Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penelitian sosial, termasuk ekonomi, manajemen dan akuntansi merupakan


proses pencarian pengetahuan yang diharapkan bermanfaat dalam
mengembangkan teori baru dan menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan isu ekonomi, manajemen dan akuntansi. Konsekuensinya, penelitian
tidak dapat dibuat dengan serampangan tanpa memperhatikan kaidah
keilmuan. Penelitian harus dilakukan berdasarkan prinsip berpikir logis dan
dilakukan secara berulang mengingat penelitian tidak pernah berhenti pada
satu titik waktu tertentu. Dalam berpikir logis, seorang peneliti harus mampu
menggabungkan teori/ide yang ada dengan fakta di lapangan dan dilakukan
secara sistematis. Jadi, dapat dikatakan bahwa penelitian merupakan proses
yang dilakukan secara sistematis untuk menghasilkan pengetahuan
(knowledge), yang ditandai dengan dua proses yaitu; (1) proses pencarian yang
tidak pernah berhenti, dan (2) proses yang sifatnya subyektif karena topik
penelitian, model penelitian, obyek penelitian dan alat analisnya sangat
tergantung pada faktor subyektifitas si peneliti. Intinya penelitian merupakan
kegiatan yang tidak bebas nilai.1
Awal mula penelitian tidak sepenuhnya langsung dilakukan dengan
kebenaran yang terstruktur. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka
cara atau metode penelitian semakin mengalami kemajuan. Sehingga asal usul
kebenaran proses penelitian mempunyai 3 filsafat perkembangan penelitian
yang melatar belakangi pembuatan makalah ini.

1
Anis Chariri, “Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”,2009.
B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah pada penulisan makalah ini yaitu:

1. Bagaiman pengaruh setiap filsafat terhadap perkembangan penelitian?


2. Bagaiman perbedaan dari ketiga filsafat perkembangan penelitian?

C. TUJUAN

Adapun tujuan yang akan dicapai pada makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh setiap filsafat terhadap perkembangan


penelitian.
2. Untuk mengetahui perbedaan dari ketiga filsafat perkembangan
penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FILSAFAT PENELITIAN

Filsafat ialah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian


pengetahuan tentang watak dan makna kemajuan (existence). Filsafat dapat
juga diartikan sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan
pengetahuan tentang asas – asas yang menimbulkan, mengendalikan, atau
menjelaskan fakta dan kejaadian. Secara ringkas, filsafat ialah pengetahuan
tentang makna.

Dengan demikian, filsafat penelitian dapat diartikan suatu sistem


pemikiran yang mengarah penelitian menuju ke perolehan makna tentang soal
yang dikaji. Memperoleh makna bererti memahami hakekat kemajuan fakta
dan kejadian yang terkandung dalam persoalan tersebut sebagai suatu
kausalitas. Sesuatu tidak dapat maujud tanpa sebab (asas kausalitas), dan
sebab selalu mendahului akibat (hukum kausalitas).

Faham kausalitas memandang setiap fakta sebagai hasil suatu proses, dan
dengan demikian setiap fakta bermatra waktu lengkap, kemarin – kini – esok.
Dalam jalur waktu lengkap, sebab dan akibat berkedudukan silih berganti
membentuk suatu persinambung (continu). Kejadian kemarin menjadi sebab
yang menghasilkan kejadian kini sebagai akibat, dan pada gilirannya kejadian
kini menjadi sebab yang menghasilkan kejadian esok sebagai akibatnya,
danseterusnya. Maka setiap kejadian mempunyai sejarah dan masa depan atau
mempunyai latar belakang dan implikasi.Filsafat penenlitian bersifat
universal. Tidak ada filsafat penelitian khusus untuk disiplin masing – masing.
Yang ada ialah penjabarannya untuk disiplin masing – masing.

Penelitian menghasilkan pengetahuan dan ilmu. Pengetahuan ialah


keseluruhan hal yang diketahui, yang membentuk cerapan (perception) jelas
tentang kebenaran atau fakta. Ilmu ialah pengetahuan yang diatur dan
diklasifikasikan secara tertib, membentuk suatu sistem pengetahuan,
berdasarkan rujukan kepada kebenaran atau hukum umum.

Ilmu dapat juga diartikan suatu kegiatan mencari pengetahuan dengan


jalan melakukan pengamatan, dan kemudian berusaha membuat penjekasan
mengenai hasil pengamatan nasabah satu dengan yang lainnyadengan
perampatan (generalization) yang disebut acuan (model) atau teori. Ilmu
menangani penafsiran hal – hal yang teramati, dan berspekulasi tentang hal –
hal yang tdak terlihat atau terukur secara langsung, namun spekulasi tentang
hal – hal yang tidak terlihat atau terukur secara langsung, namun spekulasi
tersebut kiranya selalu dapat diuji dengan percobaan. Menurut pengertian ini,
ilmu merupakan suatu kegiatan operasional. Untuk menjalankan kegiatan itu
ilmu memiliki fakta dan teori.2

B. PERKEMBANGAN FILSAFAT PENELITIAN

Sejalan dengan perkembangan filsafat, metode penelitian juga mengikuti


corak aliran – aliran filsafat yang sedang berkembang. Aliran – aliran filsafat
penelitian dapat dikelompokkan ke dalam aliran filsafat yaitu: Prapositivisme,
Positivisme, dan Postpositivisme.

1. PRAPOSITIVISME

Era prapositivisme dimulai sejak Aristoteles (384-322 SM) sampai


David Hume (1711-1776) . Aristoteles adalah seorang filsuf, saintis, dan
sekaligus ahli pendidikan. Ia adalah salah satu ahli piker yang berpengaruh
di Barat. Menurutnya manusia adalah pengamat pasif, karena segala hal
yang bersifat fisik terjadi secara alamiah. Menurut Aristoteles untuk
memperoleh pengetahuan, manusia untuk menggunakan hukum-hukum
logika seperti law of contracdition (tidak ada proposisi yang benar dan

2
Tejoyuwono Notohadiprawiro, “Metodologi penelitian Dan Beberapa Implikasinya
dalam Penelitian Geografi”,2006.
sekaligus salah) dan law of excluded middle (suatu proposisi bias benar
dan bias salah).

Logika dikenal sebagai ilmu tentang alat untuk mencari kebenaran. Bila
disusun secara sistematik, maka metodologi penelitian merupakan bagian
dari logika. Setidaknya ada lima model logika, yaitu logika formal
asristoteles; logika matematik dedutif; logika matematik induktif; logika
matematik probabilistic; dan logika reflektif.3

Pada era prapositvisme seorang peneliti melihat masalah penelitian


sebagai realitas alamiah. Era ini terjadi sejak perkembangan filsafat pada
zaman Yunani sampai awal abad ke 19. Peneliti hanya melakukan
deskripsi secara kualitatif terhadap fenomena yang diamatinya. Peneliti
bersikap pasif dan hanya berfungsi sebagai pengumpul data dan
menyajikan data tanpa memberikan makna terhadap data yang dianalisis.
Peneliti tidak melakukan analisis terhadap hasil penelitian yang
ditemukannya. Tugas peneliti hanya mendeskripsikan data tanpa
melakukan penafsiran. Pada era ini penelitian masih bercampur dengan
pemikiran-pemikiran filosofis sehingga sulit untuk memisahkan data mana
yang bersumber dari empiris dan data mana yang bersumber dari alam ide
atau logika manusia. Hasil-hasil penemuan penelitian selalu disajikan
dalam bentuk narasi. Bentuk-bentuk penelitian yang banyak dilakukan
studi kasus, analisis isi, studi kepustakaan, dan studi sejarah. Penelitian
dilakukan untuk menemukan berbagai konsep atau untuk menggambarkan
realitas. Tujuan penelitian adalah untuk membuat catatan peristiwa dari
satu tempat sebagai dokumen agar dapat dibaca di tempat lain.
Perkembangan penelitian pada era prapositivisme sangat lambat karena
penelitian biasanya dilakukan secara alamiah. Penelitian juga dilakukan
hanya pada bidang-bidang sosial dengan realitas yang terjadi secara
alamiah, misalnya penelitian tentang budaya suku-suku tertentu.4
3
Muhamad Irfan Faris,” Perkembangan Prapositivisme Positivisme
PostPositivisme”,2016.
4
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”,2017.
Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini ada
dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada
mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai metode
penilaian yang baik, karena menggunakan alat-alat atau intrumen untuk
mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik.

Ada dua metode berfikir dalam perkembangan pengetahuan, yaitu


metode deduktif yang dikembangkan oleh Aristoteles dan metode induktif
yang dikembangkan oleh Francis Bacon. Metode deduktif adalah metode
berfikir yang berpangkal dari hal-hal yang umum atau teori menuju pada
hal-hal yang khusus atau kenyataan. Sedangkan metode induktif adalah
sebaliknya. Dalam pelaksanaan, kedua metode tersebut diperlukan dalam
penelitian.

Kegiatan penelitian memerlukan metode yang jelas. Dalam hal ini ada
dua metode penelitian yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Pada
mulanya metode kuantitatif dianggap memenuhi syarat sebagai metode
penilaian yang baik, karena menggunakan alat-alat atau intrumen untuk
mengakur gejala-gejala tertentu dan diolah secara statistik.

Pada penelitian kualitatif, teori diartikan sebagai paradigma. Seorang


peneliti dalam kegiatan penelitiannya, baik dinyatakan secara eksplisit atau
tidak, menerapkan paradigma tertentu sehingga penelitian menjadi terarah.
Dasar teoritis dalam pendekatan kualitatif adalah:

1. Pendekatan fenomenologis. Dalam pandangan fenomenologis, peneliti


berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-
orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.
2. Pendekatan interaksi simbolik. Dalam pendekatan interaksi simbolik
diasumsikan bahwa objek orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki
pengertian sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan kepada mereka.
Pengertian yang dlberikan orang pada pengalaman dan proses
penafsirannya bersifat esensial serta menentukan.
3. Pendekatan kebudayaan. Untuk menggambarkan kebudayaan menurut
perspektif ini seorang peneliti mungkin dapat memikirkan suatu
peristiwa di mana manusia diharapkan berperilaku secara baik. Peneliti
dengan pendekatan ini mengatakan bahwa bagaimana sebaiknya
diharapkan berperilaku dalam suatu latar kebudayaan.
4. Pendekatan etnometodologi. Etnometodologi berupaya untuk
memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan
menggambarkan tata hidup mereka sendiri. Etnometodologi berusaha
memahami bagaimana orang-orang mulai melihat, menerangkan, dan
menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Seorang peneliti
kualitatif yang menerapkan sudut pandang ini berusaha
menginterpretasikan kejadian dan peristiwa sosial sesuai dengan sudut
pandang dari objek penelitiannya.

Tetapi dalam perkembangannya, data yang berupa angka dan


pengolahan matematis tidak dapat menerangkan kebenaran secara
meyakinkan. Oleh sebab itu digunakan metode kualitatif yang dianggap
mampu menerangkan gejala atau fenomena secara lengkap dan
menyeluruh.

Tiap penelitian berpegang pada paradigma tertentu. Paradigma


menjadi tidak dominan lagi dengan timbulnya paradigma baru. Pada
mulanya orang memandang bahwa apa yang terjadi bersifat alamiah.
Peneliti bersifat pasif sehingga tinggal memberi makna dari apa yang
terjadi dan tanpa ingin berusaha untuk merubah. Masa ini disebut masa
pra-positivisme.5

2. POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya
dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut
positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta.
Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh
5
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”,2017.
istimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat pun harus
meneladani contoh tersebut. Maka dari itu, positivisme menolak cabang
filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-benda, atau “penyebab
yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-fakta
dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta .6
Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu
alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal
adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data empiris. Positivisme
dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan ia
dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang benar-benar bisa
dipercaya kehandalan dan dan akurasinya dalam kehidupan dan
keberadaan masyarakat.
Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme yaitu:
a. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi
(positivisme sosial dan evolusioner), walaupun perhatiannya juga
diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Auguste
Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-
tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan
Spencer.
b. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme –
berawal pada tahun 1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan
Avenarius (positivisme kritis). Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang
merupakan suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-
masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme
ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
c. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan
lingkaran Wina dengan tokoh-tokohnya O. Neurath, Carnap,
Schlick, Frank, dan lain-lain (positivisme logis). Serta kelompok

6
Ade wahyu Tysna,”Positivisme”, 2015.
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah
Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini
menggabungkanm sejumlah aliran seperti atomisme logis,
positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme
tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Ciri-ciri Positivisme antara lain:
1. Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai
mengharuskan subjek peneliti mengambil jarak dari realitas dengan
bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang teramati dan
terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari
realitas (korespondensi).
2. Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi.
Ilmu pengetahuan hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-
impresi tersebut. Substansi metafisis yang diandaikan berada di
belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika)
3. Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili
realitas partikularlah yang nyata.
4. Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat
diamati.
5. Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam
semesta yang meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati).
Alam semesta memiliki strukturnya sendiri dan mengasalkan
strukturnya sendiri.
6. Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan
prinsip-prinsip yang dapat digunakan untuk menjelaskan mesin-
mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta diibaratkan sebagai
giant clock work .
Menurut Koento Wibisono filsafat positivisme menggunakan
metode pengamatan, percobaan dan perbandingan, kecuali dalam
menghadapi gejala dalam fisika sosial, digunakan metode sejarah.
Pengamatan digunakan untuk mempelajari astronomi, kesemuanya
ini berkaitan dengan ukuran waktu dan adapun untuk ilmu fisika
disamping pengamatan juga digunakan percobaan, dalam percobaan
ini pengamatan tak ketinggalan. Dalam mempelajari ilmu kimia
disamping percobaan dan pengamatan,  digunakan juga metode peniruan
(artifisial). Dalam ilmu biologi menggunakan metode percobaan, yang
disesuaikan dengan kompleksitasnya gejala, maupun dalam sosiologi,
digunakan pengamatan, percobaan, dan perbandingan, dan bahkan
metode sejarah, ini digunakan untuk menguraikan gejala-gejala yang
kompleks.7
3. POSTPOSITIVISME
Pada era postpositivisme seorang peneliti melihat masalah
penelitian sebagai realitas yang bersifat holistik (utuh), dinamis,
kompleks, saling mempengaruhi penuh makna, dan terikat nilai. Era
ini dimulai pada tahun 1960-an. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dengan logika induktif. Tujuan
penelitian adalah memahami makna realitas yang kompleks dan
mengkonstruksi fenomena. Metode penelitian kualitatif menjadi
primadona pada era ini dari tahun 1980-an sampai tahun 1990-an.
Tetapi setelah tahun 1990-an pertarungan metode penelitian kuantitatif
dan kualitatif mengendur.8
Paradigma ini merupakan aliran yang ingin memperbaiki
kelemahan-kelemahan positivisme, yang hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.Secara
ontologis aliran ini bersifat critical realism yang memandang bahwa
realitas memang ada dalam kenyataan sesuai dengan hukum alam,
tetapi satu hal yang mustahil bila suatu realitas dapat dilihat secara
benar oleh manusia (peneliti). Oleh karena itu, secara metodologis
pendekatan eksperimental melalui observasi tidaklah cukup, tetapi
7
Muhamad Irfan Faris,” Perkembangan Prapositivisme Positivisme Postpositivisme”,
2016.
8
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”.,2017.
harus menggunakan metode triangulation yaitu penggunaan
bermacam-macam metode, sumber data, peneliti dan teori.
Secara epistemologis, hubungan antara pengamat atau peneliti
dengan objek atau realitas yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, seperti
yang diusulkan oleh aliran positivisme. Aliran ini menyatakan suatu
hal yang tidak mungkin mencapai atau melihat kebenaran apabila
pengamat berdiri di belakang layar tanpa ikut terlibat dengan objek
secara langsung.9

Post-positivisme merupakan perbaikan positivisme yang dianggap


memiliki kelemahan-kelemahan, dan dianggap hanya mengandalkan
kemampuan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti. Secara
ontologis aliran post-positivisme bersifat critical realism dan
menganggap bahwa realitas memang ada dan sesuai dengan kenyataan
dan hukum alam tapi mustahil realitas tersebut dapat dilihat secara
benar oleh peneliti. Secara epistomologis: Modified dualist/objectivist,
hubungan peneliti dengan realitas yang diteliti tidak bisa dipisahkan
tapi harus interaktif dengan subjektivitas seminimal mungkin. Secara
metodologis adalah modified experimental/ manipulatif.

Observasi yang didewakan positivisme dipertanyakan


netralitasnya, karena observasi dianggap bisa saja dipengaruhi oleh
persepsi masing-masing orang. Proses dari positivisme ke post-
positivisme melalui kritikan dari tiga hal yaitu:

1. Observasi sebagai unsur utama metode penelitian,


2. Hubungan yang kaku antara teori dan bukti. Pengamat memiliki sudut
pandang yang berbeda dan teori harus mengalah pada perbedaan
waktu,
3. Tradisi keilmuan yang terus berkembang dan dinamis.

9
Yesi Nadia A,”Makalah Positivisme, Postpositivisme Dan PostModernisme”,2014.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang postpositivisme empat
pertanyaan dasar berikut, akan memberikan gambaran tentang posisi aliran
ini dalam kancah paradigma ilmu pengetahuan.

a. Bagaimana sebenarnya posisi postpositivisme di antara paradigma-


paradigma ilmu yang lain? Apakah ini merupakan bentuk lain dari
positivisme yang posisinya lebih lemah? Atau karena aliran ini datang
setelah positivisme sehingga dinamakan postpositivisme? Harus
diakui bahwa aliran ini bukan suatu filsafat baru dalam bidang
keilmuan, tetapi memang amat dekat dengan paradigma positivisme.
Salah satu indikator yang membedakan antara keduanya bahwa
postpositivisme lebih mempercayai proses verifikasi terhadap suatu
temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode. Dengan
demikian suatu ilmu memang betul mencapai objektifitas apabila telah
diverifikasi oleh berbagai kalangan dengan berbagai cara.
b. Bukankah postpositivisme bergantung pada paradigma realisme yang
sudah sangat tua dan usang? Dugaan ini tidak seluruhnya benar.
Pandangan awal aliran positivisme (old-positivism) adalah anti realis,
yang menolak adanya realitas dari suatu teori. Realisme modern
bukanlah kelanjutan atau luncuran dari aliran positivisme, tetapi
merupakan perkembangan akhir dari pandangan postpositivisme.
c. Banyak postpositivisme yang berpengaruh yang merupakan penganut
realisme. Bukankah ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui
adanya sebuah kenyataan (multiple realities) dan setiap masyarakat
membentuk realitas mereka sendiri? Pandangan ini tidak benar karena
relativisme tidak sesuai dengan pengalaman sehari-hari dalam dunia
ilmu. Yang pasti postpositivisme mengakui bahwa paradigma
hanyalah berfungsi sebagai lensa bukan sebagai kacamata.
Selanjutnya, relativisme mengungkap bahwa semua pandangan itu
benar, sedangkan realis hanya berkepentingan terhadap pandangan
yang dianggap terbaik dan benar. Postpositivisme menolak pandangan
bahwa masyarakat dapat menentukan banyak hal sebagai hal yang
nyata dan benar tentang suatu objek oleh anggotanya.
d. Karena pandangan bahwa persepsi orang berbeda, maka tidak ada
sesuatu yang benar-benar pasti. Bukankah postpositivisme menolak
kriteria objektivitas? Pandangan ini sama sekali tidak bisa diterima.
Objektivitas merupakan indikator kebenaran yang melandasi semua
penyelidikan. Jika kita menolak prinsip ini, maka tidak ada yang
namanya penyelidikan. Yang ingin ditekankan di sini bahwa
objektivitas tidak menjamin untuk mencapai kebenaran.10

BAB III

PENEUTUP

10
Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”.,2017.
A. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini,


ayitu:

1. Pengaruh setiap filsafat terhadap perkembangan penelitian, yaitu:


a. Prapositivisme
Pada zaman ini merupakan awal mula penelitian dilakukan, dimana
para peneliti secara tidak sadar mengamati fennomena alama yang
terjadi, sehingga peneliti hanya mendeskripsikan data berdasarkan
pemikiran - pemikiran filosofi dan hasil penelitian disajikan dalam
bentuk narasi.
b. Positivisme
Pada zaman ini perkembangan penelitian harus dilakukan secara
langsung oleh si peneliti dengan berdasar terhadap fakta yang ada,
dimana dalam melakukan penelitaian harus mengungkapkan
kebenaran realitas yang ada dan menggambarkan hasil temuan
seobjektif mungkin dengan fakta – fakta yang akurat, sehingga
hasil penelitian harus bersesuaian dengan sebab-akibat yang
ditimbulkan
c. Postpositivisme
Pada zaman ini perkembangan penelitian dilakukan untuk
memperbaiki kelemahan – kelemahan positivisme yang hanya
mengandalkan pengamatan langsung terhadap objek yang diteli.
Postpositivisme juga lebih menekankan bahwa setiap temuan dari
penelitian melalui atau menggunakan berbagai macam metode
yang lebih ilmiah.

2. Perbedaan dari ketiga filsafat perkembangan penelitian, yaitu:

Prapositivisme prapositivisme adalah realitas berkembang secara


alamiah, metode penelitian deskriptif kualitatif
dan peneliti pasif dalam menggambarkan apa
yang diamati

positivisme meliputi realitasteramati, bersifat


tunggal, dapat diklasifikasikan, determinisme
(sebabakibat), bebasnilai, relatif tetap dan terukur.
Positivisme Metode penelitian kuantitatif, deduktif serta
melakukan eksperimen dalam mencari
pengaruhnya

postpositivisme adalah realitas bersifat


holistik(utuh), dinamis(tidaktetap), kompleks,
saling mempengaruhi, penuh makna dan terikat
Postpositivisme nilai.Metode penelitian kualitatif, induktifserta
memahami makna realitasyang kompleks dalam
mengkonstruksi fenomena.

B. SARAN
Adapun saran penulis untuk pembaca jika akan menjadikan
sebagai referensi, sebaiknya tidak sepenuhnya menjadikan makalah ini
sebagai referensi. Cobalah mengambil referensi lain seperti di buku, jurnal
atau makalah lain yang serupa, karena penulis hanya membahas sebagian
kecil dari cakupan materi sepenuhnya.

DAFTAR PUSTAKA
A,Yesi Nadia. “Makalah Positivisme, Postpositivisme Dan Postmodernisme”.
Bandung; Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2014.

Anonim, “Konsep Dasar Metode Penelitian Pendidikan Islam”.(diakses pada


tanggal 7 April 2017).

Chariri, Anis.“Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”. Semarang;


Laboratorium Pengembangan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi
Universitas Diponegoro, 2009.

Faris, Muhamad Irfan. ”Perkembangan Prapositivisme Positivisme


Postpositivisme”,(diakses pada tanggal 8 April 2017).

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. “Metodologi penelitian Dan Beberapa


Implikasinya dalam Penelitian Geografi”. Yogyakarta; Ilmu Tanah Gadj
Mada, 2006

Tysna,Ade Wahyu. “Positivisme”.Serang; fakultas Ilmu Sosial dan Politik, 2015.

Anda mungkin juga menyukai