Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH NADHARIYAH AL-ADAB

"SIFAT SASTRA"

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Nadhariyah Al-Adab

Dosen Pengampu:

Mastur, S. AG., M. Pd

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

1. Fadilah Ukhti Rianda (214104030007)


2. Siti Nafilatul Hasanah (214104030006)

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KYAI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

2022
KATA PENGANTAR

Hamdan wa syukran Lillah Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
taufiq dan hidayah_nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah “Sifat Sastra” dengan
baik dan disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Nadhariyah Al-Adab.

Shalawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa ummatnya dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang yakni Addinul Islam wa-l-Iman.

Sehubungan dengan tersusunnya makalah ini, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ribuan terima kasih kepada Ustadz Mastur S. AG., M. Pd selaku pembimbing mata kuliah
Nadhariyah Al-Adab, dan juga semua pihak yang telah mendukung selesainya makalah ini

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya
Mahasiswa UIN KHAS Jember. Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan atau
sarana dalam proses pembelajaran. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi perbaikan makalah
ini.

Jember, 14 September 2022

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sastra ............................................................................................................ 2


B. Sifat Sastra ...................................................................................................................... 3

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................................. .6

Daftar Pustaka ........................................................................................................ .6

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sastra adalah intruksi, pedoman dan tuntunan yang mempunyai ajaran. Sedangkan
Sifat-sifat khas sastra paling jelas bila dilihat dari aspek referensialnya (acuan). Misalnya
pada genre sastra tradisional seperti lirik, epik, dan drama, acuannya adalah dunia fiksi atau
imajinasi. Pernyataan bahwa novel, puisi, dan drama tidak dianggap nyata secara harafiah
dan bukan merupakan proposisi logis. Dalam lirik subjektif, “aku” penyair bersifat rekaan
atau dramatik. Tetapi semua karya sastra tersebut selalu mengikuti konvensi , misalnya
novel naturalistis yang mempunyai kesamaan tema, tipe penokohan, pemilihan kejadian,
dan penyusunan dialog dengan sejarah. Drama naturalistis pun mengikuti konvensi drama
tidak hanya dalam kerangka adegan, tetapi juga dalam menangani ruang dan waktu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sastra?
2. Bagaimana sifat sastra itu?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian sastra.
2. Mengetahui sifat sastra.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sastra
Sastra adalah kata serapan yang bersumber dari bahasa sansekerta yaitu “sastra”
yang berarti teks yang berisi tentang intruksi, pedoman dan tuntunan. Kata dasar sastra
merupakan sas, yang mempunyai arti intruksi atau ajaran. Berikut ini terdapat beberapa
pendapat dari para ahli mengenai satra, yakni sebagai berikut:
1. Menurut Taum

Menurut pendapat dari Taum, sastra adalah sebuah karya cipta atau fiksi yang
bersifat imajinatif, penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-
hal lain.
2. Menurut Semi

Menurut pendapat dari Semi, sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni
kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai
mediumnya.
3. Menurut Panuti Sudjiman

Menurut pendapat dari Panuti Sudjiman, sastra adalah karya tulisan yang
mempunyai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan
ungkapanya.
4. Menurut Mursal Esten
Menurut pendapat dari Esten, sastra adalah pengungkapan dari fakta artistik dan
imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia.
5. Menurut Eagleton

Menurut pendapat dari Eagleton, sastra adalah karya tulisan yang halus yang
mencatatkan bentuk bahasa dan berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan,
didalamkan, dibelitkan dan dipanjang tipiskan ataupun di jadikan ganjil.

2
B. Sifat Sastra
Salah satu batasan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Edwin
Greenlaw, salah satu teoretikus sastra Inggris, mengemukakan: “segala sesuatu yang
berkaitan dengan sejarah kebudayaan termasuk dalam wilayah kita”. Keilmuan sastra tidak
terbatas pada belles letters atau manuskrip cetakan atau tulisan dalam sebuah periode atau
kebudayaan. Namun kerja ilmuwan sastra haruslah dilihat pada sumbangannya pada
sejarah kebudayaan.
Cara lain memberi definisi pada sastra adalah membatasinya pada mahakarya atau
greatbooks, yaitu buku-buku yang dianggap menonjol karena bentuk dan ekspresi
sastranya. Kriteria yang dipakai adalah segi estetis, atau nilai estetis dipadukan dengan nilai
ilmiah. Penilaian estetis berlaku pada gaya bahasa, komposisi, dan kekuatan penyampaian.
Ini cara yang lazim untuk berbicara mengenai karya sastra, dan di dalamnya dapat termasuk
buku sejarah, filsafat, atau ilmu pengetahuan yang disebut “karya bernilai sastra”. Namun
pembatasan “mahakarya” pada karya sastra ini dapat mengaburkan kontinuitas tradisi,
perkembangan genre sastra, serta proses kesusastraan lainnya.
Sastra, akhirnya, lebih tepat diartikan sebagai karya imajinatif, dan kesusastraan
juga meliputi sastra lisan. Ciri khas karya sastra adalah penggunaan bahasa sastra, yang
berbeda dari bahasa sehari-hari dan bahasa ilmiah. Bahasa sastra, dalam kekurangannya
terhadap bahasa ilmiah, penuh ambiguitas, mengandung banyak homonim, serta memiliki
kategori-kategori yang tak beraturan dan tak rasional seperti tata bahasa yang mengacu
pada jenis kelamin (gender). Bahasa sastra juga penuh dengan asosiasi, mengacu pada
ungkapan atau karya yang diciptakan sebelumnya, sehingga dikatakan bahwa bahasa sastra
bersifat sangat konotatif dan bukan bahasa referensial yang hanya mengacu pada satu hal
tertentu. Bahasa sastra mempunya fungsi ekspresif, menunjukkan nada (tone) pembicara
atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha memengaruhi, membujuk, dan akhirnya
mengubah sikap pembaca. Bahasa sastra adalah tanda, simbolisme suara dari kata-kata.
Berbagai macam teknik diciptakan (misalnya aliterasi dan pola suara) untuk menarik
perhatian pembaca.
Bahasa sastra mempunyai tingkatan berbeda-beda pada berbagai jenis sastra.
Misalnya pola suara menjadi hal penting dalam puisi, tetapi sebaliknya dalam novel. Begitu
juga elemen-elemen ekspresif lebih sedikit terdapat dalam novel objektif, yang

3
menyembunyikan atau menyamarkan sikap pengarang. Sebaliknya pula, segi-segi
pragmatis sangat kecil porsinya dalam puisi-puisi murni, tetapi memenuhi novel dan puisi
satiris dan didaktis. Tingkat intelektualitas bahasa pun berbeda-beda. Ada puisi filosofis
dan didaktis, ada novel-novel yang menyorot masalah tertentu dan menggunakan bahasa
mirip bahasa ilmiah. Apa pun variasi yang terdapat dalam suatu karya sastra, bahasa sastra
berkaitan dengan struktur historis bahasa dan menekankan kesadaran atas tanda. Bahasa
sastra memiliki segi ekspresif dan pragmatis yang dihindari oleh bahasa ilmiah.
Bahasa sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari. Meskipun demikian, bahasa
sehari-hari kerap mempunyai fungsi ekspresif. Bahasa sehari-hari juga kadang
mengusahakan ketepatan seperti bahasa ilmiah. Bahasa sehari-hari bukanlah konsep yang
seragam, di dalamnya termasuk bahasa percakapan, bahasa perdagangan, bahasa resmi,
bahasa keagamaan, dan bahasa slang. Konsep irasional dan perubahan konteks dikarenakan
perkembangan sejarah bahasa memengaruhi bahasa ini. Tujuan penggunaan bahasa sehari-
hari tidak hanya terbatas pada komunikasi, hal ini ditunjukkan dalam anak kecil yang
mengoceh sendirian dan orang dewasa yang berbasa-basi.
Pada kesusastraan zaman tertentu yang dianggap maju, penyair hanya mengikuti
konvensi yang sudah mapan, sehingga dapat dikatakan bahasalah yang memberi muatan
puitis pada karya si penyair. Karya sastra menciptakan suatu keteraturan, menyusun, dan
memberi kesatuan pada bahan bakunya. Kesatuan ini kadang menjadi longgar (misalnya
pada sketsa dan cerita petualangan), dan juga dapat meningkat pada puisi tertentu yang
rumit dan beraturan. Pada puisi demikian, posisi sebuah kata tak dapat diubah lagi tanpa
merusak efek keseluruhannya.
Sifat-sifat khas sastra paling jelas bila dilihat dari aspek referensialnya (acuan).
Misalnya pada genre sastra tradisional seperti lirik, epik, dan drama, acuannya adalah dunia
fiksi atau imajinasi. Pernyataan bahwa novel, puisi, dan drama tidak dianggap nyata secara
harafiah dan bukan merupakan proposisi logis. Dalam lirik subjektif, “aku” penyair bersifat
rekaan atau dramatik. Tetapi semua karya sastra tersebut selalu mengikuti konvensi ,
misalnya novel naturalistis yang mempunyai kesamaan tema, tipe penokohan, pemilihan
kejadian, dan penyusunan dialog dengan sejarah. Drama naturalistis pun mengikuti
konvensi drama tidak hanya dalam kerangka adegan, tetapi juga dalam menangani ruang
dan waktu.

4
Konsepsi sastra berdasar faktor-faktor seperti fiksionalitas, ciptaan, imajinasi
bersifat deskriptif, tidak evaluatif. Konsepsi sastra yang luas semacam ini meliputi semua
jenis cerita rekaan, termasuk novel, puisi, dan drama yang paling buruk, sehingga
klasifikasi seni dan evaluasi perlu dilakukan. Karya besar sesungguhnya tidak berkurang
kehebatannya ketika digolongkan sebagai karya retorik, filsafat, atau pamflet politik yang
juga mempunyai nilai estetis, stilistika, dan komposisi.
Sastra sebagai karya imajinatif tidak berarti selalu memakai imaji (citra) seperti
bahasa puitis dalam puisi-puisi Yeats. Pencitraan adalah hal lain di samping rekaan. Ahli
estetika seperti Visher dan Eduard von Hartman, di bawah pengaruh Hegel, mendefinisikan
karya seni adalah “bersinarnya ide secara indrawi”, sedangkan pemikir lain, Riehl
misalnya, menganggap karya seni adalah karya yang sepenuhnya tampak. Tetapi banyak
karya sastra yang tidak menampilkan imaji indrawi seperti demikian, misalnya tokoh-
tokoh dalam karya Dostoevsky tidak mudah dibayangkan sosok fisiknya, hanya saja
pikiran, motivasi, nilai-nilai, dan keinginan mereka dapat dikenali.
Keterbatasan pemakaian citraan misalnya terlalu banyaknya ilustrasi yang dipakai
dalam sebuah novel dapat mengganggu pembaca dalam memahami cerita; visualisasi
setiap metafora akan melelahkan penulis maupun pembaca. Metafora dapat saja hadir
secara tersembunyi dalam bahasa sehari-hari, dalam slang, simbol-simbol, mitos, dan
kiasan populer.
Perbedaan sastra dan non sastra (komposisi, ekspresi pribadi, pengolahan, dan
penyampaian melalui media, tujuan tidak langsung, fiksionalitas) adalah pengulangan dari
istilah-istilah estetika tua seperti “kesatuan dalam keragaman”, “kontemplasi objektif”’,
“distansi estetis”, “penciptaan kerangka seni”, “ciptaan”, “imajinasi”, dan “kreasi”. Tiap
istilah mengacu pada satu aspek karya sastra, satu sifat khas dari kecenderungan semantis
karya sastra yang melengkapi satu sama lain.

5
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sastra adalah kata serapan yang bersumber dari bahasa sansekerta yaitu “sastra”
yang berarti teks yang berisi tentang intruksi, pedoman dan tuntunan. Kata dasar sastra
merupakan sas, yang mempunyai arti intruksi atau ajaran

Sifat-sifat khas sastra paling jelas bila dilihat dari aspek referensialnya (acuan).
Misalnya pada genre sastra tradisional seperti lirik, epik, dan drama, acuannya adalah dunia
fiksi atau imajinasi. Pernyataan bahwa novel, puisi, dan drama tidak dianggap nyata secara
harafiah dan bukan merupakan proposisi logis. Dalam lirik subjektif, “aku” penyair bersifat
rekaan atau dramatik. Tetapi semua karya sastra tersebut selalu mengikuti konvensi ,
misalnya novel naturalistis yang mempunyai kesamaan tema, tipe penokohan, pemilihan
kejadian, dan penyusunan dialog dengan sejarah. Drama naturalistis pun mengikuti
konvensi drama tidak hanya dalam kerangka adegan, tetapi juga dalam menangani ruang
dan waktu.

DAFTAR PUSTAKA

https://pakdosen.co.id/sastra-adalah/

https://patriciapunyacerita.wordpress.com/2021/04/21/sastra-sifat-sastra-dan-fungsi-
sastra/

Anda mungkin juga menyukai