dapat dilakukan tanpa pijakan filosofis yang mendasarinya, mulai dari makna, hakikat,
tujuan, hingga metodenya. Pijakan atau landasan filosofis itu berupa paradigma. Paradigma
itu apa? Menurut Denzin dan Lincoln paradigma ialah « a basic set of beliefs that guide
action. Paradigms deal with first principles, or ultimates ». Sedangkan Given mengartikan
research community». Sedangkan Guba mengartikan paradigma sebagai ‘a basic set of beliefs
sendiri. Tetapi dari semua itu dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa adalah suatu cara
pandang tentang sesuatu yang di dalamnya mengandung sejumlah asumsi, teori, model dan
solusi tertentu mengenai pokok persoalan, tujuan, dan sifat dasar bahan kajian.
sejumlah pendekatan, dalam suatu pendekatan terkandung sejumlah metode, dalam suatu
metode terkandung sejumlah teknik, sedangkan dalam suatu teknik terkandung sejumlah cara
dan piranti.
Selaras dengan tinjauan aksiologik, dalam khasanah metodologi penelitian atau kajian
dikenal, menurut Newman dikenal ada tiga paradigma penelitian, yaitu: paradigma
ilmu-ilmu alam , walau belakangan beberapa ilmu sosial juga menggunakan paradigma
positivistik.
Paradigma interpretif disepadankan dengan pendekatan kualitatif , yang umumnya
digunakan oleh ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Secara bergantian, menurut Patton
paradigma interpretif juga disebut paradigma fenomenologi atau naturalistik, walau diakui ini
kritik , yang lazim digunakan dalam kajian budaya, media, komunikasi, feminisme, wacana,
dan sastra, dan politik. Sajian pendek ini secara khusus akan membahas paradigma interpretif
subjek dan membendakan manusia. Subjek penelitian berada di luar konteks dan ditempatkan
dalam situasi eksperimental jauh dari pengalaman pribadinya. Itu sebabnya para ahli,
khususnya para filsuf pendidikan pada akhir 1960-an, mencari alternatif pendekatan lain yang
lebih humanis, yang menekankan pentingnya pandangan subjek, dan konteks di mana subjek
Paradigma interpretif memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik, tidak
terpisah-pisah satu dengan lainnya, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan antar
gejala bersifat timbal balik , bukan kausalitas. Paradigma interpretif juga memandang realitas
sosial itu sesuatu yang dinamis, berproses dan penuh makna subjektif. Realitas sosial tidak
lain adalah konstruksi sosial. Terkait posisi manusia, paradigma interpretif memandang
manusia sebagai makhluk yang berkesadaran dan bersifat intensional dalam bertindak .
Manusia adalah makhluk pencipta dunia, memberikan arti pada dunia, tidak dibatasi hukum
yang otomatis dan mekanis, atau tiba-tiba terjadi, melainkan suatu pilihan yang di dalamnya
•Studi Kasus
Studi kasus adalah sebuah pendekatan metode penelitian yang digunakan untuk
mengkaji sebuah fenomena unik individu, organisasi, social dan politik . Metode studi kasus
merupakan metode yang menjawab kelemahan pendekatan positivistic murni yang melihat
secara parsial sebuah objek yang diteliti. Dalam pendekatan studi kasus, peneliti
kehidupan nyata.
Dari apa yang ditulis oleh Robert K. Yin, penulis melihat bahwa perdebatan yang
dikemukakan oleh K. Yin terhadap konteks penelitian survey, eksperimen terhadap studi
kasus, menjadikan studi kasus termasuk dalam pendekatan post-positivistic. K.Yin ingin
menjelaskan bahwa studi pengamatan terhadap riset perencanaan, organisasi, social dan
politik tidak cukup hanya diteliti menggunakan pendekatan survey dan eksperimen. Dengan
menggunakan studi kasus, «analisa» menjadi mata pisau dalam mengamati fenomena yang
terjadi. Studi kasus merupakan kritik dari postivistik yang melihat bahwa objektifitas dalam
penelitian postivistik masih banyak kelemahan. Maka diperulakan pendekatan intepretif yang
Selain itu studi kasus juga mampu menjawab konteks hubungan dari sebuah peristiwa
Etnografi berangkat dari tradisi sosiocultural. Entografi baru dan etnografi klasik
adalah hal yang berbeda. Munculnya etnografi baru adalah merupakan kritik atas etnografi
klasik yang terpengaruhi oleh kolonialisme. Keengganan peneliti menjadi bagian dari objek
yang diteliti menjadi hal yang cukup mengganggu bagi para etnografer baru. Selain itu
etnografi baru juga masuk dalam bagian paradigm intepretif, dimana peneliti mempunyai hak
melakukan penafsiran terhadap fenomena yang diteliti. Seperti yang dijelaskan di atas bahwa
etnografi merupakan studi yang mengamati sebuah budaya atau kelompok yang mempunyai
•Fenomenologi.
(Kuswarno, 2008). Selain itu fenomenologi adalah alat ukur untuk memperoleh
pengatahuan mengenai sifat-sifat alami kesadaran dan jenis –jenis khusus pengetahuan
Referensi
Osborn Richard, 2001, (terj), Filsafat untuk Pemula, Yogyakarta, Penerbit Kanisius
Wahyudin, Uud, Dr. (2016), Hubungan penelitian, Metodologi dan filsafat Ilmu,
Bandung,
dipublikasikan.
Suriasumantri, Jujun (1982), Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta, Penerbit
Sinar Harapan
Yin, Robert K, (2006), (Terj), Studi Kasus, Desain dan Metode, Jakarta, Rajawali Press.
Creswell, John W (2013), (terj) Penelitian Kualitatif dan Desain Riset, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.