Dosen Pengampu:
Hidar Amaruddin, M.Pd.
Disusun Oleh :
Bismillahirahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta
hidayah Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
Periodisasi Sastra Indonesia, dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah
berkontribusi terhadap pengerjaan makalah ini. Tentunya makalah ini tidak akan
terselesaikan jika tidak ada dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam
penyampaian, tatanan bahasa, dan penyusunan sehingga makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon kritikan dan saran dari
pembaca untuk makalah ini.
Tim Penulis.
i
DAFTAR ISI
PRAKATA.................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................3
2.1 Pengertian Periodisasi Sastra.......................................................................3
2.2 Perbedaan Periodisasi Sastra dan Angkatan Sastra.....................................4
2.3 Pembagian Periodisasi Sastra dan Contohnya.............................................5
2.4 Masalah Periodisasi Sastra........................................................................17
BAB III....................................................................................................................18
PENUTUP...............................................................................................................18
3.1 Simpulan....................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................18
Daftar Pustaka........................................................................................................19
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran kasusastraan Indonesia tidak dapat lepas dari adanya sejarah
yang melahirkan dan membesarkannya. Dalam periodisasi sastra pun tidak
lepas dari adanya sejarah sastra, hal ini sejalan dengan pendapat Luxemburg
(dalam Erowati & Ahmad 2011) yang menjelaskan bahwa sejarah sastra
adalah suatu ilmu yang membahas mengenai periode-periode kesusastraan,
aliran-aliran, jenis-jenis, pengarang-pengarang dan reaksi pembaca. Adapun
fungsi sejarah sastra ini adalah sebagai alat bagi sastrawan atau orang lain
untuk mempelajari pertumbuhan dan perkembangan sastra. Mulai dari karya-
karya sastra hingga para tokoh sastra dari masa ke masa.
Dengan timbulnya kebutuhan ini, guna memudahkan para sastrawan untuk
mempelajari sejarah sastra dari masa kemasa serta memudahkan dalam
pengembangan sastra, maka diadakan pembabakan sastra. Para sastrawan
dapat melihat sifat-sifat, atau ciri-ciri di setiap periode atau masa angkatan.
Dengan demikian mereka akan selalu menciptakan karya sastra baru yang
menyimpang dari ciri-ciri sastra yang telah ada sebelumnya, baik dalam
ekspresi seni, konsep seni, struktur estetiknya, maupun dalam bidang
masalahnya, pandangan hidup, filsafat, pemikiran dan perasaannya (Erowati
dan Ahmad, 2011). Berkenaan dengan pembabakan sastra Indonesia ini Ajib
Rosidi lebih memilih periode dibandingkan dengan angkatan. Hal ini
dikarenakan dalam periode mungkin saja terdapat bebebrapa angkatan.
Pembabakan dalam
periodisasi sastra dilihat berdasarkan bentuk, angkatan, dan tahapan.
Dari sini dapat dikatakan bahwa periodisasi adalah pembabakan sejarah
perkembanagan kesusastraan menurut kriteria yang ditentukan oleh sudut
pandang peneliti. Seperti dalam Ensiklopedia Sastra Indonesia, bahwa kriteria
atau dasar penggolongan periodisasi sastra dapat berupa pada masa penerbitan
karya sastra, pertimbangan intrinsik karya sastra, atau berdasarkan pada
perbedaan norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi zaman.
1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian periodisasi sastra Indonesia ?
2. Bagaimana perbedaaan antara periodisasi dan angkatan sastra ?
3. Bagaimana pembagian periodisasi sastra dan contohnya?
4. Bagaimana masalah periodisasi sastra?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian periodisasi sastra Indonesia.
2. Untuk mengetahui perbedaan antara periodisasi dan angkatan.
3. Untuk mengetahui pembagian periodisasi sastra.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh periodisasi sastra.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Periodisasi Sastra
Periodisasi berasal dari kata periode. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) periode bermakna sebagai kurun waktu atau lingkaran waktu
(masa).
Pengertian periodisasi sastra menurut para ahli, yaitu sebagai berikut.
a. Pandopo
Pandopo, menyatakan bahwa periodisasi sastra merupakan sebuah
bagian waktu yang dikuasai oleh suatu sistem norma-norma sastra,
standar-standar, dan konvensi-konvensi sastra yang kemunculannya,
penyebarannya, keberagamannya, integrasi, dan kelengkapannya dapat
dirunut.
b. Kosasih
Kosasih, menyatakan bahwa penggolongan-penggolongan atau
pembabakan zaman-zaman perkembangan sastra itulah yang kemudian
disebut dengan periodisasi sastra, yakni pembabakan waktu tentang
perkembangan sastra yang ditandai dengan ciri-ciri tertentu.
Sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Shaastra, yang bermakna “teks
yang mengandung intruksi” atau “pedoman”. Adapun pengertian sastra adalah
hasil kegiatan kreatif manusia yang dituangkan dalam media bahasa, baik
lisan maupum tulisan (Sugiantomas, 2020).
Periodisasi sastra menurut Ensiklopedia Sastra Indonesia, adalah kesatuan
waktu dalam perkembangan sastra yang dikuasai oleh suatu sistem norma
yang tertentu atau kesatuan waktu yang memiliki sifat dan cara pengucapan
yang khas dan berbeda dengan masa sebelumnya. Periodisasi dapat dikatakan
juga sebagai pembabakan sejarah perkembangan kesusastraan dengan
kriteria- kriteria tertentu. Tujuan dari periodisasi sastra yaitu untuk
memudahkan perkembangan sejarah sastra, selain itu periodisasi sastra
menjadi penting untuk menciptakan karya baru bagi para sastrawan.
Pakar sastra yang telah membuat periodisasi sejarah sastra Indonesia ini,
antara lain, adalah H.B Jassin, Buyung Saleh, Nugroho Notosusanto, Bakri
3
Siregar, Ajip Rosidi, Zuben Usman dan Rachmad Djoko Pradopo. Pada
4
umumnya periodisasi mereka menunjukkan persamaan dalam garis besarnya.
Namun ada beberapa perbedaan kecil diantaranya batas waktu di setiap
periode dan penekanan ciri-ciri yang ada pada setiap zaman.
5
sistematika penulisan sejarah berdasarkan urutan waktu. Dapat memahami
suatu peristiwa sejarah yang merupakan penghubung dari fakta-fakta sejarah.
6
namanya), terikat dengan aturan dan adat istiadat. Dengan contoh-
contoh karya sastra sebagai berikut Kisah Pelayaran ke Pulau
Kalimantan, Kisah Pelayaran ke Makassar, Cerita Siti Aisyah oleh
H.F.R Kommer (Indo), Warna Sari Melayu oleh Kat S.J, Syair Java
Bank Dirampok dan masih banyak lagi.
B. Bacaan Liar
Berkembangnya Kesusastraan Indonesia diawali dengan
memproduksi bacaan kaum pergerakan atau bangsa kolonial
menyebutnya Bacaan Liar. Kaum pergerakan menilai produksi bacaan,
bacaan berguna untuk menyatukan dan menggerakkan kaum kromo,
kaum buruh dan kaum tani tak bertanah. Produksi bacaan dapat
berbentuk surat kabar, novel, buku, syair sampai teks lagu (Erowati
dan Ahmad, 2011).
7
C. Sastra Koran
Perkembangan Kesusastraan Indonesia tidak dapat lepas dari
peranan koran atau surat kabar. Surat kabar mulai menunjukkan
perannya dalam menopang kehidupan sastra dengan banyak
melahirkan penulis-penulis novel dari kalangan wartawan. Ini bahkan
dapat dilacak sejak terbitnya surat kabar pertama yang menggunakan
bahasa Melayu dengan tulisan latin, yakni Surat Kabar Bahasa
Melaijoe tahun 1856 dan beberapa surat kabar lain sesudah itu yang
memunculkan penulis- penulis Tionghoa (Erowati dan Ahmad, 2011).
Penulis-penulis ini kemudian melahirkan sastra Melayu Tionghoa,
baik berupa karya asli, saduran maupun terjemahan. Di dalam rentang
panjang sejarah sastra Indonesia (Melayu), evolusi sastra koran dapat
dilacak sejak masa pra-sastra Indonesia modern. Awal abad 20-an
diketahui surat kabar Medan Prijaji dari Bandung yang memuat cerita-
cerita bersambung berbentuk roman.
D. Balai Pustaka
Perkembangan Kesusastraan Indonesia Modern tidak bisa
dipisahkan dari keberadaan Balai Pustaka. Angkatan Balai Pustaka
adalah nama kelompok sastrawan dan karya-karyanya berdasarkan ciri-
cirinya didominasi Bahasa kemelayuan, adanya potret sosial yang
menjunjung tinggi tradisi, serta bebas dari unsur politik. Pada awalnya
Balai Pustaka adalah Komisi untuk Bacaan Sekolah Pribumi dan
Bacaan Rakyat yang didirikan pada tahun 1908.
Komisi ini dimaksudkan untuk memerangi “Bacaan Liar” yang
banyak beredar pada awal abad ke-20. Balai Pustaka memerangi
pengaruh nasionalisme dan sosiolisme yang mulai tumbuh subur di
kalangan pemuda pelajar. Pemerintah kolonial dengan itu menyediakan
bacaan ringan untuk lulusan sekolah rendah. Balai Pustaka
memberikan pertimbangan kepada negara kolonial tentang pemilihan
naskah bacaan
8
bagi perpustakaan sekolah dan masyarakat kolonial umumnya.
Tugasnya adalah memajukan moral dan budaya serta meningkatkan
apresiasi sastra. Hampir semua novel Balai Pustaka memunculkan
tokoh mesias atau dewa penolong yaitu tokoh dari Belanda. Sementara
tokoh maupun pemimpin lokal seperti kepala desa, pemuka agama,
atau haji digambarkan kejam, tidak adil, dan tukang menikah (Erowati
dan Ahmad, 2011).
Ciri-ciri karya Angkatan Balai Pustaka adalah Berbicara tentang
pertentangan adat istiadat dan kawin paksa, gaya penceritaan mendayu-
dayu, masih menggunkan bahasa klise seperti peribahasa dan pepatah-
pepatah, karya Balai pustaka diharuskan didaktis serta netral agama
dan politik. Contoh karya Angkatan Balai Pustaka adalah Roman Siti
Nurbaya oleh Marah Rusli, Kumpulan Puisi Tanah Air oleh
Muhammad Yamin, Roman Salah Asuhan oleh Abdul Mus, dan masih
banyak lagi.
E. Pujangga Baru
Angkatan Pujangga Baru bertekad bahwa Bahasa dan kesusastraan
Indonesia harus lebih maju, dengan adanya ciri Indonesia yang lebih
merdeka, dinamis, serta intelektual. Angkatan ini banyak dipengaruhi
Angkatan 1880-an. Dengan sifat romantis dan idealisme, dengan arti
bahwa kesusastraan diwujudkan sebuah kreativitas sarat keindahan dan
idealisme. Berdirinya majalah Pujangga Baru sebagai bukti kebutuhan
masyarakat akan media yang menampung sastra dan kebudayaan.
Pujangga Baru terbit sebagai solusi banyaknya sensor yang dilakukan
oleh Balai Pustaka terhadap karya-karya sastrawan apalagi yang
menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran bangsa (Mujianto dan
Amir, 2014).
Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik, dan
elitis. Ciri dari Pujangga Baru adalah menampilkan nasionalisme
Indonesia, menonjolkan kebangkitan kaum muda, puisi – puisi
berbentuk soneta. Sedangkan contoh karyanya adalah Armijn Pane
dengan karyanya roman Belenggu, Hamka dengan romannya
9
Tenggelamnya Kapal Vander Wijck, Saadah Alim dengan karyanya
terjemahan novel Angin Timur Dan Angin Barat karya Pearl S. Buck,
1941.
2.3.2 Periode 1942 – 1945
Angkatan ini dikaitkan dengan revolusi fisik, karena ada hubungan
erat antara sastra dengan nilai patriotisme. Angkatan ini bersatu dengan
lika-liku perjuangan mencapai kemerdekaan, mempertahankan, dan
melestarikannya. Pada masa ini sastra mengekspresikan revolusi
dengan tidak adanya irama lamban, penggunaan kata serba muluk
mendayu- dayu, serta cita yang direnda indah melambung rasa.
Penggunaan kata seefektif mungkin, singkat, padat, tepat, bernada
jelas, mementingkan isi, realitas, dengan tidak meninggalkan nilai-nilai
sublim serta estetikanya.
Angkatan 45 juga dikenal dengan Angkatan sesudah perang,
Angkatan Chairil Anwar, generasi gelanggang dan lain-lain. Istilah –
istilah itu memiliki suatu landasan. Seperti Angkatan sesudah perang
karena dibuat saat sudah merdeka, Angkatan Chairil Anwar karena
sosok Chairil Anwar merupakan sastrawan yang terdepan pada masa
itu, sedangkan untuk penyebutan generasi gelanggang dilandasi adanya
gelanggang seniman merdeka di mana para pengarang, penyair,
wartawan serta pelukis berkumpul. Kesenimanan mereka berkonsep
pada humanisme universal, di mana sesuai dengan suatu deklarasi yang
terkenal dengan nama surat kepercayaan gelanggang yang diumumkan
dalam rumah kebudayaan majalah siasat pada 23 Oktober 1950
(Mujianto dan Amir, 2014).
Ciri dari Angkatan ini adalah membahas tentang kesengsaraan
nasib di tengah penjajahan Jepang yang sangat menindas,
berkembangnya sastra simbolik, menampilkan ungkapan yang singkat-
padat-bernas dan kesederhanaan baru dengan kalimat pendek nan
lugas. Contoh karya- karya angkatan ini adalah Chairil Anwar dengan
karyanya antologi puisi Deru Campur Debu, Kerikil Tajam, Dan yang
Terempas dan Yang Putus. Idrus dengan cerpennya Dari Ave Maria ke
jalan Lain ke Roma,
10
Kisah Sebuah Celana Pendek. Asrul Asni dengan karyanya cerpen Beri
Aku Rumah, Bola Lampu, Sahabat Saya Cordiaz, Musium dan lain-
lainnya.
11
Contoh karya dari generasi kisah adalah Ajip Rosidi dengan
karyanya cerpen dan novelet Tahun – tahun Kematian, Di Tengah
Keluarga, Pertemuan Kembali, Candra Kirana, Lutung Kasarung,
Perjalanan Penganten, Muchtar Lubis dengan karyanya novel Jalan
Tak Ada Ujung, Tak Ada Esok, Senja Di Jakarta, A.A. Navis dengan
karyanya kumpulan cerpen dan novel Robohnya Surau Kami, Hujan
Panas, Kemarau, Gerhana.
12
Jassin (1967) yang menilai lebih tepat disebut dengan Angkatan 66.
Namun Arief Budiman dan Goenawan Muhammad berpendapat bahwa
lebih tepat disebut Angkatan Manifes Kebudayaan, dibandingkan
Angkatan 66 Jassin (1967) yang masih berbau politik.
Ciri – ciri Angkatan 66 adalah menegakkan keadilan dan
Kebenaran bangsa Indonesia, menentang komunisme dan kediktatoran,
mengikis Lekra dan PKI, berobsesi menjadi Pancasila sejati. Contoh
karya Angkatan 66 adalah Taufiq Ismail dengan Karyanya kumpulan
sanjak Tirani dan Benteng, Karangan Bunga, Sebuah Jaket Berlumur
Darah, Sajak Ladang Jagung, Beri Daku Sumba, Sapardi Djoko
Darmono dengan Karyanya puisi Duka-Mu Abadi, Akwarium, Mata
Pisau, Perahu Kertas, Hujan Bulan Juni, Mohammad Diponegoro
dengan karyanya drama Surat pada Gubernur, Iblis, cerpen Kisah
Seorang Prajurit, esai Percik-percik Pemikiran Iqbal, Hariyadi
Sulaiman Hartowardoyo dengan karyanya roman Rang Buangan,
Perjanjian Dengan Maut.
13
1. Menampilkan berbagai inovasi soal ide.
2. Mengetengahkan berbagai bentuk inovasi dalam Teknik ungkap.
3. Memberikan penghayatan lebih intens soal sosial hukum, agama,
filsafat dan sebagainya.
A. Sastra Populer
Majalah dan surat kabar tidak bisa dipisahkan dalam perkembangan
kesusastraan Indonesia. Media massa dalam perkembangan
kesusatraan mengambil peranan penting sebagai penyebar karya-karya
sastra yang ditulis oleh sastrawan. Pada masa ini Kembali muncul
media massa yang dulu dibungkam orde lama seperti Indonesia Raya
dan Merdeka. Serta munculnya beberapa media massa baru seperti
Kompas, Berita Yudha, Suara Karya, Surabaya Post dan sebagainya
(Erowati dan Ahmad, 2011).
B. Sastra Eksperimentasi
Periode ini diawali dengan lahirnya Puisi Mbeling. Bentuk
eksperimentasi karya sastra di Indonesia di awali lahirnya Puisi
Mbeling dengan tujuan untuk menggugah nilai-nilai yang bokek, nilai
seni kaum tua yang terlalu bertele-tele dengan segala teorinya (Erowati
dan Ahmad, 2011). Pada masa ini banyak muncul karya-karya dalam
bentuk cerpen, dengan majalah Horison mengambil peranan penting
dalam sektor publikasi. Karya yang ditampilkan dalam majalah
Horison mengarah dalam 3 hal, yaitu:
1. Upaya menemukan bentuk “gaya (ber)-bahasa”. Dimana “gaya
bahasa” menjadi sentrum penceritaan, hingga kemudian
membentuk setiap anasir cerita.
2. Upaya menemukan bentuk teknik penceritaan, menyangkut
penokohan dan struktur cerita, dimana efek dramatik cerita
dihasilkan melalui teknik penceritaan ini.
3. Upaya mengeksplorasi bentuk “ Tipografi Penceritaan ”,
dimana elemen visual dari huruf, tanda baca sangat
berpengaruh terhadap struktur penulisan cerita, dan bagaimana
cerita itu “ ditampilkan secara visual”.
Contoh karya-karya sastra pada masa ini antara lain Seribu Kunang-
kunang di Manhattan karya Umar Kayam, Sukri Membawa Pisau Belati
oleh Hamsad Rangkuti, Belajar Menghargai Hak asasi Kawan oleh Remy
Sylado dan masih banyak lagi.
15
2.3.5 Periode 1990-2000-an
Pada periode ini banyak tema yang mengambil masalah seks
bersanding dengan tema-tema Islami. Dengan banyak mengeksplorasi
bahasa dan memunculkan masalah seks (Erowati dan Ahmad, 2011).
Karya-karyanya sangat berani menampilkan nuansa erotic, hal sensual dan
bahkan seksual. Banyak yang mengusung ideologi kebebasan Wanita.
Ciri-ciri Angkatan ini adalah mengandung revolusi tipografi atau
tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi konkret, pilihan kata
yang diambl dan bahasa sehari-hari yang disebut bahasa “
kerakyatjelataan”, penciptaan interaksi masal dan hal-hal yang bersifat
individual, puisi-puisi profetik (keagamaan/religius) dengan
kecenderungan menciptakan penggembaraan yang lebih konkret melalui
alam, rumput atau daun-daun.
Selaras dengan bentuk tipografi baru yang banyak diciptakan puisi
dengan corak bait atau nirbait (tidak menggunakan sistem pembuatan bait-
bait). Dengan contoh karya-karyanya adalah Trilogi Jendela oleh Fira
Basuki, Tarian Bumi oleh Rusmini, Ketika Mas Gagah Pergi oleh Helvy
Tiana, dan masih banyak lagi.
16
situs, forum diskusi, dan lain sebagainya yang menyediakan tanpa sensor
sekecil pun. Dengan berkembangnya dunia internet banyak orang-orang
yang berlomba-lomba membuat karya untuk dipajang di dalam media
online (Erowati dan Ahmad, 2011)
Berikut merupakan contoh karya sastra masa kini, karangan Tulus
Wijanarko yang diposting 24 April 2001 di millis penyair
@yahoogroups.com. dan puisi cyber karya James Falah Udin.
Menyapa Narcissus
Oleh Tulus Wijanarko
Contoh-contoh karya Sastra cyber lain seperti karya Hamid Jabbar yang
dimuat dalam Pikiran Rakyat dengan karya puisi Dua Warna, Paco-paco,
Wajah Kita, dan Rencong Gajah.
17
2.4 Masalah Periodisasi Sastra
Menurut Nachrowi (2020), penyebab terjadinya masalah dalam
periodisasi sastra Indonesia, yaitu sebagai berikut.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Kehadiran kesusastraan Indonesia tidak lepas dari adanya sejarah
yang melahirkan dan membesarkannya. Guna memudahkan para sastrawan
dalam mempelajari sejarah sastra dari awal masa ke masa serta
memudahkan dalam pengembangan sastra, maka diadakan pembabakan
sastra. Pembabakan sastra ini di sebut dengan periodisasi sastra. Dengan
dilihat berdasarkan sifat-sifat, ciri-ciri, karya sastra pada setiap periode
atau masa angkatan.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukannya lagi penelitian dan pendalaman agar materi mengenai
sejarah kesusastraan Indonesia lebih luas serta lengkap.
19
Daftar Pustaka
Periode. 2016. Pada KBBI Daring. Di ambil pada 10 Oktober 2022, dari
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/periode.
Mujiyanto, Yant. Amir Fuady. 2014. Kitab Sejarah Sastra Indonesia: Prosa Dan
Puisi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Rosidi, Ajib. 1969. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Bina Cipta.
20