KRITIK SASTRA
OLEH :
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan
atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar
Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang selalu membantu
perjuangan beliau dalam menegakkan Dinullah di muka bumi ini.
Dalam penulisan ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik
moril maupun materil.Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang tiada hingganya kepada rekan dan teman yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran
dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua urusan dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca
pada umumnya, semoga Allah meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya,
amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah. ...................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para
peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. secara singkat, kritik
sastra dapat didefinisikan sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan
menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran
sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Seorang pembaca sastra
dapat membuat kritik sastra yang baik apabila dia betul-betul menaruh minat
pada sastra, terlatih kepekaan citanya, dan mendalami serta menilai tinggi
pengalaman manusiawinya. Yang dimaksud dengan mendalami serta menilai
tinggi pengalaman manusiawi adalah menunjukan kerelaan psikologinya
untuk menyelami dunia karya sastra, kemampuan untuk membeda-bedakan
pengalaman secara mendasar, dan kejernihan budi untuk menentukan macam-
macam nilai.
Mengingat bahwa tradisi kritik sastra di Indonesia masih sangat muda
lebih dari sastra Indonesia yang usianya belum mencapai satu abad, masih
banyak persoalan tentang kritik sastra yang harus dipelajari dan dialami oleh
peneliti sastra, agar sumbangannya dapat sesuai dengan hakikat dan tujuan
dari kritik sastra. sehubungan dengan ini kiranya pantas bahasa Indonesia
masih sangat terbatas hingga banyak dari persoalan-persoalan tersebut dalam
menguasai bahasa.
Kritik sastra merupakan sumbangan yang dapat diberikan oleh para
peneliti sastra bagi perkembangan dan pembinaan sastra. secara singkat, kritik
sastra dapat didefinisikan sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan
menentukan nilai hakiki karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran
sistematik yang dinyatakan dalam bentuk tertulis. Seorang pembaca sastra
dapat membuat kritik sastra yang baik apabila dia betul-betul menaruh minat
pada sastra, terlatih kepekaan citanya, dan mendalami serta menilai tinggi
pengalaman manusiawinya. Yang dimaksud dengan mendalami serta menilai
1
tinggi pengalaman manusiawi adalah menunjukan kerelaan psikologinya
untuk menyelami dunia karya sastra, kemampuan untuk membeda-bedakan
pengalaman secara mendasar, dan kejernihan budi untuk menentukan macam-
macam nilai.
Mengingat bahwa tradisi kritik sastra di Indonesia masih sangat muda
lebih dari sastra Indonesia yang usianya belum mencapai satu abad, masih
banyak persoalan tentang kritik sastra yang harus dipelajari dan dialami oleh
peneliti sastra, agar sumbangannya dapat sesuai dengan hakikat dan tujuan
dari kritik sastra. sehubungan dengan ini kiranya pantas bahasa Indonesia
masih sangat terbatas hingga banyak dari persoalan-persoalan tersebut dalam
menguasai bahasa.
Karya sastra merupakan kesusastraan, karya tulis, yang jika
dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan, seperti
keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya, drama, epik,
dan lirik. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 786). Ada beberapa jenis karya
sastra diantaranya, sastra bandingan, sastra daerah, sastra dunia, sastra erotik,
sastra hiburan, sastra Indonesia, sastra Indonesia klasik, sastra tulisan dan
sastra lainnya. Karya sastra itu sendiri berisi mengenai pengalaman yang
biasanya dialami oleh pengarang itu sendiri.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
Bagaimana hasil kajian kritik sastra memudahkan dan memahami karya
sastra?
C. TUJUAN PENULISAN
Suatu karya sastra yang diciptakan oleh seorang sastrawan akan memiliki
nilai yang lebih berkualitas karena pengaruh dari kritik sastra. Hasil
penguraian kritik sastra akan memudahkan pembaca dalam memahami karya
sastra. Sehingga pembaca akan membuat suatu kesimpulan sementara tentang
karya tersebut apakah termasuk fiksi ataupun nonfiksi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum membahas pengertian kritik sastra, mari kita simak terlebih dahulu
puisi berikut ini!
SURAT CINTA
Setelah membaca puisi tersebut, biasanya kita akan mencoba menilai bagus
tidaknya puisi itu. Kita mungkin menilainya bagus, misalnya karena diksi atau
pilihan kata dalam puisi itu memiliki irama yang liris, bahasa kiasan yang
digunakan sangat ekspresif dan menimbulkan daya imajinasi pembaca, dan
sebagainya. Atau sebaliknya, kita mungkin akan menilai puisi tersebut kurang
3
bagus karena kurang ekspresif, pilihan katanya kurang tepat, atau karena yang
lainnya misalnya. Apabila itu yang terjadi, maka sebenarnya kita sudah
melakukan praktik – kritik sastra, meskipun dalam pengertian yang sederhana,
sebab kita menilai baik buruknya suatu karya sastra.
Secara etimologis kritik berasal dari kata krites (bahasa Yunani) yang berarti
hakim. Kata kerjanya adalah krinein (menghakimi). Kata tersebut juga
merupakan pangkal dari kata benda kriterion (dasar penghakiman). Dari kata
tersebut kemudian muncul kritikos untuk menyebut hakim karya sastra
(Wellek,1978;Pradopo1997). Selanjutnya, seperti yang diuraikan Wellek
(1978) istilah dan pengertian kritik selalu berkembang sepanjang sejarahnya.
Pada zaman renaisance, disamping ada istilah kritikus juga ada gramatikus
dan filolok yang digunakan secara bertukar-tukar untuk menyebut seorang
ahli yang mempunyai perhatian besar terhadapa penghidupan kembali
kekunaan. Dalam hal ini kritikus dan kritik dikhususkan terbatas pada
penyelidikan dan koreksi teks-teks kuno.
Pada abad ketujuh belas di Eropa dan Inggris kritik sastra meluas artinya,
yaitu meliputi semua sistem teori sastra dan kritik praktik. Disamping itu,
sering juga menggantinya dengan istilah poetika. Sementara itu di Jerman
pengertian kritik sastra menyempit menjadi timbangan sehari-hari dan
pendapat sastra mana suka. Kemudian, istiah kritik sastra diganti dengan
esthetik dan literaturwissenschaft yang memasukan poetika dan sejarah
sastra. Selanjutnya istilah kritik sastra baru diperkokoh di negara-negara
berbahasa Inggris pada abad keduapuluh dengan terbitnya buku Principles of
Literary Criticsm (1924) karya I.A Richards (Wellek, 1978)
4
tersebut pada dasarnya saam dengan pendapat Tharll dan Hibbard (1960) yang
mengatakan bahwa kritik sastra merupakan keterangan, kebenaran analisis
atau judgement (penghakiman) atas suatu karya sastra, yang juga senada
dengan pendapat Abrams, Hudsen, Jassin, dan Pradopo. Menurut Abrams
(1981) mengatakan bahwa kritik sastra adalah suatu study yang berkenaan
dengan pembatasan, pengkelasan, penganalisisan, dan penilaian karya sastra.
Sementara itu, Hudson (1955) mengatakan bahwa kritik sastra dalam artinya
yang tajam adalah penghakiman terhadap karya sastra yang dilakukan oleh
seorang ahli atau yang memiliki kepandaian khusus untuk memudahkan
pemahaman karya sastra, memeriksa kebaikan dan cacat-cacatnya dan
menentukan pendapatnya tentang hal tersebut. Menurut Jassin(via Pradopo,
1994) kritik sastra adalah pertimbangan baik buruk suatu karya sastra, serta
penerangan dan penghakiman karya sastra. Selanjutnya, Pradopo(1994)
mengatakan bahwa kritik sastra adalah ilmu sastra untuk menghakimi karya
satra, untuk memberikan penilaian, dan memberikan keputusan bermutu atau
tidak suatu karya sastra yang sedang dihadapi oleh kritikus.
5
melakukan kritik sastra, kita akan melewati ketiga tahapan tersebut. Jika kita
akan melakukan kritik terhadap puisi “Surat Cinta” karya Goenawan
Mohamad tersebut misalnya, kita pun akan melakukan tindak interpretasi,
analisis, dan penilaian. Setelah itu, nilai-nilai hakiki yang terkandung
didalamnya dapat kita tangkap dan pahami sebaik-baiknya, baik nilai atau
makna yang dikehendaki pengarangnya maupun makna yang terungkap dari
struktur puisi tersebut.
Selanjutnya, marilah kita lihat ketiga tahapan kritik sastra tersebut. Yang
dimaksud dengan interpretasi adalah upaya memahami karya sastra dengan
memberikan tafsiran berdasarkan sifat-sifat karya sastra itu. Dalam artinya
yang sempit, interpretasi adalah usaha untuk memperjelas arti bahasa dengan
sarana analisis, parafrasa, dan komentar. Interpretasi dipusatkan terutama
kepada kegelapan, ambiguitas, dan kiasan-kiasan. Dalam arti luas interpretasi
adalah menafsirkan makna karya sastra bedasarkan unsur-unsurnya beserta
aspek-aspeknya yang lain, seperti jenis sastranya, aliran sastranya, efek-
efeknya, serta latar belakang sosial historis yang mendasari kelahirannya
(Abrams, 1981; Pradopo, 1982).
6
fenomena yang ada dalam karya yang akan dinilai, kriteria dan standar
penilaian , serta pendekatan yang digunakan.
Ketika kita mengkritik sebuah karya sastra, maka ketiga aktifitas itu tidak
dapat kita pisah-pisahkan. Dengan melakukan intepretasi dan analisis terhadap
karya satra terhadap karya sastra maka kita akan dapat melakukan penilaian
secara tepat. Demikian pula, analisis tanpa dihubungkan dengan penilaian
penilaian akan mengurangi kualitas analisis yang kita lakukan (Pradopo,1982).
Disamping kata kritik sastra, kita juga mengenal adanya istilah apresiasi sastra
dan penelitian (kajian) sastra. Kedua aktifitas itu berhubungan secara langsung
dengan karya sastra dan menjadikan karya sastra sebagai objeknya. Samakah
ketiga pengertian tersebut ? kalau berbeda, diamankah letak perbedaannya?
7
tanpa anilisis dan penilaian sudah termasuk kegiatan apresiasi sastra.Sebab
melalui kegiatan tersebut penghargaian seseorang terdapat karya sastra dapat
di tumbuhkan .
Jika kita lihat sejarahnya, jauh sebelum dikenal istilah kritik sastra, kegiatan
kritik sastra sudah sangat tua umurnya. Paktik kritik sastra sudah ada sejak
kurang lebih 500 tahun, sebelum masehi, ketika Xenophanes dan Heraclitus
mengencam karya-karya Homeros yang menceritakan cerita-cerita tidak
senonoh dan bohong tentang dewa-dewi (Hardjana, 1984). Pada saat ini karya
sastra dinilai berdasarkan ukuran moral dan hubungannya dengan realitas,
belum berdasarkan pada hakikat sastra itu sendiri yang bersifat fiktif
imajinatif.
8
bagi masyarakat karena bertentangan dengan ajaran Nurudin Arnarini dan
dinilai membahayakan ajaran agama islam pada umumnya (Hardjana, 1984).
Hanya saja, praktik kritik sastra semacam itu belum dapat dikatakan sebagai
kritik sastra yang sesungguhnya. Apalagi ketika itu karya dahakimi dalam
hubungannya dengan kepercayaaan, agama, dan mistis. Kegiatan kritik sastra
yang sesungguhnya baru timbul setelah bangsa Indonesia mendapatkan
pendidikan sistem barat (Hardjana,1984). Setelah itu, ketika berhadapan
dengan karya sastra, orang mulai bertanya-tanya apa hakikat sastra, dimana
makna dan nilai sastra, serta bagaimana dan cara mencari dan menentukan
karya sastra. Selanjutnya, walaupun saat itu belum dikenal istilah kritik sastra,
tradisi tersebut mulai berkembang pada masa pujangga baru, yaitu tahun
1930-an. Beberapa tulisan Sultan Takdir Aliszahbana, Armijn Pane,
H.B.Jassin, Karim Halim, dan Elka. Bohang yang dimuat dalam pujangga
baru dapat dikatakan sebagai hasil kritik sastra. Disamping itu, kritik yang
dikemukakan sejumlah sastrawan dan pembaca terhadap novel Belenggu yang
dimuat dalam majalah pujangga baru pada tanggal 6 Desember 1940 serta 7
Januari 1941, juga karya Jassin, pujangga baru prosa dan puisi juga
menunjukan adanya praktik kritik sastra di Indonesia (Hardjana, 1984).
Yang perlu kita ketahui, walaupun praktik kritik sastra di Indonesia sudah
mulai berkembang sejak masa pujangga baru (1930-an), tetapi istilah kritik
sastra itu sendiri mulai baru dikenal secara nyata pada tahun 1945, ketika HB
Jassin menerbitkan bukunya sastra Indonesia modern dalam kritik dan esai.
Sampai tahun 1935 istilah kritik sastra masih dihindari karena amsih terkesan
kejam dan merusakkan, sehingga Tatengkeng menggunakan istilah
“Penyelidikan dan pengakuan” untuk aktifitas menilai karya sastra (Harjan,
1984). Bahkan, sampai hari ini pun masih sering alergi dengan kata kritik
karena terkesan mencari kesalahan dan kelemahan dari suatu hal.
9
B. JENIS-JENIS KRITIK SASTRA
Ada beberapa jenis kritik sastra yang dikenal dan biasanya diterapkan para
kritikus dalam mengkritik karya sastra. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa jemis kritik sastra dan beberapa criteria.
10
Bedanya dengan gaya pantun yang sebenarnya, disini kedua baris
pertama “Sampiran”nya tidak langsung berhubugan dengan
perlambangannya.
Contoh kritik praktik dapat kita baca buku-buku seperti:
Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Essay (1945) karya
H.B, Jassin (1995), yang membahas karya-karya sastra Indonesia sampai
tahun 1950-an; Novel Baru Iwan Simatupang (1980) karya Dami N. Toda,
yang membahas tentang novel-novel Iwan Simatupang sebagai pembaharu
sastra Indonesia; Tergantung Pada Kata (1980) karya A. Teeuw, yang
membahas puisi-puisi Indonesia modern dengan pendekatan Struktural
Semiotik.
11
POT
POT
12
Contoh kritik induktif adalah menilai karya sastra, misalnya puisi
Sutardji Calzoum Bachri tadi berdasarkan fenomena yang ada dalam puisi
tersebut, dengan menganalisis unsure-unsur strukturalnya, baik diksinya,
bunyi dan persajakannya, bahasa kiasan, maupun, maupun citraan yang
ada. Setelah itu baru kita nilai kelebihan atau kekurangannya. Model kritik
induktif sering digunakan dalam kritik sastra akademik.
13
penggambaran atau yang hendaknya digambarkan. Akibatnya, dalam
mengkritik karya sastra kritikus akan selalu menghubungkan karya sastra
dengan realitas dunia dan kehidupan yang ada diluar karya sastra.
14
kritikus akan menghubungkan karya sastra dengan pengarang yang
menciptakannya.
15
berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya saja, terlepas dari hubungan nya
dengan pengarang, realitas dan dampaknya bagi pembaca.
16
BAB III
PENUTUP
Jika melihat sejarah perjalanan kritik sastra di Indonesia yang justru sudah
dimulai sejak zaman Pandji Poestaka, maka dalam praktiknya, pembicaraan
mengenai kritik dan teori sastra, sebenarnya sudah dimulai sejak itu. Jadi, usaha-
usaha ke arah perumusan teori sastra Indonesia sangat mungkin pula justru sudah
muncul sejak zaman Pandji Poestaka dan kemudian semarak pada zaman
Poedjangga Baroe. Lalu, apakah lantaran tulisan-tulisan itu masih tercecer dalam
lembaran-lembaran suratkabar dan majalah, maka pembicaraan mengenai teori
dan kritik sastra Indonesia hampir tak pernah mengungkap berbagai tulisan itu?
Jadi, mengapa berbagai tulisan yang tersebar dalam majalah atau suratkabar itu
hampir-hampir tidak pernah disinggung dalam konteks pembicaraan teori sastra
(Indonesia)?
Seperti telah disebutkan, kritik sastra di Indonesia, secara praksis telah
dimulai sejak Pandji Poestaka membuka rubrik atau ruangan “Memadjoekan
Kesoesasteraan” yang diasuh Sutan Takdir Alisjahbana. Dalam rubrik itu,
Alisjahbana banyak mengulas dan memberi tanggapan atas sejumlah puisi yang
dikirim ke majalah itu, dan juga membandingkannya dengan syair. Di samping
itu, ia juga menyampaikan pandangannya mengenai apa yang disebutnya sebagai
“Kesusastraan Baru” dengan berbagai ciri-cirinya. Dengan konsep kesusastraan
baru yang diajukannya itu, ia melakukan interpretasi dan evaluasi atas puisi-puisi
yang dibicarakannya. Dengan begitu, Alisjahbana sesungguhnya tidak hanya
sudah melakukan praktik kritik sastra, tetapi juga memulai pembicaraan mengenai
teori sastra. Dalam ruang “Memadjoekan Kesoesasteraan” (Pandji Poestaka, edisi
Mei 1932), Alisjahbana menurunkan artikel berjudul “Menoedjoe Kesoesasteraan
Baroe”. Ia mengawali tulisannya sebagai berikut:
Pastilah roebrik “Memadjoekan Kesoesasteraan” ini boekan sadja goenanja
oentoek memoeatkan boeah tangan peodjangga kita. Sekali-kali ada djoega
17
faedahnja, kalau dikemoekakan beberapa pikiran atau timbangan jang berfaedah
oentoek memadjoekan kesoesasteraan.
Kecenderungan yang menonjol pemakaian kiasan atau perbandingan
dalam puisi waktu itu adalah kiasan atau perbandingan yang sudah sering
digunakan orang atau yang banyak terdapat dalam karya-karya sastra lama.
“Pengarang harus melepaskan dirinya dari kebiasaan mengarang yang lama itu. Ia
harus mengemukakan perasaannya sendiri, pikirannya sendiri, dan
pemandangannya sendiri. Sesungguhnyalah yang pertama sekali harus
dilangsungkan oleh pujangga bangsa kita dewasa ini: melepaskan dirinya dari
kungkungan yang erat mengikat dan kurungan yang lembab dan gelap,
membunuh semangat.” Demikian penegasan Alisjahbana. Oleh karena itu,
pemakaian kiasan dalam puisi, menurutnya, menuntut syarat-syarat tertentu.
18
DAFTAR PUSTAKA
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa. Departemen
Pendidikan Nasional.
Hudson, Wiliam Henry. 1932. An Introduction To The Study Of Literature.
London: George G. Harrap & Co. LTD.
Partini, Sardjono Pradotokusumo. 2002. Pengkajian Sastra. Bandung: Wacana.
Semi, Atar. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.
Situmorang, B.P.. 1980. Puisi dan Metodologi Pengajarannya. Flores:
Percetakan Offset Arnoldus.
19