PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Anis Chariri, “Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”,2009.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. FILSAFAT PENELITIAN
Faham kausalitas memandang setiap fakta sebagai hasil suatu proses, dan
dengan demikian setiap fakta bermatra waktu lengkap, kemarin – kini – esok.
Dalam jalur waktu lengkap, sebab dan akibat berkedudukan silih berganti
membentuk suatu persinambung (continu). Kejadian kemarin menjadi sebab
yang menghasilkan kejadian kini sebagai akibat, dan pada gilirannya kejadian
kini menjadi sebab yang menghasilkan kejadian esok sebagai akibatnya,
danseterusnya. Maka setiap kejadian mempunyai sejarah dan masa depan atau
mempunyai latar belakang dan implikasi.Filsafat penenlitian bersifat
universal. Tidak ada filsafat penelitian khusus untuk disiplin masing – masing.
Yang ada ialah penjabarannya untuk disiplin masing – masing.
1. PRAPOSITIVISME
2
Tejoyuwono Notohadiprawiro, “Metodologi penelitian Dan Beberapa Implikasinya
dalam Penelitian Geografi”,2006.
sekaligus salah) dan law of excluded middle (suatu proposisi bias benar
dan bias salah).
Logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila
disusun secara sistematik, maka metodologi penelitian merupakan bagian
dari logika. Setidaknya ada lima model logika, yaitu logika formal
asristoteles; logika matematik dedutif; logika matematik induktif; logika
matematik probabilistic; dan logika reflektif.3
Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini ada
dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada
mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai metode
penilaian yang baik, karena menggunakan alat-alat atau intrumen untuk
mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik.
2. POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya
dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut
positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta.
Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh
5
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”,2017.
istimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat pun harus
meneladani contoh tersebut. Maka dari itu, positivisme menolak cabang
filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-benda, atau “penyebab
yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta
dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta .6
Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu
alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal
adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris. Positivisme
dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan ia
dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang benar-benar bisa
dipercaya kehandalan dan dan akurasinya dalam kehidupan dan
keberadaan masyarakat.
Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme yaitu:
a. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi
(positivisme sosial dan evolusioner), walaupun perhatiannya juga
diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Auguste
Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-
tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan
Spencer.
b. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme –
berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan
Avenarius (positivisme kritis). Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang
merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-
masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme
ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
c. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan
lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O. Neurath, Carnap,
Schlick, Frank, dan lain-lain (positivisme logis). Serta kelompok
6
Ade wahyu Tysna,”Positivisme”, 2015.
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah
Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini
menggabungkanm sejumlah aliran seperti atomisme logis,
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme
tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Ciri-ciri Positivisme antara lain:
1. Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai
mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dari realitas dengan
bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang teramati dan
terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari
realitas (korespondensi).
2. Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi.
Ilmu pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-
impresi tersebut. Substansi metafisis yang diandaikan berada di
belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika)
3. Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili
realitas partikularlah yang nyata.
4. Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat
diamati.
5. Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam
semesta yang meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati).
Alam semesta memiliki strukturnya sendiri dan mengasalkan
strukturnya sendiri.
6. Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan
prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-
mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta diibaratkan sebagai
giant clock work .
Menurut Koento Wibisono filsafat positivisme menggunakan
metode pengamatan, percobaan dan perbandingan, kecuali dalam
menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sejarah.
Pengamatan digunakan untuk mempelajari astronomi, kesemuanya
ini berkaitan dengan ukuran waktu dan adapun untuk ilmu fisika
disamping pengamatan juga digunakan percobaan, dalam percobaan
ini pengamatan tak ketinggalan. Dalam mempelajari ilmu kimia
disamping percobaan dan pengamatan, digunakan juga metode peniruan
(artifisial). Dalam ilmu biologi menggunakan metode percobaan, yang
disesuaikan dengan kompleksitasnya gejala, maupun dalam sosiologi,
digunakan pengamatan, percobaan, dan perbandingan, dan bahkan
metode sejarah, ini digunakan untuk menguraikan gejala-gejala yang
kompleks.7
3. POSTPOSITIVISME
Pada era postpositivisme seorang peneliti melihat masalah
penelitian sebagai realitas yang bersifat holistik (utuh), dinamis,
kompleks, saling mempengaruhi penuh makna, dan terikat nilai. Era
ini dimulai pada tahun 1960-an. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dengan logika induktif. Tujuan
penelitian adalah memahami makna realitas yang kompleks dan
mengkonstruksi fenomena. Metode penelitian kualitatif menjadi
primadona pada era ini dari tahun 1980-an sampai tahun 1990-an.
Tetapi setelah tahun 1990-an pertarungan metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif mengendur.8
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki
kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.Secara
ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa
realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam,
tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara
benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis
pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi
7
Muhamad Irfan Faris,” Perkembangan Prapositivisme Positivisme Postpositivisme”,
2016.
8
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”.,2017.
harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.
Secara epistemologis, hubungan antara pengamat atau peneliti
dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, seperti
yang diusulkan oleh aliran positivisme. Aliran ini menyatakan suatu
hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila
pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek
secara langsung.9
9
Yesi Nadia A,”Makalah Positivisme, Postpositivisme Dan PostModernisme”,2014.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang postpositivisme empat
pertanyaan dasar berikut, akan memberikan gambaran tentang posisi aliran
ini dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan.
BAB III
PENEUTUP
10
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”.,2017.
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Adapun saran penulis untuk pembaca jika akan menjadikan
sebagai referensi, sebaiknya tidak sepenuhnya menjadikan makalah ini
sebagai referensi. Cobalah mengambil referensi lain seperti di buku, jurnal
atau makalah lain yang serupa, karena penulis hanya membahas sebagian
kecil dari cakupan materi sepenuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
A,Yesi Nadia. “Makalah Positivisme, Postpositivisme Dan Postmodernisme”.
Bandung; Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2014.