Anda di halaman 1dari 12

REVIEW METODE PENELITIAN KUALITATIF

OLEH: KELOMPOK III

ANGGOTA:

RESKY PURNAMASARI (N1A1 22 089)

RENDY PRATAMA (N1A1 22 087)

MARSAN (N1A1 22 072)

JURUSAN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HALU OLEO

2023
REVIEW METODE PENELITIAN KUALITATIF

Berdasarkan hasil review metode penelitian kualitatif membahaskan

tentang perdebatan penggunaan dan berbagai aspek yang melibatkan antara

penelitian kualitatif telah terjadi sejak lama, paling tidak dimulai pertengahan

abad ke-19, namun penelitian dengan paradigma kualitatif mulai bangkit sejak

tahun 1960-an (Hammersley, 1992). Di Indonesia, sebagaimana kebangkitan

paradigma penelitian kualitatif terjadi sekitar tahun-tahun 1990-an.

Ketika membaca berbagai literatur yang berkaitan dengan dua paradigma

tersebut, seringkali ada semacam kegaulan. Untuk melakukan kompromi,

bagaimana dua paradigma yang dipandang saling bertentangan tersebut dapat

berjalan tanpa harus ‘bertarung’, karena sebagai sebuah paradigma masing-masing

memiliki landasan epistemologisnya sendiri (Brannen,1992). Kompromi bukan

berarti terjadi karena sebelumnya telah terjadi ‘peperangan’, tetapi sesungguhnya

telah terjadi kesesatan di tahun-tahun Ketika terjadi perdebatan antara pengagum

paradigma kuantitatif dengan pengagum paradigma kualitatif.

Seorang peneliti kualitatif tidak tidak memerlukan landasan teori

sebagaimana tradisi penelitian kuantitatif. Ini berkaitan dengan adanya sebuah

pendapat, bahwa tradisi kualitatif justru teori itu akan ditemukan selama penelitian

berlangsung. Peneliti kualitatif bukanlah seorang peneliti dengan kepala kosong,

yang kemudian membangun teorinya sendiri. Persoalannya kemudian, dibanding

penelitian kuantitatif yang menggunakan sumber pengetahuan tentang perilaku

sosial yang di arahkan pada verifikasi hipotesis yang diturunkan dari teori a
apriori dengan sebuah disain yang pasti, sedangkan peneliti kualitatif umumnya

Menyusun teorinya dimulai dari dasar dengan disain yang bisa saja berubah

Ketika berada di lapangan penelitian (Moleong 1989). Ini kemudian menyebabkan

instrumen penelitian kuantitatif lebih jelas dan tidak berubah, karena telah disusun

dengan sumber teori yang a priori, sedang karena instrument penelitian kualitatif

adalah manusian peneliti, maka besar kemungkinan terjadi perbedaan perspektif

antara peneliti lainnya.

Peneliti kualitatif yang tidak didasarkan pada sampel statistic, masalah

generalisasi tidak muncul dengan model yang sama. Generasi pada waktu itu,

merupakan sebuah landasan berpikir sangat kuat, sehingga melahirkan teori teori

besar, disinilah persoalan generasi mulai dipertanyakan. Bahkan sebuah

perubahan yang sangat radikal Ketika para pemikir-pemikir postmodern mulai

menggugat narasi-narasi besar yang dianggap telah gagal menyelesaikan berbagai

persoalan masyarakat.

Para pemikir postmodern tidak lagi percaya pada matenarasi, sehingga

mereka mencurigai Hegel, Marx, serta bentuk-bentuk filsafat yang universal.

Posmodern percaya masyarakat saat ini adalah masyarakat yang individualistic

dan terfragmentasi. Namun disisi lain, tampaknya mereka kemudian merindukan

masyarakat yang premodern, karena masyarakat tradisional sangat menekankan

nilai penting narasi, yakni mitos, kekuatan gaib, kebijaksanaan rakyat, serta

bentuk-bentuk penjelasan lain. Dengan kata lain, kaum posmodern menyebut

bahwa narasi besar itu buruk, narasi kecil itu baik. Narasi akan menjadi buruk jika
berubah menjadi filsafat sejarah. Narasi besar diasosiasikan dengan program

politik atau partai, sementara narasi kecil diasosiasikan dengan kreativitas lokal.

Disinilah kita menyadari bahwa ilmu merupakan sebuah ‘pilihan’ dan

selalu bergerak cepat, sehingga bagi intelektual yang tidak mengikuti

perkembangan, selalu berpikir status quo. Seperti halnya masih adanya Sebagian

kecil diantara kita yang mempertentangkan persoalan penelitian kualitatif dan

kuantitatif.

Bagi peneliti non-antropologi sebutan etnografi barangkali merupakan hal

yang agak asing. Secara sederhana etnogrfi merupakan sebuah tulisan tentang

etnis tertentu, yang biasanya ditulis oleh seorang antropolog. Tulisan itu bukan

semata mata sebagaimana seorang jurnalis menyajikan sebuah features, tetapi

seorang etnigrafer akan memerlukan waktu yang cukup lama, bisa bulan atau

tahun, yang dikaji melalui penelitian lapangan.

Setiap kelompok orang, terutama apa yang disebut dengan reference

group, seperti kelompok agama, politik, kelompok sebaya, serta kelompok-

kelompok lain, memiliki perspektif yang tidak sama dalam melihat sebuah

persoalan sosial dan kebudayaan. Kebudayaan merupakan pedoman orang untuk

berperilaku. Kebudayaan Eropa hanya mengenal rice untuk menyebut berbagai

bentuk beras dan perubahannya. Tetapi orang jawa mengenal gabah, beras, menir,

sega, bubur, karag,dan intip.

Disinilah kemudian persoalan emik dan etik kemudian menjadi sangat

penting, atau titik pandang ‘dari dalam’ dan ‘ke luar’. Peneliti akan menggunakan

pendekatan etik, jika mengelompokkan secara sistematis data yang dapat


diperbandingkan, menggunakan kriteria untuk mengklasifikasikan unsur data,

mengorganisasikan data ke dalam tipe-tipe, dan mempelajari, menemukan, serta

menguraikan kedalam kerangka yang dibuat sebelum mempelajari kebudayaan

masyarakat yang di teliti. Pendekatan emik merupakan esensi yang sahih untuk

sebuah kebudayaan pada suatu waktu tertentu, sehingga pendekatan ini

merupakan upaya untuk mengungkapkan dan menguraikan pola suatu kebudayaan

tertentu dari cara unsur-unsur kebudayaan itu berkaitan satu dengan lainnya dalam

melakukan fungsi sesuai dengan pola yang ada.

Metode pengumpulan data mengumpulkan wawancara saja tanpa

menggunakan Teknik lain, etnografer tidak akan bisa memperoleh informasi yang

mendalam, sehingga apa yang dikatakan oleh Greertz (1973) dengan thick

description, tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, sebelum melakukan wawancara

mendalam, harus lakukan observasi terlebih dahulu. Teknik lain adalah

pengamatan terlibat, pengamatan terlibat disamping merupakan metode penelitian

yang almiah, dapat pula dipandang sebagai sebuah seni atau kreativitas peneliti,

dan ini merupakan metode pengumpulan data paling penting dalam etnografi,

harus dipertimbangkan Ketika seorang peneliti akan melakukan

wawancara,apakah akan menggunakan Bahasa native atau tetap menggunakan

Bahasa peneliti. Implikasinya berbeda, karena karena dengan Bahasa native,

sesungguhnya peneliti sudah menjadi dari subyek yang diteliti.


Kekurangan dan Kelebihan Hasil Bacaan

Dari hasil bacaan tersebut kami mendapatkan kekurangan dan kelebihan

meliputi:

 Kekurangan

Penelitian kualitatif yang tidak didasarkan pada sampel statistic, masalah

generalisasi yang tidak muncul dengan model yang sama. Pertanyaan-

pertanyaannya mungkin sekali berbeda, sehingga perhatiannya berkisar pada

replikasi temuan-temuan dalam kasus lain yang serupa. Persoalan persoalan

seperti ini yang pada masa-masa perdebatan, penelitian kualitatif sering dipandang

sebagai sebuah cerita, karena tidak perna dapat menggeneralisir sebuah persoalan

sosial. Persoalan kemiskinan misalnya, selalu dapat dipandang sebagai sebuah

keadaan yang sama di seluruh dunia sehingga hamper seluruh pengentasan

kemiskinan di generalisasi.

Tulisan ini sekali lagi tidak akan mencoba mempertentangkan berbagai aliran

di dalam pendekatan penelitian. Lebih lanjut lagi, tulisan ini hanya akan

membatasi berbagai persoalan peneliti kualitatif, terutama yang berkaitan dengan

field-research.

 Kelebihan

Banyak tulisan-tulisan etnografi yang sangat terkenal, seperti Malinowski

yang menulis tentang masyarakat Trobriand, Evans-Pritchard tentang masyarakat

Nuer, Geertz tentang islam di jawa, atau Spradley yang lebih kontemporer. Pada

mulanya Teknik ini Teknik ini banyak digunakan oleh orang-orang Eropa dan

Amerika, yang di masa colonial melakukan ekspedisi ke berbagai negara di Asia


atau Afrika, sehingga etnoigrafi seolah olah lebih cendong terlihat, bagaimana

kaum colonial melihat masyarakat terjajah. Dengan penuh keterkejutan, mereka

melihat masyarakat yang dianggapnya kurang maju dan tradisional.

Namun dalam perkembangan selanjutnya, sebagai sebuah metode, etnografi

maju dengan pesat dibawah antropologi yang mendunia sebagaimana antara lain

yang disebutkan diatas. Katrakteristik utama dari metode ini adalah sifat

analisisnya yang mendalam, kualitatif, dan holistic-integratif. Dengan sendirinya,

Teknik utama dari metode ini adalah observasi partisipasi yang dilakukan dalam

waktu yang relative lam, serta wawancara mendalam yang dilakukan secara

terbuka.

Pemetaan Terhadap Hasil Bacaan yang Belum dipahami

Dari hasil bacaan yang belum kami pahami yaitu kata:

1. Postmodern

Postmodern adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

masyarakat kontemporer yang hidup dalam era pasca-modernisme. Era ini

ditandai dengan perubahan dalam car akita memandang dunia, dimana kemajuan

teknologi dan globalisasi telah mengubah car akita berpikir dan bertindak.

Masyarakat postmodern sering dikritik karena kurangnya nilai-nilai tradisional

dan kecenderuangan mereka untuk mengikuti tren dan mode yang cepat berubah.

Namun jika melihat dengan lebih kritis, masyarakat postmodern juga memiliki

keunikan dan inovasi yang tidak dapat ditemukan dimasyarakat lain. Salah satu
ciri utama masyarakat postmodern adopsi terhadap pluralisme dan pemikiran

kritis.

Selain itu masyarakat postmodern juga cenderung menjadi lebih inovatif

dan kreatif dalam menjawab tantangan yang dihadapi. Mereka terbiasa dengan

perubahan dan adaptif terhadap teknologi dan perkembangan global.

2. Moderen

Modernisasi merupakan pola perunahan tradisional menjadi modern,untuk

mendapatkan cara praktis dan efisien. Modernisasi berkaitan dengan

perkembangan dan perbedaan dari waktu kewaktu. contohnya saja dari

perkembangan industri kemudian munculnya teknologi digital seperti:

 Leptop/computer

 Printer

 Mesin foto copy

 Smarphone

3. Tradisional

Tradisional dapat di artikan sebagai cara hidup yang berprinsip pada nilai

yang ada di masa lalu. Tradisional banyak yang sudah sering menggunakan kata

tradisional ternyata tidak paham betul apa pengertian tradisional. Kata tradisional

sendiri di gunakan untuk menggambarkan cara berpikir bahkan juga cara

bertindak yang terlalu berpegang teguh para norma dan adat istiadat. Cara berfikir

tradisional ini biasanya di wariskan secra turun temurun melalui budaya. Istilah

tradisional sebenarnya hanya terlihat dalam bentuk saja, melainkan juga

pengambaran dan makanan, tempat bahkan maupun pakaian. Maka dari itu,
bahkan orang yang menggunakan kata ini untuk mengungkapkan sikap atau juga

cara seorang dalam kehidupan sehari-hari, terutama pada saat berhubungan sama

orang lain.

Contoh:

 Kain batik

 Keris

 Wayang kulit

 Tas noken

 Ruma adat tongkonan

Alineal/ paragraf ke Berapa yang Memberikan Pemahaman tetang Etnografi

Sebagai sebuah metode, etnografi mengalami perkembangan yang

bertahap. Jika ada awalnya laporan etnografi banyak dilakukan oleh kalangan

misionaris dan para kolonialis,pada perkembangan berikutnya, yakni sekitaran

tahun 1915-an mulai diperkenalkan dengan lebih baik Radcliffe-Brown dan

Malinowski. Pada masa ini, etnografi tidak tidak lagi memandang masyarakat

yang diteliti-karena sebagai besar suku-suku di asia dan afrika-sebagai kelompok

masyarakat yang “dipandang” lebih terbelakang. Fase ini justru melihat

masyarakat, meskipun suku di asia dan afrika, sebagai masyarakat yang hidup

dalam alam yang sama dengan masyarkat yang di anggap modern. Memahami

dunia masyarakat yang diteliti merupakan bagian penting dari perkembangan

etnografi masa ini.


Etnografi kemudian lebih maju dan modern, Ketika berapa antropologi

menjelaskan masyarakat yang benar-benar modern, sehingga tugas etnografer

sesungguhnya adalah mengali sedalam mungkin pikiran-pikiran masyarakat.

Dengan demikian etnografi tidak lagi di batasi studinya pada masyarakat-

masyarakat tradisional suku-suku terasing di berbagai negara Asia dan Afrika.

Etnografi pada perkembangan ini makin merambah gaya hidup. Dalam pandangan

etnografer masa ini, sebenarnya tidak ada perbedaan antara masyarakat modern

dengan masyarakat tradisional, yang ada hanyalah mereka memiliki kebudayaan

yang berbeda.

Di lain pihak, seorang peneliti harus reflektif,berusaha bagai mana

memahami nilai-nilai yang di anut masyrakat dan pengetahuan yang di peroleh.

Pengamatan terlibat potensial untuk memperoleh data yang yang lengkap tentang

sebuah atau beberapa peristiwa berlangsung, beserta latar belakang yang

mendahuluinya. Namun demikian metode penelitaian ini tidak muda, meskipun

seorang peneliti meneliti kulturnya sendiri. Berkaitan dengan strategi itu, perlu

pula di perhatikan prinsip-prinsip etika di dalam melakukan pengamatan terlibat.

Prinsip etika tesrsebut antara lain, mempetimbangkan keadaan utama informan,

melindungi hak-hak informan, keinginan informan, dan sensitivitas informan.

Sebuah risert etnografi disusun agak berbeda dengan riset-riset sosial.

Riset sosial dimulai dengan mendefinisikan problem penelitian, yang kemudian

dilamjutkan dengan menformulasikan hipotesis penelitian yang di ajukan. Setela

hipotesis di susun, maka diperlukan definisi penelitian, yakni konsep-konsep yang

digumakan dalam riset untuk dapat diporeasionalkan kedalam wilayah yang lebih
praksis. Pada riset etnogarfi, Langkah pertama adalah melakukan seleksi proyek-

proyek etnografi, dimana peneliti harus mempertimbangkan berbagai investigasi

yang akan dilakukan. Fieldword enografi dimulai Ketika seorang etnografer

menjawab atas pertanyaan etnografi yang di susun setelah seleksi berbagai

persoalan etnogrsfi. Pertanyaan etnografi di susun sedemikian rupa, sebagai bahan

melakukan pengumpulan data etnografi. Pengumpulan data etnografi harus di

pertimbangkan tentang Teknik-teknik yang akan diambil melalui pengamatan

terlibat. Selama pengumpulan data berlangsung, peneliti harus merekam seluruh

peristiwa, wawancara, dan semua hal yang berkaitan dengan pertanyaan etnografi

sebelumya.

Setelah data terkumpul melalui alat ‘perekam’, yang bisa berbentuk tapa

recorder atau catatan etnografi, baru dilakukan analisis data.sebuah catatan

etnografi bisa meliputih bisa meliputih catatan lapangan selama penelitian, alat

perekam, gambar, artefak, atau benda-benda lain yang memungkinkan peneliti

dapat menggambrakan suasana kultural masyarakat yang diteliti.


DAFTAR PUSTAKA

Brannen, 1992. “Combining Qualitative and Quantitative Aproaaches: An


Geertz, 1993. Interpretion of culture,New York;Basic Books 1983.
Hammersley, 1992. “Deconstructing the Qualitative-Quantitative Divide”
Moleong, Lexy J,1989.Metodologi penelitian kualitatif, bandung ;Remaja
Rosdakarya.
Overview, dalam Julia Brannen (eds), Mixing Methods: Qualitative and
Quantitative.

Anda mungkin juga menyukai