Anda di halaman 1dari 11

Lingkup Kajian Sastra Nusantara

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sastra Nusantara

Dosen Pengampu:

Trie Utari Dewi, S.S., M.Hum.

Disusun Oleh:

Anisa Sania Nabila (2001045083)

Faiz Ramadhan Putra Subroto (2001045095)

Fadiah Addiniyah (2001045105)

Pramhastuti Putri Salsabila (2001045072)

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin, segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan segala rahmat, karunia dan petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Lingkup Kajian sastra nusantara” ini dengan baik. Makalah ini
disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sastra nusantara.

Dalam kesempatan ini, dengan segenap ketulusan hati kami ingin menyampaikan
rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas memberikan semangat,
masukan dan kontribusi dalam proses penulisan makalah ini, terkhusus kepada dosen
pengampu mata kuliah Sastra Nusantara Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
kelas 3A, Ibu Trie Utari Dewi, rekan-rekan satu kelompok: Anisa Sania Nabila, Faiz
Ramadhan Putra Subroto, Fadiah Addiniyah dan Pramhastuti Putri Salsabila beserta orang tua
dari masing-masing penulis yang telah memberikan dukungan, kepercayaan dan semangat
untuk terus menuntut ilmu selama perkuliahan ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
perlu adanya studi lebih lanjut mengenai materi ini dan kajian lebih banyak dengan para ahli
atau senior di bidang ini. Kami harap dengan adanya makalah ini dapat menjadi salah satu
bahan bacaan dan juga sumber pengetahuan yang dapat memberikan manfaat terkhususnya
dalam memahami materi terkait sastra nusantara.

Penulis,

Jakarta, 4 Oktober 2021


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan...............................................................................................................1
D. Manfaat ............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3
A. Ruang Lingkup Kajian Sastra Nusantara.........................................................3
B. Bahasa dan Medium dalam Khazanah Sastra Nusantara.................................3
C. Teks dan Konteks dalam Sastra.......................................................................4
BAB III PENUTUP.........................................................................................................7
A. Simpulan dan saran...........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu peradaban pasti turut serta dibangun dari adanya unsur budaya didalamnya.
Begitupun ketika masa kerajaan Majapahit dulu yang menguasai berbagai wilayah di
bumi ini yang dikenal dengan istilah nusantara. Dari adanya kekuasaan atas suatu wilayah
ini maka kebudayaan-kebudayaan didaerah-daerah tersebut juga berkembang. Batasan
jelas mengenai unsur budaya yang dikemukakan oleh koentjaraningrat dalam makalah
[ CITATION Dau20 \l 1033 ] terdapat tujuh unsur, yaitu unsur bahasa, sistem pengetahuan,
organisasi sosial, peralatan kehidupan manusia, mata pencarian, sistem kemasyarakatan,
dan sistem religi.
Sastra merupakan bagian dari unsur bahasa suatu budaya. Karena bahasa adalah
sistem pelambangan manusia berupa lisan maupun yang tertulis yang difungsikan untuk
berkomunikasi antara satu orang dengan yang lainnya dalam kelompok. Dalam karangan
etnografi, bahasa masyarakat tercermin dalam rangkaian kata-kata dan kalimat yang
diucapkan oleh suku-suku bangsa, beserta variasi-variasi dari pemilik bahasa itu.
Mengaitkan antara luasnya wilayah nusantara kala itu dengan sastra Dengan demikian
penulis mencoba menjelaskan hal-hal penting terkait bahasa, medium, teks dan konteks
kekayaan dalam karya sastra nusantara dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa ruang lingkup kajian sastra nusantara?
2. Apa peran bahasa dan medium dalam khazanah sastra nusantara?
3. Bagaimana teks dan konteks dalam ranah sastra nusantara?
C. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran bahasa dalam khazanah sastra nusantara.
2. Untuk mengetahui medium yang digunakan dalam khazanah sastra nusantara.
3. Untuk memahami lingkup sastra nusantara berdasarkan teks atau naskah.
4. Untuk memahami lingkup sastra nusantara berdasarkan konteks yang tersaji.
D. Manfaat
Dalam hal teoretis, makalah ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, terutama di bidang sastra. Makalah ini disusun dengan pertimbangan
akan menambah wawasan pengetahuan tentang khazanah sastra Indonesia, khususnya
dalam materi lingkup kajian sastra nusantara bagi pembaca, mahasiswa maupun
masyarakat pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Kajian Sastra Nusantara


Ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan sastra. Menurut Rene Wellek dan
Austin (1993: 37-46) dalam wilayah sastra perlu terlebih dahulu ditarik perbedaan antara
sastra di satu pihak dengan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra di pihak lain.
Sastra adalah suatu kegiatan kreatif. Sedangkan teori sastra, kritik sastra, dan sejarah
sastra merupakan cabang ilmu sastra. Teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria
yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra. Sedangkan studi
terhadap karya konkret disebut kritik sastra dan sejarah sastra. Ketiganya berkaitan erat
sekali. Tidak mungkin kita menyusun teori sastra tanpa kritik sastra dan teori sastra, kritik
sastra tanpa teori sastra dan sejarah sastra (Wellek & Warren, 1993: 39).
Karena ruang lingkup sastra adalah kreativitas penciptaan, maka karya sastra (puisi,
drama, novel, cerpen) adalah sastra. Namun, karena kritik sastra juga merupakan
kreativitas dalam menanggapi karya sastra dan masalah kreativitas penciptaan lain dalam
sastra, maka kritik sastra dalam bentuk esai tidak lain adalah sastra juga. Kritik sastra
yang benar bukanlah kritik sastra yang asal-asalan, tetapi berlandaskan pada logika yang
dapat dipertanggungjawabkan.[ CITATION dka17 \l 1033 ]

B. Bahasa dan Medium dalam Khazanah Sastra Nusantara


Khazanah Sastra Indonesia diidentikkan dengan kawasan yang terdiri dari berbagai
pulau, yang menjadi wilayah Negara Republik Indonesia dan budaya Melayu sehingga
mencakup Malaysia Barat dan timur serta Brunei. Termasuk juga Filipina selatan dan
Mungthai selatan serta Timor Leste. Khazanah sastra Indonesia tidaklah sebatas karya-
karyasastra yang ditulis dalam bahasa Indonesia, melainkan dari berbagai bahasa etnik.
Misalkan karya-karya besar seperti I La Galigo dari tanah Bugis, Sansana Kayu Pulang
dari tanah Dayak, pantun-pantun, gurindam dan seloka Melayu, karya-karya yang ditulis
oleh warga dari etnik Tionghoa atau Indonesia sebagai bagian dari khazanah sastra
Indonesia dan bukan hanya membatasinya pada karya-karya tertulis melainkan juga pada
karya lisan. Karya sastra menurut ragamnya dibedakan atas prosa, puisi, dan drama.
Banyak pokok permasalahan yang dapat dijumpai dalam ketiga jenis karya sastra
tersebut, misalnya masalah yang mencakup sejarah, politik, ekonomi, dan budaya. Hal ini
yang disebabkan pada dasarnya karya sastra merupakan refleksi kehidupan sehari-hari.
Dimana seorang pengarang dapat menciptakan sebuah karya berdasarkan pengalaman
yang dialami baik secara langsung maupun tidak langsung.
Menurut Sudjiman berdasarkan letak dan kedudukannya, sastra dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yaitu sastra dunia, sastra nasional, dan sastra daerah. Sastra dunia
(world literature) merupakan ragam sastra yang menjadi milik berbagai bangsa di dunia
dan yang karena penyilangan gagasan yang timbal balik memperkaya kehidupan manusia.
Menurut Zaidan, dkk bahwa sastra nasional merupakan genre sastra yang ditulis dalam
bahasa nasional dan bertema universal, sedangkan sastra daerah adalah genre.
Salah satu ragam sastra yang tersebar luas dan dimiliki oleh hampir setiap daerah di
dunia, khususnya di Indonesia, adalah ragam sastra daerah. Setiap daerah di Indonesia
yang mempunyai khazanah kebudayaan daerah sendiri dengan ciri keragaman bahasanya,
mempunyai ragam sastra daerah sendiri pula. Menurut Tuloli bahwa sebagai contoh,
daerah Gorontalo yang memiliki khazanah budaya daerah sendiri dengan bahasa daerah
Gorontalo memiliki sedikitnya 15 jenis sastra daerah. Seperti ragam sastra pada
umumnya, sastra daerah memanfaatkan bahasa sebagai mediumnya.
Bedanya, jika sastra nasional menggunakan bahasa nasional (misalnya bahasa
Indonesia), sastra daerah memanfaatkan bahasa daerah (misalnya bahasa Gorontalo). Jika
sastra nasional diciptakan oleh pengarang (sastrawan) dan dijadikan sebagai milik seluruh
rakyat suatu bangsa, sastra daerah tidak demikian. Sastra daerah umumnya tidak dapat
ditelusuri penciptaannya (anonim), dan hanya dijadikan milik sekelompok masyarakat di
suatu daerah. Misalnya, cerita rakyat Bawang Merah Bawang Putih milik masyarakat
Riau, Sumatera. Cerita rakyat Sangkuriang hanya menjadi milik masyarakat Jawa Barat,
sedangkan cerita rakyat Batu Menangis hanya menjadi milik masyarakat Kalimantan,
walaupun ketiga cerita rakyat tersebut mempunyai bentuk cerita yang kurang lebih sama.
Oleh karena sastra daerah tersebar pada hampir setiap daerah di nusantara, maka sastra
daerah sering disebut sastra nusantra. [ CITATION Fra19 \l 1033 ]

C. Teks dan Konteks dalam Sastra


Unsur nonverbal dalam tradisi lisan merupakan fokus utama dalam kajian
antropolinguistik. Untuk lebih memahami performansi pada tradisi lisan, maka penting
untuk terlebih dahulu mempelajari struktur, susunan unsur verbal maupun nonverbal yang
dapat lebih dipahami dalam struktur teks dan konteks. Artinya, rancangan kerja
antropologi belajar tentang performansi tradisi lisan dan juga teks sedangkan konteks
ideologi, konteks budaya, dan konteks sosial dipelajari dalam rancangan kerja linguistik.
Selain tujuannya menentukan susunan unsur verbal dan nonverbal dari struktur teks
dan bentuknya (konteks) tradisi lisan, antropolinguistik terus berusaha merancang pola
untuk menghidupkan kembali, proses pembuatan, pewarisan, revitalisasi bahkan berupaya
mempelajari lebih dalam aturan, kearifan lokal, dan nilai dalam tradisi lisan.
Pengkristalan aturan dan norma budaya dalam tradisi lisan menjadi salah satu cikal
bakal penemuan makna serta fungsinya. Melalui fungsi dan makna bagian serta makna
dan fungsi global tradisi lisan sebagai wacana lengkap akan diungkap aturan dan nilai
tradisi lisan lewat pemaknaan yang dihubungkan dengan konteksnya (Sibarani, 2013:
305).
Berbicara mengenai konteks, menurut Saragih 2006 : 23 dalam [ CITATION Gre21 \l
1033 ] konteks adalah aspek aspek internal teks dan segala sesuatu yang secara eksternal
melingkupi teks. Selain teks dan ko-teks yang saling berkaitan satu sama lain, sebagai
perfomansi tradisi lisan tidak pernah lepas dari konteks baik dari konteks situasi, sosial,
ideologi, maupun konteks budaya. Menurut Sibarani konteks pada sebuah tradisi lisan
mencakup tiga bentuk, berikut uraiannya:

1. Konteks budaya mengarah kepada budaya sebagai tujuannya dalam tradisi lisan. Hal
yang menjadi perbincangan dalam konteks budaya membidik pada tujuan
dilakukannya tradisi lisan dalam sebuah pergelaran. Dalam tujuan budaya juga
melibatkan daur hidup dan sumber penghasilan. Barangkali tradisi lisan dipakai pada
ritual bersalin, pernikahan atau pada acara kematian sebagai daur hidup ataupun
dipakai kala menanam, mengelolah, dan panen sebagai daur mata pencaharian.

2. Konteks sosial membidik kepada aspek kemasyarakatan yang menonjolkan tradisi


lisan. Aspek kemasyarakatan yang dimaksudkan berupa gender yang berbeda, lapisan
masyarakat, perbedaan golongan etnis, daerah, strata pendidikan, perbedaan umur,
dan lain-lainnya. Insan yang tercemplung dalam konteks sosial melingkupi praktisi,
pelaksana, penikmat, terlebih masyarakat penyokong.

3. Konteks ideologi membidik pada kedaulatan atau kewenangan yang mengkontrol


budaya tersebut. Maksud ideologi ialah ajaran, pemikiran, paham, keyakinan, anutan,
serta kaidah yang menjadi kepercayaan bersama oleh komunitas. Paham tersebut
merupakan paham yang mengkontrol atau menguasai sebuah kebudayaan, bisa
berbentuk teknologi, modernisasi, religi, politik, tradisi, maupun politik. Konteks
ideologi selaku paham sosio-kultur yang memfokuskan dan menetapkan poin yang
diperoleh dalam masyarakat. Terdapat hegemoni kewenangan dan dominasi ideologis
sebuah ajaran yang berdampak, menguasai, dan memenangkan golongan komunitas.
Kemudian paham tersebut menjadi kebiasaan yang merubah perilaku, tindakan, dan
cara berpikir bahkan dalam menata hidup mereka.

4. Konteks situasi menunjuk pada cara penggunaan teks, tempat, dan waktu. Pemaparan
mengenai konteks situasi waktu memperoleh deskripsi mengenai waktu pertunjukan,
waktu tidak hanya membicarakan waktu sehari yakni pagi, siang, sore, pun malam,
juga pembagian minggu dan bulan misalnya awal, pertengahan, ataukah akhir minggu
sama halnya dengan bulan juga melihat siklus pertanian misalnya masa penanaman,
menyiangi, dan masa panen. Selain waktu, dalam konteks situasi juga
menggambarkan perasaan seperti pada acara syukuran sebagai bentuk ekspresi dari
suka dan ucapan ratapan sebagai bentuk dari duka, hal inipun bagian dari fungsi
tradisi lisan. Bagian lain yang dihasilkan oleh konteks situasi adalah lokasi/tempat
baik secara terbuka maupun tertutup, semuanya kembali kepada kebutuhan masing-
masing kelompok atau individu (Sibarani, 2015).

Berdasarkan penjelasan tersebut, Sibarani (2015:12) dalam [ CITATION Dau20 \l


1033 ] menegaskan bahwasanya teks beserta struktur termasuk koteks dan konteksnya
tidak bisa diartikan tersendiri. Pesan yang terdapat dalam tradisi lisan dibalut oleh teks,
kemudian teks tersebut didampingi oleh koteks agar lebih menerangkan definisi dan guna
dalam tradisi lisan, sementara konteks melilit dan memfokuskan kaidah dan nilai yang
terkandung dalam amanat tradisi lisan.
BAB III
SIMPULAN

A. Simpulan dan Saran


Sastra adalah hasil dari rasa yang merupakan sumber keindahan, yang tersirat dalam
hasil karya sastra. Sastra lahir dari sebuah peradaban dalam suatu masyarakat, yang
hidup, berkembang dan terus ada dalam masyarakat tersebut. Dalam masa
pertumbuhannya di tengah masyarakat, sastra memiliki peran dalam mengaktualisasikan
suatu budaya masyarakat.
Sastra dapat dikatakan luhur dan tinggi ketika sasta memasuki sendi-sendi kehidupan
masyarakat yaitu kebudayaan, dimana sastra merupakan alat kebudayaan masyarakat
dalam kebudayaan.
Oleh karena itu, sebuah karya sastra akan selalu berkembang dan dinamis mengikuti
perkembangan masyarakatnya, karya sastra yang dapat diterima dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat akan tepat untuk mengaktualisasikan budayanya. 

Khazanah Sastra Indonesia diidentikkan dengan kawasan yang terdiri dari berbagai
pulau, yang menjadi wilayah Negara Republik Indonesia dan budaya Melayu sehingga
mencakup Malaysia Barat dan timur serta Brunei. Termasuk juga Filipina selatan dan
Mungthai selatan serta Timor Leste.

Salah satu ragam sastra yang tersebar luas dan dimiliki oleh hampir setiap daerah di
dunia, khususnya di Indonesia, adalah ragam sastra daerah. Setiap daerah di Indonesia
yang mempunyai khazanah kebudayaan daerah sendiri dengan ciri keragaman bahasanya,
mempunyai ragam sastra daerah sendiri pula.

Dalam rangka pembinaan dan pengembanga sejarah sastra perlu terus dikembangkan.
Untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap sejarah periodisasi sastra  perlu diadakan
penelitian yang lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA

Daulay, M. A., & Tambun, F. H. (2020). Analisis Unsur dan Nilai Budaya dalam Sastra
Lisan "SIRAJA TAMBUN" (Kajian Antopologi Sastra). JURNAL SASINDO
(Program Studi Sastra Indonesia FBS UNIMED), 2.

dkampus. (2017, January 11). Teori Sastra dan Ruang Lingkup Sastra. Retrieved from
dkampus: https://www.dkampus.com/2017/01/teori-sastra-dan-ruang-lingkup-sastra/#

Evaline, F. P. (2019). Khazanah Sastra Indonesia. Retrieved from Course Hero:


https://www.coursehero.com/file/69420140/KHAZANAH-SASTRA-
INDONESIAdocx/

Gres, M., Nensilianti, & Mahmudah. (2021). Konteks Pengungkapan Sastra Lisan Gelong
Tondok Ditinjau dari Kajian Antropolinguistik. SOCIETIES: Journal of Social
Sciences and Humanities Vol. 1, 165.

Anda mungkin juga menyukai