Anda di halaman 1dari 3

Nama: Ikhsan Nurdiansyah

NIM: 11201110000006

Paradigma dan Metode Antropologi


Paradigma, Metode dan Entografi

Setelah membahas secara menyeluruh mengenai ilmu antropologi dan pembidangannya, kemudian
perbedaan serta hubungannya dengan ilmu pengetahuan lain memberikan pemahaman bahwa antropologi
merupakan disiplin ilmu yang sangat luas, mengingat bahwa objeknya kajiannya adalah manusia yang dipelajari
secara holistik. Topik pembahasan akan lebih jauh mempelajari pengertian paradigma ilmiah dalam ilmu
antropologi serta metode-metode yang dapat digunakan sebagai medium untuk menemukan hasil ilmu
pengetahuan, di mana hasil dari penelitian tersebut diharapkan sesuai orientasi ilmu pengetahuan modern yakni
turut berkontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia. Topik terakhir dalam
pembahasan kali ini akan menguraikan wawasan ilmu antropologi yang terdapat dalam film berjudul, “Freedom
Writers” yang disutradarai oleh Richard LaGravenese dengan plot cerita karya Erin Gruwell. Film tersebut akan
menggambarkan bagaimana bentuk Entrografi serta metode pengambilan data berdasarkan Etnografi sehingga
dapat memberikan jawaban terhadap pembahasan topik kali ini.
Paradigma seperti apa yang saya pahami merupkan sebuah pola atau struktur yang terbentuk
berdasarkan perkembangan serta kritik atau penolakan terhadap ilmu pengetahuan yang ada, paradigma mulai
dipopulerkan oleh Thomas Kuhn pada tahun 1972 sebagai hal yang perlu dibicarakan untuk membahas mengapa
dalam ilmu pengetahuan dapat dikembangkan dan dikritik secara berasamaan, bukankah ini tidak wajar? Menurut
Kuhn paradigma memiliki dua pengertian yang mendasar, “Paradigma sebagai keseluruhan perangkat: konstelasi,
yakni keyakinan, nilai-nilai, teknik-teknik dan selanjutnya dimiliki bersama oleh suatu anggota masyarakat. Serta
paradigma berarti unsur-unsur tertentu dalam perangkat tersebut, yakni cara-cara pemecahan atas suatu teka-teki
yang digunakan sebagai model atau contoh, yang dapat menggantikan model atau cara yang lain sebagai landasan
bagi pemecahan atas teka-teki dalam ilmu pengetahuan normal.” 1 Paradigma memberikan peran yang masih
memasuki (interpenetrating) dalam perkembangan ilmu pengetahuan, di mana paradigma berupaya untuk
memberikan pola atau struktur dalam suatu ilmu pengetahuan untuk tetap sesuai pada pola yang mendasar
dengan tujuan untuk menemukan kemutakhiran pengetahuan. Keterkaitan paradigma dengan perkembangan ilmu
antropologi dapat dilihat berdasarkan perkembangan ilmu antropologi yang sudah tidak lagi membahas apa yang
disebut sebagai primitif (savage) dan mulai untuk mengamati kebudayaan secara lebih luas dan komprehensif,
dalam hal ini ditemukan sebuah pola atau struktur mendasar di mana meskipun sudah tidak mengamati apa yang
sebut primitif, ilmu antropologi tetap membahas manusia melalui pendekatan holisme. Pola atau struktur seperti
ini yang diharapkan dapat memberikan perkembangan yang tidak hanya mengacu pada pertambahan, namun juga
penolakan (anomali). Berdasarkan pemahaman tersebut timbulah pertanyaan, “mengapa paradigma perlu dalam
ilmu antropologi?” Hal ini dapat dijelaskan melalui pendekatan ilmu antropologi merepresentasikan
perkembangan zaman, dengan adanya paradigma dalam ilmu antropologi memudahkan relevansi sub-kajian untuk
berkembang. Dewasa ini dapat kita temukan berbagai macam cabang ilmu antropologi: antropologi kesehatan,
antropolgi ekonomi dan sebagainya, tentu saja hal ini merupakan out-put dari terlaksanannya paradigma dalam
ilmu pengetahuan antropologi.
Metode yang digunakan dalam ilmu antropologi memiliki keterkaitan umum dengan metode yang
digunakan pada penelitian ilmu sosial lainnya, hal ini dikarenakan objek yang dikaji merupakan kesatuan mansuia,
baik melalui pendekatan yang partikularisme maupun holisme. Saya berasumsi bahwa metode yang digunakan
oleh ilmu antropologi dalam memperoleh kesatuan pengetahuan sangatlah beragam. Terlebih dahulu perlu untuk
menguraikan apa yang dimaksud dengan metode serta bagaimana berpengaruh pada ilmu pengetahuan, metode
merupakan upaya yang dilakukan untuk memperoleh kesatuan/himpunan pengetahuan yang telah melewati
berbagai macam tahap, umumnya tahap yang dilalui akan terstruktur sistematis, rasional dan logis. Karena apabila
ilmu pengetahuan tidak melalui penelitian yang absah, maka hal itu hanya dimaknai sebagai pengetahuan saja.
1
Saifuddin Achmad F. Antropologi Kontemporer. (Jakarta: Kencana, 2005). Hlm, 54.
Nama: Ikhsan Nurdiansyah
NIM: 11201110000006
Metode-metode yang dapat dilakukan untuk memperoleh ilmu pengetahuan antropolgi hendaknya memenuhi
kriteria umum, yakni pengumpulan fakta, hal ini dilakukan untuk memperoleh distribusi data yang akan
dipergunakan untuk menyusun ilmu pengetahuan. Pengumpulan fakta dapat dilakukan dengan berbagai macam
metode, di antaranya adalah dengan penelitian lapangan, penelitian labolatorium dan penelitian perpustakaan,
masing-masing penelitian memiliki caranya masing-masing dalam memperoleh data. Metode yang erat kaitannya
dengan antropologi adalah penelitian lapangan, di mana peneliti membaur langsung dengan objek yang ditelitinya,
dalam memperoleh data peneliti diharuskan untuk melakukan pendekatan observasi dan wawancara, kemudian
langkah selanjtunya adalah dengan konversi data dari apa yang didapat ke bentuk abstraksi yang dapat dipahami
pembaca lain. Langkah kedua adalah penentuan ciri-ciri umum dan sistem, pada tahap ini dimaksudkan peneliti
menemukan apa yang menjadi dasar pada objek yang diteliti sehingga dapat melakukan tindakan lanjutan seperti
pendekatan klasifikasi, komparasi dan membuat kesimpulan. Pendekatan Klasifikasi dimaksudkan sebagai upaya
untuk membedakan secara umum dan biologis terhadap apa yang memiliki kesamaan dan memiliki perbedaan,
yang kemudian dirumuskan ke dalam suatu kategori. Pendekatan komparasi dilakukan dengan megkaji dua atau
lebih klasifikasi dasar berdasarkan ciri-ciri umum dan sistem yang berlaku pada kedua subjek atau lebih untuk
menyimpulkan perbandingan. Kemudian verifikasi, hal ini merupakan tahap untuk menguji data-data yang
diperoleh berdasarkan kaidah-kaidah yang sebelumnya telah dirumuskan atau untuk “memperkuat” pengertian
yang telah dicapai.2 Berdasarkan apa yang telah dijelaskan, dapat dipahami bahwa metode yang dapat dilakukan
untuk memperoleh pengetahuan antropologi sangatlah beragam, sehingga mendefinisikan bahwa ilmu antropologi
memiliki kompleksitas dalam melakukan penelitian terhadap objeknya. Lebih jauh, ilmu antropologi dapat
memperoleh dan mengolah distribusi data berdasarkan metode kualitatif: penguatan pernyataan dan kuantitatif:
berdasarkan pendekatan statistik.
Etnografi seperti apa yang diuraikan dalam buku Prof. Zulfikli, MA memberikan pemahaman bahwa
metode ini berusaha menjelaskan suatu etnis/golongan/ras dalam masyarakat dengan pendekatan deskriptif
mengenai hal apa yang mendasar: terlihat secara penginderaan. Berdasarkan apa yang saya pahami, metode ini
telah lama digunakan oleh petualang/penjelajah dunia pada masa lalu untuk menjelaskan bagaimana manusia lain
(di luar Eropa) berperilaku, mereka yang dianggap primitif dideskripsikan perilakunya, sifat serta keadaan
biologisnya yang kemudian menjadi catatan perjalan. Hasil pencatatan tersebut dikumpulkan terpusat di Eropa
dalam perpustakaan-perpustakaan yang kemudian memudahkan untuk dikaji oleh para pegiat disiplin ilmu ini
untuk memperoleh pengetahuan. Etnografi secara etimologi berasal dari kata Yunani, yakni Ethnos (suku-bangsa)
dan Grafhos (gambaran) dapat diasumsikan bahwa etnografi merupakan metode yang digunakan untuk
menjelaskan manusia. Tokoh penjelajah muslim terkenal Ibn Khaldun telah melakukan metode apa yang dikenal
sekarang sebagai etnografi untuk menggambarkan bagaimana perilaku etnis lain yang Ia temui ketika menjelajah.
Namun, sangat disayangkan bahwa penjelajah non-Barat tidak memiliki pusat pengkajian yang beragam seperti di
Eropa, kemungkinan disebabkan oleh penyimpanan catatan perjalanan yang tidak terpusat seperti di Eropa.
Penjelasan lanjutan mengenai etnografi terangkum dalam film yang dijadikan sumber ajar pada mata
kuliah ini seperti apa yang sudah disinggung sebelumnya, memberikan tambahan wawasan mengenai bagaimana
suku-bangsa, etnis dan ras merupakan topik yang perlu difokuskan sebagai objek ilmu karena dampaknya yang luar
biasa bagi kehidupan. Pemerolehan pengetahuan mengenai etnis akan memberikan solusi pengelolaan wawasan
terhadap etnis dalam masyarakat, kontras sekali bahwa perbedaan etnis yang ada dalam masyarakat dapat
menjadi sumber disintegrasi antar masyarakat. Sebab hal itu perlu dikelola dengan baik guna mencapai masyarakat
yang menghargai serta toleransi terhadap perbedaan. Pendekatan entografi dikemas apik dalam film yang
berdurasi kurang-lebih dua jam tersebut, alur cerita akan terfokus pada bagaimana seorang guru mengintegrasikan
etnis dalam kelasnya, berbagai macam faktor eksternal memengaruhi sikap yang dilakukan seorang siswa dalam
kelasnya. Sebagai contoh, etnis dari golongan X akan cenderung melakukan hal yang dianggap baik, pun sebaliknya
dengan etnis lainnya. Tentu saja hal ini memberikan teguran terhadap masyarakat yang kerap kali menggunakan
2
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. (Jakarta: Rineka Cipta, 1990). Hlm, 47.
Nama: Ikhsan Nurdiansyah
NIM: 11201110000006
dalih etnis sebagai pembenaran atas perilaku dan tindakannya yang egois. Metode pengumpulan data yang
dilakukan oleh guru tersebut ialah dengan memberikan murid-muridnya buku catatan harian, di mana muridnya
dibebaskan untuk menuliskan hal apa saja yang terjadi baik di masa lalu, masa kini pun dengan masa yang akan
datang. Murid-murid yang memiliki pengalaman berbeda-beda menuangkan pengalamnannya lembar demi lembar
dalam buku tersebut, hal itu merupakan metode pengumpulan data yang tersusun sistematis, pada saat yang telah
ditentukan guru tersebut akan membacanya dan mulai memahami konteks apa yang sedang dialami oleh masing-
masing muridnya. Setelah mengetahui apa yang menjadi permasalahan mendasar muridnya, guru tersebut mulai
menyimpulkannya secara umum dan memerhatikan sisi kompleksitas antara murid yang satu dengan yang lainnya,
perbedaan etnis-lah yang menjadi akar dari perpecahan masyarakat yang terbagi menjadi antar geng. Setelah
melalui metode pengumpulan data, guru tersebut pun mulai menyusun strategi untuk melakukan deintegrasi bagi
murid-muridnya sehingga dapat terjalin ikatan yang humanis di antara murid, pendekatan tambahan yang
dilakukan guru tersebut ialah dengan mengajaknya melihat dunia luar sehingga dapat merefleksikan bahwa dunia
itu luas, serta melakukan pendekatan relativisme budaya (cultural-relativism) sebagai upaya konkret untuk
menciptakan intergrasi.

Anda mungkin juga menyukai