untuk mengartikulasikan, menampung
rencanaan dan implementasi kebijakan, dan merepresentasikan kepentingan,
namun belum sampai pada tahap khususnya untuk menyediakaan akses
evaluasi. Hal ini dapat dijelaskan dari bagi kelompok-kelompok marginal
posisi masyarakat sipil yang bermitra seperti penderita kanker, Lesbian, Gay,
dengan pemerintah. Masyarakat sipil Biseksual, dan Transgender (LBGT), dan
tidak menempatkan diri sebagai aktor HIV AIDS. Masyarakat sipil juga dapat
yang kontra terhadap pemerintah karena meminimalisasi polaritas konflik dalam
masyarakat sipil di sini msih mem- masyarakat. Kelompk masyarakat yang
butuhkan peran pemerintah dan ter- menjadi sasaran dari Yayasan Sadar Hati
gantung dengan pemerintah. Hal ini di- selain pengguna narkoba adalah para

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 31
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

LGBT karena kelompok masyarakat ini yang bertentangan berlawanan dengan


rentan terkena penyakit HIV AIDS. negara. Masyarakat sipil ingin mem-
Masyarakat sipil menjadi jembatan yang pertahankan kemitraan dengan
memersatukan pemilahan kelas, etnis, pemerintah daerah.
agama, partisan terutama ketika meng- Dalam konteks demokrasi di Kota
hadapi kekuasaan otoriter Negara. Malang, masyarakat sipil telah mampu
Isu pendidikan merupakan isu yang membangun saluran di luar partai politik
dimiliki oleh banyak asosiasi sukarela di untuk mengartikulasikan, menampung
Malang. Semua memiliki program pem- dan merepresentasikan kepentingan,
berian pelayanan pendidikan gratis khususnya untuk menyediakaan akses
kepada anak-anak dari keluarga tidak pendidikan bagi kelompok-kelompok
mampu. Dari banyak asosiasi sukarela marginal seperti anak yatim dan orang
yang memberikan pelayanan pendidikan miskin.
kepada anak-anak ini, dapat diidentifikasi Isu buruh di Kota Malang diusung
2 asosiasi yang fokus utamanya pada oleh MWPRI dan DPC Konfederasi Serikat
dunia pendidikan, yaitu adalah Lembaga Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). DPC
Pendidikan Sosial (LPS) Ibu Pertiwi dan KSPSI merupakan masyarakat sipil yang
Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak mewadahi pekerja yang bekerja di
Harapan Ummat (LKSA HARUM). industri. MPWRI khusus menangani isu
Masyarakat sipil yang bergerak buruh wanita yang bekerja di rumah.
dalam isu pendidikan melengkapi ke- Sebagai contoh adalah wanita yang
beradaan negara, karena negara tidak bekerja menerima pesanan pembuatan
mampu menyelenggarakan pelayanan bordir, rokok, sepatu, pesanan konvensi,
pendidikan secara maksimal. Sebagai pe- dan lain-lain.
lengkap dari keberadaan negara, Dapat disimpulkan bahwa
masyarakat sipil bekerja sama dengan masyarakat sipil dalam isu buruh di Kota
negara. Bahkan masyarakat sipil di- Malang terbagi ke dalam dua model.
percaya oleh negara untuk melaksanakan Model pertama adalah yang diperjuang-
tugasnya untuk memelihara anak kan adalah permasalahan pokok
terlantar (anak yatim piatu). Masyarakat (ekonomi), seperti UMK, bantuan hukum
sipil juga menjadi fasilitator bagi PHK sepihak, atau pemenuhan hak yang
masyarkat sipil lain dalam pemberian tidak diterima buruh. Model kedua adalah
standar pengelolaan panti asuhan. masyarakat sipil tetap memperjuangkan
Program-program yang dilaksana- hak-hak ekonomi tapi sudah menjangkau
kan oleh masyarakat sipil bersifat permasalahan yang lebih luas. Sebagai
karitatif, tidak bermuatan ideologis contoh adalah penguatan organisasi dan
maupun politis. Tetap mempertahankan jaringan, keamanan kerja, dan per-
kerja sama dengan pemerintah karena lindungan hukum oleh pemerintah.
pemerintahan dalah mitra. Masyarakat Dari sisi pendanaan, masyarakat
sipil pada isu pendidikan sama dengan sipil tidak ada yang bekerja sama dengan
isu kesehatan, merek melakukan pem- pemerintah dalam hal pendanaan. Pada
berdayaan masyarakat namun tidak titik ini, pemerintah sebagai pengambil
melakukan kegiatan advokasi pada kasus kebijakan dituntut untuk memenuhi hak-

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 32
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

hak buruh. Masyarakat sipil menjadi nyediakan basis pembatas kekuasaan


advokat yang menjembatani kepentingan negara. Kedua melengkapi peran partai
buruh, sebagai contoh adalah pada politik dalam mendorong partisipasi.
penetapan UMK dan perlindungan Ketiga, meningkatkan efektifitas dan ke-
pekerja. trampilan berdemokrasi serta men-
Dalam konteks demokrasi di Kota dorong pemahaman tentang kewarga-
Malang, masyarakat sipil mampu men- negaraan, mengembangkan proyek
dorong pemahaman tentang kewarga- demokratisasi lewat pendidikan politik.
negaraan. Kedua, masyarakat sipil Keempat, memantau proses politik.
mampu membangun saluran di luar Keempat, membangun modal sosial di
partai politik untuk mengartikulasikan, tingkat grassroot untuk bekerja sama
menampung dan merepresentasikan ke- mengatasi persoalan publik sehingga
pentingan, khususnya untuk menyedia- memperkuat fondasi demokrasi.
kan akses bagi kelompok buruh. Masyarakat sipil yang berfokus
Pada isu pembangunan dan pada isu perempuan adalah Ruang Mitra
pemerintahan masyarakat sipil terbagi ke Perempuan (RUMPUN). Walaupun
dalam dua kubu. Kubu pertama adalah MWPRI menjadikan perempuan sebagai
kubu PP Otoda dan PATTIRO Malang. sasaran program-program mereka,
Kedua masyarakat sipil ini cenderung MWPRI hanya melihat perempuan yang
bekerja sama dengan pemerintah dalam bekerja menerima order di rumah.
pelaksanaan programnya. Kubu kedua RUMPUN melaksanakan berbagai macam
adalah kubu MCW dan In Trans Institute. program yang ditujukan kepada
Kubu ini cenderung melawan pemerintah. perempuan. Diantaranya adalah RUMPUN
Pada kubu yang melawan pemerintah ini mengajak perempuan untuk hadir dalam
mereka bersifat idependen. Hal ini kegiatan musrenbang, melakukan pem-
terlihat dari cara pendanaan asosiasi berdayaan ekonomi secara berkelompok,
yang tidak tergantung pada lembaga dan melakukan pelatihan untuk
tertentu. memotivasi kepercayaan diri perempuan
Masyarakat sipil pada isu desa.
pemerintahan ini masuk pada wilayah Lebih dari 10 tahun berdiri, LSM ini
politis. Mereka mengagregasi kepenting- telah mampu bekerja sama dengan ber-
an dan membuat tekanan politik terhadap bagai pihak untuk menjalin kerja sama
peraturan-peraturan pemerintah. Cara- dengan berbagai pihak untuk pendanaan
cara yang dipergunakan terdapat 2 cara. program. Pendanaan yang dilakukan oleh
Masyarakat sipil dapat bekerja sama rumpun melalui tiga cara, pendanaan dari
untuk memberikan perubahan pada pemerintah Indonesia, pendanaan dari
pemerintahan seperti yang dilakukan pemerintah luar negeri, dan pendanaan
oleh PP Otoda dan PATTIRO. Cara lain dari non pemerintah yang berasal dari
adalah dengan berkonfrontasi dengan luar negeri.
pemerintah daerah seperti yang di- Isu perempuan, khususnya
lakukan oleh MCW. perempuan desa yang miskin dan berada
Dalam konteks demokrasi di Kota di daerah tertinggal adalah isu bersama
Malang, masyarakat sipil mampu me- yang diusung oleh banyak lembaga.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 33
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

Didukung dengan kesetaraan gender agar selalu mendapatkan pendanaan dari


adalah salah satu poin dalam Millenium pemerintah.
Development Goal, mudah bagi Dalam konteks demokrasi lokal,
masyarakat sipil untuk bekerja sama masyarakat sipil mampu masyarakat sipil
dengan berbagai pihak. Masyarakat sipil melengkapi peran partai politik dalam
dalam isu perempuan bekerja sama mendorong partisipasi. Kedua, me-
dengan pemerintah dan non pemerintah, ningkatkan efektifitas dan ketrampilan
baik dalam negeri maupun luar negeri. berdemokrasi serta mendorong pe-
Masyarakat sipil dalam isu mahaman tentang kewarganegaraan,
perempuan telah menemukan titik temu membangun saluran di luar partai politik
kerja sama, terutama dalam hal pem- untuk mengartikulasikan, menampung
berdayaan ekonomi perempuan. Hal ini dan merepresentasikan kepentingan,
ditegaskan oleh Nila Wardani: khususnya untuk menyediakaan akses
“...RUMPUN hanya mendekati bagi kelompok perempuan.
kepada institusi-institusi Anak jalanan adalah salah satu isu
pemerintahan, misalnya menekati utama di Kota Malang dilihat dari
kantor pemberdayaan perempuan
banyaknya asosiasi sukarela yang terlibat
dan anak untuk melinkkan ibu-ibu
kepada pihak-pihak yang terkait. dalam penanganan terhadap anak jalan-
Dan Dinas Perdagangan seperti itu an. Bermula dari anak jalanan ini
yang kita dekati...2” menyambung ke isu yang lain, sebagai
Dengan demikian, posisi contoh adalah pendidikan. Dengan
masyarakat sipil di sini bermitra atau demikian isu anak jalanan erat dengan isu
bekerja sama dengan pemerintah dan pendidikan yang ditujukan khusus bagi
bekerja sama dengan pihak luar negeri. anak jalanan. Program yang dilaksanakan
Isu perempuan sudah menjadi isu kepada para anak jalanan ini semuanya
internasional, sehingga baik pemerintah memiliki 3 program yang sama, yaitu
dalam negeri maupun luar negeri, baik pemberian pendidikan di luar sekolah,
non pemerintah dalam negeri maupun bakti sosial, dan kegiatan non belajar.
luar negeri sama-sama berkomitmen Dari segi pendanaan, masyarakat
untuk memajukan perempuan Indonesia. sipil yang bergerak pada isu ini memiliki
Sama seperti pada isu kesehatan cara pendanaan program yang
dan pendidikan, pada isu perempuan, bervariatif. Cara pendanaan yang dilaku-
masyarakat sipil melakukan pemberdaya- kan adalah melalui usaha mandiri
an masyarakat namun tidak melakukan masyarakat sipil, menerima donor dari
kegiatan advokasi pada kasus yang individu, menerima donor dari
bertentangan berlawanan dengan negara. pemerintah dalam negeri, menerima
Cara-cara yang dipergunakan adalah donor dari lembaga non pemerintah luar
tetap mempertahankan pada posisi kerja negeri, dan lembaga non pemeritah dalam
sama atau bermitra dengan pemerintah negeri. Masyarakat sipil pada isu ini
belum mampu bekerja sama dalam
pendanaan dengan pemerintah luar
2
negeri.
Wawancara dengan Nila Wardani, koordinator
RUMPUN pada Mei 2016.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 34
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

Terkait di bidang politik dan yang relatif rumit juga, seperti yang
pemerintahan, dari keempat kelompok disampaikan oleh Tri Wijayanti berikut
masyarakat sipil, tidak teridentifikasi ini:
adanya upaya-upaya secara politik “Kalau dana itu kita harus buat
berkaitan dengan anak jalanan. Masing- proposal dulu, dan itu memang
masing kelompok ini bekerja sendiri- ribet banget. Makanya ga semua
LSM mau ngajuin itu. Kalau udah
sendiri, tidak ada pengorganisasian.
dapet pun kita harus buat Laporan
Dapat disimpulkan bahwa dalam isu anak Pertanggungjawaban. LPJnya itu
jalanan tidak ada jaringan yang mem- juga lebih ribet lagi. Itulah kenapa
persatukan mereka sehingga isu anak nggak semua LSM dapet dana itu3.”
jalanan menjadi isu besar. Tidak ada Dengan rumitnya proses tersebut,
konsorsium atau kerja sama antar masyarakat sipil yang fokus pada isu anak
masyarakat sipil yang bergerak dalam isu jalanan ini lebih suka menjaring donasi
anak jalanan. dari donatur, khususnya donatur
Isu anak jalanan selain terkait individu. Dengan adanya donor individu
dengan isu pendidikan juga dekat dengan yang berganti-ganti, artinya tidak ada
isu kesehatan, kemiskinan, dan ke- dominasi. Tidak adanya kerja sama
kerasan. Anak jalanan adalah kelompok pendanaan dengan pemerintah, baik
masyarakat yang rentan terkenan dalam negeri maupun luar negeri. Tidak
tindakan kekerasan seksual, penyakit adanya kerja sama yang terus-menerus
seksual, pekerja di bawah umur, ke- dengan lembaga donor tertentu memiliki
kerasan terhadap anak, dan lain-lain. dampak yang signifikan terhadap
Terdapat banyak asosiasi yang bekerja masyarakat sipil. Masyarakat sipil yang
pada isu anak jalanan di Kota Malang fokus pada isu anak jalanan ini akan lebih
namun tidak ada kerjasa sama atau independen. Masyarakat sipil lebih bebas
jejaring antar asosiasi. Hal ini dapat membuat program yang akan dilaksana-
diartikan bahwa walaupun isu ini kan untuk anak jalanan. Tidak ada
penting, namun bukan mejadi isu program yang bersifat donor driven
prioritas oleh masyarakat sipil di Kota sehingga program yang dilaksanakan
Malang. betul-betul mempertimbangkan kebutuh-
Anak jalanan adalah salah satu dari an anak jalanan.
kelompok Penyandang Masalah Ke- Masyarakat sipil pada isu anak
sejahteraan Sosial (PMKS), yang mana jalanan ini jumlahnya banyak. Mereka
Dinas Sosial adalah instansi yang ditunjuk bergerak dalam program dengan
oleh pemerintah pusat untuk menangani paradigma karitatif. Hal yang tidak
permasalahan anak jalanan di tingkat ideologis ini justru menarik donor-donor
lokal. Dari keempat asosiasi ini, tidak ada individu untuk menyumbangkan dana
satu pun yang bekerja sama dengan Dinas dalam pelaksanaan program. Karena
Sosial. Pendanaan dari pemerintah mem- masyarakat ini lebih independen, ke-
butuhkan pengajuan proposal dengan berlanjutan dari program kerja akan lebih
proses yang relatif rumit. LSM yang
menerima dana untuk program harus 3
Wawancara dengan Tri Wijayanti, Ketua Griya Baca
membuat laporan pertanggungjawaban
pada Mei 2016.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 35
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

terjamin. Dalam program yang bersifat Malang tidak membatasi keberadaan dan
karitatif ini masyarakat sipil hadir karena isu yang dikaji oleh masyarakat sipil atau
negara tidak hadir dalam manangani LSM di Kota Malang. Terdapat banyak isu
persoalan anak jalanan. Dalam hal ini yang menjadi fokus dari masyarakat sipil
masyarakat sipil mengambil alih peran di kota Malang. Penelitian ini men-
negara, sama sekali tidak bekerja sama dapatkan enam isu utama yang diusung
dengan negara, dan negara dianggap oleh masyarakat sipil di Kota Malang,
gagal dalam melaksanakan tugasnya yaitu penanganan terhadap anak jalanan,
memelihara anak-anak miskin dan isu kesehatan, isu pemerintahan, isu
terlantar ini. perempuan, dan isu buruh, dan isu
Banyaknya jumlah masyarakat sipil pendidikan. Hal ini menunjukkan tidak
yang bergerak pada isu masyarakat sipil ada isu khas Malang yang diusung oleh
ini ternyata tidak menjamin adanya masyarakat sipil.
kapasitas kolektif. Hal ini dikarenakan Masyarakat sipil yang bergerak
masyarakat sipil pada isu anak jalanan dalam isu penanganan anak jalanan,
tidak memiliki modal sosial antar kesehatan, dan pendidikan adalah LSM
masyarakat sipil, tidak memliki trust yang program kerjanya karitatif, minim
antar masyarakat sipil, dan tidak muatan ideologis dan politis. Hal ini
berjaringan. membuat LSM masuk ke dalam tipe
konfronmisme. Masyarakat sipil yang
Masyarakat sipil dalam isu anak
bergerak dalam bidang pemerintahan
jalanan ini memusatkan perhatian pada
terbagi ke dalam 2 tipe yaitu tipe
pemberdayaan masyarakat, yaitu me-
reformis dan tipe transformatif.
ningkatkan kesejahteraan anak jalanan
Masyarakat sipil tipe reformis mem-
dengan menyediakan pendidikan
promosikan reformasi tata kelola
alternatif dan permainan. Masyarakat
pemerintahan yang berasal dari lembaga
sipil tidak berminat melakukan kontak
donor luar negeri. Program yang di-
dengan pemerintah. Program-program
laksanakan berasal dari lembaga donor
yang dilaksanakan yang bersifat karitatif
dan tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
ini membuat masyarakat sipil masuk ke
Masyarakat sipil tipe transormatif mem-
dalam tipe yang disebut oleh Manosur
buat sekolah-sekolah ideologi anti
Fakih (1996) sebagai tipe konformisme.
mainstream yang ditujukan kepada
Dalam konteks demokrasi di Kota Malang,
masyarakat.
masyarakat sipil telah mampu mem-
Dari sekian banyak asosiasi
bangun saluran di luar partai politik
sukarela di Kota Malang, hampir tidak
untuk mengartikulasikan, menampung
ada/jarang sekali kerja sama antar
dan merepresentasikan kepentingan,
asosiasi sukarela. Artinya masyarakat
khususnya untuk menyediakaan akses
sipil hanya bekerja sama dengan pihak
pendidikan dan hiburan bagi kelompok-
yang memungkinkan memberi pendana-
kelompok marjjinal seperti anak jalanan.
an. Masyarakat sipil kurang mampu
SIMPULAN berjejaring sesama mereka dan fokus
Di Kota Malang terdapat banyak pada isu masing-masing.
asosiasi sukarela. Pemerintah Kota

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 36
Ratnaningsih Damyanti; Rachmad Gustomy; Muhtar Haboddin

DAFTAR PUSTAKA pemerintah dan Dunia Usaha dalam


Mewujudkan Good Governance”
Arivia, Gadis. (2006). Feminisme Sebuah dalam Azhari dkk (ed). Good
Kata Hati. Jakarta, Kompas. Governance dan Otonomi Daerah.
Chandoke, Neera. (2002). Benturan Jogjakarta: PKPEK dan Forkoma
Negara dan Masyarakat Sipil. MAP-UGM.
Yogyakarta, Tiara Wacana Moleong, Lexy. (2004). Metode Penelitian
Diamond, Larry. (1994). Rethinking Civil Kualitatif, Bandung, Remaja
Society. Journal of Democracy 5 Rosdakarya.
El Medni, Bakry M. (2013). Civil Society Prastowo, Andi. (2011). Metode
and Democratic Transformation in Penelitian Kualitatif dalam
Contemporary Egypt: Premise and Perspektif rancangan Penelitian.
Promises. International Journal of Yogyakarta, Ar Ruz Media.
Humanities and Social Science: Vol. Rahayu dan Trisnanto. 2016. Klientelisme
3 No. 12 [Special Issue – June 2013] dalam Birokrasi di Kota Blitar dan
Retrieved from Kabupaten Malang. FISIP
https://www.ijhssnet.com/journals Universitas Brawijaya Malang
/Vol_3_No_12_Special_Issue_June_2 Risley, Amy. (2015). Civil Society
013/2.pdf Organization, Advocacy, and Policy
Fakih, Mansour. (1996). Masyarakat Sipil Making in Latin American
untuk Transformasi Sosial. Democracies. United States, Palgrave
Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Macmillan.
Haboddin dan Rahman. (2013). Gurita Rozuli, Haboddin, dan Purnomo (ed).
Korupsi Pemerintah Daerah. (2016). Memahami Kompleksitas
Yogjakarta, Kaukaba. Korupsi. Malang, FISIP Press.
Hikam, .A.S. (1996). Demokrasi dan Civil Stepan, Alfred. (1996). Militer dan
Society, Jakarta, LP3ES. Demokratisasi, Jakarta: Grafiti.
Jordan dan Tujil (ed. (2006). Akuntabilitas Sudibyo, Agus, ‘Masyarakat Warga dan
LSM, Jakarta, LP3ES. Problem Keberadaban’, JSP, Vol. 14,
Lee , Verena Beittinger. (2009). (Un) Civil No.1 Juli 2010, hlm. 23
Society and Political Change in Suharko, ‘Masyarakat Sipil, Modal Sosial,
Indonesia. USA, Routledge. dan Tata Pemerintahan yang
Lowry, Cameron. 2008. Asia Pacific Demokratis’, JSP, Vol.8. No.3, Maret
Governance and Democracy 2005, hlm.282
Initiative. Retrieved form
http://www.eastwestcenter.org/file Suyanto, Djoko. (2014). Demokrasi Kita: 8
admin/resources/research/PDFs/C Pemikiran Politik, Jakarta, KPG.
ombined_country_reviews.pdf PROFIL SINGKAT
Luth, Thohir. (2002). Masyarakat Sipil
Solusi Damai dalam Perbedaan, Penulis merupakan Dosen di
Jakarta, Media Cita. Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP
Mas’oed, Mohtar. (2002). Peran civil Universitas Brawijaya Malang. Selain
Society sebagai mitra kerja pengajar penulis aktif sebagai peneliti .

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


JURNAL ILMU PEMERINTAHAN
Volume 2– Nomor 1, April 2017, (Hlm 37-51)

Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip

Community Development Dengan Internalisasi Nilai Budaya Maritim Di Provinsi


Kepulauan Riau Untuk Memperkuat Provinsi Berbasis Kemaritiman

Suhardi Mukhlis1) , Rendra Setyadiharja 2)*


Program Studi Ilmu Pemerintahan, Stisipol Raja Haji Tanjungpinang, Jl. Raja Haji Fisabilillah Km
8 No.48 Tanjungpinang.
* Korespondensi Penulis. E-mail: rendra_tanjungpinang@yahoo.co.id, Telp: +62812-6866-0986

Abstrak
Poros maritim adalah salah satu paradigma pembangunan yang sangat dibutuhkan oleh
wilayah yang berbasis kemaritiman seperti Provinsi Kepulauan Riau. Dengan paradigma
pembangunan tersebut ekspektasinya adalah pembangunan di wilayah berbasis maritim akan
merasa lebih adil dan sesuai dengan karakter wilayah maritim tersebut dibanding pembangunan
yang seolah diseragamkan dengan paradigma kontinental. Budaya kemaritiman seyogyanya
adalah budaya asli Indonesia, dimana Indonesia adalah Negara Kepulauan. Hal paling esensi
adalah masyarakat di wilayah maritim harus meresapi kembali budaya maritim. Dengan
penguatan nilai-nilai budaya maritim akan lebih memperkokoh semangat pembangunan di
wilayah maritim, dengan kembali mengenal jati diri kemaritiman maka akan semakin baiklah
kualitas sumber daya manusia yang memang memahami sikap dan nilai-nilai kemaritiman
tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian konseptual yang kemudian melahirkan konsep
community development dengan internalisasi nilai-nilai budaya maritim khususnya bagi
masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau. Dengan memadukan konsep budaya maritim dan konsep
community development maka penelitian ini akan menghasilkan sebuah konsep untuk penguatan
masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau yang outputnya adalah kesadaran memiliki wilayah
maritim, dan kemudian akan lahirlah semangat mempertahankan wilayah maritim tersebut
dengan segala karakteristik daerah yang kemudian akan memperkuat Provinsi Kepulauan Riau
sebagai provinsi berbasis kemaritiman.
Kata kunci: Budaya, Maritim, Community Development

Community Development By Internalized Maritime Cultural Values In The Province Of


Kepulauan Riau To Strengthen The Province Based Maritime

Abstract
Poros maritime development paradigm is one that is needed by the region-based maritime
like Kepulauan Riau Province. With the development paradigm is expected that development in the
area of maritime-based will feel more fairly and in accordance with the character of the maritime
areas of development as compared with the uniform continental paradigm. Maritime culture is the
culture of native Indonesia, to which Indonesia is a state of the islands. The most essential thing is
the region's maritime community must permeate back to the culture. Strengthening maritime
cultural values will further strengthen the spirit of development in the maritime area. By returning
to know the identity of maritime then will the better the quality of human resources is to
understand the attitudes and values. This research is a conceptual birth to the concept of
community development with the internalisation of the values of maritime culture, especially for
people in the Kepulauan Riau Province. By integrating the concept of maritime culture and the
concept of community development, this research will produce a concept for strengthening
communities in Riau Islands province whose output is consciousness has the maritime area, and
then will be born the spirit of maintaining the maritime area with all the characteristics of the area
that later would reinforce Kepulauan Riau Province as a maritime-based province.
Keywords : Culture, Maritime, Community Development

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 38
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

di wilayah pusat. Mentalitas konsumtif, lebih


PENDAHULUAN
bersikap pasif dan menerima tanpa filtrasi
Gagasan Presiden Joko Widodo dalam terhadap globalisasi dalam menghadapi
Nawacita menjadikan pembangunan di perubahan akan membahayakan wilayah
daerah-daerah dan desa akan lebih terarah. maritim tersebut yang kemudian akan
Pembangunan di daerah akan lebih diperkuat menggerus budaya lokal atau kearifan lokal
dengan paradigma pembangunan “dari yang justru menjadi penguat pembangunan
pinggir ke tengah” atau dengan kata lain “dari di daerah wilayah maritim. Tergerusnya
pesisir ke kota”. Dengan demikian konsep budaya maritim pada pola pikir pada
pembanguan di wilayah akan lebih difokus- masyarakat dan pemerintah di provinsi
kan, tidak hanya membangun dengan konsep maritim akan membuat pembangunan juga
menyamaratakan dengan konsep continental akan terhambat dan justru pembangunan
seperti yang selama ini dirasakan oleh yang dilakukan malah menghancurkan
masyarakat di daerah. Pembangunan seolah karakteristik wilayah tersebut. Pembangunan
hanya mengikuti pola pembangunan wilayah yang diharapkan akan menghasilkan pem-
pusat sementara karakteristik pembangunan bangunan berbasis kedaerah, pembangunan
di wilayah atau daerah tertentu kurang yang lebih mengakomidir kepentingan
menjadi perhatian. Sehingga daerah-daerah daerah maritim justru akan cepat menggerus
dengan karakteristik tertentu mengalami budaya dan kearifan lokal apabila paradigma
kesenjangan dalam hal pembangunan. Baik kemaritiman telah hilang dari pola pikir
itu pembangunan sumber daya manusia dan masyarakat dan pemerintahnya.
juga sarana prasarana fisik lainnya. Oleh karena itu, sebelum dilakukannya
Salah satunya adalah provinsi yang pembangunan secara fisik maka yang perlu
berbasis maritim, atau dengan istilah lain diperkuat adalah sumber daya manusia yang
provinsi kepulauan. Provinsi maritim atau memang memahami konteks kemaritiman di
provinsi kepulauan selama ini mengalami wilayah maritim. Pemerintah dan masyarakat
masalah dalam hal pembangunan. Mulai dari di wilayah maritim harus kembali sadar akan
tidak meratanya wilayah pembangunan jati diri mereka sebagai masyarakat maritim
antara satu pulau dengan pulau lainnya, dan harus memahami bahwa mulai dari
terbatasnya akses pendidikan dan kesehatan, lautlah mereka akan meraih sebuah kejayaan.
dan kurang berkembangnya wilayah yang Maka kebijakan poros maritim yang
berada jauh di ujung negeri atau di wilayah diciptakan oleh pemerintah pusat harus juga
perbatasan khususnya pantai terluar wilayah didukung oleh internalisasi nilai-nilai budaya
Indonesia seperti wilayah Kepulauan Natuna maritim pada tubuh pemerintah di daerah
di Provinsi Kepulauan Riau. Selain itu sehingga kebijakan pembangunan dengan
perkembangan sumber daya manusianya poros maritim akan lebih mudah diterima
juga tidak secepat dan sekualitas wilayah di dan dijalan oleh pemerintah daerah dan
wilayah pusat. Dengan lahirnya konsep masyarakat di daerah serta pembangunan di
pembangunan yang kita kenal dengan poros wilayah maritim akan maju dan berkembang
maritim, maka akan menjadi suatu peluang pesat tanpa menghilangkan unsur kearifan
untuk melakukan perbaikan pembangunan lokal yang akan menguatkan pembangunan
pada daerah-daerah berbasis maritim. itu sendiri.
Namun persoalan yang kemudian Provinsi Kepulauan Riau adalah salah
timbul adalah sudah sekian lama mentalitas satu provinsi berbasis maritim yang akan
masyarakat dan juga aparat pemerintah di menjadi satu bagian yang tak terpisahkan
wilayah maritim pun ikut menjadi dari kebijakan poros maritim yang telah
continental selayaknya masyarakat yang ada dicetuskan oleh pemerintah pusat. Dimana

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 39
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

provinsi Kepulauan Riau dengan kebijakan sebagainya (Maryaeni, 2005). Oleh karena itu
ini menghadapi suatu paradigma pem- penelitian ini merupakan penelitian dengan
bangunan yang akan lebih disesuaikan jenis kualitatif dengan strategi kebudayaan
dengan karakteristik kedaerahan. Tentunya interaksi simbolik dimana data yang di-
untuk melakukan pembangunan di Provinsi hasilkan berusaha memahami makna, motif,
Kepulauan Riau, pemerintah dan masyarakat wawasan dan ideologi budaya masyarakat
harus memahami benar kondisi sosio kultural sejalan dengan nilai yang diinternalisasikan.
daerah tersebut. Sehingga pembangunan Penelitian ini juga mampu digolongkan ke
yang dilakukan justru tidak menghancurkan dalam penelitian dengan content analysis
sosio kultural masyarakat itu sendiri. methodology dengan pendekatan interaksi
Kebijakan pemerintah pusat dengan poros simbolik. Dalam penelitian content analysis
maritim harus disambut dengan pemahaman peneliti melakukan Analisis isi dengan teknik
yang holistik terhadap konsep daerah membuat kesimpulan yang valid dari teks
maritim itu sendiri oleh masyarakat, swasta (atau bahan bermakna lainnya) dengan
dan juga pemerintah. Masyarakat dan konteks penggunaan yang sesuai
pemerintah Provinsi Kepulauan Riau harus (Krippendorff, 2004).
sadar untuk kembali meraih kejayaan dari
HASIL DAN PEMBAHASAN
laut. Sehingga pembangunan akan berjalan
sesuai dengan harapan. Jika tidak demikian, Konsep Budaya Maritim
maka bagaimana pun kebijakan yang di- Secara sederhana budaya maritim,
cetuskan oleh pemerintah pusat untuk merupakan sebuah bentuk aktualisasi dari
wilayah maritim tidak akan juga mem- sebuah kebudayaan. Oleh karena itu memang
perbaiki kondisi wilayah maritim. tak bisa dilepaskan dari definisi kebudayan
Dengan momentum suksesi pemerintah terlebih dahulu sebelum kita jauh membahas
daerah di Provinsi Kepulauan Riau pada apa yang dimaksud dengan budaya maritim.
tanggal 9 Desember 2015 silam, merupakan Menurut Supartono (2001) menyatakan
sebuah momentum yang tepat untuk bahwa kebudayaan merupakan kata yang
merubah paradigma masyarakat dalam pem- berasal dari kata budhi (tunggal) atau
bangunan Provinsi Kepulauan Riau kedepan budhaya (majemuk) yang diartikan sebagai
khususnya pada konteks community hasil pemikiran atau akal manusia. Selanjut-
development di Provinsi Kepulauan Riau nya menurut Koentjaraningrat (Supartono,
untuk lebih memahami nilai-nilai budaya 2001) menyatakan bahwa kebudayaan
kemaritiman lebih holistik yang kemudian adalah keseluruhan gagasan dan karya
dijadikan semangat dalam rangka mem- manusia yang harus dibiasakan dengan
bangun masa depan provinsi berbasis belajar serta keseluruhan dari hasil budi
maritim ini. pekertinya. Kebudayaan juga merupakan
manifestasi dari kehidupan setiap orang dan
METODE
kehidupan setiap kelompok orang (Peursen
Penelitian ini merupakan penelitian dalam Supartono, 2001).
kualitatif yang menghasilkan data berupa Kebudayaan itu memiliki wujud
tulisan, rekaman secara lisan dan berbagai sebagaimana dikatakan oleh
data yang bisa ditransposisikan sebagai teks Koentjaraningrat (Supartono, 2001) yaitu:
(Maryaeni, 2005. Penelitian ini menggunakan 1. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
pendekatan kebudayaan dimana penelitian gagasan, nilai-nilai, norma-norma
yang meneliti gejala kemanusiaan, baik yang peraturan dan sebagainya,
mengacu pada sikap, konsepsi, ideologi, 2. Sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
perilaku, kebiasaan, karya kreatif dan berpola dari manusia dalam masyarakat,

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 40
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

3. Sebagai benda hasil-hasil karya manusia. menjadi sebuah identitas yang akan menguat-
Kebudayaan juga yang menjadikan kan konsep “kita”.
manusia menciptakan perbedaan antara Setelah masyarakat memahami konsep
konsep “kita” dan “mereka” yang kemudian “kita” maka pendapat lain untuk penguatan
membentuk sebuah identitas. (Lamont: nilai budaya berdasarkan konsep Mukhlis
Turner, 2001). Dimana selanjunya Lamont (2013) yaitu harus tahu diri terhadap
(Turner, 2001) menjelaskan bahwa dengan peranan dan jabatan, sadar akan diri dimana
identitas kebudayaan masyarakat akan harus tercipta kesadaran indrawi, rasional,
bertindak beberapa hal yaitu menetapkan spiritual dan juga tauhid, tahu dan sadar akan
batas-batas simbolik, bersikap kolektif kenikmatan dan keuntungan yang telah
berdasarkan identitas nasional, bersikap diperoleh yang kemudian diaktualisasi
pribadi, ketidaksamaan, dan resistensi, dan dengan sikap merendahkan diri, pemalu atau
kemudian pembatasan dan rasisme (Lamont penyegan, suka damai atau toleran,
dalam Turner, 2001). Masyarakat dengan sederhana, periang, mempertahankan harga
kebudayaan akan menetapkan batas simbolik diri, dan memiliki harga diri akan
dimana menetapkan garis antara orang, kebudayaan itu yang diaktualisasi dalam
kelompok dan membedakan dengan lainnya. bentuk akal budi dan berilmu, budi pekerti
Perbedaan itu dapat diungkapkan melalui yang halus, komunikasi yang baik, dan baik
ketabuan, identitas budaya, sikap dan dalam pengambilan keputusan.
praktik-praktik, dan lebih umumnya melalui Kebudayaan maritim merupakan salah
pola suka dan tidak suka. (Lamont dan satu bagian yang termasuk dalam
Molnar dalam Turner, 2001), selanjutnya kebudayaan. Karena kebudayaan maritim
masyarakat akan bersikap kolektif sesuai berasal dari hasil pemikiran yang berasal dari
dengan karakter nasional dimana masyarakat masyarakat yang hidup di wilayah perairan
akan memilah antara “kita” dan “mereka”, dan pesisir pantai. Kebudayaan maritim
bersikap kolektif atas nama “kita” dan dapat juga dikatakan sebagai kebudayaan
memperkuat identitas budaya atas nama kelautan. Baiquni (2014) menyebutnya
“kita” (Crozier, Inkeles, dan Lamont dalam sebagai paradigma kepulauan (archiphelago
Turner, 2001). Dengan identitas ini paradigm) yang kemudian diterjemahkan
masyarakat digerakkan atas nama kebudaya- yaitu cara pandang suatu teori atau praksis
an atau kultural (Narwoko dan Suyanto, yang mendasarkan pada kemajemukan
2004). Kebudayaan itu akan diperkuat masyarakat, keragaman ekosistem, dan
dengan sebuah proses yang disebut dengan kompleksitas wilayah kepulauan. Selanjutnya
internalisasi, dimana Narwoko dan Suyanto Baiquni (2014) menjelaskan bahwa
(2004) menjelaskan internalisasi adalah paradigma kepulauan terkait dengan
sebuah proses yang dikerjakan oleh pihak inspirasi atau ilham untuk menemukan jati
yang tengah menerima proses sosialisasi, dan diri teori, konteks historis, pergumulan
sosialisasi selanjutnya menurut Narwoko dan persoalan pembangunan dan praksisnya,
Suyanto (2004) adalah proses dimana serta mengajukan kerangka paradigma baru.
individu masyarakat belajar mengetahui dan Paradigma kepulauan diletakkan dalam
memahami tingkah pekerti yang harus konteks wilayah kepulauan yang dapat
dilakukan, dan yang tak harus dilakukan. Jadi dilacak dari sejarah peradaban nusantara,
untuk menjadikan nilai-nilai budaya itu pasang surut perkembangan peradaban
terinternalisasi dalam masyarakat, maka nusantara selalu dinamis dengan pusat-pusat
masyarakat harus melalui proses yang kekuangan yang bergeser dan berubah dari
disebut dengan sosialisasi yang kemudian satu pulau ke pulau yang lainnya (Baiquni,
akan menginternalisasi kebudayaan itu 2014).

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 41
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

Budaya maritim jika dalam konsep masyarakat untuk berpartisipasi dalam peng-
Wijaya (2015) adalah budaya bahari maka ambilan keputusan untuk meraih keputusan
dapat dijabarkan bahwa budaya bahari itu hidup yang lebih panjang (ICMM, 2002).
seperti adalah teknologi pelayaran meng- Dalam melakukan community
arungi samudera raya, tanpa kompas development maka hal yang harus diperkuat
magnetik atau elektronik seperti sekarang. terlebih dahulu adalah melakukan penguatan
Keberanian dan kecakapan puncak sang modal sosial (Anderson dan Miligan dalam
nakhoda adalah keberanian dan keterampilan Fulbright, Anderson dan Aupos, 2006). Se-
mengarungi lautan dan mengemudikan kapal lanjutnya Anderson dan Miligan dalam
di tengah badai dan topan dengan selamat ke Fulbright, Anderson dan Aupos (2006) men-
seberang. Ia harus pandai membaca isyarat jelaskan bahwa modal sosial adalah proses
alam, membaca tanda-tanda zaman. Ke- yang spesifik antara masyarakat dan
beranian dan kecakapan itu didukung oleh organisasi yang bekerja saling berkolaborasi
keluhuran budi dan kearifan jiwa, dengan dalam satu atmosfir kejujuran, yang meng-
menjunjung tinggi kaidah-kaidah keselarasan arahkan masyarakat untuk mencapai sebuah
dengan alam, etika bahari, rerambu tujuan yaitu manfaat yang saling meng-
samudera. Jika petaka tak terduga tiba, dan untungkan. Modal sosial bukan me-
kapal tertimpa bencana, yang terlebih dahulu repsentasikan kegiatan individu, melainkan
diselamatkan adalah kaum terlemah, bayi dan adalah sebuah interaksi sosial yang me-
perempuan, orang sakit dan penumpang, ningkatkan dan mendukung interaksi antar
awak kapal kemudian, terakhir sang nakhoda, masyarakat (Anderson dan Miligan dalam
itupun jika ada kesempatan. Jika tidak, ialah Fulbright, Anderson dan Aupos, 2006).
juru selamat, ia martir, ialah tumbal, ialah Kemudian Anderson dan Miligan dalam
korban, ialah pahlawan, ialah syuhada. Fulbright, Anderson dan Aupos (2006) men-
Dengan berdasarkan konsep Wijaya di atas, jelaskan bahwa ada strategi yang harus
maka dapat disimpulkan bahwa budaya dilakukan untuk membangun modal sosial
bahari itu adalah budaya yang menge- dalam rangka community development yaitu:
depankan keberanian, kecakapan, ke- 1. Kepercayaan sosial dan interaksi,
terampilan menghadapi berbagai masalah, 2. Partisipasi politik dalam menyalur-
budaya yang pandai membaca tanda ke- kan aspirasi politik,
hidupan, tanda-tanda zaman, dengan ke- 3. Kepemimpinan publik dan ke-
luhuran budi dan kearifan jiwa dan budaya terlibatan dalam kelompok, klub-
melayani dan mendahulukan rakyat dan klub, diskusi lokal terkait per-
kaum yang lemah baik dalam kondisi yang soalan masyarakat,
baik ataupun darurat, dan budaya rela 4. Memberikan sumbangan kepada
berkorban demi kepentingan umum. kelompok-kelompok tertentu,
5. Keterlibatan berdasarkan keikhlas-
Konsep Comunnity Development an dan penuh tanggung jawab
Pembangunan sumber daya manusia sebagai anggota, partisipan, pen-
juga akan berkaitan dengan community donor dan relawan,
development dimana pengertian pembangun- 6. Kesamaan keterlibatan dalam
an sumber daya manusia jika dikaitkan komunitas yang berbeda.
dengan proses community development Jika kita berbicara konsep community
adalah sebuah proses peningkatan ke- development maka masyarakat hidup dalam
mampuan dan efektivitas dari sebuah organisasi yang disebut dengan organisasi
masyarakat, meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Sebagai anggota masyarakat dan
masyarakat, meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan hidup

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 42
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

masyarakat, maka perlu diketahui motivasi Masyarakat Provinsi Kepulauan Riau


dan kebutuhan masing-masing masyarakat di sebagian besar adalah berbudaya Melayu,
dalam organisasinya agar dapat melakukan padahal dalam konsep pengembangan jati
peningkatan kualitas hidupnya (Lianto, diri Melayu sudah diajarkan dalam Gurindam
2013). Maka dalam membentuk modal sosial Dua Belas karya Raja Ali Haji yang berbunyi
dalam community development dapat juga “Barangsiapa mengenal diri, maka tahulah ia
melihat teori kebutuhan Maslow (Lianto, Tuhan yang Bahari”. Namun ajaran
2013) yaitu: Gurindam Dua Belas banyak yang tidak
1. Kebutuhan Fisiologis, yaitu kebutuh- diketahui maknanya oleh masyarakat
an masyarakat yang mendasar yaitu Kepulauan Riau, sehingga tak mengenal siapa
rasa lapar, haus, tempat berteduh, dan dimana mereka bermastautin dan
seks, tidur dan kebutuhan jasmani kemudian sikap apa yang harus mereka
lainnya, lakukan. Raja Ali Haji sudah mengingatkan
2. Kebutuhan akan rasa aman, yaitu dalam Gurindam Dua Belas tersebut, bahwa
kebutuhan masyarakat terkait ke- dengan mengenal diri maka kita akan
selamatan dan perlindungan ter- mengenal siapa pencipta kita yang sifat-Nya
hadap kerugian fisik dan emosional, juga bahari. Maksud Raja Ali Haji tersebut
3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan adalah ketika masyarakat mengenal akan diri
masyarakat terkait kebutuhan untuk maka kita akan mengetahui bahwa kita
rasa memiliki dan dimiliki, kasih merupakan seorang hamba yang diciptakan
sayang, diterima dengan baik dan oleh Tuhan dengan segala kenikmatan yang
persahabatan, telah Tuhan berikan kepada kita. Dengan
4. Kebutuhan akan penghargaan, yaitu kenikmatan itu kita akan senantiasa ber-
kebutuhan masyarakat terkait syukur dengan cara menggunakan segala
penghormatan secara individu yaitu potensi yang ada demi kemajuan dan
harga diri, prestasi dan otonomi, dan perkembangan kehidupan baik secara
sebagai makhluk sosial yaitu, status, individu ataupun untuk masyarakat secara
pengakuan dan perhatian, luas. Tuhan yang menciptakan kita juga
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri, memiliki sifat yang bahari sebagaimana
yaitu kebutuhan masyarakat untuk konsep Wijaya (2015) yang menyatakan
menjadi diri sepenuh kemampuan- bahwa sifat bahari itu adalah sikap pemurah,
nya sendiri dan menjadi apa saja penyayang, mengedepankan kepentingan
menurut kemampuannya. orang lain dari kepentingan pribadi dan rela
berkorban. Sifat Tuhan yang Bahari seperti
Community Development dengan Pe- Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha
ningkatan Sikap Mengenal Diri sebagai Pemurah, Maha Pemberi akan dapat juga
Masyarakat Berbudaya Maritim diaplikasikan oleh kita sebagai manusia dan
Pertanyaannya pertama sekali yang di- juga sebagai masyarakat. Dengan syarat kita
ajukan adalah, mengapa kita harus mengenal mengenal akan diri kita sebagai makhluk
diri sebagai masyarakat berbudaya maritim, Tuhan dan segala kenikmatan dan potensi
atau apakah masyarakat Provinsi Kepulauan yang telah diberikan.
Riau belum mengenal siapa dirinya. Sehingga Konsep mengenal diri juga merupakan
provinsi berbasis maritim ini tidak mampu sebuah proses penguatan identitas budaya
dibangun dengan optimal. Atau kurangnya menurut Lamont (Turner, 2001) mengatakan
rasa tahu akan diri yang menyebabkan dengan kuatnya identitas diri maka sebuah
lemahnya potensi masyarakat di Provinsi komunitas akan membatasi mana yang “kita”
Kepulauan Riau. dan mana yang “mereka”. Konsep “kita” akan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 43
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

menguatkan identitas budaya jika mengenal masyarakat pada tujuan luhur yang
diri siapa yang dimaksud “kita” tersebut. diharapkan yang dalam konteks ini adalah
Konsep “kita” akan membentuk suatu provinsi berbasis maritim yang kuat.
semangat untuk bersatu, bertindak kolektif Penguatan paradigma kepulauan pertama
dalam atmosfir kejujuran, yang akan menurut Baiquni (2014) adalah menyadari
mengarahkan masyarakat pada suatu tujuan bahwa kita merupakan suatu jalinan wilayah
sosial yang saling menguntungkan (Anderson kepulauan. Dengan menyadari ini, kita akan
dan Miligan dalam Fulbright, Anderson dan memahami bahwa kita bertempat dan
Aupos, 2006). berjalan di wilayah yang berbasis kelautan
Dalam sebuah buku juga Tenas Effendi dan kepulauan. Tentunya pola pikir kita tidak
(2006) mengatakan bahwa konsep tahu diri akan sama dengan pola pikir yang sifatnya
dapat dilihat dari nasihat berikut. continental.
Yang dikatakan tahu diri, Menyadari sebagai masyarakat yang
tahu hak dan kewajiban, hidup dalam jalinan wilayah kepulauan
tahu hutang serta beban, tentunya kita harus mengenal dan
tahu adat jadi pegangan,
mengetahui bahwa masyarakat Provinsi
tahu syarat jadi sandaran,
tahu sunnah jadi pedoman, Kepulauan Riau hidup di wilayah yang
tahu pusaka jadi warisan, terbentang dalam bentuk gugusan pulau-
tahu ico dengan pakaian, pulau, hidup dalam wilayah yang lebih
tahu adab dengan sopan, dominan wilayah laut dibanding wilayah
tahu dimana tempat makan, daratannya, kemudian wilayah kelautan yang
tahu dimana tempat berjalan, memiliki banyak sumber daya kelautan yang
tahu hidup berkesudahan,
besar seperti ikan, terumbu karang,
tahu mati berkekalan,
pemandangan laut yang terbaik dan harus
Berdasarkan nasihat dari Tenas Effendi juga mengetahui bahwa Provinsi Kepulauan
tersebut dapat diketahui bahwa ketika kita Riau memiliki posisi strategis yang saling
ingin mengenal diri kita sebagai masyarakat berhadapan dengan Malaysia, Singapura,
berbudaya maritim, kita harus mengenal apa Thailand, Vietnam dan bahwa juga Cina.
hak dan kewajiban kita di Provinsi berbasis Dengan mengenali diri kita sebagai
maritim ini. Hak dan kewajiban berkenaan masyarakat maritim dengan segala potensi
dengan apa yang harus dilakukan atau apa tersebut kita akan mampu menguatkan
kontribusi kita di Provinsi Kepulauan Riau identitas “kita” dihadapan bangsa lain, dan
ini. Untuk menciptakan sebuah kontribusi dengan demikian kita mampu
yang berarti kita harus mengenal siapa dan memperjuangkan mana yang hak dan mana
dimana kita berjalan dan bertapak. yang kewajiban kita kepada Negara. Dengan
Untuk mengenal diri sebagai mengenali diri sebagai masyarakat maritim
masyarakat berbudaya maritim, maka hal kita juga harus sadar akan status dan peran,
yang pertama dilakukan adalah pola pikir sadar status sebagai masyarakat maritim
masyarakat haruslah merupakan pola pikir yang kemudian menjalankan peran kita
yang berbasis maritim, atau jika kita sebagai masyarakat maritim dengan
mengunakan istilah Baiquni (2014) yaitu melakukan pengelolaan sumber daya maritim
paradigma kepulauan. Konsep “kita” harus dengan optimal.
diperkuat dengan penguatan paradigma Tanpa mengenal diri sebagai
terlebih dahulu yang kemudian akan masyarakat maritim yang hidup di wilayah
memperkuat identitas dan dengan kuatnya kepulauan, yang memiliki sumber daya alam
identitas akan memperkuat community bawah laut yang luar biasa, yang memiliki
development yang akan mengarahkan posisi strategis, maka masyarakat Provinsi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 44
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

Kepulauan Riau akan terus larut dalam dipertahankan bukan saja dipertahankan
pembangunan yang bersifat continental yang oleh TNI sebagai kepanjangan tangan
selama ini menjadi paradigma pembangunan pemerintah, namun kedaulatan itu akan
di Indonesia. Dengan paradigma yang seolah dipertahankan oleh seluruh masyarakat yang
menyamaratakan pembangunan dengan telah mengenal bahwa mereka hidup di
wilayah pusat, maka masyarakat Kepulauan provinsi berbasis maritim yang harus
Riau tidak akan pernah tahu untuk meng- dipertahankan segala potensinya.
optimalkan potensi kelautan yang justru luar
biasa jika memang pembangunan dilakukan Community Development dengan Pe-
dengan berbasis maritim. ningkatan Kesadaran Diri sebagai
Masyarakat Berbudaya Maritim
Namun dengan adanya poros maritim
Proses community development se-
dengan paradigma pembangunan “dari
lanjutnya setelah melakukan peningkatan
pesisir ke kota”, maka wilayah kepulauan
sikap mengenal diri yaitu peningkatan
akan mendapatkan suatu kesempatan untuk
kesadaran diri. Setelah masyarakat Provinsi
membangun sebagaimana mestinya dengan
Kepulauan Riau mengenal akan identitasnya
karakter wilayah kepulauan demi penguatasn
sebagai masyarakat berbudaya maritim yang
provinsi berbasis maritim. Untuk meng-
hidup pada gugusan pulau-pulau dengan
hadapi kebijakan poros maritim, maka
segala potensi bawah dan atas laut yang luar
community development terlebih dahulu yang
biasa, maka proses selanjutnya adalah
harus diperkuat agar masyarakat dapat
menciptakan kesadaran bahwa semua itu
terlibat dengan modal sosialnya menuju
telah menjadi sebuah modal bagi kehidupan
tujuan yang masyarakat tersebut harapkan.
yang harus terus dikembangkan. Jika dalam
Dengan penguatan sikap mengenal diri
proses pengenalan diri dimulai dari pe-
sebagai masyarakat maritim, akan menguak
rubahan paradigma pada masyarakat. Maka
kembali kesadaran masyarakat Kepulauan
pada proses peningkatan kesadaran ini
Riau, bahwa indentitas “kita” sebagai
adalah menyadari akan perjalanan sejarah
masyarakat maritim adalah memiliki gugusan
yang telah membawa kita kepada suatu
kepulauan dengan potensi laut yang luar
identitas budaya sebagai bangsa yang
biasa, dan posisi yang sangat strategis yang
berbudaya maritim.
mampu memperkuat pembangunan Provinsi
Secara sederhana, kita semua
Kepulauan Riau demi mencapai masyarakat
mengetahui dan pernah mendengar kata-kata
yang sejahtera. Dengan menyadari dua hal
dari sebuah lagu yaitu “nenek moyangku
ini, kita akan mengetahui dan mampu meng-
seorang pelaut, gemar mengarungi luas
optimalkan apa yang seharusnya terjadi
samudera, menerjang ombak tiada takut,
dalam pembangunan di Provinsi Kepulauan
menepuh badai sudah biasa. Lagu ini
Riau. Pembangunan Provinsi Kepulauan Riau
terkesan sederhana bagi masyarakat, atau
harus dibangun berbasis kemaritiman, pem-
hanya sebuah lagu anak-anak. Namun bagi
bangunan potensi kelautan, pembangunan
masyarakat yang hidup dan berbudaya
potensi bawah laut, pengembangan
maritim. Lagu ini memiliki makna filosofis
pariwisata, pembangunan produksi sumber
yang mendalam yang kemudian akan
daya keluatan dan tak hanya itu, dengan
menguak rasa kesadaran diri sebagai
mengenal identitas sebagai masyarakat
masyarakat yang memiliki identitas sebagai
martitim, maka akan mampu memperjuang-
bangsa bahari.
kan daerah maritim dan mempertahankan
Untuk menguak rasa kesadaran
wilayah teritorial, dengan demikian usaha
tersebut, maka pertama harus kita buka
untuk mencaplok wilayah kelautan yang akan
kembali lembaran sejarah yang menyatakan
mengusik kedaulatan wilayah maritim akan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 45
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

bahwa kita pernah jaya di laut, yang Berdasarkan buku Sejarah Melayu
kemudian melahirkan semboyan jalasveva (Dahlan, 2014) juga mengatakan bahwa
jayamahe yang artinya dilaut kita jaya. Melaka merupakan sentral perdagangan
Berdasarkan catatan sejarah yang pernah kita berbasis maritim tiga jurusan yaitu ke dan
ketahui bersama, bahwa pada bangsa kita dari India, China, dan kawasan lainnya di Asia
pernah berdiri kerajaan maritim yang besar Tenggara. Selain itu tempat berdagang
dan gemilang dan salah satu bukti bahwa kita rempah-rempah bangsa yang berasal dari
pernah jaya dari laut, yaitu Kerajaan Maluku, Sulawesi, Jawa, Borneo, Sumatera,
Sriwijaya dan Kerajaan Melaka. Sulawesi, dan Sulu Mindanou Filipina, dan
Berdasarkan catatan seorang pe- bahkan juga secara berantai sampai juga
ngelana yang pernah berkunjung ke Sriwijaya barang-barang dagangan tersebut ke Eropa
yang bernama I-Tsing, Sriwijaya merupakan (Dahlan, 2014).
kerajaan yang berperadaban tinggi, lebih Perdagangan berbasis maritim ini
kurang 1000 pendeta yang menuntut ilmu merupakan aktualisasi dari sebuah proses
dan belajar di Sriwijaya, dan kemudian pada pengenalan dan kesadaran akan jati diri
kurun waktu 955 M, Mas’udi menuliskan sebagai bangsa yang hidup berbudaya
bahwa Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan maritim. Sehingga segala potensi saat itu
besar dengan hasil bumi, kapur barus, kayu dapat dijalankan dengan optimal. Dua catatan
gaharu, cengkeh, kayu cendana dan pala sejarah singkat tadi berusaha menguak
(Jalasena, 2012). kembali kesadaran diri masyarakat Provinsi
Selain Kerajaan Sriwijaya masih ada Kepulauan Riau sebagai masyarakat ber-
Kerajaan Malaka yang merupakan Kerajaan budaya maritim. Jika kita bayangkan hari ini,
Maritim yang merupakan sebuah kerajaan apakah kita sudah sadar akan potensi-potensi
Melayu yang gemilah pada kurun waktu kelautan dan kebaharian yang Provinsi
1400-1511 M. Dimana wilayah kekuasaannya Kepulauan Riau miliki. Kebijakan poros
membentang luas tidak hanya semenanjung maritim tentunya tidak akan berjalan dengan
Malaya termasuk Riau bahkan hampir optimal jika masyrakat yang hidup dalam
seluruh Pulau Sumatera, Pattani Thailand, kawasan berbasis maritim tidak mengetahui
Brunei, Sarawak, Kalimantan sebelah Barat, dan sadar akan segala potensi yang di-
namun juga menjalin kerja sama dengan milikinya. Sehingga akan ragu dan akan
Kerajaan Majapahit di Tanah Jawa. Pada terkesan gamang untuk mengeksplorasi
zaman itu pembangunan ekonomi sudah segala potensi dan kekuatan yang dimiliki.
dijalankan dengan berbasis kemaritiman Untuk menghadapi poros maritim yang
yaitu perdagangan dengan negara-negara dicetuskan oleh pemerintah pusat maka ada
lainnya. Mempertimbangkan wilayah Malaka beberapa usaha kesadaran yang harus
sangat strategis, dan Kerajaan Malaka ditingkatkan sebagaimana dijelaskan oleh
memanfaatkan dengan menciptakan pem- Marsetio (2014) yaitu:
bangunan ekonomi berbasis maritim yaitu 1. Kesadaran persatuan dan kesatuan
melakukan cukai yang dikenakan kepada yang kokoh antara wilayah
kapal-kapal dagang yang melewati selat kepulauan yang ada pada provinsi
Malaka, pelabuhan dan aktivitas dagang pada berbasis maritim,
saat itu sama seperti pelabuhan transito di 2. Kesadaran generasi muda yang
Singapura saat ini. Selain itu Kerajaan Melaka berwawasan maritim, karakter dan
juga melakukan perkongsian dagang dengan jiwa bahari yang kokoh,
pedagang Persia, Arab, India, dan China 3. Kesadaran kepemimpinan nasional
(Dahlan, 2014). dan daerah yang harus fokus pada
sektor kelautan,

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 46
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

4. Kesadaran pentingnya pendidikan proses modal sosial akan semakin kuat dan
yang berbasis kelautan, proses community development dapat ter-
5. Kesadaran menjaga lingkungan capai, dan sikap melayani, mendahulukan
hidup dalam aspek lingkungan kepentingan umum dibanding kepentingan
kelautan, golongan atau pribadi.
6. Kesadaran untuk membangun Dengan peningkatan kesadaran akan
industri berbasis maritim, hal-hal di atas, maka identitas provinsi
7. Kesadaran untuk berinovasi dan Kepulauan Riau sebagai provinsi berbasis
mencari domain bisnis berbasis maritim akan semakin kuat, yang didukung
maritim. oleh kesadaran masyarakatnya sebagai
Tujuh langkah itu merupakan langkah masyarakat yang hidup berbudaya maritim.
untuk menguak kesadaran yang harus di-
ciptakan dalam rangka community Community Development dengan Pe-
development untuk memperkuat provinsi ningkatan Rasa Kesadaran akan Ke-
untungan sebagai Masyarakat Berbudaya
berbasis maritim. Selain itu perlu juga
Maritim
penguatan jiwa kebaharian yang sebagai- Community Development juga tak dapat
mana dikatakan oleh Wijaya (2015) yaitu diperkuat jika rasa akan keuntungan atau
keberanian dan kecakapan puncak sang yang kita sebut dengan rasa syukur tidak ada.
nakhoda adalah keberanian dan keterampilan Rasa syukur ini yang akan mengimbangi rasa
mengarungi lautan dan mengemudikan kapal tahu akan mengenal diri dan juga kesadaran
di tengah badai dan topan dengan selamat ke diri. Jika kenal dan sadar tanpa rasa syukur
seberang. Ia harus pandai membaca isyarat akan lahirlah sebuah sikap yang arogan,
alam, membaca tanda-tanda zaman. Ke- sombong bahkan jika dikaitkan dengan
beranian dan kecakapan itu didukung oleh pembangunan berbasis maritim akan lahirlah
keluhuran budi dan kearifan jiwa, dengan masyarakat dan pemimpin yang otoriter dan
menjunjung tinggi kaidah-kaidah keselarasan individualistis, yang justru akan merusak
dengan alam: etika bahari, rerambu budaya dan identitas itu sendiri. Rasa ke-
samudera. Jika petaka tak terduga tiba, dan sadaran keuntungan atau dengan kata lain
kapal tertimpa bencana, yang terlebih dahulu rasa syukur itu adalah terkait dengan segala
diselamatkan adalah kaum terlemah, bayi dan potensi yang telah kita miliki baik secara
perempuan, orang sakit dan penumpang, budaya, potensi kelautan dan sumber daya
awak kapal kemudian, terakhir sang nakhoda, lainnya. Rasa syukur kita terhadap hal-hal ini
itupun jika ada kesempatan. Jika tidak, ialah akan menyebabkan pengelolaan potensi dan
juru selamat, ia martir, ialah tumbal, ialah sumber daya keluatan akan optimal dan
korban, ialah pahlawan, ialah syuhada. Sikap tepat, dan memperkecil tindak korup dan
yang perlu disadari sesuai dengan jiwa destruktif yang akan menghasilkan tindakan
kebaharian di atas adalah, keberanian dan yang melanggar hukum seperti illegal fishing,
keterampilan membaca isyarat alam dengan pengeboman terumbu karang, pukat harimau,
memahami dan menyadari potensi yang eksploitasi hasil laut ilegal dan lain sebagai-
dimiliki oleh Provinsi Kepulauan Riau, nya. Aplikasi rasa syukur ini adalah tercip-
kemudian mampu membaca tanda-tanda tanya pengelolaan segala potensi keluatan
zaman, artinya mampu mengelola potensi dengan tepat.
bisnis dan input-input yang mampu Rasa syukur kita adalah terkait dengan
mendatangkan keuntungan bagi pembangun- wilayah geografis kita sebagai negara
an secara umum dan masyarakat secara kepulauan yang kemudian menjadikan kita
khusus, namun harus didasari oleh negara kepulauan terbesar di dunia. Dimana
keluhuran, kejujuran dan kearifan sehingga secara geografis kita terletak di antara benua

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 47
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

Asia dan Benua Australia. Kemudian bangsa memanfaatkan pelabuhan dan kondisi
Indonesia memiliki wilayah perairan seluas geografis yang telah diberikan. Oleh karena
2.7 juta kilometer persegi atau 70% dari luas itu pemerintah lewat poros maritim harus
NKRI. Dengan demikian Indonesia merupa- menjadikan pelabuhan sebagai titik awal
kan sebuah negara Maritim dan bukanlah pembangunan. Kemudian hal ini harus
negara agraris, karena daratan yang tersisa didukung oleh pemerintah daerah yang
hanya 30% atau hanya berkisar 1,9 juta kemudian melibatkan masyarakat dalam
kilometer persegi. Maka Indonesia harus proses pembangunan. Masyarakat yang telah
menyadari bahwa laut sebagai media terbentuk rasa pengenalan diri dan
pemersatu dan juga sebagai media kesadaran diri sebagai masyarakat maritim
penghubung antara satu wilayah atau bahkan harus memperkuat modal sosial untuk
negara lainnya. Sehingga dengan demikian mencapai sebuah tujuan yaitu kesejahteraan
sudah selayaknya jika paradigma dan pembangunan yang optimal di provinsi
pembangunan yang dilakukan adalah berbasis maritim. Masyarakat harus ikut
berbasis maritim atau kelautan bukan berpartisipasi dalam pengelolaan
berbasis kontinental sebagaimana selama ini pembangunan yang memang harus dimulai
terjadi. Sudah seharusnya Indonesia fokus dari pelabuhan. Pelabuhan bukan saja media
akan pembangunan kelautan dimana komunikasi atau angkutan antar pulau, akan
kedaulatan Indonesia juga salah satunya tetapi juga media bisnis yang berbasis
berasal dari laut. Jika tak menyadari hal ini, kelautan, sehingga pelabuhan dagang harus
maka kedaulatan kita dari sisi keluatan bisa diciptakan dan dibangun. Atau menetapkan
terampas oleh negara lain seperti Pulau cukai terhadap kapal-kapal dagang yang
Simpadan dan Ligitan. Begitu juga Provinsi lewat di perairan Kepulauan Riau. Termasuk
Kepulauan Riau. Wilayah provinsi Kepulauan bisnis potensi laut yang ada harus juga
Riau juga lebih didominasi oleh wilayah dikelola dengan baik oleh masyarakat
lautan, dan merupakan wilayah yang tempatan sebelum dimanfaatkan atau
tersusun dari gugusan pulau-pulau yang juga diambil oleh pihak lainnya. Dari
berbatasan langsung dengan Singapura, pelabuhanlah, kita mampu mengawasi laut-
Malaysia, Thailand, Vietnam dan juga Cina. laut kita, menjaga kedaulatan kita di batas
Sudah selayaknya juga dengan kondisi seperti garis pantai terluar, maka sudah selayaknya
ini, Pemerintah dan masyarakat Provinsi pembangunan memang dimulai dari pesisir.
Kepulauan Riau menyadari bahwa laut adalah Cara kedua dalam mengaplikasikan
sumber kehidupan dan pemersatu sekaligus rasa syukur kita terhadap wilayah maritim
jati diri. Dengan rasa syukur terhadap yang telah diberikan kepada kita adalah
geografis yang telah diberikan kepada membuka jalur perdagangan bebas yang
Provinsi Kepulauan Riau, maka sudah melibatkan berbagai negara lain di dunia.
selayaknya kita bertindak dan berperilaku Setelah pelabuhan dioptimal dengan baik,
sesuai dengan apa yang telah diberikan maka pintu masuk sumber ekonomi harus
kepada kita, yaitu berbasis kemaritiman. juga dimulai dari laut, dengan melakukan
Rasa syukur dengan keadaan atau membuka perdagangan bebas.
geografis ini dapat diaktualisasi dengan Pelabuhan-pelabuhan peti kemas harus
banyak cara, beberapa caranya antara lain, dibangun dalam rangka memperkuat ekspor
pertama adalah memanfaatkan pelabuhan impor barang ke dalam dan keluar negeri.
sebagai media perhubungan, transportasi dan Namun harus diperkuat dengan cukai
juga bisnis. Hal inilah yang menyebabkan sehingga daerah mendapatkan keuntungan
Kerajaan Sriwijaya dan Malaka mencapai yang signifikan. Hal inilah yang dilakukan
puncak kegemilangan dengan cara tepat oleh Kerajaan Sriwijaya dan Malaka pada

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 48
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

zamannya. Dalam konteks ini penguatan sepantasnya pelabuhan menjadi pintu depan
lembaga free trade zone harus fokus dan dalam konteks pembangunan di daerah
sepenuh hati. Agar pengelolaan pelabuhan khususnya berbasis maritim.
dapat dilakukan dengan optimal.
Cara ketiga dalam mengaplikasikan Community Development dengan
rasa syukur kita terhadap wilayah maritim Pembentukan Harga Diri atau Marwah
sebagai Masyarakat Berbudaya Maritim
yang telah diberikan kepada kita adalah
memperluas fungsi pelabuhan yaitu dengan Dalam proses community
cara penyediaan tempat berlabuh yang aman development, setelah masyarakat dikuatkan
dan nyaman bagi kapal-kapal yang ingin dalam aspek pengenalan harga diri,
beristirahat, perbaikan atau menunggu kesadaran diri dan kemudian kesadaran akan
tempat sandar, penyediaan pelabuhan keuntungan sebagai bangsa yang berbudaya
bongkar muat yang efisien, penyediaan maritim, maka aspek selanjutnya yang akan
mengintegrasikan ketiga aspek tadi adalah
galangan kapal yang mumpuni, penyediaan
pembentukan harga diri atau marwah
pengisian bahan bakar dan air tawar yang sebagai masyarakat yang berbudaya maritim.
kompetitif, mewajibkan penggunaan kapal Mengapa pembentukan harga diri atau
pandu bagi kapal yang akan melintasi jalur marwah perlu dibentuk untuk memperkuat
sempit, penyediaan keperluan awak kapal community development, harga diri atau
seperti tempat rekreasi, wisata dan pusat marwah merupakan sebuah kebutuhan
pembelanjaan, penyediaan akses informasi individu atau masyarakat dalam sebuah
organisasi atau komunitasnya. Harga diri
yang cepat dan manajemen pelabuhan.
atau marwah jika berdasarkan teori Maslow
Dari penjelasan di atas, maka (Lianto, 2013) adalah sebuah kebutuhan akan
pelabuhan menjadi salah satu objek yang penghargaan dimana masyarakat berbudaya
harus disadari akan mendatangkan banyak maritim ingin diketahui dan dihargai oleh
keuntungan bagi daerah dan community pihak lainnya. Selain itu juga merupakan
development harus diperkuat dengan cara sebuah kebutuhan yang sifatnya aktualisasi
diri, dimana masyarakat berbudaya maritim
menyadarkan masyarakat bahwa pelabuhan
ingin diketahui oleh orang lain, diakui
merupakan pintu masuk sekaligus awal serta sepenuhnya dengan karakteristik dan
sebuah potensi dari pembangunan wilayah kemampuannya. Dengan penghargaan diri
maritim. Oleh karena itu jika kebijakan poros dan aktualisasi diri, masyarakat di provinsi
maritim ingin berjalan dengan optimal maka berbasis maritim ingin daerahnya diakui,
pelabuhan menjadi salah satu objek dihargai, dihormati dan diyakini
pembangunan yang harus diperhatikan keberadaannya.
Sebagaimana masyarakat di Provinsi
sehingga perdagangan bebas, dan
Kepulauan Riau, selama ini merasa selalu
pengelolaan sumber kelautan dapat berjalan dipinggirkan, selalu tidak dipedulikan oleh
dan akan mendatangkan keuntungan bagi pemerintah pusat, dan kadang Provinsi
provinsi berbasis maritim. Pembangunan Kepulauan Riau masih dianggap Provinsi
wilayah kelautan memang harus dimulai dari Riau yang sebenarnya telah lebih kurang 13
mengoptimalkan pelabuhan sebagai pintu tahun berpisah. Namun pemerintah pusat
gerbang untuk masuk ke wilayah berbasis masing mengganggap Provinsi Kepulauan
Riau adalah Provinsi Riau. Hal ini akan
maritim. Dengan demikian pelabuhan bukan
mengusik kedaulatan berupa pengakuan dari
lagi pintu keluar atau pintu belakang yang pihak lain sebagai sebuah provinsi maritim.
justru tidak diperhatikan yang kemudian Bahkan sering juga wilayah perairan
melahirkan kejahatan dilautan, seperti Kepulauan Natuna dan Kepulauan Anambas
penyeludupan, illegal fishing, pengeboman dianggap tidak memiliki wilayah padahal
terumbu karang dan pukat harimau. Agar disinilah kedaulatan bangsa Indonesia jika
dipandang dari garis pantai dan pantai
kejahatan di laut ini hilang maka sudah

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 49
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

terluar. Selain itu, terkadang pemerintah sebagai bangsa maritim akan kuat jika kita
pusat selalu ego dengan pembangunan yang mengenal diri sebagai bangsa berbudaya
bersifat kontinental yang cenderung maritim yang hidup dalam gugusan pulau
menyamaratakan pembangunan wilayah dengan segala potensi sumber daya kelautan
kepulauan sama dengan wilayah pusat yang yang luar biasa, kemudian kita menyadari diri
semua akses, sarana dan prasarana tersedia, sebagai bangsa yang berbudaya maritim
tanpa melihat bagaimana sebenarnya kondisi dengan mengambil pelajaran dari sejarah
wilayah kepulauan. bangsa maritim yang hidup di masa silam
Hal-hal inilah yang terkadang yang kemudian akan menjadikan kita sadar
mengusik jiwa dan identitas masyarakat di dan bertindak untuk mengoptimalkan segala
Provinsi Kepulauan Riau sebagai masyarakat potensi yang telah diberikan kepada kita.
di provinsi berbasis maritim, karena Selanjutnya kita mensyukuri sebagai rasa
bagaimana pun kebutuhan penghargaan dan sadar akan keuntungan yang kita miliki
aktualisasi diri sangat dibutuhkan dalam sebagai daerah maritim yang dengan rasa
rangka penguatan wilayah maritim yang di syukur itu masyarakat dan pemerintah akan
dalam wilayah tersebut juga terdapat batasan bersinergi dalam melakukan pembangunan
kedaulatan Republik Indonesia. Namun pada segala potensi seperti pelabuhan,
terkadang tak dapat disalahkan pihak sumber daya kelautan, kedaulatan daerah
pemerintah pusat, mungkin selama ini perbatasan, pariwisata, dan posisi strategis.
masyarakat Kepulauan Riau kurang Kebijakan poros maritim yang
mengenal diri mereka sebagai bangsa diciptakan oleh pemerintah pusat menjadi
maritim yang berimbas pada tidak suatu kesempatan emas bagi masyarakat
mengenalnya potensi dan sumber daya yang maritim untuk memiliki dan membentuk
dimiliki. Kemudian juga kurangnya kesadaran harga diri dan marwah yang kemudian akan
akan kesejarahan yang dimiliki oleh bangsa lahir semangat memperkuat provinsi
maritim, dimana hal tersebut merupakan Kepulauan Riau ini sebagai provinsi maritim,
sebuah kearifan lokal bangsa maritim itu selain itu akan mampu memudahkan
sendiri. Tanpa mengenal sejarah bangsa pemerintah Republik Indonesia untuk
maritim, maka masyarakat maritim tidak memelihara kedaulatan maritiim khususnya
akan pernah tahu akan potensinya sebagai di wilayah yang berada di daerah perbatasan,
bangsa maritim, ataupun dengan kata lain seperti Kabupaten Anambas dan Kabupaten
mengenal sejarah namun tak pernah Natuna.
menangkap sebuah kesadaran untuk belajar Dengan pembentukan serta
dari sejarah maka sama saja kita hanya penguatan harga diri dan marwah sebagai
menjadikan sejarah sebagai sebuah kenangan masyarakat maritim, maka kita akan sadar
indah yang tak akan pernah terulang kembali. dan akan terus memperkuat serta
Jika ini terjadi maka kita juga akan sulit menegakkan kedaulatan bangsa maritim
mengenal siapa “kita” dalam konsep Lamont “kita” sebagai sebuah identitas bangsa
(Turner, 2001) yang merupakan identitas. maritim yang berbudaya maritim
Kemudian hal yang perlu diperkuat adalah sebagaimana konsep yang dirumuskan oleh
rasa kesadaran akan keuntungan atau rasa Rektor IPB (2015) yaitu pertama kita adalah
syukur yang akan membuat kita bertindak bangsa maritim yang memiliki potensi geo-
mengoptimalkan sumber daya yang telah kita fisik yaitu letak yang sangat strategis antara
peroleh dari Tuhan baik secara geografis dan beberapa wilayah negara asing seperti
geopolitik, dan kurangnya rasa syukur ini Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina,
terkadang kita tidak bertindak untuk Vietnam dan Cina, dengan posisi letak yang
mengoptimalkan sumber daya tersebut, sangat strategis kita akan mampu
melainkan kita mengelolanya dengan salah mengetahui dan memperkuat kedaulatan
atau bahkan disia-siakan sehingga segala bangsa, ekonomi, politik dan wilayah agar
sumber daya itu tidak memberikan manfaat kita tak mudah dipengaruhi namun justru
apapun bagi masyarakat maritim tersebut. mendapatkan keuntungan bagi wilayah
Harga diri atau marwah akan maritim yang kita miliki, kedua, kita adalah
terbentuk ketika tiga aspek tadi dilengkapi bangsa maritim yang memiliki geo-politik
dan terinternalisasi. Harga diri atau marwah dan geo-strategis yaitu posisi strategis yang

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 50
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

memiliki nilai politik yang tinggi dari aspek Membangun community development
ekonomi regional dan internasional dan dengan penguatan nilai-nilai budaya maritim
pertahanan kawasan maupun internasional, harus dimulai dengan membangun suatu
dengan demikian kita akan melakukan sikap mengenal akan diri sebagai masyarakat
diplomasi politik dan ekonomi dengan tepat yang berbudaya maritim. Dengan mengenal
dan cermat sehingga diplomasi tersebut diri maka masyarakat akan sadar dan akan
memang menguntungkan bagi wilayah bertindak dengan tindakan yang sesuai
regional dan juga nasional, ketiga, kita adalah dengan statusnya sebagai masyarakat
bangsa maritim yang memiliki geo-kultural maritim kemudian diaktualisasi dalam peran-
yang kuat dan khas dari sisi pengelolaan peran strategis sebagai masyarakat yang
sumber daya yang berbasis kebaharian, etnis terlibat dalam memperkuat provinsi
yang berbudaya maritim, dan teknologi yang Kepulauan Riau sebagai provinsi berbasis
khas yang bertahan sejak zaman nenek maritim. Kemudian diikuti dengan memiliki
moyang sampai sekarang dalam koridor kesadaran akan diri sebagai masyarakat
budaya maritim, dengan hal ini maka maritim yang memperoleh kejayaan di lautan
masyarakat maritim akan menjaga identitas seperti sebuah semboyan jalasveva jayamahe
kulturalnya sehingga tak mudah dipengaruhi atau pun mengingat kembali bahwa nenek
oleh kultural bangsa lain terutama yang moyang kita dahulu adalah bangsa pelaut
sifatnya destruktif, keempat, kita adalah yang meraih kejayaan dan kegemilangan di
bangsa maritim yang memiliki geo-ekonomi lautan yang dibuktikan dengan perjalanan
yang sangat luar biasa seperti yang dapat sejarah pada masa silam. Sikap yang
diperbaharui seperti perikanan dan kelautan, selanjutnya adalah kita sadar akan segala
tidak dapat diperbaharui, seperti potensi yang telah diberikan Tuhan sebagai
pertambangan dan sumber daya alam, fungsi bonus geografis pada Provinsi Kepulauan
perhubungan laut seperti transportasi laut, Riau yang memiliki potensi kelautan baik
dan jasa lingkungan seperti pariwisata. bawah laut, atas laut dan juga segala potensi
Dengan menyadari hal ini masyarakat kebaharian yang juga terdapat di daratannya.
maritim akan mengelola dengan optimal Dengan rasa sadar dan syukur akan potensi
segala potensi geo-ekonomi tersebut, dan tersebut maka kita akan melakukan
terakhir adalah kita adalah bangsa maritim pengelolaan secara optimal sehingga
yang memiliki ideologi sebagai bangsa mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan
maritim yang berparadigma kelautan dan masyarakat di Provinsi Kepulauan Riau.
kebaharian, berwawasan nusantara yang Selanjutnya hal terakhir yang harus dibentuk
berbasis kelautan yang akan memperkuat jati adalah pembentukan harga diri dan marwah
diri sebagai masyarakat yang berbasis yang kuat sehingga kedaulatan kita sebagai
maritim. bangsa maritim tidak dapat diusik oleh
Dengan penguatan harga diri dan bangsa lain. Atau kita akan terus menegakkan
marwah sebagai masyarakat berbudaya kedaulatan sebagai bangsa maritim yang
maritim dalam lima aspek tadi, maka proses memiliki segala potensi yang mampu
community development akan berjalan menguntungkan banyak pihak baik secara
optimal sehingga melahirkan semangat regional dan juga nasional. Dengan empat
kebaharian sebagai masyarakat maritim yang tingkatan proses tersebut maka community
akan terus mempertahankan, memperkuat, development dapat dijalankan dengan baik
dan menegakkan kedaulatan wilayah maritim dan dengan catatan keempat tingkatan
khususnya di Provinsi Kepulauan Riau proses penguatan nilai tersebut harus
sebagai provinsi yang berbasis maritim yang menjadi konsensus yang akan memperkuat
kuat dan tangguh dalam lingkup regional dan modal sosial dalam mencapai tujuan bersama
juga nasional bahkan internasional dalam yang lebih baik dan sejahtera khususnya di
rangka mendukung kebijakan poros maritim Provinsi Kepulauan Riau yang diharapkan
yang juga akan memperkuat kedaulatan juga menjadi provinsi maritim yang kuat,
Negara Kesatuan Republik Indonesia. tangguh dan bermarwah. Dengan momentum
kebijakan poros maritim, maka sudah
SIMPULAN DAN SARAN
selayaknya empat proses internalisasi
Simpulan budaya maritim kita perkuat demi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 51
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

memperkuat Provinsi Kepulauan Riau Lianto. (2013). Aktualisasi Hirarki Teori


sebagai provinsi maritim. Kebutuhan Abraham Maslow Bagi
Peningkatan Kinerja Individu Dalam
Organisasi. Jurnal Online.
Saran
Marsetio. (2014). Manajemen Stategis Negara
Penguatan community development
Maritim dalam Perspektif Ekonomi
dengan penguatan nilai-nilai budaya maritim
dan Pertahanan. Makalah.
harus melibatkan banyak stakeholders.
Disampaikan pada orasi ilmiah di
Diharapkan Lembaga Adat Melayu, Tokoh
Jakarta pada Tanggal 20 November
Adat, Budayawan, Akademisi banyak
2014
melakukan sosialilasi nilai-nilai budaya
maritim kepada masyarakat. Sosialisasi Maryaeni. (2005.) Metode Penelitian
tersebut harus terinternalisasi dalam ranah Kebudayaan. Jakarta. Bumi Aksara
pendidikan baik formal dan juga informal.
Mukhlis, Suhardi. (2013). Transformasi Nilai
Pendidikan formal dengan memasukkan
Budaya Melayu Dalam Sikap
nilai-nilai budaya maritim yang kita miliki
Masyarakat, Kepemimpinan
menjadi bagian kurikulum muatan lokal di
Pemerintahan, dan Etos Kerja
dunia pendidikan di semua tingkat. Ditataran
Pelayanan Publik Aparatus
non formal dapat dilakukan dengan cara
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.
banyak memberikan pelatihan, penataran,
Disertasi. Johor. Universitas
dokumentasi penelitian dan referensi yang
Teknologi Malaysia
mampu diakses masyarakat secara luas,
sehingga nilai-nilai budaya tersebut tersebar Narwoko. Dwi, Suyanto, Bagong. (2004).
ke masyarakat dan diketahui oleh Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
masyarakat. Jakarta. Prenadamedia Group
DAFTAR PUSTAKA Rektor IPB. (2015). Menegakkan Kedaulatan
Indonesia sebagai Negara Maritim,
Baiquni. (2014). Pusat-Pusat Pertumbuhan
Beberapa Catatan IPB. Makalah
Ekonomi Berbasis Maritim. Makalah
disampaikan pada Konvensi Kampus
disampaikan pada Kongres Maritim
XI Forum Rektor Indonesia di Medan
Indonesia pada 23-24 September
23 Januari 2015
2014 di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta Supartono. (2001). Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta. Ghalia Indonesia.
Dahlan, Ahmad. (2014). Sejarah Melayu.
Jakarta. Kepustakaan Populer Turner. Jonathan. H. (2001). Handbook of
Gramedia Sociological Theory. Newyork.
Springer
Effendi, Tenas. (2006). Tunjuk Ajar Melayu.
Yogyakarta. Balai Kajian dan Wijaya, Mendra (2015). Kybernologi Ilmu
Pengembangan Budaya Melayu Pemerintahan Baru. Diakses dari
www.id.scribd.com pada tanggal 26
Fulbright, Karen. Anderson. Aupos, Patricia.
Desember 2015
(2006). Communitie Change: Theories,
Practice and Evidence. Washington.
The Aspen Institute PROFIL SINGKAT
ICMM. (2002). Community Development Dr. SUHARDI MUKHLIS, Drs., M.Si.,
Toolkit. London. ICMM Ph.D, lahir di Midai Kabupaten Natuna
Jalasena. (2012). Jalan Terjal Menuju Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 11 Juni
Kemerdekaan Maritim. Jurnal. Edisi 1966, Menyelesaikan Pendidikan SDN 060 di
No.08 Agustus Tahun II 2012. Hal.6-12 Midai, kemudian melanjutkan pendidikan di
SMPN 4 Tanjungpinang, dan selanjutnya di
Krippendorff, Klaus. (2004). Content Analysis
SMAN 2 Tanjungpinang. Menempuh
An Introduction to Its Methodology.
pendidikan Sarjana di FMS Ikopin Bandung
United Kingdom. Sage Publications
(mendapat gelar Drs.), kemudian menempuh

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 52
Suhardi Mukhlis; Rendra Setyadiharja

pendidikan Magister di Universitas Tsanawiyah Negeri Tanjungpinang (lulus


Padjajaran (dengan gelar M.Si), menempuh tahun 2002), selanjutnya melanjutkan
pendidikan Doktoral di dua perguruan tinggi pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1
yaitu Universitas Padjajaran (mendapat gelar Tanjungpinang (lulus tahun 2005). Penulis
Dr), dan Universitas Teknologi Malaysia menyelesaikan pendidikan Strata 1 di
(mendapat gelar Ph.D) STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang pada
RENDRA SETYADIHARJA, S.Sos., Program Studi Ilmu Pemerintahan (lulus
M.I.P, Lahir di Tanjungpinang tanggal 20 tahun 2010), kemudian menyelesaikan
Maret 1986, merupakan seorang penyair dan magisternya di Magister Ilmu Pemerintahan
juga dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial Universitas Muhammadiyah Yogyarakarta
dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang (lulus tahun 2014) dengan predikat
Kepulauan Riau. Menyelesaikan pendidikan Cumlaude dan Terbaik.
dasar di SDN 003 Tiban Batam (lulus tahun
1999), kemudian melanjutkan ke Madrasah

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


JURNAL ILMU PEMERINTAHAN
Volume 2– Nomor 1, April 2017, (Hlm 52-60)

Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip

Pemahaman Kebijakan Kesehatan Masyarakat Bidang Ibu dan Anak Pada Pelaksana
Lapangan di Jawa Barat

Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)


1 Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Padjadjaran. Bandung – Sumedang KM 21

Jatinangor, Jawa Barat, 45363 Indonesia.


2 Program Studi Hubungan Masyarakat, Universitas Padjadjaran. Bandung – Sumedang KM 21

Jatinangor, Jawa Barat, 45363 Indonesia.


3 Program Studi Ilmu Perpustakaan, Universitas Padjadjaran. Bandung – Sumedang KM 21

Jatinangor, Jawa Barat, 45363 Indonesia.


* Korespondensi Penulis. E-mail: diah.fatma@unpad.ac.id, Telp: +62811226772

Abstrak
Kajian ini berupaya membuat analisis sistematis yang mendalam terhadap urgensi
pemahaman unsur pelaksana dalam implementasi kebijakan kesehatan masyarakat terutama
bidang ibu dan anak di wilayah Jawa Barat, Indonesia. Kajian deskriptif-kualitatif ini
menghadirkan pembahasan tentang bagaimana unsur-unsur pelaksana kesehatan masyarakat
berinteraksi dengan masyarakat di Provinsi Jawa Barat sehingga pengetahuan dan keterampilan
mereka sangat diperlukan. Dengan teori implementasi kebijakan dan interaksionisme, didapatkan
data bahwa (a) pelayanan dan jaringan kerja sama di lembaga kesehatan masyarakat, di
lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah cukup seragam dan terlaksana dengan baik;
(b) dalam melaksanakan kewajibannya aparat pelaksana sangat memahami kebijakan publik di
bidang kesehatan masyarakat, terutama kesehatan ibu dan anak; sehingga dapat melaksanakan
fungsi mereka untuk melayani masyarakat. Namun demikian, kurangnya petugas kesehatan yang
langsung menangani kesehatan ibu dan anak dirasakan sehingga kajian ini merekomendasikan
untuk diadakannya pelatihan-pelatihan berjenjang dan insentif-insentif bagi petugas kesehatan,
terutama mereka yang melakukan pelayanannya secara sukarela.
Kata kunci: Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Ibu-Anak, Implementasi Kebijakan Publik;

The Understansing on Policy of Mother and Child Public Health by The Field Officers in Jawa
Barat

Abstract
This study analyses systematically in-depth understanding of the urgency of implementing
elements in the implementation of public health policies, especially in the field of mother and child
in West Java, Indonesia. This qualitative descriptive study presents a discussion of how the elements
interact each other in implementing public health community in West Java province so that their
knowledge and skills are indispensable. With the implementation of policies and interactionism
theory, obtained the data that (a) service and network cooperation in public health institutions, in
the Provincial Government of West Java was sufficiently uniform and performing well; (B) the
implementing agency to perform its obligations were perfectly understand of public policy in the
field of public health, particularly maternal and child health; so that they can carry out their
functions to serve the community. However, the lack of health care workers who directly address
maternal and child health was felt that this study recommends the convening of a tiered training
and incentives for health workers, especially those who do voluntary services.
Keywords: Public Health, Mother-Child Health, Public Policy Implementation;

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 53
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

dan alat kesehatan dan fasilitas pelayanan


PENDAHULUAN
kesehatan dan teknologi yang digunakan
Kesehatan merupakan salah satu untuk melakukan upaya kesehatan yang
kebutuhan dasar bagi kehidupan individu, dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
keluarga dan masyarakat yang dicapai daerah, dan / atau masyarakat. Sumber
melalui berbagai upaya. Dari sudut pandang dukungan dari sektor kesehatan diperlukan
Hak Asasi Manusia (SDM), komitmen dalam pemerintahan daerah. Tujuan dari
Pemerintah Indonesia untuk masyarakat pemerintahan daerah sebagaimana diatur
global dapat dilihat sebagai bagian dari upaya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
untuk memenuhi kewajiban dalam me- 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah
wujudkan hak atas kesehatan, terutama kesejahteraan masyarakat.
kesehatan ibu dan anak. Sejalan dengan Pasal Penurunan atau rendahnya kesehatan,
2 Kovenan Internasional tentang Hak antara lain, adalah fenomena gaya hidup yang
Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), itu tidak sehat, kurangnya kesadaran untuk
adalah tugas eksplisit bagi negara untuk menjaga kebersihan dan kesehatan
mengambil tindakan yang pasti dalam lingkungan, menurunnya kesehatan individu
mewujudkan hak-hak ekonomi, sosial dan dan keluarga, kekurangan gizi, dan wabah
budaya, yang berarti bahwa negara tidak penyakit menular. Dampak dari rendahnya
boleh kembali turun dari tingkat pencapaian kesehatan tentu tidak terbatas pada
yang telah dilaksanakan sebelumnya. kehidupan individu dan keluarga. kehidupan
Kewajiban penting lain dari pemerintah sosial dapat dipengaruhi juga dari penurunan
adalah "pemanfaatan secara maksimum status kesehatan. Oleh karena itu, kita
sumber daya yang ada": Pemerintah harus membutuhkan berbagai pendekatan untuk
menunjukkan bahwa kegiatan tersebut meningkatkan upaya mengembangkan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara kesehatan. Tujuan upaya kesehatan
optimal untuk mencapai hak atas kesehatan. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
Diketahui bahwa kesehatan dicapai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
melalui berbagai cara. Berbagai upaya untuk tentang Kesehatan adalah meningkatkan
menjadi sehat dipegang oleh berbagai pihak kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
merupakan rangkaian pembangunan ke- sehat bagi setiap orang dalam rangka
sehatan. Di Indonesia, perkembangan sektor mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
kesehatan adalah manifestasi dari Pasal 28 masyarakat melalui pencegahan penyakit dan
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang pemeliharaan kesehatan.
menyatakan bahwa setiap orang memiliki Untuk meningkatkan status kesehatan
hak atas kesehatan, dan Pasal 34 ayat (3) masyarakat, antara lain, dicapai dengan
yang menyatakan bahwa negara bertanggung menyelenggarakan pelayanan kesehatan
jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan masyarakat. Untuk mengatur pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang kesehatan masyarakat yang efektif,
layak. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan
Dalam rangka melaksanakan pem- Menteri Kesehatan Nomor 741 / Menkes /
bangunan kesehatan secara efektif itu jelas Per / VII / 2008 tentang Standar Pelayanan
membutuhkan dukungan sumber daya sektor Minimum untuk Kesehatan. Pasal 2 (2)
kesehatan sebagaimana diamanatkan oleh Menteri Kesehatan menyatakan: "Jenis
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun layanan dari sektor kesehatan meliputi:
2009 tentang Kesehatan. Sumber daya di pelayanan kesehatan primer (mengunjungi
sektor kesehatan adalah segala bentuk dana, ibu hamil, komplikasi kebidanan, pertolongan
tenaga, pasokan medis, persediaan farmasi persalinan, pasca-partum, neonatal, imunisasi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 54
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

anak, balita, makanan pendamping ASI, anak- kesehatan seperti transplantasi jantung,
anak kekurangan gizi, kesehatan siswa, ginjal, penemuan organ buatan, serta
Keluarga Berencana, pelayanan publik yang kemajuan di bidang radiologi (Dever, 1984).
buruk), arahan perawatan kesehatan (pasien Dalam konteks ini, harus ada pertimbangan
miskin dan tingkat darurat 1), epidemiologi kearifan lokal termasuk norma-norma, nilai-
dan pencegahan wabah, serta promosi nilai dan keyakinan dalam masyarakat. Hal
kesehatan dan pengembangan masyarakat)." ini akan mempengaruhi seseorang dalam
Dalam upaya untuk memuaskan tindakan termasuk dalam upaya untuk
masyarakat dengan layanan mereka, memanfaatkan pelayanan kesehatan.
pemerintah membuat BUMN (Badan Usaha Selanjutnya, faktor yang berhubungan
Milik Negara), yaitu Badan Pelayanan dengan organisasi adalah struktur dan proses
Jaminan Sosial (BPJS). Namun, keberadaan, yang memberikan kebijakan untuk organisasi
struktur, jasa dan cara operasionalnya masih pelayanan kesehatan dan lingkungan
perlu disosialisasikan. Di sinilah pihak yang sekitarnya yang mempengaruhi proses pe-
berkepentingan dengan kesehatan rawatan kesehatan. Faktor-faktor ini adalah
masyarakat baik departemen kesehatan ketersediaan sumber daya, akses geografis,
pemerintah atau BPJS harus menyebarkan akses sosial serta karakteristik dari struktur
struktur baru layanan. Yang paling besar dari dan proses perawatan (Dever, 1984).
sosialisasi kepada masyarakat tentu para Sementara itu, Gordon (1986:20)
petugas layanan. Dan itu juga merupakan mengatakan bahwa implementasi kebijakan
beban yang harus diembah oleh pelaksana berkaitan dengan berbagai kegiatan yang
lokal kebijakan kesehatan masyarakat, yaitu bertujuan untuk realisasi program. Jadi,
masyarakat itu sendiri yang menjadi relawan. menurut Pressman dan Wildavsky (1973), M.
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat Howlett dan Ramesh (1995) dan Gordon
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik (1986), pelaksanaan kebijakan publik
Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan memiliki prasyarat, yaitu:
bahwa setiap orang berhak untuk 1) Pelaksanaan kebijakan publik berisi
mendapatkan perawatan medis, dan dalam tujuan;
Pasal 34 ayat (3) dinyatakan bahwa negara 2) Dalam kebijakan publik ada sesuatu yang
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas mendasari munculnya ide kebijakan;
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan 3) Kebijakan publik berisi serangkaian
umum yang layak. kegiatan yang bertujuan untuk realisasi
Menurut Azwar (1996), ada syarat- program;
syarat pelayanan kesehatan dasar yang harus 4) Dalam realisasi program, itu adalah tugas
dipenuhi untuk dianggap sebagai pelayanan dari administrator pemerintah
kesehatan yang baik, yaitu: (birokrasi) untuk menafsirkan, mengatur
1) Tersedia dan berkelanjutan. dan melaksanakan kebijakan;
2) Diterima dan masuk akal. 5) Menerapkan kebijakan membutuhkan
3) Mudah diakses, terutama dari sudut berbagai instrumen dan sumber daya.
lokasi. Berdasarkan pendapat seperti dikutip
4) Mudah dijangkau, terutama dari di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksana-
perspektif biaya. an administrasi kebijakan, di mana berbagai
5) Berkualitas. aktor, organisasi, prosedur dan teknik
Faktor sosial budaya terdiri dari bekerja sama kebijakan berjalan untuk
teknologi dan nilai-nilai sosial yang ada di mencapai efek yang diinginkan atau tujuan.
masyarakat. Kemajuan teknologi mungkin Keberhasilan pencapaian tujuan kebijakan
dapat meningkatkan pemanfaatan layanan tergantung pada aktor yang berpartisipasi

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 55
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Oleh menilai operasi" (Dimock & Dimock, 1953:
karena itu, Michael Howlett dan M. Ramesh 28).
(1995), Charles O. Jones (1984), dan Gordon Pihak yang terlibat penuh dalam
(1986) menjelaskan bahwa implementasi pelaksanaan kebijakan publik adalah
kebijakan dapat dilihat sebagai proses birokrasi seperti yang dijelaskan oleh Ripley
interaksi strategis yang ada kerja sama antara dan Franklin (1980: 27): "birokrasi yang
sejumlah besar aktor yang terlibat dalam dominan dalam pelaksanaan program dan
pelaksanaan kebijakan untuk mencapai kebijakan dan memiliki berbagai tingkat
mandat kebijakan. Partisipasi kelompok pentingnya dalam tahap lain dari proses
perorangan tersebut dalam pelaksanaan kebijakan. Dalam kebijakan dan perumusan
kebijakan tersebut mungkin memiliki program dan legitimasi kegiatan, unit
beberapa bentuk dan bekerjasama dengan birokrasi memainkan peran besar, meskipun
instansi pemerintah. mereka tidak dominan".
Banyak orang berpikir bahwa
METODE
implementasi kebijakan hanya aplikasi dari
apa yang telah diputuskan oleh legislatif atau Penelitian ini menggunakan penelitian
pengambil keputusan sehingga kurang kualitatif. Tujuan dari penelitian kualitatif
berpengaruh. Bahkan, tidak semua kebijakan adalah untuk memahami keadaan, peristiwa,
dapat diimplementasikan dengan baik. kelompok, atau interaksi sosial tertentu
Sebuah kebijakan yang brilian bahkan jika (Locke, Spirduso, & Silverman, 1987).
diterapkan secara tidak benar bisa Penelitian ini dapat diartikan sebagai suatu
ditakdirkan untuk gagal dalam mencapai proses investigasi di mana para peneliti
tujuan. Oleh karena itu, studi tentang secara bertahap memahami fenomena sosial
implementasi kebijakan adalah berhubungan dengan membedakan, membandingkan,
dengan pencapaian tujuan dan sasaran dari mereproduksi, katalogisasi, dan meng-
para pengambil keputusan atau kebijakan. klasifikasikan obyek penelitian (Miles &
Pendapat serupa diungkapkan oleh Udoji Huberman, 1994). Marshall dan Rossman
(1981: 15), bahwa "pelaksanaan kebijakan (1989) mengatakan bahwa penelitian ini
adalah sama pentingnya jika tidak lebih melibatkan peneliti untuk menyelidiki setting
penting dari pembuatan kebijakan; kebijakan alamiah. Para peneliti memasuki dunia
akan tetap mimpi atau cetak biru kecuali informan melalui interaksi terus menerus
ketika kebijakan itu diimplementasikan." dengan mencari makna dari perspektif
Kebijakan hanya akan menjadi mimpi atau informan.
rencana yang baik yang tersimpan rapi dalam Jenis Penelitian
arsip jika tidak dilaksanakan. Oleh karena itu, Pendekatan penelitian yang digunakan
pelaksanaan kebijakan menentukan didasarkan pada paradigma metode
keberhasilan dan kegagalan kebijakan. penelitian kualitatif dengan analisis deduktif.
Unsur pelaksana adalah pelaksana Pendekatan penelitian ini dipilih karena
kebijakan yang dijelaskan sebagai: "pihak- penelitian kualitatif dengan metode ini
pihak yang mengejar kebijakan yang terdiri adalah pendekatan penelitian yang mencakup
dari menetapkan tujuan dan sasaran penggalian materi kajian secara mendalam
organisasi, menganalisis dan merumuskan (Denzin dan Lincoln, 1994: 66).
kebijakan organisasi dan strategi,
pengambilan keputusan, perencanaan, Objek Penelitian
pemrograman, mengorganisir, memobilisasi Objek penelitian ini adalah urgensi
manusia, pelaksanaan, pemantauan dan pemahaman kebijakan dalam pelaksanaan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 56
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

pelayanan kesehatan ibu dan anak di Provinsi kualitatif adalah temuan baru yang
Jawa Barat. sebelumnya belum pernah ada.
Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan HASIL DAN PEMBAHASAN
Data
Pelayanan kesehatan ibu dan anak di
Data yang dibutuhkan dalam me- Provinsi Jawa Barat rupanya masih belum
lakukan penelitian ini terdiri dari data primer optimal. Kondisi ini akan berdampak luas.
dan data sekunder. Data primer adalah data Dampak pelayanan kesehatan kuantitatif tidak
yang dijabarkan dari variabel penelitian. optimal bagi ibu dan bayi di Provinsi Jawa Barat
Kemudian dikembangkan data bentuk daftar terungkap, antara lain dengan data. Hal ini
pertanyaan. Daftar pertanyaan tersebut terungkap dari data kesehatan Provinsi Jawa
dijadikan pedoman untuk wawancara. Barat yang menunjukkan bahwa pada tahun
Sedangkan data sekunder berupa informasi 2015 saja di Provinsi Jawa Barat ada 71.805
penunjang terkait dengan kebijakan bayi lahir yang dirujuk karena lahir dengan
kesehatan ibu dan anak pada pelaksana berat badan lahir rendah. Jumlah bayi yang
lapangan yang di teliti serta, studi literatur menderita kekurangan gizi di Provinsi Jawa
dan hasil konsultasi dengan para pakar ahli. Barat pada tahun 2015 mencapai 2.979 bayi
Untuk memperoleh data primer, digunakan atau 0,30 persen dari bayi yang lahir di tahun
penelitian lapangan (field resarch) dengan yang sama sebanyak 988.356 bayi. Dengan
menggunakan alat pengumpul data berupa demikian, pelayanan kesehatan ibu dan anak di
observasi lapangan dan wawancara, serta Provinsi Jawa Barat, sebagai fenomena kinerja
studi kepustakaan. pelayanan kesehatan lakukan otoritas
Teknik Analisis Data kesehatan di Provinsi Jawa Barat sering
dikritik.
Analisis data penelitian kualitatif, dapat
Kegiatan dikoordinasikan antara
dilakukan melalui langkah-langkah, sebagai
pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi
berikut :
masalah kesehatan ibu masih menjadi masalah
1. Data Reduction (reduksi data)
bagi pelaksanaan otonomi daerah. Indonesia
Mereduksi data berarti merangkum,
telah memulai sistem desentralisasi besar-
memilih hal-hal yang utama, memfokuskan
besaran sejak tahun 2000 setelah runtuhnya
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
rezim Orde Baru pada tahun 1998. Kerangka
polanya. Dengan demikian data yang telah
desentralisasi itu sendiri telah mengalami
direduksi akan memberikan gambaran yang
serangkaian revisi. Undang-undang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
desentralisasi pertama setelah rezim Orde Baru
melakukan pengumpulan data selanjutnya,
adalah UU No.22 / 1999 tentang Otonomi
dan mencarinya bila diperlukan.
Daerah, yang diberlakukan pada tahun 2000.
2. Data Display (penyajian data)
Pada tahun 2004, pemerintah memberlakukan
Setelah data direduksi maka
UU No.32 / 2004 sebagai respon terhadap
selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam
dampak yang ditimbulkan oleh undang-undang
penelitian kualitatif, penyajian data bisa
sebelumnya. Namun, dalam sistem
dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
desentralisasi ini, tanggung jawab pemerintah,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart
termasuk sektor kesehatan ibu dibagi pada
dan sejenisnya.
tingkat pemerintah nasional, provinsi dan
3. Verification
kabupaten.
Langkah ketiga dalam analisis data
Sistem pelayanan kesehatan juga di-
kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan
pengaruhi oleh proses desentralisasi di
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian
Indonesia. Sejak awal diundangkannya

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 57
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

desentralisasi pada tahun 1999, pemerintah pengembangan kebijakan daerah, perencanaan


memindahkan sekitar 70% pegawai negeri pembangunan dan penganggaran. Dinas
sipil termasuk tanggung jawab untuk layanan Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab
dan fasilitas masyarakat ke tingkat untuk program yang berhubungan dengan
kabupaten. Reformasi membantu memindah- kesehatan dan proyek-proyek, dan untuk
kan dana yang cukup besar kepada mengembangkan standar teknis. Kantor
pemerintah daerah, namun sayangnya, kesehatan provinsi bertanggung jawab untuk
transfer ini tidak disertai dengan pengalihan mengkoordinasikan program-program dan
kapasitas untuk melaksanakan tanggung proyek-proyek di sektor kesehatan antar
jawab baru yang mengakibatkan pem- kabupaten, dan bertanggung jawab untuk
bangunan menjadi stagnan di banyak bidang masalah kesehatan antar kabupaten. Melalui
pembangunan, termasuk sektor kesehatan. tugas ini, biro kesehatan provinsi juga
Reformasi desentralisasi juga meng- mengimplementasikan kebijakan kesehatan
akibatkan peningkatan ketersediaan sumber nasional dan program dalam yurisdiksinya.
daya keuangan untuk pemerintah daerah Menanggapi berbagai hasil kinerja sektor
melalui pengalihan desentralisasi dana dari kesehatan antara pemerintah kabupaten
pusat ke pemerintah daerah. Namun, hal ini seperti yang disebutkan sebelumnya,
tidak selalu berkontribusi pada peningkatan Kementerian Kesehatan telah mengembangkan
pendanaan untuk sektor kesehatan. Menarik- standar pelayanan minimal di bidang
nya, sektor kesehatan di kabupaten meng- kesehatan. Standar ini dikembangkan untuk
alami kekurangan keuangan. Sektor memberikan beberapa indikator konkret yang
kesehatan harus bersaing dengan sektor lain akan digunakan untuk mengukur kinerja
untuk menerima alokasi anggaran dari Dana otoritas kesehatan dan pemerintah daerah di
Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli sektor kesehatan.
Daerah (PAD). Di beberapa daerah, sektor Pelayanan kesehatan di Indonesia
kesehatan menerima alokasi anggaran yang diatur dalam sistem perawatan kesehatan
relatif lebih rendah. Kekurangan dalam hirarkis atau dari bawah ke atas. Tingkat
pendanaan sektor kesehatan juga terjadi di pertama adalah sistem pelayanan kesehatan
daerah dengan kapasitas fiskal tinggi, yang di masyarakat, melibatkan Puskesmas; Pos
akan berada dalam posisi untuk pembiayaan Pelayanan Terpadu (Posyandu), Pos Bersalin
atas penyediaan layanan kesehatan bagi Desa (Polindes), dan bidan desa. Puskesmas
penduduk menjadi memadai. Situasi ini bisa dijalankan oleh pemerintah sebagai per-
merusak kemajuan dalam indikator panjangan dari Dinas Kesehatan Kabupaten
kesehatan selama dekade terakhir. Hal ini dengan menyediakan pelayanan kesehatan
menyebabkan kecenderungan meningkatnya dasar di kabupaten. Dalam rangka untuk
dana dari pemerintah pusat di bidang melayani desa-desa terpencil yang berada di
kesehatan langsung dari Departemen luar jangkauan puskesmas, puskesmas
Kesehatan. pembantu (Pustu) dapat dibentuk di bawah
Di tingkat nasional, sistem kesehatan di pengawasan pusat kesehatan. Polindes
Indonesia diatur dalam enam bidang utama dijalankan oleh perawat dan bidan yang
dari program ini, termasuk Kesehatan Ibu dan ditempatkan oleh pemerintah dan dibantu
Anak, Dana Kesehatan, Sumber Daya Manusia, oleh relawan kesehatan desa.
Farmasi, Perlengkapan dan Peralatan Medis, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
Manajemen Informasi dan Kesehatan dan adalah tulang punggung dari partisipasi
Pemberdayaan Masyarakat. Di tingkat lokal, masyarakat dalam pelayanan kesehatan.
Perencanaan (Badan Perencanaan Daerah) Posyandu awalnya diperkenalkan sebagai
bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan komponen dari program nasional untuk

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 58
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

memberikan pelayanan gizi dan pemantauan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),


pertumbuhan dasar di tingkat masyarakat. untuk memberikan bantuan bagi masyarakat
Posyandu dijalankan sepenuhnya oleh miskin untuk mengakses jasa kesehatan.
relawan yang dilatih sebagai pekerja Secara nasional, pada periode 2008-
kesehatan. Kegiatan yang diasuh oleh 2011, jumlah pusat kesehatan (termasuk
Posyandu merupakan salah satu contoh Puskesmas) telah meningkat dari 8548 unit
proyek nutrisi berskala besar yang paling pada 2008 menjadi 9321 unit pada tahun 2011.
sukses di Indonesia, dan telah berhasil Pada periode tersebut, rasio puskesmas
memberikan pelayanan gizi untuk 10 juta terhadap 100.000 penduduk adalah di kisaran
anak pada tahun 1984. Peran awal Posyandu 2,06-15,99 per 100.000 penduduk, ini berarti
itu kemudian diperluas pada pertengahan bahwa pada 2011 setiap 100.000 penduduk
1980-an untuk masuk kegiatan masyarakat rata dilayani oleh 2-15 unit. Ada 5 lima provinsi
terkait dengan keluarga Berencana (KB, dengan Puskesmas per rasio 100.000
Keluarga Berencana) dan penyediaan layanan penduduk berada di bawah 3.0 yang provinsi
kesehatan dasar seperti imunisasi dan Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,
pengendalian penyakit diare dengan dan Bali.
dukungan pekerja profesional kesehatan. Dalam hal pelaksana kebijakan ke-
Perawatan kesehatan kedua yang sehatan masyarakat, rasio tenaga kesehatan
disediakan oleh kabupaten adalah rumah untuk 100.000 orang nasional dan
sakit, yaitu yang mempunyai tipe C dan D, dibandingkan antar propinsi di Jawa dan Bali,
yang dilayani oleh setidaknya empat Jawa Barat ternyata jajaran keempat dari
spesialis. Rujukan dari Puskesmas bawah dalam jumlah 114,40.
diperlukan untuk mengakses layanan rumah Masalahnya adalah bahwa ibu-ibu dan
sakit ini, kecuali dalam keadaan darurat. petugas kesehatan masyarakat tidak memiliki
Perawatan kesehatan yang ketiga dilaksana- pengetahuan yang cukup tentang pencegahan
kan oleh rumah sakit provinsi (tipe B dan C). atau pengobatan penyakit umum anak-anak.
Fasilitas kesehatan masyarakat yang Di Jawa Barat, satu dari tiga anak balita
sebelumnya dibiayai oleh pemerintah pusat menderita demam (yang mungkin di-
sekarang didanai oleh daerah. Tapi setelah sebabkan oleh malaria, infeksi saluran
desentralisasi, pemerintah daerah telah gagal pernafasan akut dan lain-lain), dan satu dari
untuk mengalokasikan dana yang cukup tujuh anak balita menderita diare. Sebagian
untuk menyediakan layanan kesehatan besar kematian dari penyakit ini dapat
dasar. Operator kesehatan masih meng- dicegah. Namun, untuk mencegah penyakit
andalkan iuran dibayar oleh masyarakat. ini, ada hal-hal yang harus dipenuhi seperti
Ketergantungan pada pungutan telah pengetahuan yang diperlukan, pengenalan
mengakibatkan peningkatan hambatan tepat waktu, penanganan dan perilaku yang
keuangan bagi masyarakat miskin. Hal ini berubah dan petugas kesehatan. Misalnya,
juga telah menciptakan insentif untuk Survei Demografi Kesehatan 2007 me-
fasilitas yang tidak memberikan intervensi nunjukkan bahwa hanya 61 persen dari anak
kesehatan masyarakat, termasuk langkah- balita dengan diare diobati dengan terapi
langkah perawatan pencegahan telah rehidrasi oral.
menyebabkan kurang menguntungkannya Langkah-langkah untuk memperbaiki
dari segi penyembuhan. Situasi ini telah kualitas membutuhkan sumber daya tambah-
menyebabkan pemerintah pusat untuk an untuk mengembangkan dan memotivasi
memperkenalkan program nasional seperti pekerja kesehatan. Kinerja petugas kesehatan
Asuransi Kesehatan bagi Masyarakat Miskin ditentukan oleh keterampilan dan motivasi.
(Askeskin), yang kemudian diubah menjadi Untuk mengembangkan keterampilan, tidak

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 59
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

hanya diperlukan lebih banyak pelatihan, Asuransi Kesehatan ada banyak hal yang
diperlukan juga pengawasan fasilitatif harus difahami secara sama dan disajikan
manajemen kasus, dan untuk para kepada public secara luas.
profesional, penilaian sejawat, pemantauan 2. Pelaksanaan kebijakan kesehatan
berkala dan peristiwa penting adalah sangat masyarakat telah dilakukan dengan pola
penting untuk diperhatikan. Sesi umpan desentralisasi. Hal ini akan melemahkan
balik, pemantauan dan pengawasan terus kekuatan sumber daya manusia, karena
menerus memainkan peran penting, tidak mereka dibagi sebagian besar.
hanya dalam meningkatkan kualitas tetapi Pengumuman tentang pelayanan
juga dalam memotivasi tim kesehatan. kesehatan masyarakat dioperasikan
Pemerintah Jawa Barat dapat mem- secara independen di daerah masing-
pertimbangkan untuk memberikan insentif masing, dengan media masing-masing.
bagi tenaga kesehatan. Insentif ini dapat 3. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat
mengambil bentuk non-tunai (naik pangkat, tidak sepenuhnya disosialisasikan
fasilitas, dan pengakuan profesi), uang struktur baru layanan kesehatan dengan
(tambahan komponen berbasis kinerja dari dukungan kebijakan dalam bentuk
gaji), atau institusional dan berbasis tim kebijakan umum, petunjuk pelaksanaan
(langkah-langkah seperti sistem akreditasi dan petunjuk untuk teknis pelayanan
dan kompetisi terbuka). kesehatan masyarakat, terutama pada
Namun, semua ini tidak cukup. Petugas kesehatan ibu dan anak. Kurangnya
medis daerah selalu kurang, terutama, jika di kebijakan publik yang jelas dan petunjuk
daerah terpencil, di pegunungan, hutan atau pelaksanaan teknis telah membingungkan
daerah pesisir. Untuk itu, tenaga kesehatan para pemangku kepentingan kesehatan,
masih perlu ditambahkan. Penting juga untuk terutama mereka yang bekerja sama
selalu melatih orang sehingga mereka dapat dengan pelayanan kesehatan publik
menangani penyakit mereka sendiri. Dengan seperti Asuransi Kesehatan dan
demikian, pelatihan-pelatihan atau pengguna.
bimbingan-bimbingan teknis harus sering 4. Kesatuan koordinasi dan keseragaman
dilakukan. layanan informasi, dan jaringan
Setelah pelatihan-pelatihan itu, kerjasama di lembaga kesehatan
komunikasi relawan dengan pihak dinas masyarakat, di lingkungan Pemerintah
kesehatan penting untuk selalu terjalin Provinsi Jawa Barat telah dilakukan
dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan baik.
kontak intensif baik melalui media tradisional 5. Dalam melaksanakan kewajibannya
seperti acara-acara gathering di desa-desa, pelaksana sangat termotivasi untuk
atau media sosial lainnya, apakah itu layanan kesehatan masyarakat telah
Facebook, WhatsApp, Blackberry, atau menjadi fungsi utama dalam tugas dan
lainnya. fungsi departemen kesehatan. Namun,
kurangnya petugas kesehatan yang
SIMPULAN
langsung menangani kesehatan ibu dan
Berdasarkan uraian dan penjelasan di anak yang dirasakan oleh masyarakat
atas, dari penelitian ini dapat ditarik sehingga penelitian ini merekomendasi-
kesimpulan sebagai berikut: kan dipersiapkannya petugas kesehatan
1. Pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu tambahan di masyarakat.
dan anak di dijalankan oleh Dinas 6. Agar komunikasi layanan kesehatan ibu
Kesehatan Jawa Barat tidak begitu besar, dan anak dapat diimplementasikan
sedangkan dengan adanya program dengan baik, harus didukung oleh

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 60
Cucu Sugyati 1) *, Diah Fatma Sjoraida 2), Rully Khairul Anwar 3)

berbagai media, termasuk media sosial California; Brooks/Cole Publishing


dan bahkan media tradisional. Company.
Locke, L.; Silverman, S.; Spirduso, W.W.
(1987). Reading and Understanding
DAFTAR PUSTAKA Research. Thousand Oaks, CA: Sage
Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Publications.
Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara. Marshall, Catherine and Rossman, Gretchen
Creswell, John. W. (2012). Research Design B. (1989). Designing Qualitative
Qualitative & Quantitative Approaches. Research. Newbury Park, CA: Sage
9th edition.Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Publication. Miles, M.B. and Huberman, A.M. (1994).
Denzin, Norman K and Yvonna S. Lincoln. Qualitative Data Analysis: An Expanded
(1994). Handbook of Qualitative Sourcebook. 2nd edition.Thousand
Research.Thousand Oaks, CA: Sage Oaks, CA: Sage Publications.
Publications. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Dever, G.E. Alan. (1984). Epidemiology in 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang
Health Services Management. Madrid: Standar Pelayanan Minimal Bidang
Aspen. Kesehatan.
Dimock, Marshall Edward and Dimock, G.G.O. Pressman, J. and A. Wildavsky. (1973).
(1953). Public Administration. Implementation, Berkeley, California:
Rinehart. University of California Press.
Gordon. I., J. Lewis. (1986). Perspectives on Ripley, Randall and Franklin, Grace. (1980).
Policy Analysis. In Public Congress, the Bureaucracy and Public
Administration Bulletin, Vol. 25. Policy. 2nd ed. Homewood, Ill: The
Howlett, Michael dan M. Ramesh. (1995). Dorsey Press.
Studying Public Policy: Policy Cycles Udoji, Chief J.O. (1981). The African Public
and Policy Subsystem.New York: Oxford Servant as a Public Maker, Public Policy
University Press. in Africa, Africa Association for Public
Jones, Charles O. (1984). An Introduction to Administration.
the Study of Public Policy, Monterey, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


JURNAL ILMU PEMERINTAHAN
Volume 2– Nomor 1, April 2017, (Hlm 61-83)

Available online at: http://e-journal.upstegal.ac.id/index.php/jip

Pandangan Masyarakat Terhadap Kebijakan Standar Nasional Pendidikan


(Studi Pada Pendidikan Dasar di Kota Tanjungpinang)

Rendra Setyadiharja1) *, Neng Suryanti Nengsih 2)


1 Program Studi Ilmu Pemerintahan, Stisipol Raja Haji Tanjungpinang. Jalan Raja Haji Fisabilillah

Km.8 No.48, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 29111 Indonesia.


2 Program Studi Ilmu Pemerintahan, Stisipol Raja Haji Tanjungpinang. Jalan Raja Haji Fisabilillah

Km.8 No.48, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, 29111 Indonesia


* Korespondensi Penulis. E-mail: rendra_tanjungpinang@yahoo.co.id, Telp: +6281268660986

Abstrak
Persoalan pendidikan berhubungan dengan bagaimana mencapai tujuan pendidikan
nasional. Oleh karena itu pemerintah menetapkan banyak standar dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan nasional. Banyak kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun masih
mengundang tanda tanya standar pendidikan yang mampu dan berkualitas dalam rangka
meningkatkan pendidikan di Indonesia. Penelitian ini akan menjelaskan dengan statistik deskriptif
tentang pandangan masyarakat tentang kebijakan standar nasional pendidikan yang tertuang di
dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang
kemudian disempurnakan menjadi PP No. 32 Tahun 2013 dan kemudian disempurnakan kembali
menjadi PP No. 15 Tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah mengungkap pandangan masyarakat
sekaligus menjadi input bagi pemerintah terkait dengan standar nasional pendidikan yang selama
ini digunakan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian ini adalah data
statistik deskriptif pandangan masyarakat Kota Tanjungpinang terkait kebijakan standar nasional
pendidikan khususnya pada pendidikan dasar di Kota Tanjungpinang. Hasil penelitian ini
diharapkan mampu menjadi rekomendasi bagi pemerintah khususnya dalam penerapan standar
nasional pendidikan di pendidikan dasar.
Kata kunci: Pandangan Masyarakat, Kebijakan, Standar Pendidikan, Pendidikan Dasar

PUBLIC PERCEPTION ON THE NATIONAL EDUCATION STANDARDS POLICY


(Studies in Primary Education Level in Tanjungpinang)
Abstract
Education problems related to the issue of state goals is educating the nation. Therefore, the
Government should establish a policy on optimal standard of education for its society. A wide
variety of standard policy on education has been issued by the government. But whether the policy
on the standard is believed to be the best solution to improve the quality of education in Indonesia.
This study will explain in descriptive statistics related to public perceptions of the standard policy
of national policies in education, especially in Tanjungpinang, and focused on primary education.
The purpose of this study is to reveal the preferences of society as well as the input to the relevant
government standards to be improved and enhanced by the government. This research is
descriptive with quantitative approach. The results of this study are related statistical description
of public perception of the policy of national education standards in Tanjungpinang, especially at
the primary level. This research is expected to be recommendations for government policy related
to national education standards in Tanjungpinang, especially at the primary level.
Keywords: Public Perception, Policy, Education Standard, Primary Education

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 62
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

harus berfungsi secara optimal sebagi


PENDAHULUAN
wahana utama dalam pembangunan bangsa
Pembukaan Undang-undang 1945 dan karakter.
mengamanatkan bahwa pembentukan Penyelenggaraan pendidikan sebagai-
Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara mana yang diamanatkan dalam Undang-
lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang- Sistem Pendidikan Nasional diharapkan
undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 3 yang dapat mewujudkan proses perkembangan
menyatakan bahwa “Pemerintah meng- pribadi peserta didik sebagai generasi
usahakan dan menyelenggarakan satu sistem penerus bangsa di masa depan, yang diyakini
pendidikan nasional, yang meningkatkan akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia kembangnya bangsa dan negara Indonesia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan sepanjang jaman.
bangsa, yang diatur dengan undang-undang. Untuk mengukur standar nasional
Perwujudan dari amanat Undang- pendidikan, sesuai amanat Pasal 35 tentang
undang Dasar 1945 yaitu dengan di- Standar Nasional Pendidikan yang me-
berlakukannya Undang-Undang Nomor 20 nuliskan bahwa standar nasional pendidikan
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan yang terdiri dari standar isi, proses,
Nasional, yang merupakan produk Undang- kompetensi kelulusan, tenaga pendidikan dan
Undang pendidikan pertama pada awal abad kependidikan, sarana dan prasarana,
ke-21. Undang-Undang ini menjadi dasar pengelolaan dan pembiayaan dan penilaian
hukum untuk membangun pendidikan pendidikan yang kemudian menjadi acuan
nasional dengan menerapkan prinsip pengembangan kurikulum, tenaga pendidik-
demokrasi, desentralisasi dan otonomi an, sarana dan prasarana, pengelolaan dan
pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi pembiayaan. Kemudian sebagai petunjuk
manusia. Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 pelaksaan untuk melakukan pengawasan dan
Agustus 1945, Undang-Undang tentang pengukuran standar nasional pendidikan
sistem pendidikan nasional telah mengalami maka pemerintah telah mengeluarkan
beberapa kali perubahan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005
Pendidikan nasional, sebagai salah tentang Standar Nasional Pendidikan yang
satu sektor pembangunan nasional dalam kemudian disempurnakan menjadi PP No. 32
upaya untuk mencerdaskan kehidupan Tahun 2013 dan kemudian disempurnakan
bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem kembali menjadi PP No. 15 Tahun 2015 yang
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat menyatakan bahwa Standar Nasional
dan berwibawa untuk memberdayakan Pendidikan merupakan kriteria minimal
semua warga Indonesia berkembang menjadi tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
manusia yang berkualiatas sehingga mampu hukum NKRI.
dan pro aktif menjawab tantangan zaman Kurikulum merupakan salah satu
yang selalu berubah. Makna manusia yang unsur yang bisa memberikan kontribusi yang
berkualitas, menurut Undang-undang Nomor signifikan untuk mewujudkan proses
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan berkembangnya kualitas potensi peserta
Nasional yaitu manusia terdidik yang didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa
beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang kurikulum yang dikembangkan dengan ber-
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, basis pada kompetensi sangat diperlukan
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga sebagai instrumen untuk mengarahkan
negara yang demokratis dan bertanggung peserta didik menjadi:
jawab. Oleh karena itu pendidikan nasional

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 63
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

1. Manusia berkualitas yang mampu dan mengganti kurikulum dalam pendidikan tidak
proaktif menjawab tantangan zaman lain karena ingin memperbaiki mutu
yang selalu berubah. pendidikan agar lebih berkembang dan
2. Manusia terdidik yang beriman dan mengikuti zaman, namun dalam penerapan-
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha nya masih banyak kendala sehingga siswa
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem
cakap, kreatif dan mandiri. pembelajaran yang baru. Sehingga dalam
3. Warga negara yang demokratis dan pelaksanaan evaluasi atau ujian nasional
bertanggung jawab. Pengembangan siswa menggunakan segala cara untuk
dan pelaksanaan kurikulum berbasis mendapatkan standar nilai kelulusan. Tidak
kompetensi merupakan salah satu hanya itu, bahkan beberapa sekolah
strategi pembangunan pendidikn memberikan bantuan kepada siswanya
nasional sebagaiman yang diamanatkan dengan cara sembunyi-sembunyi. Hal ini
pada Undang-undang Nomor 20 Tahun semakin memperburuk mental anak bangsa
2003 tentang Sistem Pendidikan sebagai kader penerus di masa depan.
Nasional. Dengan konsep kurikulum berbasis
Kurikulum sebagai standar pertama kompetensi, tak tepat jika ada yang
dalam pengembangan pendidikan yang di menyampaikan bahwa pemerintah salah
atur dalam sistem pendidikan di Indonesia sasaran saat merencanakan perubahan
telah mengalami perubahan sebanyak 10 kali. kurikulum, karena yang perlu diperbaiki
Berikut sejarah perkembangan kurikulim di sebenarnya metodologi pembelajaran bukan
Indonesia yang penulis sajikan dalam bentuk kurikulum. Hal ini menunjukkan belum
timeline untuk mempermudah dalam dipahaminya secara utuh bahwa kurikulum
memahami sejarah perkembangan kurikulum berbasis kompetensi termasuk mencakup
dari masa kolonialisme yang berawal dari metodologi pembelajaran.
tahun 1947. Tanpa metodologi pembelajaran yang
sesuai, tak akan terbentuk kompetensi yang
diharapkan. Sebagai contoh, dalam
Kurikulum 2013, kompetensi lulusan dalam
ranah keterampilan untuk SD dirumuskan
sebagai “memiliki (melalui mengamati,
menanya, mencoba, mengolah, menyaji,
menalar, mencipta) kemampuan pikir dan
tindak yang produktif dan kreatif, dalam
Sumber: Diolah dari berbagai Sumber ranah konkret dan abstrak, sesuai dengan
yang ditugaskan kepadanya.” Kompetensi
Gambar.1 Sejarah Perkembangan
semacam ini tak akan tercapai bila pengertian
Kurikulum Pendidikan di Indonesia
kurikulum diartikan sempit, tak termasuk
Dalam kurikulum 2013 ini, mata metodologi pembelajaran.
pelajaran berkontribusi pada semua ranah Bukan saja persoalan kurikulum,
kompetensi dan keseragaman antara materi dimana standar pendidikan kedua yaitu
proses dan hasil. Perubahan kurikulum ini berkaitan dengan tenaga pendidik dan tenaga
sedikit banyak memberi pengaruh terhadap kependidikan. Disisi ini akan lebih banyak
siswa karena kurang siapnya siswa untuk berkaitan dengan kualitas guru dan tenaga
beradaptasi dengan kurikulum yang baru, kependidikan yang ada di sekolah. Guru
sehingga tidak menutup kemungkinan dapat merupakan aktor terdepan dalam pelaksana-
menurunkan prestasi. Tujuan pemerintah an pendidikan yang berhadapan dengan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 64
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

peserta didik. Peran penting guru antara lain tinggi oleh karena itu dana BOS haruslah bisa
meliputi : kemampuan menjabarkan topik- membantu siswa untuk menyelesaikan
topik bahasan pada mata pelajaran maenjadi pendidikan dasar 9 tahunnya.
informasi yang menarik dan mudah dipahami Standar terakhir adalah adalah standar
oleh peserta didik, kemampuasn meng- pengelolaan. Dimana dalam hal ini berkaitan
identifikasi tingkat dan area kesulitan peserta dengan Manajemen Berbasis Sekolah. Dimana
didik dan kemampuan untuk membantu dalam Manajemen Berbasis Sekolah ini
keluar dari kesulitan tersebut dan ke- haruslah melibatkan beberapa pihak dalam
mampuan melakukan evaluasi kemajuan pengelolaan sekolah yaitu kepala sekolah,
belajar siswa. Oleh karena itu bangsa guru, tenaga pendidikan, orang tua siswa,
Indonesia sangat membutuhkan kualitas guru masyarakat lingkungan sekolah. Dengan
yang mumpuni, bukan saja mampu standar pengelolaan seperti ini, diharapkan
mentransformasikan ilmu melainkan juga sekolah tidak lagi menjadi aktor tunggal
mampu memberikan nilai pendidikan bagi dalam rangka mendidik anak bangsa ini,
siswa. namun akan lebih baik jika melibatkan pihak-
Standar selanjutnya adalah standar pihak tersebut dalam pengelolaan sekolah.
sarana dan prasarana. Dalam hal ini Kesemua standar tersebut diterapkan
Indonesia membutuhkan sebuah kondisi diseluruh wilayah Indonesia termasuk Kota
bangunan sekolah yang representatif dimana Tanjungpinang. Terkadang muncul sebuah
sekolah tidak lagi menjadi tempat yang pertanyaan apakah kebijakan pengembangan
menakutkan bagi siswa melainkan juga pendidikan nasional dengan standar tersebut
mampu menjadi rumah kedua bagi mereka. sudah efektif dalam rangka mengembangkan
Tentunya akan berkaitan bagaimana dengan pendidikan di Indonesia terlebih khusunya di
sarana dan prasarana di tempat siswa-siswa Kota Tanjungpinang. Apakah semua
bersekolah. Kenyamanan lingkungan sekolah stakeholders baik itu guru, siswa dan
dari sisi gedung, laboratorium, perpustakaan masyrakat dalam hal ini mengetahui dengan
yang lengkap, fasilitas olah raga dan tak boleh jelas sehingga kebijakan pengembangan
dilupakan juga sarana untuk meningkatkan pendidikan ini dinilai efektif. Oleh karena itu,
bakat siswa seperti lapangan olah raga, ruang perlu dilakukan sebuah kajian mengenai
kesenian, dan lain sebagainya harusnya efektivitas kebijakan pengembangan
tersedia di sekolah agar siswa merasakan pendidikan nasional di Kota Tanjungpinang
sebuah kenikmatan dan kenyamanan di menurut masyarakat.
lingkungan sekolah yang akan mampu
METODE
mendukung meningkatkan suasana akademik
di sekolah. Untuk melihat objek penelitian agar
Selanjutnya adalah standar lebih terinci dalam mengukur variabel
pembiayaan. Standar ini berkaitan dengan dengan instrument yang telah disediakan
penyaluran Dana Operasional Sekolah (BOS) penulis menggunakan metode survey dengan
yang dikelola oleh sekolah dalam rangka pendekatan kuantitatif. Adapun pendekatan
membantu siswa dalam menjalani penelitian kuantitafif yang digunakan dalam
pendidikan dasar dan menengah. Penyaluran penelitian ini adalah dengan cara metode
dana BOS ini haruslah menjunjung tinggi nilai survey dengan menggunakan kuesioner
transparansi, efektif dan efisien. Dana BOS sebagai alat pengumpulan data primer,
haruslah menjadi sebuah asupan secara sementara dokumentasi dan observasi
finansial untuk membantu siswa untuk sebagai alat dan teknik pengumpulan data
menjalani pendidikannya, dan kita ketahui sekunder. Penelitian ini menggunakan 120
bahwa biaya pendidikan sekarang cukup sampel yang terdiri dari guru, masyarakat

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 65
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

dan orang tua murid tingkat pendidikan Kebijakan mengandung suatu unsur
dasar di 4 (empat) kecamatan di Kota tindakan untuk mencapai tujuan dan
Tanjungpinang, dengan teknik sampling umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh
menggunakan Random Sampling. seseorang, kelompok ataupun pemerintah.
Kebijakan tentu mempunyai hambatan-
HASIL DAN PEMBAHASAN
hambatan tetapi harus mencari peluang-
A. Konsep Kebijakan peluang untuk mewujudkan tujuan dan
Kebijakan secara epistimologi, istilah
sasaran yang diinginkan. Hal tersebut berarti
kebijakan berasal dari bahasa Inggris
kebijakan tidak boleh bertentangan dengan
“policy”. Akan tetapi, kebanyakan orang
nilai-nilai dan pelaksanaan sosial yang ada
berpandangan bahwa istilah kebijakan
dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi
senantiasa disamakan dengan istilah ke-
nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-
bijaksanaan. Padahal apabila dicermati
nilai yang hidup dalam masyarakat, maka
berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksana-
kebijakan tersebut akan mendapat kendala
an berasal dari kata “wisdom”.
ketika di implementasikan. Sebaliknya, suatu
Pendapat Anderson yang dikutip oleh
kebijakan harus mampu mengakomodasikan
Wahab, merumuskan kebijaksanaan sebagai
nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan
langkah tindakan yang secara sengaja
berkembang dalam masyarakat.
dilakukan oleh seseorang aktor atau sejumlah
aktor berkenaan dengan adanya masalah B. Konsep Standar Nasional Pendidikan
atau persoalan tertentu yang sedang dihadapi Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
(Anderson dalam Wahab, 2004:3). Oleh 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
karena itu, kebijaksanaan menurut Anderson yang kemudian disempurnakan menjadi PP
merupakan langkah tindakan yang sengaja No. 32 Tahun 2013 dan kemudian
dilakukan oleh aktor yang berkenaan dengan disempurnakan kembali menjadi PP No. 15
adanya masalah yang sedang di hadapi. Tahun 2015 serta berdasarkan paparan
Kebijakan menurut pendapat Carl Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Friedrich yang dikutip oleh Wahab bahwa: Republik Indonesia (2013) bahwa
“Kebijakan adalah suatu tindakan yang pengembangan pendidikan nasional mengacu
mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh pada standar berikut.
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan
adanya hambatanhambatan tertentu
seraya mencari peluang-peluang untuk
mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran
yang diinginkan” (Friedrich dalam Wahab,
2004:3).
Berdasarkan definisi di atas, kebijakan
mengandung suatu unsur tindakan-tindakan
untuk mencapai tujuan. Umumnya tujuan
tersebut ingin dicapai oleh seseorang, Gambar.2 Standar Pengembangan
kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan Pendidikan Nasional
tentu mempunyai hambatan-hambatan pada Standar Nasional Pendidikan yang
pelaksanaannya tetapi harus mencari meliputi standar pengelolaan, standar biaya,
peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan standar sarana prasarana, standar pendidik
yang diinginkan. dan tenaga kependidikan, standar isi, standar
proses, standar penilaian, dan standar

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 66
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

kompetensi lulusan. Tantangan internal Standar ini diukur dengan hal-hal


lainnya terkait dengan faktor perkembangan sebagai berikut.
penduduk Indonesia dilihat dari per- 1. Menilai kemampuan siswa pada
tumbuhan penduduk usia produktif. Terkait pendidikan dasar hanya dilihat
dengan tantangan internal pertama, berbagai dari hasil pembelajaran siswa.
kegiatan dilaksanakan untuk mengupayakan 2. Menilai kemampuan siswa pada
agar penyelenggaraan pendidikan dapat pendidikan dasar hanya dilihat
mencapai ke delapan standar yang telah dari kerajinan dan perilaku siswa.
ditetapkan. 3. Menilai kemampuan siswa pada
Pengembangan pendidikan mengacu pendidikan dasar merupakan
pada 8 standar dengan dikelompokkan dalam gabugan antara nilai
5 aspek yaitu : pembelajaran, kerajinan, dan
I. Aspek Kurikulum Pendidikan , perilaku siswa.
dimana didalam kurikulum terdapat d. Standar Lulusan
beberapa standar isi, standar (proses) Standar ini diukur dengan hal-hal
penilaian, standar proses sebagai berikut.
(pembelajaran) dan standar kompetisi 1. Sistem kelulusan tingkat
lulusan yang diukur dengan hal-hal pendidikan dasar sekarang ini
sebagai berikut. terlalu kaku dengan hanya
a. Standar Isi melihat nilai akhir berdasarkan
Standar ini diukur dengan hal-hal sisi pengetahuan belaka tanpa
sebagai berikut. mempertimbangkan sisi sikap dan
1. Kurikulum yang digunakan dalam perilaku siswa.
pendidikan dasar saat ini sudah 2. Hasil lulusan sekolah pada jenjang
sangat sesuai dan menjawab pendidikan dasar saat ini sudah
tantangan masa depan mampu mencerminkan kualitas
2. Keterlibatan orang tua dan pendidikan dasar di Indonesia
masyarakat secara luas sangat II. Aspek Tenaga Pendidik dan Tenaga
diperlukan dalam pengembangan Kependidikan, dimana didalam
kurikulum dalam pendidikan aspek ini terdapat hal yang penting
dasar seperti peningkatan kualifikasi dan
b. Standar Proses Pembelajaran sertifikasi, pembayaran tunjangan
Standar ini diukur dengan hal-hal sertifikasi, dan uji kompetensi dan
sebagai berikut. pengukuran kenirja.
1. Proses pembelajaran pada Standar ini diukur dengan hal-hal
sekolah dasar seharusnya hanya sebagai berikut.
terpusat pada guru. 1. Kualitas guru pada pendidikan
2. Proses pembelajaran pada dasar saat ini sudah dapat
sekolah dasar sebaiknya terpusat dikatakan berkompeten dalam
pada siswa dengan banyaknya mengelola pendidikan.
peran siswa dalam pembelajaran 2. Kuantitas atau jumlah guru pada
dan guru hanya sebagai fasilitator. suatu sekolah dasar saat ini sudah
3. Ada keterlibatan peran orang tua dinilai cukup dan memadai
siswa dalam merancang proses 3. Untuk menciptakan suatu kualitas
pembelajaran. pendidikan dasar yang sempurna
c. Standar Proses Penilaian harus ada keterlibatan antara

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 67
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

pemerintah, sekolah, orang tua dan keuangan di sekolah termasuk


masyarakat. dana BOS.
III. Aspek Sarana dan Prasarana, d. Dalam pelaksanaannya Dana BOS
dimana didalam aspek ini terdapat telah tepat pada sasarannya
beberapa hal penting yang berupa sehingga saat membantu
Rehab Gedung Sekolah, Penyediaan kelompok sasaran tersebutt dalam
Lab dan Perpustakaan,dan menjalani pendidikan dasar.
Penyediaan Buku. V. Aspek Pengelolaan, didalam aspek ini
Standar ini diukur dengan hal-hal bagaimana mengatur manajemen
sebagai berikut. berbasis sekolah sehingga tercipta
a. Sarana dan prasarana sekolah sekolah yang mampu menciptakan SDM
pada jenjang pendidikan dasar yang baik.
selama ini sudah mampu Standar ini diukur dengan hal-hal
mendukung sistem pembelajaran sebagai berikut.
siswa di sekolah. a. Sekolah telah mampu mengelola
b. Keterlibatan orang tua dan dan mengembangkan pendidikan
masyarakat sangat diperlukan dasar dengan baik.
dalam pemenuhan dan b. Melibatkan orang tua dan
pemeliharaan sarana dan masyarakat dalam perencanaan,
prasarana di sekolah selain pelaksanaan, dan evaluasi
tanggung jawab sekolah dan pengelolaan sekolah pada jenjang
pemerintah pendidikan dasar adalah sangat
c. Keterlibatan orang tua dan diperlukan.
masyarakat sangat diperlukan
dalam memenuhi kebutuhan C. Pandangan Masyarakat Terhadap
buku siswa dan perpustakaan Kebijakan Standar Nasional
Pendidikan Di Kota Tanjungpinang
sekolah selain tanggung jawab
I. Aspek Kurikulum Pendidikan
sekolah dan pemerintah. a. Standar Isi Kurikulum
IV. Aspek Pembiayaan, dimana didalam Sesuai Standar Nasional Pendidikan
aspek ini terdapat hal yang berkaitan yang ditetapkan Pemerintah dalam No. 19
dalam aspek pembiayaan BOS, Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Bantuan Siswa Miskin dan Pendidikan yang kemudian disempurnakan
BOPTN/Bidik Misi (di PT). menjadi PP No. 32 Tahun 2013 dan kemudian
Standar ini diukur dengan hal-hal disempurnakan kembali menjadi PP No. 15
sebagai berikut. Tahun 2015 yang menyatakan bahwa Standar
a. Sekolah saat ini telah melakukan Nasional Pendidikan maka aspek pertama
standar pembiayaan yang baik, yang akan diukur adalah aspek kurikulum
transparan dan akuntabel. pendidikan. Dalam kurikulum ini terdapat
b. Sekolah pada jenjang pendidikan beberapa dimensi yang akan diukur yaitu
dasar telah berhasil mengelola dan Standar isi kurikulum, Standar Pembelajaran,
Bantuan Operasional Sekolah Standar Proses Penilaian, dan Standar
dengan baik dan transparan serta Kelulusan.
akuntabel sehingga memudahkan Dimensi standar isi kurikulum terdapat
siswa dalam menjalani pendidikan. pula beberapa hal yang menjadi indikator
c. Keterlibatan orang tua dan penelitian yaitu kurikulum yang digunakan
masyarakat luas sangat diperlukan dalam pendidikan dasar saat ini sudah sangat
dalam pengawasan dan audit sesuai dan menjawab tantangan masa depan,

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 68
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

dan Keterlibatan orang tua dan masyarakat TIDAK TAHU 1 1%


TOTAL 120 100%
secara luas sangat diperlukan dalam Sumber: Data Olahan, 2015
pengembangan kurikulum dalam pendidikan Berdasarkan tabel di atas, dapat
dasar. ditunjukkan bahwa 58% responden
Berdasarkan hasil penelitian yang telah menyatakan sangat setuju dan setuju
dilakukan maka pengukuran indikator utama terhadap indikator keterlibatan orang tua
diperoleh data sebagaimana dijelaskan pada dan masyarakat secara luas dalam
tabel berikut. pengembangan kurikulum pada tingkat
Tabel 1. Kurikulum Yang Digunakan Dalam pendidikan dasar, dan hanya 29% yang
Pendidikan Dasar Saat Ini Sudah Sangat Sesuai Dan
Menjawab Tantangan Masa Depan Bangsa menyatakan tidak setuju dan 13% yang
Kurikulum sesuai menyatakan tidak tahu. Itu artinya responden
dengan tantangan JUMLAH PERSENTASE berpendapat bahwa keterlibatan orang tua
masa depan dan masyaraka sangat dibutuhkan dalam
SANGAT SETUJU 17 14%
SETUJU 79 66% pengembangan dalam pendidikan dasar.
KURANG SETUJU 22 18%
TIDAK SETUJU 2 2%
b. Standar Proses Pembelajaran
TIDAK TAHU 0 0%
TOTAL 120 100% Standar selanjutnya dalam aspek
Sumber: Data Olahan, 2015 kurikulum adalah standar proses
Berdasarkan Tabel 1 menyatakan pembelajaran. Di dalam standar ini hal-hal
bahwa 80% responden Sangat Setuju dan yang menjadi penilaian dan akan diambil
Setuju, bahwa kurikulum yang digunakan sebuah pandangan dari masyarakat adalah
dalam pendidikan dasar saat ini sudah sangat terkait indikator berikut yaitu, proses
sesuai dan menjawab tantangan masa depan pembelajaran pada sekolah dasar seharusnya
bangsa. Hanya 20% yang menyatakan hanya terpusat pada guru, proses
pandangan negatif yaitu kurang setuju dan pembelajaran pada sekolah dasar sebaiknya
tidak setuju. Itu artinya Kurikulum KTSP yang terpusat pada siswa dengan banyaknya peran
digunakan dalam jenjang pendidikan dasar siswa dalam pembelajaran dan guru hanya
saat ini dinilai masyarakat sesuai dengan sebagai fasilitator, dan adanya keterlibatan
tantangan yang akan dihadapi siswa di masa peran orang tua siswa dalam merancang
yang akan datang. Kesesuaian materi ajar proses pembelajaran.
yang diberikan oleh guru kepada siswa saat Maka dari beberapa indikator tersebut,
relevan dengan kondisi zaman dan masa diperoleh hasil masing-masing indikator
depan yang nantinya akan ditemui oleh siswa sebagai berikut.
Tabel 3. Proses Pembelajaran Pada Sekolah Dasar
ketika ia akan beranjak ke jenjang pendidikan
Seharusnya Hanya Terpusat Pada Guru
yang lebih tinggi. Proses pembelajaran
pada sekolah dasar
Selanjutnya indikator kedua dari seharusnya hanya
JUMLAH PERSENTASE
standar isi kurikulum adalah sebagaimana terpusat pada guru
SANGAT SETUJU 7 6%
dijelaskan pada tabel berikut ini. SETUJU 24 20%
Tabel 2. Keterlibatan Orang Tua Dan Masyarakat KURANG SETUJU 33 28%
Secara Luas Sangat Diperlukan Dalam TIDAK SETUJU 53 44%
Pengembangan Kurikulum Dalam Pendidikan TIDAK TAHU 3 3%
Dasar TOTAL 120 100%
Keterlibatan orang tua Sumbe: Data Olahan, 2015
dan masyarakat secara
luas sangat diperlukan
JUMLAH PERSENTASE Berdasarkan data yang diperllihatkan
dalam pengembangan
kurikulum dalam
pendidikan dasar
pada tabel di atas, maka diperoleh data
SANGAT SETUJU 75 63% bahwa terdapat 58% responden menyatakan
SETUJU 41 34%
KURANG SETUJU 3 3% sangat setuju dan setuju bahwa proses
TIDAK SETUJU - 0%

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 69
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

pembelajaran pada sekolah seharusnya yang menjawab sangat setuju dan setuju, dan
hanya terpusat pada guru. Namun juga hanya 41% yang menjawab dengan
terdapat 29% responden yang tidak setuju kecenderungan negatif yaitu kurang setuju,
bahwa proses pembelajaran pada sekolah tidak setuju atau bahkan tidak tahu. Artinya
seharusnya terpusat pada guru, dan 13% pandangan masyarakat cenderung positif
tidak tahu dalam menjawab penyataan dengan penyataan pada indikator ini.
tersebut. Itu artinya sebagian besar Indikator selanjutnya masih dalam
responden berpandangan sepakat, bahwa indikator proses pembelajaran yaitu adanya
dalam proses pembelajaran peran guru masih keterlibatan peran orang tua siswa dalam
sangat mempengaruhi dan sangat merancang proses pembelajaran. Hasil dari
menentukan. pengukuran indikator ini sebagaimana
Kemudian indikator selanjutnya yang dipaparkan pada tabel berikut.
dilakukan pengukuran adalah terkait dengan Tabel 5. Adanya Keterlibatan Peran Orang Tua
Siswa Dalam Merancang Proses Pembelajaran
proses pembelajaran pada sekolah dasar Ada keterlibatan peran
sebaiknya terpusat pada siswa dengan orang tua siswa dalam
JUMLAH PERSENTASE
banyaknya peran siswa dalam pembelajaran merancang proses
pembelajaran
dan guru hanya sebagai fasilitator. SANGAT SETUJU 31 26%
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh SETUJU 52 43%
KURANG SETUJU 8 7%
data sebagai berikut. TIDAK SETUJU 26 22%
Tabel 4. Proses Pembelajaran Pada Sekolah Dasar TIDAK TAHU 3 3%
Sebaiknya Terpusat Pada Siswa Dengan Banyaknya TOTAL 120 100%
Peran Siswa Dalam Pembelajaran Dan Guru Hanya Sumber: Data Olahan, 2015
Sebagai Fasilitator
Proses pembelajaran Berdasarkan data di atas, tampak 69%
pada sekolah dasar
sebaiknya terpusat responden menjawab sangat setuju dan
pada siswa dengan setuju, jika dalam menentukan proses pem-
banyaknya peran JUMLAH PERSENTASE
belajaran, maka diperlukannya keterlibatan
siswa dalam
pembelajaran dan orang tua siswa dalam merancang proses
guru hanya sebagai pembelajaran. Sementara persentase
fasilitator
SANGAT SETUJU 25 21% jawaban negatif hanya 32% yang menjawab
SETUJU 46 38% dengan kecenderungan negatif dengan
KURANG SETUJU 26 22%
penyataan kurang setuju, tidak setuju jika
TIDAK SETUJU 22 18%
TIDAK TAHU 1 1% adanya keterlibatan orang tua siswa dalam
TOTAL 120 100% merancang proses pembelajaran.
Sumber: Data Olahan, 2015

c. Standar Proses Penilaian


Berdasarkan data di atas, tampak
bawah pandangan masyarakat lebih beragam, Aspek kurikulum selanjutnya yang perlu
dilihat dari dekatnya perbedaan persentase dianalisis adalah standar proses penilaian,
masing-masing jawaban, tampak 38% yang merupakan output dari kurikulum
responden mendominasi menjawab setuju tersebut setelah diajarkan kepada peserta
jika proses pembelajaran pada sekolah dasar didik. Di dalam standar ini yang menjadi
sebaiknya terpusat pada siswa dengan indikatornya adalah menilai kemampuan
banyaknya peran siswa dalam pembelajaran siswa pada pendidikan dasar hanya dilihat
dan guru hanya sebagai fasilitator, namun dari hasil pembelajaran siswa, menilai
terdapat 22% yang kurang setuju dan 21% kemampuan siswa pada pendidikan dasar
yang sangat setuju. Namun jika dianalisis hanya dilihat dari kerajinan dan perilaku
lebih lanjut dari angka ini, maka sekitar 59% siswa, dan menilai kemampuan siswa pada

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 70
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

pendidikan dasar merupakan gabugan antara TIDAK SETUJU 39 33%


TIDAK TAHU 2 2%
nilai pembelajaran, kerajinan, dan perilaku TOTAL 120 100%
siswa. Tampak dari beberapa indikator ini Sumber: Data Olahan, 2015
nantinya akan dilihat bagaimana tanggapan Data ini juga menunjukkan bahwa
masyarakat dengan bagaimana sebenarnya sekitar 73% responden menjawab dengen
proses penilaian yang layak bagi peserta kecenderungan negatif yaitu kurang setuju
didik. dan tidak setuju dan tidak tahu, dan hanya
Indikator pertama yaitu menilai 28% responden menjawab positif terhadap
kemampuan siswa pada pendidikan dasar pernyataan pada indikator ini. Itu artinya,
hanya dilihat dari hasil pembelajaran siswa. masyarakat berpandangan tidak sepakat jika
Data hasil penelitian memperlihatkan data para guru atau pendidik atau amanat
sebagai berikut. kurikulum, menilai kemampuan siswa hanya
Tabel 6. Menilai Kemampuan Siswa Pada pada aspek kerajinan dan perilaku siswa.
Pendidikan Dasar Hanya Dilihat Dari Hasil Karena sudut pandangan masyarakat tidak
Pembelajaran Siswa
hanya aspek ini yang menjadi penilaian.
Menilai kemampuan
siswa pada pendidikan Namun juga pada aspek ilmu pengetahuan
JUMLAH PERSENTASE
dasar hanya dilihat dari juga, namun tidak hanya juga pada aspek
hasil pembelajaran siswa
SANGAT SETUJU 6 5%
ilmu pengetahuan dalam aspek pembelajaran
SETUJU 25 21% namun penilaian harus lebih komprehensif.
KURANG SETUJU 48 40%
TIDAK SETUJU 40 33% Indikator selanjutnya yang dilakukan
TIDAK TAHU 1 1% penilaian adalah menilai kemampuan siswa
TOTAL 120 100%
Sumber: Data Olahan, 2015 pada pendidikan dasar merupakan gabugan
antara nilai pembelajaran, kerajinan, dan
Berdasarkan hasil olahan data di atas, perilaku siswa. Data olahan penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa ternyata memperlihatkan data sebagai berikut.
sebanyak 74% masyarakat cenderung Tabel 8. Menilai Kemampuan Siswa Pada
Pendidikan Dasar Merupakan Gabugan Antara Nilai
memberikan tanggapan negatif atas Pembelajaran, Kerajinan, dan Perilaku Siswa
penyataan indikator ini, hanya 26% yang Menilai kemampuan
kecenderungan jawaban responden siswa pada
pendidikan dasar
menjawab sangat setuju dan setuju. Itu merupakan gabungan
JUMLAH PERSENTASE
artinya masyarakat tidak sepakat bahwa antara nilai
pembelajaran,
proses penilaian hanya didasarkan atas hasil kerajinan dan
pembelajaran siswa semata. perilaku siswa
Indikator selanjutnya memperlihatkan SANGAT SETUJU 63 53%
SETUJU 56 47%
sebuah penyataan yang lebih berbeda dari KURANG SETUJU 1 1%
indikator pertama yaitu menilai kemampuan TIDAK SETUJU - 0%
TIDAK TAHU - 0%
siswa pada pendidikan dasar hanya dilihat TOTAL 120 100%
dari kerajinan dan perilaku siswa. Hasil Sumber: Data Olahan, 2015
olahan data yang dilakukan dalam penelitian
ini menghasilkan data sebagai berikut. Berdasarkan data di atas, maka dapat
Tabel 7. Menilai Kemampuan Siswa Pada disimpulkan bahwa sebanyak 99% responde
Pendidikan Dasar Hanya Dilihat Dari Kerajinan Dan menjawab sangat setuju dan setuju jika siswa
Perilaku Siswa
Menilai kemampuan
memang dinilai dari gabungan antara nilai
siswa pada pendidikan pembelajaran, kerajian dan juga perilaku
dasar hanya dilihat dari JUMLAH PERSENTASE
kerajinan dan perilaku siswa. Hanya 1% responden yang menjawab
siswa tidak setuju.
SANGAT SETUJU 9 8%
SETUJU 24 20% Dari ketiga indikator tersebut, maka
KURANG SETUJU 46 38% dapat diketahui bahwa masyarakat ber-

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 71
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

pandangan bahwa aspek penilaian siswa Tabel 9. Sistem Kelulusan Tingkat Pendidikan
Dasar Sekarang Ini Terlalu Kaku Dengan Hanya
tidak hanya pada tataran aspek kognitif Melihat Nilai Akhir Berdasarkan Sisi Pengetahuan
(pengetahuan) namun siswa juga harus Belaka Tanpa Mempertimbangkan Sisi Sikap Dan
dinilai dari sisi afektif (pemahaman) dan juga Perilaku Siswa

psikomotorik. Dengan komprehensifnya Sistem kelulusan


tingkat pendidikan JUMLAH PERSENTASE
metode penilaian, maka siswa dapat belajar dasar terlalu kaku
sesuai modalitas belajarnya dimana siswa SANGAT SETUJU 23 19%
biasanya memiliki modalitas belajar visual, SETUJU 44 37%
KURANG SETUJU 24 20%
audio, kinestetik, ataupun gabungan be- TIDAK SETUJU 29 24%
berapa modalitas belajar tersebut. Para TIDAK TAHU - 0%
TOTAL 120 100%
pendidikan seyogyanya mengetahui akan hal
Sumber: Data Olahan, 2015
tersebut. Ujian Nasional yang merupakan
muara kelulusan siswa dianggap ber- Berdasarkan data di atas, maka
tentangan dengan pandangan ini karena diperoleh data bahwa 56% responden
siswa hanya dinilai dari sisi proses menyatakan sangat setuju dan setuju bahwa
pembelajaran semata. Sehingga Ujian sistem kelulusan tingkat pendidikan dasar ini
Nasional perlu kiranya mendapatkan evaluasi terlalu kaku dengan hanya melihat nilai akhir
dan peninjauan ulang apakah layak sebagai berdasarkan sisi pengetahuan belaka tanpa
instrumen akhir dari sebuah proses mempertimbangankan sisi sikap dan perilaku
pembelajaran yang telah dilalui siswa dalam siswa. Hanya 44% yang menyatakan tidak
waktu yang lama di jenjang pendidikan setuju atas penyataan ini. Kelulusan sekolah
tingkat dasar. dasar dengan instrumen Ujian Nasional
Berstandar Nasional (UASBN) pada akhirnya
d. Standar Lulusan hanya mempertaruhkan nama baik sekolah
Standar terakhir dalam mengukur aspek meraih tingkat kelulusan terbaik dari sisi
kurikulum adalah standar lulusan. Standar ini nilai.
diukur dengan dua indikator yaitu pertama, Selanjutnya setelah dilakukan
sistem kelulusan tingkat pendidikan dasar pengukuran terhadap indikator kedua
sekarang ini terlalu kaku dengan hanya dimensi ini, maka diperoleh data sebagai
melihat nilai akhir berdasarkan sisi berikut.
pengetahuan belaka tanpa memper-
timbangkan sisi sikap dan perilaku siswa, Tabel 10. Hasil Lulusan Sekolah Pada Jenjang
kedua, Hasil lulusan sekolah pada jenjang Pendidikan Dasar Saat Ini Sudah Mampu
Mencerminkan Kualitas Pendidikan Dasar di
pendidikan dasar saat ini sudah mampu Indonesia
mencerminkan kualitas pendidikan dasar di
Hasil lulusan sekolah
Indonesia. pada jenjang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah pendidikan dasar
dilakukan maka pada indikator pertama saat ini sudah mampu JUMLAH PERSENTASE
mencerminkan
diperoleh hasil sebagai berikut. kualitas pendidikan
dasar di Indonesia
SANGAT SETUJU 15 13%
SETUJU 65 54%
KURANG SETUJU 26 22%
TIDAK SETUJU 4 3%
TIDAK TAHU 10 8%
TOTAL 120 100%
Sumber: Data Olahan, 2015

Berdasarkan data di atas, tampak


bahwa sebanyak 67% responden

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 72
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

menyatakan sangat setuju dan setuju atas TIDAK SETUJU 11 9%


penyataan pada indikator ini, dan hanya 33% TIDAK TAHU 10 8%
yang menyatakan responden yang negatif TOTAL 120 100%
yaitu tidak setuju, kurang setuju dan tidak Sumber: Data Olahan, 2015
tahu. Itu artinya, meski dalam indikator
Berdasarkan tabel di atas, maka
sebelumnya menyatakan bahwa kelulusan
diperoleh data bahwa sebanyak 69%
masih didominasi peran nilai akhir sebagai masyarakat menyatakan sangat setuju dan
instrumen, namun masyarakat sepakat setuju bahwa kualitas guru pada pendidikan
bahwa hasil lulusan sekolah pada jenjang dasar khususnya di Kota Tanjungpinang
pendidikan dasar saat ini sudah mampu dapat dinilai memiliki kompeten dalam
mencerminkan kualitas pendidikan dasar di mengelola pendidikan. Sementara hanya 32%
yang menyatakan kuran setuju, tidak setuju
Indonesia. Salah satu cerminan yang tampak
dan tidak tahu. Masyarakat berpandangan
dari lulusan pendidikan tingkat dasar adalah kompetensi guru pada jenjang pendidikan
kemahiran dalam membaca dan berhitung. dasar di Kota Tanjungpinang sudah dinilai
Tampaknya kemampuan dasar ini masih memiliki kompetensinya dalam mendidik
mendominasi lulusan pendidikan dasar untuk siswa, baik kompetensi secara akademik yang
mereka beranjak ke jenjang berikutnya. dibuktikan dengan ijazah keguruan,
kemudain kompetensi pegadodik yang
II. Aspek Tenaga Pendidik Dan Tenaga berperan dalam proses pembelajaran dan
Kependidikan juga kompetensi emosial yang baik dalam
mendidik. Pandangan masyarakat ini
Dalam aspek tenaga pendidik dan tenaga mengisyaratkan kepercayaan masyarakat
terhadap kualitas para pendidik di Kota
kependidikan, maka ada beberapa hal yang
Tanjungpinang. Hasil pengukuran terhadap
menjadi indikator yang menjadi pengukuran, indikator kedua dihasilkan data sebagai
pertama, persepsi masyarakat terhadap berikut.
kualitas guru pada pendidikan dasar, kedua,
adalah persepsi masyarakat terhadap Tabel 12. Persepsi Masyarakat Terhadap Kuantitas
Guru Di Pendidikan Dasar
kuantitas guru di pendidikan dasar dan
ketiga, persepsi masyarakat terhadap Kuantitas atau
jumlah guru pada
pelibatan pemerintah, sekolah, orang tua, dan suatu sekolah dasar JUMLAH PERSENTASE
masyarakat dalam menciptakan pendidikan saat ini sudah dinilai
berkualitas. cukup dan memadai
SANGAT SETUJU 10 8%
Berdasarkan hasil penelitian indikator
SETUJU 63 53%
pertama yaitu persepsi masyarakat terhadap
KURANG SETUJU 34 28%
kualitas guru pada pendidikan dasar, maka
TIDAK SETUJU 12 10%
diperoleh data sebagai berikut.
TIDAK TAHU 1 1%
Tabel 11. Persepsi Masyarakat Terhadap Kualitas TOTAL 120 100%
Guru Pada Pendidikan Dasar Sumber: Data Olahan, 2015

Kualitas guru pada


pendidikan dasar Berdasarkan data di atas, dapat
saat ini sudah dapat disimpulkan bahwa 61% menyatakan sangat
dikatakan JUMLAH PERSENTASE setuju dan setuju bahwa kuantitas atau
berkompeten dalam jumlah guru pada suatu sekolah dasar saat ini
mengelola
pendidikan
sudah dinilai cukup dan memadai, dan 39%
SANGAT SETUJU 16 13% masyarakat menyatakan kurang setuju, tidak
SETUJU 65 54%
setuju dan tidak tahu. Itu artinya bahwa
masyakat Kota Tanjungpinang masih
KURANG SETUJU 18 15%
menyatakan bahwa kuantitas guru atau

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 73
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

jumlah guru di Kota Tanjungpinang masih dengan tepat sehingga proses pengawaan
dinilai cukup dan memadai dengan jumlah berjalan selain pengawasan secara internal di
peserta didik di tingkat sekolah dasar. sekolah. Selain itu masyarakat selaku user
Indikator lainnya yang menjadi pengukuran harus bekerjasama dalam mendidik putera
yaitu persepsi masyarakat terhadap pelibatan puterinya di lingkungan keluarga. Dukungan
pemerintah, sekolah, orang tua, dan terhadap proses pembelajaran yang
masyarakat dalam menciptakan pendidikan diberikan oleh guru selama itu masih dalam
berkualitas. Berdasarkan hasil penelitian tataran aturan yang baik dan tidak
maka diperoleh data sebagai berikut. mengintimidasi anak, maka orang tua perlu
mendukung dan turut menjalin komunikasi
Tabel 13. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelibatan yang baik terhadap guru dan mendidik anak
Pemerintah, Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat
Dalam Menciptakan Pendidikan Berkualitas dengan intens jika anak berada di lingkungan
Untuk menciptakan keluarganya.
suatu kualitas
pendidikan dasar III. Aspek Sarana Dan Prasarana
yang sempurna
harus ada JUMLAH PERSENTASE
keterlibatan antara Dalam aspek sarana dan prasarana ada
pemerintah, beberapa hal yang menjadi variabel
sekolah, orang tua pengukuran untuk menjaring pendapat
dan masyarakat masyarakat tentang standar pendidikan
SANGAT SETUJU 78 65%
yaitu, pertama, keterdukungan sarana dan
SETUJU 39 33% prasarana terhadap sistem pembelajaran,
KURANG SETUJU 2 2% kedua, Keterlibatan orang tua dan
TIDAK SETUJU 1 1% masyarakat dalam pemenuhan dan
TIDAK TAHU - 0% pemeliharaan sarana dan prasarana, dan
TOTAL 120 100% ketiga, keterlibatan orang tua dan
masyarakat dalam pemenuhan buku siswa
Sumber: Olahan Data, 2015
dan perpustakaan di sekolah.
Berdasarkan data di atas, maka dapat Indikator pertama yaitu persepsi masyarakat
diperoleh data bahwa 98% masyarakat terhadap keterdukungan sarana dan
menyatakan sangat setuju dan setuju bahwa prasarana terhadap sistem pembelajaran.
dalam menciptakan kualitas pendidikan yang Dari hasil penelitian maka diperoleh data
berkualitash harus terjadi pelibatan sebagai berikut.
pemerintah, sekolah, orang tua, dan
Tabel 14. Persepsi Masyarakat Terhadap
masyarakat, dan hanya 2% yang menyatakan Keterdukungan Sarana dan Prasarana Terhadap
pandangan dalam konteks negatif. Hal ini Sistem Pembelajaran
bermaksud bahwa tenaga pendidik yaitu
guru harus selalu diawasi dan dibina terus Sarana dan prasarana
sekolah di jenjang
menerus sepenuhnya oleh pemerintah.
pendidikan dasar
Pemerintah dalam konteks ini adalah Dinas selama ini sudah JUMLAH PERSENTASE
Pendidikan khususnya Dinas Pendidikan Kota mampu mendukung
Tanjungpinang. Pemerintah harus mengawasi sistem pembelajaran
dalam hal kompetensi pendidikan guru, siswa di sekolah
SANGAT SETUJU 12 10%
kompeteni pedagogik guru dalam
pembelajaran, kompetensi dan kemampuan SETUJU 66 55%
guru dalam mengajar, terlebih lagi saat ini KURANG SETUJU 28 23%
sistem pembelajaran sudah menggunakan TIDAK SETUJU 13 11%
sistem student centre learning dimana peran TIDAK TAHU 1 1%
siswa dalam proses pembelajaran menjadi TOTAL 120 100%
lebih dominan dari metode pembelajaran
Sumber: Data Olahan, 2015
konvensional yang digunakan sebelumnya.
Pengawas sekolah yang ditunjuk harus Berdasarkan data di atas, dapat
menjalankan tugas pokok dan fungsinya disimpulkan bahwa sebanyak 65%

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 74
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

masyarakat menyatakan sangat setuju dan setuju dengan pernyataan bahwa


setuju bahwa sarana dan prasarana sekolah keterlibatan orang tua dan masyarakat sangat
di jenjang pendidikan dasar selama ini sudah diperlukan dalam pemenuhan dan
mampu mendukung sistem pembelajaran pemeliharaan sarana dan prasarana di
siswa di sekolah. Hanya 35% yang sekolah selain menjadi tanggung jawab
menyatakan kurang setuju, tidak setuju dan sekolah dan pemerintah. Sementara hanya
tidak tahu. 14% masyarakat yang menjawab kurang
Jika dilihat secara nyata, maka rata-rata setuju dan tidak setuju. Keterlibatan orang
sekolah dasar di Kota Tanjungpinang telah tua dan masyarakat dalam pemenuhan dan
memiliki insfrastruktur yang memadai dalam pemeliharaan sarana dan prasarana di
mendukung sistem pembelajaran seperti sekolah dapat diaktualisasikan dengan
telah memiliki laboratorium, fasilitas adanya komite sekolah yang menjadi mitra
olahraga, perpustakaan, dan gedung Unit sekolah dalam pengambilan kebijakan di
Kesehatan Siswa (UKS). Selain itu ruang kelas sekolah. Sekolah tidak mungkin mendapatkan
yang telah cukup baik dalam anggapan bantuan terus menerus dari pemerintah, dan
masyarakat. Fasilitas ini banyak didukug akan sangat sulit juga jika melalui iuran
pemerintah lewat Dana Alokasi Khusus pendidikan. Dana Operasional Sekolah (BOS)
bidang pendidikan yang diberikan oleh yang diberikan oleh pemerintah tidak mampu
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mencukupi sepenuhnya kebutuhan siswa,
sehingga sekolah-sekolah dasar d Kota oleh karena itu perlu adanya sinergitas
Tanjungpinang dapat memiliki infrastruktur antara orang tua siswa yang diwakili oleh
yang cukup memadai. Komite Sekolah untuk pemenuhan dan
Indikator selanjutnya dalam melihat pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah.
pandangan masyarakat terhadap kebijakan Indikator selanjutnya adalah dengan
standar nasional pendidikan di Kota mengukur pandangan masyarakat terhadap
Tanjungpinang adalah dengan mengukur keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam
pandangan masyarakat terhadap keterlibatan pemenuhan buku dan perpustakaan di
orang tua dan masyarakat dalam pemenuhan sekolah. Hasil penelitian menghasilkan data
dan pemeliharaan sarana dan prasarana. Dari sebagai berikut.
hasil penelitian diperoleh data sebagai
berikut. Tabel 16. Persepsi Masyarakat terhadap
Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat dalam
Pemenuhan Buku Siswa dan Perpustakaan di
Tabel 15. Persepsi Masyarakat Terhadap
Sekolah
Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat Dalam
Pemenuhan dan Pemeliharaan Sarana dan
Prasarana Keterlibatan orang tua
dan masyarakat sangat
diperlukan dalam
Keterlibatan orang tua
memenuhi kebutuhan
dan masyarakat sangat
diperlukan dalam buku siswa dan JUMLAH PERSENTASE
pemenuhan dan perpustakaan sekolah
JUMLAH PERSENTASE selain tanggung jawab
pemeliharaan sarana
dan prasana di sekolah sekolah dan
selain tanggung jawab pemerintah
sekolah dan pemerintah
SANGAT SETUJU 30 25%
SANGAT SETUJU 37 31%
SETUJU 60 50%
SETUJU 66 55%
KURANG SETUJU 21 18%
KURANG SETUJU 13 11%
TIDAK SETUJU 9 8%
TIDAK SETUJU 4 3%
TIDAK TAHU - 0%
TIDAK TAHU - 0%
TOTAL 120 100%
TOTAL 120 100%
Sumber: Data Olahan, 2015
Sumber: Data Olahan, 2015
Berdasarkan tabel di atas, tampak
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat bahwa 75% masyarakat berpandangan
disimpulkan bahwa sebanyak 86% sangat setuju dan setuju bahwa keterlibatan
masyarakat menyatakan sanga setuju dan orang tua dan masyarakat sangat diperlukan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 75
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

dalam memenuhi kebutuhan buku siswa dan Sumber: Data Olahan, 2015
perpustakaan sekolah selain tanggung jawab
sekolah dan pemerintah. Hanya 26% Berdasarkan data di atas, menunjukkan
masyarakat yang kurang setuju dan tidak bahwa masyarakat berpandangan sangat
setuju atas penyataan pada indikator ini. setuju dan setuju sebanyak 73% terhadap
Dalam konteks ini artinya, pihak sekolah penyataan bahwa sekolah pada jenjang
harus bekerja sama dengan orang tua murid pendidikan dasar saat ini telah melakukan
melalui komite sekolah dalam pemenuhan standar pembiayaan yang baik dan
buku, harus terjadi proses yang dialogis transparan serta akuntabel, hanya 28% yang
antara komite sekolah dan orang tua dan juga menyatakan kurang setuju, tidak setuju dan
masyarakat sekitar sekolah, terkait dengan tidak tahu. Itu artinya masyarakat
buku-buku. Alangkah baiknya jika komite berpandangan bahwa pembiayaan yang
sekolah dan masyarakat juga turut selama ini ada di tingkat sekolah dasar telah
menyumbang buku karena bagaimana pun adil, transparan dan akuntabel.
sekolah tidak memiliki kemampuan yang Indikator selanjutnya dalam melakukan
cukup besar dalam pemenuhan buku di pengukuran pandangan masyarakat terhadap
sekolah. kebijakan standar pendidikan khususnya
pada pendidikan dasar, yaitu mengukur
IV. Aspek Pembiayaan persepsi masyarakat terhadap keterlibatan
Untuk mengukur persepsi masyarakat orang tua dan masyarakat dalam pengawasan
terhadap kebijakan standar pendidikan maka dan audit keuangan termasuk dana BOS. Hasil
dimensi selanjutnya adalah dengan penelitian memberikan data sebagai berikut:
melakukan pengukuran terhadap aspek
pembiayaan. Dalam aspek pembiayaan yang Tabel 18. Persepsi Masyarakat Terhadap
Pengelolaan Dana Bantuan Operasioanal Sekolah
menjadi indikator adalah pertama, (BOS) Yang Baik, Transparan, dan Akuntabel serta
pembiayaan pendidikan yang adil, Berguna Bagi Siswa Dalam Menjalani Pendidikan
transparan, dan akuntabel, kedua, Sekolah pada
pengelolaan dana Bantuan Operasioanal jenjang pendidikan
dasar telah berhasil
Sekolah (BOS) yang baik, transparan, dan mengelola dana
akuntabel dan berguna bagi siswa dalam Bantuan
menjalani pendidikan, ketiga, keterlibatan Operasional Sekolah
JUMLAH PERSENTASE
orang tua dan masyarakat dalam pengawasan dengan baik dan
dan audit keuangan termasuk dana BOS, dan transparan serta
akuntabel sehingga
keempat, ketepatanan sasaran Dana BOS memudahkan siswa
terhadap kelompok sasaran. Berdasarkan dalam menjalani
hasil penelitian terhadap indikator pertama pendidikan
maka dihasilkan data sebagai berikut. SANGAT SETUJU 16 13%
SETUJU 69 58%
Tabel 17. Persepsi Masyarakat terhadap KURANG SETUJU 25 21%
Pembiayaan Pendidikan yang Adil, Transparan, dan
Akuntabel TIDAK SETUJU 7 6%
Sekolah pada TIDAK TAHU 3 3%
jenjang pendidikan
TOTAL 120 100%
dasar saat ini telah
melakukan standar JUMLAH PERSENTASE Sumber: Data Olahan, 2015
pembiayaan yang
baik dan transparan Berdasarkan data di atas, maka dapat
dan akuntabel
disimpulkan bahwa 70% masyarakat
SANGAT SETUJU 12 10%
berpandangan sangat setuju dan setuju
SETUJU 75 63%
bahwa sekolah pada jenjang pendidikan
KURANG SETUJU 25 21% dasar telah berhasil mengelola dana Bantuan
TIDAK SETUJU 7 6% Operasional Sekolah dengan baik dan
TIDAK TAHU 1 1% transparan serta akuntabel sehingga
TOTAL 120 100% memudahkan siswa dalam menjalani
pendidikan, hanya 30% yang menyatakan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 76
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

kurang setuju, tidak setuju dan tidah tahu orang tua siswa dan juga masyarakat.
akan penyataan tersebut. Hal ini dapat Selanjutnya Komite Sekolah dan Masyarakat
simpulkan juga bahwa masyarakat telah juga diharapkan mampu memberikan
menyatakan bahwa sekolah pada tingkat masukan terhadap pengelolaan anggaran
pendidikan dasar selama ini telah dinyatakan tersebut.
berhasil mengelola Dana BOS dengan baik Indikator selanjutnya adalah mengukur
dan transparan dan masyarakat telah persepsi masyarakat terhadap ketepatan
menyadari bahwa dana BOS telah sasaran dana BOS terhadap kelompok
memberikan manfaat baik secara langsung sasaran. Hasil penelitian menyajikan data
dan tak langsung. sebagai berikut.
Indikator selanjutnya adalah
pandangan masyarakat terhadap keterlibatan Tabel 20. Persepsi Masyarakat Terhadap Ketepatan
orang tua dan masyarakat dalam pengawasan Sasaran Dana BOS Terhadap Kelompok Sasaran
dan audit keuangan termasuk dana BOS, dan Dalam
hasil penelitian memberikan hasil sebagai pelaksanaannya
berikut. Dana BOS telah tepat
pada sasarannya
Tabel 19. Pandangan Masyarakat terhadap sehingga saat JUMLAH PERSENTASE
Keterlibatan Orang Tua dan Masyarakat Dalam membantu kelompok
Pengawasan dan Audit Keuangan Termasuk Dana sasaran tersebut
BOS menjalani pendidikan
Keterlibatan orang dasar
dan masyarakat luas SANGAT SETUJU 32 27%
sangat diperlukan SETUJU 51 43%
dalam pengawasan JUMLAH PERSENTASE
KURANG SETUJU 22 18%
dan audit keuangan di
sekolah termasuk TIDAK SETUJU 11 9%
dana BOS TIDAK TAHU 4 3%
SANGAT SETUJU 36 30%
TOTAL 120 100%
SETUJU 66 55%
Sumber: Data Olahan, 2015
KURANG SETUJU 12 10%
TIDAK SETUJU 5 4% Berdasarkan data di atas, dapat
TIDAK TAHU 1 1% diketahui bahwa sebanyak 70% masyarakat
TOTAL 120 100% menyatakan sangat setuju dan setuju jika
Sumber: Data Olahan, 2015
dalam pelaksanaannya Dana BOS telah tepat
pada sasarannya sehingga saat membantu
Berdasarkan data di atas dapat kelompok sasaran tersebut menjalani
disimpulkan bahwa 85% masyarakat pendidikan dasar. Hanya 30% masyarakat
berpandangan menyatakan sangat setuju dan menyatakan kurang setuju, tidak setuju dan
setuju bahwa keterlibatan orang dan tidak tahu. Hal ini dapat menyatakan bahwa
masyarakat luas sangat diperlukan dalam pengelolaan dana BOS telah sesuai sasaran
pengawasan dan audit keuangan di sekolah dengan sasaran yang diatur dalam aturan
termasuk dana BOS. Hanya 25% masyarakat yang berlaku. Dana BOS seyogyanya
menyatakan kurang setuju dan tidak setuju diperuntukkan untuk masing-masing siswa
serta tidak tahu akan pernyataan ini. Hal ini dengan jumah Rp 800.000,-/siswa/tahun.
menegaskan bahwa masyarakat Pengelolaan ini dinilai oleh masyarakat sudah
menghendaki adanya keterlibatan orang tua tepat sasaran. Hal ini disebabkan karena dana
dan masyarakat dalam pengawasan dan audit BOS bukan didistribusikan dalam bentuk
keuangan di sekolah termasuk pengelolaan uang kepada siswa, namun lebih kepada
Dana BOS. Pihak sekolah diharuskan kebutuhan siswa seperti buku teks,
transparan atas pengelolaan anggaran langganan publikasi berkala, pemeliharaan
termasuk dana BOS. Daftar realisasi buku/koleksi perpustakaan, peningkatan
penggunaan Dana BOS harusnya ditampilkan kompetensi tenaga pustakawan,
di papan pengumuman dan juga diberikan pemeliharaan perabot perpustakaan dan
kepada Komite Sekolah agar diketahui pihak pemeliharaan sarana dan sarana

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 77
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

perpustakaan. Namun meski pendapat orang tua dalam proses perencanaan,


masyarakat menyatakan sudah tepat sasaran, pelaksanaan, dan evaluasi pengelolaan
perlunya kiranya pengawasan yang kuat baik sekolah. Hasil penelitian menyajikan data
internal dan eksternal terhadap pengelolaan sebagai berikut.
dana BOS tersebut.
Tabel 22. Persepsi Masyarakat terhadap
V. Aspek Pengelolaan Keterlibatan Orang Tua Dalam Proses Perencanaan,
Pelaksanaan, dan Evaluasi Pengelolaan Sekolah
Aspek selanjutnya untuk mengukur
kebijakan standar nasional pendidikan Melibatkan peran
khususnya di tingkat pendidikan dasar yaitu orang tua dan
dengan melakukan pengukuran aspek masyarakat secara
lebih luas dalam
pengelolaan. Di dalam aspek pengelolaan perencanaan,
indikator yang diukur terdiri dari dua pelaksanaan dan JUMLAH PERSENTASE
indikator yaitu pertama, kemampuan sekolah evaluasi pengelolaan
mengelola dan mengembangkan pendidikan sekolah pada jenjang
dasar, dan kedua, keterlibatan orang tua pendidikan dasar
adalah sangat
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan diperlukan
evaluasi pengelolaan sekolah. SANGAT SETUJU 44 37%
Berdasarkan hasil penelitian terhadap SETUJU 68 57%
pengukuran indikator pertama diperoleh
KURANG SETUJU 7 6%
data sebagai berikut.
TIDAK SETUJU - 0%
Tabel 21. Persepsi Masyarakat Terhadap TIDAK TAHU 1 1%
Kemampuan Sekolah Mengelola dan TOTAL 120 100%
Mengembangkan Pendidikan Dasar
Sumber: Data Olahan, 2015
Sekolah telah mampu
mengelola dan Berdasarkan data di atas, dapat
mengembangkan JUMLAH PERSENTASE
disimpulkan bahwa 94% masyarakat
pendidikan dasar
dengan baik berpandangan bahwa dalam sebuah
SANGAT SETUJU 27 23% manajemen pendidikan perlu pelibatan orang
SETUJU 76 63% tua dan masyarakat secara lebih luas dalam
hal perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
KURANG SETUJU 8 7%
pengelolaan sekolah pada jenjang pendidikan
TIDAK SETUJU 7 6%
dasar. Hanya 4% masyarakat menjawab
TIDAK TAHU 2 2% kurang setuju. Hal ini mengisyaratkan bahwa
TOTAL 120 100% orang tua dan masyarakat punya keinginan
Sumber: Data Olahan, 2015 untuk membangun kualitas pendidikan selalu
menjadi mitra sekolah dalam perencanaan,
Berdasarkan data di atas, dapat pelaksanaan dan evaluasi.
disimpulkan bahwa 86% masyarakat
menyatakan sangat setuju dan setuju bahwa VI. Analisis Pandangan Masyarakat
sekolah telah mampu mengelola dan Terhadap Kebijakan Standar Nasional
mengembangkan pendidikan dasar dengan Pendidikan Dasar Di Kota
baik. Hanya 14% yang menyatakan kurang
Tanjungpinang
setuju, tidak setuju dan tidak tahu. Ini artinya
sekolah dasar di Kota Tanjungpinang, telah
Hasil penelitian dengan pendekatan
dinilai masyarakat mampu mengelola sumber
kuantitatif di atas, sudah memberikan
daya manusia, sumber daya finansial, dan
penjelasan yang komprehensif tentang
sumber daya sarana dan prasarana.
pandangan masyarakat terhadap kebijakan
Kepercayaan masyarakat terhadap institusi
standar nasional pendidikan dasar di Kota
pendidikan sekolah dasar masih bernilai
Tanjungpinang. Kebijakan standar nasional
tinggi.
pendidikan ini penting untuk diberikan
Indikator selanjutnya adalah mengukur
tanggapan masyarakat karena dengan
persepsi masyarakat terhadap keterlibatan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 78
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

standar inilah, kita dapat mengetahui dan kebutuhan masyarakat (Nasution, 1995,
bagaimana sebenarnya sebuah proses Triwiyanto, 2013). Kemudian pandangan
penyelenggaraan pendidikan di setiap jenjang masyarakat juga positif terhadap aspek
pendidikan dilaksanakan, standar nasional kurikulum dalam konteks keterlibatan orang
pendidikan ini merupakan sebuah bagian tua dan masyarakat dalam pengembangan
yang tak terpisahkan dalam sebuah kebijakan pendidikan. Sebagaimana dijelaskan oleh
pemerintah di bidang pendidikan, dimana Nasution (1995) dan Triwiyanto (2013)
kebijakan pendidikan itu sendiri dimaknai menyatakan bahwa sekolah didirikan juga
sebagai sebuah aturan hukum yag mengatur oleh dan untuk masyarakat sudah sewajarnya
pelaksanaan sistem pendidikan, yang pendidikan memperhatikan dan merespon
tercakup di dalamnya tujuan pendidikan dan suara-suara dalam masyarakat. Itu artinya,
bagaimana mencapai tujuan tersebut (Putera masyarakat dan orang tua sebagai warga
dan Valentina, 2010). Saat ini kebijakan pendidikan di sekolah tertentu, punya peran
standar nasional pendidikan nasional dalam mengembangkan kurikulum dalam
diaktualisasi dalam Peraturan Pemerintah pendidikan dasar. Khususnya orang tua
Nomor 32 Tahun 2013 dan kemudian melalui komite sekolah, perlu menyampaikan
disempurnakan menjadi Peraturan hal-hal yang memang mendalam dalam aspek
Pemerintah Nomor 15 Tahun 2015. Tujuan kurikulum agar arah dan tujuan pendidikan
standar ini menjamin mutu pendidikan juga disesuaikan dengan kebutuhan pasar
nasional dalam rangka mencerdaskan dan tantangan masa depan. Hubungan
kehidupan bangsa dan membentuk karakter lembaga pendidikan dengan masyarakat
serta peradaban bangsa yang bermartabat. adalah suatu proses komunikasi dengan
Dalam standar kurikulum yang diukur tujuan untuk meningkatkan pemahaman
dalam hal ini adalah berkaitan dengan aspek masyarakat terhadap kebutuhan dan praktik
isi kurikulum, aspek pembelajaran, aspek pendidikan dan pada akhirnya bekerja sama
proses penilaian dan aspek lulusan. Dalam untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
aspek isi kurikulum yang perlu dilihat adalah lembaga pendidikan (Maysaroh dalam
kesesuaian isi kurikulum dengan tantangan Triwiyanto, 2013). Keterlibatan dalam
masa depan. Kurikulum sejatinya omunikasi antara lembaga pendidikan dan
dilaksanakan dalam rangka membantu sekolah dapat diciptakan dalam bentuk
peserta didik mengembangkan berbagai persatuan orang tua peserta didik, komite
potensi psikis dan fisik yang meliputi moral atau dewan sekolah, dewan pendidikan atau
dan nilai-nilai agama, sosial-emosional, lembaga swadaya masyarakat yang fokus
kognitif, bahasa, fisik atau motorik, pada bidang pendidikan (Triwiyanto, 2013).
kemandirian dan seni (Triwiyanto, 2013). Dalam konteks aspek pembelajaran,
Dalam konteks penelitian ini masyarakat masyarakat Kota Tanjungpinang memberikan
menyatakan positif bahwa kurikulum pandangan terkait dengan metode
pendidikan dasar di Kota Tanjungpinang pembelajaran yang terpusat pada guru
sudah sesuai dan mampu menjawab (teacher centre learning), berpusat pada
tantangan masa depan. Berbicara tantangan siswa (student centre learning) dan
masa depan, maka kurikulum harus keterlibatan orang dan masyarakat dalam
melampaui apa yang ditetapkan dalam merancang proses pembelajaran.
standar lulusan. Kurikulum harus menjadi Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa
“nafas” atau “inti” dari proses pendidikan di masyarakat Kota Tanjungpinang lebih banyak
sekolah untuk memberdayakan potensi menyatakan positif dengan sistem
peserta didik (Triwiyanto, 2013). Potensi pembelajaran yang berpusat pada siswa
yang dikembangkan kurikulum harus (student centre learning) sementara guru
menjawab tantangan masa depan bangsa lebih berperan sebagai fasilitator dalam
seperti Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) yang proses pembelajaran. Berdasarkan penelitian
tentunya dibutuhkan kemampuan berbahasa yang dijelaskan oleh Lubis (2013)
asing yang baik untuk dimiliki oleh sumber menyatakan bahwa banyak kelemahan yang
daya manusia di Kota Tanjungpinang. terjadi dalam proses pembelajaran di
Kurikulum juga harus mampu menjawab dan lembaga pendidikan saat ini salah satunya
mencerminkan keinginan, cita-cita, tuntutan, adalah kelemahan guru yang mengajar

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 79
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

dengan cara-cara lama serta kurang dengan detail bahwa penilaian unjuk kerja
melibatkan peserta didik secara aktif, merupakan penilaian yang dilakukan dengan
sehingga berpengaruh kepada iklim belajar mengamati kegiatan peserta didik, penilaian
yang kurang kondusif. Dengan demikian jelas sikap merupakan penilaian yang diambil dari
bahwa metode yang lebih terbarukan adalah sisi afektif, kognitif, dan konatif, penilaian
harusnya menjadikan peserta didik sebagai tertulis merupakan penilaian yang diperoleh
subjek proses pendidikan dengan dari dilakukannya tes tertulis, penilaian
keterlibatan yang lebih aktif. Proses proyek merupakan kegiatan penilaian
pembelajaran yang diinginkan masyarakat terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan
adalah siswa terlibat dalam penemuan- dalam periode dan waktu tertentu, penilaian
penemuan ilmu pengetahuan secara langsung produk merupakan penilaian terhadap
yang dilakukan oleh dirinya. Sementara guru proses pembuatan produk dengan tiga
menjadi pengarah dan fasilitator siswa untuk tahapan yaitu tahapan persiapan, tahap
menemukan ilmu pengetahuan tersebut. pembuatan, dan tahap penilaian, penilaian
Selanjutnya Lubis (2013) juga menjelaskan portofolio merupakan penilaian
tentang keterlibatan orang tua dan berkelanjutan yang didasarkan pada
masyarakat dalam perancangan proses kumpulan informasi yang menunjukkan
pembelajaran. Lubis (2013) menjelaskan perkembangan kemampuan peserta didik
bahwa sistem monitoring kinerja guru selain dalam suatu periode tertentu. Itu artinya
bersifat top-down yang diawasi secara proses penilaian meliputi banyak hal, proses
langsung oleh kepala sekolah, dapat juga yang sangat komprehensif dengan
dilakukan dengan pendekatan lain yang memadukan berbagai aspek dalam proses
melibatkan stakeholder (guru, penilik penilaian. Perpaduan banyak aspek penilaian
sekolah, komite sekolah dan wakil pemerhati tersebut memiliki fungsi tersendiri
pendidikan) sebagaimana dilakukan di tiga sebagaimana dijelaskan oleh Zahriyanti
negara bagian di Virginia Amerika Serikat. (2014) yaitu, untuk mengetahui kemampuan
Keterlibatan kelompok stakeholder ini belajar siswa, mengdiagnosis kesulitas
membawa dampak positif terhadap sistem belajar, memberikan umpan balik, melakukan
monitoring. Kelompok yang disebut perbaikan dan memotivasi siswa belajar lebih
Educational Performance Recognition baik.
mengajukan 3 komponen sistem monitoring Dalam aspek kelulusan, masyarakat
yaitu indikator hasil belajar dan kemajuan memberikan pandangan bahwa sistem
belajar, dan penetapan sistem standar kelulusan sekolah di Indonesia masih
kinerja. terbilang kaku dengan hanya
Dalam aspek penilaian pendidikan, mempertimbangkan nilai UASBN atau disebut
masyakat memberikan pandangan terkait juga Ujian Nasional. Meskipun masyarakat
dengan metode penilaian yang hanya memberikan pandangan bahwa lulusan
berdasarkan pada hasil pembelajaran, sekolah termasuk sekolah dasar telah mampu
berdasarkan pada kerajinan dan perilaku mencerminkan kualitas masa depan bangsa.
siswa, dan berdasarkan kolaborasi dari hasil Namun jika hanya mempertimbangkan nilai
pembelajaran, kerajinan dan perilaku siswa. akhir, maka jelas lulusan sekolah di Indonesia
Tanggapan positif tertinggi dari masyarakat hanya akan menjadi lulusan yang hanya
adalah terkait dengan proses penilaian memiliki ilmu namun miskin akan
didasarkan atas kolaborasi proses kompetensi praktis kurikulum. Relevansi
pembelajaran, kerajinan dan perilaku siswa. kurikulum yang berorientasi pada kebutuhan
Pandangan masyarakat dalam konteks ini lapangan kerja yang dapat menjamin mutu
senada dengan apa yang dijelaskan oleh lulusan yang siap masuk ke dunia kerja atau
Zahriyanti (2014) dalam sebuah penelitian ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
yang menyatakan bahwa pembagian Sekolah yang berkualitas menyajikan
penilaian kepada siswa terbagi atas beberapa kurikulum dan aktivitas akademik yang
hal yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian merupakan hak mendasar bagi siswa, yang
sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, dapat menjadi jaminan tercapainya kualitas
penilaian produk, penilaian portofolio dan pendidikan bermutu dengan kebutuhan.
penilaian diri. Zahriyanti (2014) menjelaskan Kurikulum yang baik yang menjamin

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 80
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

tercapainya lulusan yang berkualitas adalah pandangan bahwa dalam pemenuhan buku
kurikulum yang berorientasi kepada dan sarana prasarana lainnya perlu adanya
kebutuhan peserta didik untuk memperoleh keterlibatan orang tua dan masyarakat.
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang Konsep pengembangan sarana dan prasarana
bersifat universal yang sangat diperlukan di sekolah jika kita bercermin pada konsep
siswa untuk mengembangkan intelektual, Irianto dan Sa’ud dalam Triwiyanto (2013)
sistem nilai, dan keterampilan yang terdapat beberapa prinsip yaitu:
dibutuhkan dalam kehidupan secara luas, dan 1. Relevance yaitu pengembangan dan
terutama mempersiapkan siswa menapaki inovasi sarana dan prasarana
jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Lubis, pendidikan harus sesuai dengan
2013).
kebutuhan penyelenggaraan
Pada tataran standar Tenaga Pendidik
dan Tenaga Kependidikan maka masyarakat pendidikan,
Kota Tanjungpinang memandang bahwa
2. Manageble yaitu pengembangan dan
kuantitas dan kualitas guru pada pendidikan
dasar sudah dinilai memadai dalam inovasi sarana dan prasarana
menyelenggarakan proses belajar mengajar. pendidikan merupakan bagian dalam
Dalam hal ini masyarakat juga sepakat bahwa pengembangan fungsi manajemen
dalam peningkatan tenaga pendidik dan kelembagaan,
tenaga kependidikan, maka perlu peran
pemerintah, orang tua dan masyarakat. 3. Suistanable yaitu pengembangan dan
Pemerintah tentunya mampu inovasi sarana dan prasarana
mengembangkan kompetensi tenaga pendidikan harus dapat dilihat dari
pendidik dan tenaga kependidikan dengan
keberlanjutan programnya,
menciptakan suatu instrumen-instrumen
peningkatan kompetensi. Sebagaimana yang 4. Efficiency yaitu pengembangan dan
dijelaskan oleh Lubis (2013) bahwa
pemerintah dalam hal ini menyediakan inovasi sarana dan prasaran
standarisasi tenaga pendidik dan tenaga pendidikan harus memperhatikan
kependidikan secara nasional dan unsur efisiensi dalam kelembagaan,
intenasional, lembaga tersertifikasi dalam
menunjang dan meningkatkan kompetensi 5. Productivity yaitu pengembangan dan
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. inovasi sarana dan prasarana
Selain itu pembinaa dan pengembangan pendidikan harus mengacu kepada
profesi guru sebagai suatu bidang profesional peningkatan output,
ke depan perlu kiat dan tatanan sistem
keprofesian guru yang jelas, misalnya 6. Up to Date yaitu pengembangan dan
pengembangkan kerja kolaboratif inovasi sarana dan prasarana
pengajaran, konsultasi dan in-service training
pendidikan dikembangkan
serta upgrading kompetensi. Selain itu
penting juga sistem penghargaan terhadap merupakan hal yang terbaru dalam
pekerjaa profesi, sistem promosi dan gaji bagi penyelenggaraan pendidikan.
tenaga guru merupakan isu yang turut
menentukan kualitas guru (Lubis, 2013). Pada standar pembiayaan, hasil
Dalalm konteks standar sarana dan penelitian memberikan deskripsi bahwa
prasarana masyarakat menyatakan sebuah masyarakat menilai standar pembiayaan
penilaian yang terbilang positif untuk sudah mampu dikelola oleh sekolah dengan
sekolah-sekolah dasar di Kota Tanjungpinang baik, serta dana BOS telah mampu
terkait dengan sarana dan prasarana, dimana memberikan manfaat kepada siswa, serta
masyarakat menyatakan bahwa sarana perlunya transparansi kepada orang tua dan
prasarana sudah mampu mendukung proses masyarakat terhadap pengelolaan anggaran
pembelajaran di sekolah dasar seperti di sekolah. Berbicara pembiayaan
perpustakaan, buku-buku, unit kesehatan pendidikan, maka harusnya pembiayaan
siswa, namun masyarakat juga memberikan pendidikan ini dijalankan sesuai dengan

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 81
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 MBS biasanya dimulai dengan desentralisasi
Ayat 4 yang menyatakan bahwa negara dan dilanjutkan dengan pelimpahan
memprioritaskan sekurang-kurangnya dua kekuasaan tertentu dari pusat ke sekolah.
puluh persen dari anggaran pendapatan dan MBS merupakan suatu model manajemen
belanja negara serta dari anggaran yang memberikan otonomi lebih besar
pendapatan dan belanja daerah untuk kepada sekolah dan mendorong pengambilan
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan keputusan partisipatif oleh semua
pendidikan nasional. Namun selama ini stakeholders seperti Guru, Komite Sekolah,
pembiayaan pendidikan yang diusahakan Pengawas Sekolah, Penilik Sekolah, dan juga
pemerintah masih terbatas pada bantuan masyarakat (Rahayu, 2013). MBS di
investasi penyediaan sarana dan fasilitas Indonesia lebih menekankan pada pemberian
serta peralatan pendidikan, serta biaya kewenangan, kepercayaan, dan kemandirian
operasional penyelenggaraan pendidikan kepada sekolah untuk mengelola dan
yang mendukung terselenggaranya proses mengembangkan pendidikan dalam rangka
pembelajaran yang baik dan berhasil. Satu meningkatkan mutu pendidikan di sekolah
faktor seakan terlupakan adalah biaya masing-masing. Oleh karena itu dalam rangka
personal yang langsung dapat menjamin optimalisasi MBS maka perlu penguatan
kesiapan peserta didik untuk terlibat dalam kepemimpinan kepala sekolah, dan
aktivitas pembelajaran (Lubis, 2013). Pada tersedianya segala sumber daya yang
penelitian lainnya yang dilakukan oleh Putera merupakan prasyarat keberhasilan
dan Valentina (2010) membuktikan bahwa pelaksanaan MBS (Umaedi dalam Rahayu,
pembiayaan pendidikan lewat Dana BOS 2013).
memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap pembiayaan pendidikan di tingkat SIMPULAN DAN SARAN
sekolah dasar. Sehingga sekolah dasar tidak
perlu lagi melakukan punguta terhadap siswa Simpulan
yang ada karena sudah cukup dengan Dana Penelitian persepsi masyarakat Kota
BOS dari Pemerintah Pusat. Putera dan Tanjungpinang terhadap Kebijakan Standar
Valentina (2010) juga menjelaskan bahwa Nasional Pendidikan di Kota Tanjungpinang
dengan adanya bantuan dana dekonsentrasi Tahun 2015 menunjukkan bahwa masyarakat
dan hibah dari pemerintah pusat dinilai juga tanggap akan penyelenggaraan
cukup membantu sekolah dalam proses pendidikan di Kota Tanjungpinang. Penelitian
belajar mengajar terkait dengan biaya ini menyimpulkan bahwa masyarakat
operasional sekolah, sehingga dari beberapa berpandangan bahwa kurikulum yang
sekolah tidak perlu lagi memungut biaya dari dilaksanakan oleh pendidikan dasar di Kota
siswa karena sudah cukup terbantu dari Tanjungpinang sudah sesuai dengan
bantuan pemerintah tersebut, namun ada tantangan masa depan, namun masyarakat
juga sekolah yang memungut biaya dari siswa berpandangan perlu dilibatkan dalam
karena sekolah menilai bantuan Dana BOS pengembangan kurikulum yang akan
dari pemerintah pusat belum mencukupi dituangkan ke dalam proses pembelajaran di
untuk membiayai keperluan atau operasional sekolah. Dalam proses pembelajaran
sekolah. Perbedaan tersebut tergantung dari masyarakat berpandangan metode
kebutuhan masing-masing sekolah, sehingga pembelajaran student centre learning mampu
jika kebutuhan sekolah besar, maka perlu dioptimalkan karena dengan metode ini,
sumber lain yang mungkin dioptimalkan. siswa menemukan ilmu pengetahuan lewat
Aspek terakhir adalah standar pengalaman yang ia alami secara mandiri dan
pengelolaan pendidikan. Masyarakat Kota peran guru mengarahkan bagaimana siswa
Tanjungpinang memberikan jawaban yang menemukan ilmu pengetahuan tersebut.
juga positif yang menunjukkan bahwa Masyarakat juga berpandangan bahwa dalam
pengelolaan pendidikan tingkat dasar sudah proses penilaian yang perlu diperhatikan
baik. Berbicara masalah standar pengelolaan adalah tidak hanya sifatnya kognitif akan
pendidikan, maka pengelolaan pendidikan tetapi juga dalam tataran etika, perilaku dan
yang baik adalah dengan Manajemen karakter siswa sehingga lulusan yang
Berbasis Sekolah atau sering disingkat MBS. diharapkan oleh masyarakat Kota

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 82
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

Tanjungpinang mampu mencerminkan dijalankan demi peningkatan kualitas


kualitas pendidikan dasar di Kota pendidikan.
Tanjungpinang. Menunjang penyelenggaran
DAFTAR PUSTAKA
pendidikan di Kota Tanjungpinang,
masyakarat berpandang kualitas dan Arens, dan Loebbecke. (1997), Auditing dialih
kuantitas tenaga pendidikan dan tenaga bahasakan oleh Amir Yusuf, Edisi
kependidikan sudah dinilai baik dan miliki Indonesia. Jakarta: Penerbit Salemba
kompetensi dalam mengelola pendidikan di Empat
sekolah dasar, dengan sarana dan prasarana Data Pendidikan Kota Tanjungpinang 2014
yang menurut masyarakat juga sudah baik, Handayaningrat, Soewarno. (1995). Azas-azas
maka akan mampu melakukan Organisasi Manajemen. Jakarta. CV Mas
penyelenggaraan pendidikan di sekolah Agung
dasar. Standar pembiayaan pendidikan lewat Lubis, A. (2013). Pelaksanaan Standar
Dana BOS pun sudah mampu memberikan Nasional dalam Dunia Pendidikan.
manfaat kepada siswa dalam memenuhi Nasution, M. A. (1995). Kurikulum dan
kebutuhan buku dan sarana prasarana pengajaran. Jakarta. Bumi Aksara.
penunjang pembelajaran di sekolah. Paparan Menteri Pendidikan Dan
Selanjutnya dengan pendekatan Manajamen Kebudayaan, (2013), Pengembangan
Berbasis Sekolah maka diharapkan semua Kurikulum 2013
stakeholders mampu terlibat aktif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015
penyelenggaraan pendidikan sehingga tentang Perubahan Kedua Atas
pelaksanaan pendidkan berjalan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
sebagaimana mestinya. 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan
Saran
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
Penelitian ini memberikan saran antara tentang Standar Nasional Pendidikan
lain, pertama, pengembangan kurikulum Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013
dalam standar pendidikan hendaknya tidak tentang Perubahan Atas Peraturan
kaku, dapat melibatkan orang tua, komite Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
sekolah dan juga masyarakat, agar siswa Tentang Standar Nasional Pendidikan
mendapat ilmu yang benar-benar menjawab Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010
tantangan masa depannya, kedua, proses tentang Rencana Pembangunan Jangka
pembelajaran sedapat mungkin keterlibatan Menengah Nasional
siswa lebih dominan dengan guru sebagai Permendiknas No 71 tahun 2013 mengenai
fasilitator, ketiga, aspek penilaian dan Struktur Kurikulum
kelulusan diharapkan tidak hanya aspek Putra, R. E., & Valentina, T. R. (2010).
kognitif namun juga diharapkan nilai-nilai Pembiayaan Pendidikan di Era Otonomi
karakter anak bangsa dapat juga menjadi Daerah: Studi Kasus di Kabupaten Solok.
sebuah penilaian, keempat, guru senantiasa Jurnal Demokrasi, 9(1).
mendapatkan perhatian dalam menunjang Rahayu, M. (2013). Pelaksanaan Standar
kemampuan dan kompetensi mereka, kelima, Pengelolaan Pendidikan Di Sekolah
transparansi dan akuntabilitas senantiasa Dasar Kecamatan Ngemplak, Kabupaten
dapat dilakukan dengan juga melibatkan Sleman (Doctoral dissertation, UNY).
orang tua, komite sekolah dan masyarakat Richard, M. Steers. (1980). Efektivitas
sebagai pengawas dalam pelaksanaan dan Organisasi. Jakarta. Erlangga
penggunaan dana BOS, sehingga anggaran ini Supriyono. (2000). Sistem Pengendalian
tidak menguap untuk hal-hal yang Manajemen. Jakarta: Erlangga.
menyimpang. Terakhir, manajemen berbasis Triwiyanto, T. (2013). Standar Nasional
sekolah dengan pelibatan multi stakeholders Pendidikan sebagai Indikator Mutu
perlu dikuatkan, sehingga sekolah tidak Layanan Manajemen Sekolah. Jurnal Ilmu
hanya dijalankan oleh pihak sekolah semata, Pendidikan, 19(2).
namun masyarakat dan orang tua juga Undang-Undang Dasar 1945
mengetahui bagaimana proses pendidikan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)


Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2 (1), April 2017 - 83
Rendra Setyadiharja, M.IP dan Dr. Neng Suryanti Nengsih, M.Si

Wahab, Solichin Abdul. (2004). Analisis


Kebijakan Dari Formulasi ke
Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Zahriyanti, M. A. (2015). Sistem Penilaian
Berstandar Nasional Dalam Pendidikan.
JURNAL LENTERA, 14(1).
PROFIL SINGKAT
RENDRA SETYADIHARJA, S.Sos.,
M.I.P, Lahir di Tanjungpinang tanggal 20
Maret 1986, merupakan seorang penyair dan
juga dosen pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang
Kepulauan Riau. Menyelesaikan pendidikan
dasar di SDN 003 Tiban Batam (lulus tahun
1999), kemudian melanjutkan ke Madrasah
Tsanawiyah Negeri Tanjungpinang (lulus
tahun 2002), selanjutnya melanjutkan
pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1
Tanjungpinang (lulus tahun 2005). Penulis
menyelesaikan pendidikan Strata 1 di
STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang pada
Program Studi Ilmu Pemerintahan (lulus
tahun 2010), kemudian menyelesaikan
magisternya di Magister Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Yogyarakarta
(lulus tahun 2014) dengan predikat
Cumlaude dan Terbaik.

DR. NENG SURYANTI NENGSIH, M.Si


Merupakan dosen Stisipol Raja Haji
Tanjungpinang, menamatkan pendidikan
doktoralnya di Universitas Padjajaran
Bandung. Saat ini sebagai pengajar aktif di
Program Studi Ilmu Pemerintahan Stisipol
Raja Haji Tanjungpinang. Aktif dalam Seminar
Internasional seperti International Conference
On Public Organization VI di Thailand tahun
2016, International Conference On Social
Politics di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta Tahun 2015.

Copyright © 2017, JIP, ISSN: 2503-4685 (Print), ISSN: 2528-0724 (Online)

Anda mungkin juga menyukai