Disusun Oleh :
Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah berkat rahmat Allah SWT, peneliti dapat
menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah
Stilistika, yaitu mengkaji bunyi sajak pada karya sastra. Dalam penyusunan makalah ini,
tidak sedikit hambatan yang peneliti hadapi. Namun dengan semangat ingin belajar dan terus
belajar, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada ibu
Venus Khasanah, S.S., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Stilistika yang telah membantu
mengarahkan, serta terima kasih pula kepada seluruh pihak, baik yang secara langsung
ataupun yang tidak langsung telah memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya peneliti sadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan agar dalam
penyusunan makalah berikutnya dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat ikut andil
dalam memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat bagi peneliti dan juga bagi
yang membacanya. Terima kasih.
1
DAFTAR ISI
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Aminnuddin. 1997. Stilistika, Pengantar Memahami Karya Sastra. Semarang: CV. IKIP Semarang Press. 67
3
dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias
(imajinatif). Dunia sangat mengenal puisi bahkan puisilah yang menjadi sastra tertulis
yang paling awal ditulis oleh manusia sehingga wajar pada zaman sekarang puisi
sangat semerbak dan membumi.
Dengan demikian, patutlah puisi dikaji dari berbagai teori, metode,
pendekatan, dan strategi untuk mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya.
Adapun teori atau pendekatan yang akan diterapkan dalam tulisan ini adalah teori atau
pendekatan analisis stilistika yang dewasa ini merupakan salah satu teori sastra yang
dimanfaatkan dalam bidang kritik sastra di Indonesia. Stilistika memiliki hal-hal
mendasar untuk dijadikan sebagai studi stilistik dalam konteks kajian sastra yang bisa
dihubungkan dengan kegiatan penelitian sastra, kritik sastra, dan apresiasi sastra.
Pradopo (2007:121) mengemukakan bahwa puisi sebagai salah satu jenis
karya sastra memiliki susun bahasa yang simbolis dan relatif lebih padat
dibandingkan dengan prosa. Pemilihan kata atau diksi dalam puisi sangat ketat.
Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam puisi diperhitungkan dari berbagai segi,
antara lain; makna, kekuatan citraan, rima, dan jangkauan simboliknya.
Untuk membantu mempermudah pemahaman terhadap makna puisi, salah
satunya dapat diawali dengan menganalisis kata-kata yang simbolis dan bermakna
konotatif. Analisis kata-kata yang simbolis dan bermakna konotatif ini dapat
dilakukan melalui kajian stilistika. Menurut Junus (1989: xvii) stilistikadapat
dipahami sebagai linguistik yang digunkan untuk mengkaji pemakaian bahasa dalam
karya sastra karena adanya keistimewaan di dalamnya.
Memahami bahasa adalah langkah pertama dalam memahami karya sastra
karena ketika membaca karya sastra pada hakikatnya adalah membaca bahasa
(Supriyanto, 2008:1). Sedangkan, menurut Rene Wellek dan Austin Warren, yang
menjadi perhatian utama stilistika adalah kontras sistem bahasa pada zamannya
(Wellek, 1990:221). Bahasa merupakan alat yang digunakan pengarang untuk
mengungkapkan kembali pengamatannya terhadap fenomena kehidupan dalam bentuk
cerita . Melaui penggunaan bahasa dalam karya sastra, jalinan cerita dapat
diidentifikasi. Dari paparan bahasa dalam teks dapat diidentifikasi ciri penggunaan
bahasa yang lazim disebut gaya bahasa.
Berdasarkan pendapat diatas Aminudin (1995: 46) mengartikan stilistika
sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan sistem tanda sejalan
dengangagasan yang ingin disampaikan dan komplesitas dan kekayaan unsur
4
pembentuknya. Sasaran kajiannya adalah pada wujud penggunaan sistem tandanya.
Walaupun fokusnya hanya pada wujud sistem tanda, untuk memperoleh pemahaman
tentang ciri penggunaan sistemtanda apabila dihubungkan dengan pengarang dalam
menyampaikan gagasan, pengkaji perlu juga memahami gambaran objek atau
peristiwa, gagasan, dan ideologiyang terkandung dalam karya sastranya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji
dalam tulisan ini, adalah bagaimana bentuk stilistika pada puisi “Surat untuk Ibu”
Karya Joko Pinurbo”. Adapun tujuan tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan unsur
stilistika pada puisi “Surat untuk Ibu” Karya Joko Pinurbo.
Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat melalui analisis
yang dijabarkan dan ditujukan kepada pihak-pihak yang berkecimpung di dunia sastra,
khusunya bidang analisis puisi. Pun menjadi kontribusi sebagai referensi dalam studi
analisis puisi, dan sebagai kekayaan dalam memahami puisi dengan kajian stilistika
melalui gaya bunyinya.
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
6
Stilistika berkaitan dengan stile (gaya bahasa). Stilistika merupakan ilmu
tentang gaya, sedangkan stile adalah bagaimana sesuatu diungkapkan dengan cara
yang khas atau cara tertentu (Nyoman Kutha, 2013:3). Stile juga merupakan cara
seorang pengarang mengungkapkan sesuatu lewat karyanya. Menurut Leech & Short
(2007:11) dalam Nurgiyantoro (2017:75) stilistika menunjuk pada pengertian studi
tentang stile. Stilistika sering dikaitkan dengan ragam sastra, namun sebenarnya
kajian stilistika tidak terbatas pada sastra saja. Stilistika merupakan kajian estetika
karena penggunaan berbagai komponen bahasa dalam karya sastra dimaksudkan
untuk mencapai efek estetika Karena sastra adalah salah satu jenis sastra
(Nurgiyantoro, 2017:78).
Genre sastra puisi dianggap sebagai objek utama dalam penelitian stilistika,
karena puisi menggunakan bahasa yang khas. Tetapi genre sastra yang lain seperti
cerpen juga merupakan salah satu objek kajian stilistika. Hanya saja puisilah yang
dianggap utama karena bahasa yang khas.
7
harus cermat agar komposisi bunyi rima dan irama memiliki kedudukan yang
sesuai dan indah. Selain itu, Tarigan (2011:29) mengemukakan diksi adalah
pilihan kata yang digunakan oleh penyair. Pilihan kata yang tepat dapat
mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, dan nada dalam suatu puisi.
2. Citraan, merupakan penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek-objek,
tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan, pikiran dan setiap pengalaman
indera atau pengalaman indera yang istimewa. Dalam hal ini yang dimaksud
adalah citraan yang meliputi gambaran angan-angan dan pengguna bahasa yang
menggambarkan angan-angan tersebut, sedangkan setiap gambar pikiran disebut
citra atau imaji. Secara spesifik Tarigan (2011:31) dalam menciptakan karya
penyair berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga
merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa dan perasaan tersebut.
Penyair berusaha agar penikmat dapat melihat, merasakan mendengar, dan
menyentuh apa yang ia alami dan rasakan.
3. Kata-kata konkret, merupakan kata yang dapat melukiskan dengan tepat,
membayangkan dengan jitu apa yang hendak dikemukakan oleh pengarang.
Tarigan (2011:32) mengungkapkan salah satu cara membangkitkan daya bayang
imajianasi para penikmat puisi adalah menggunakan kata-kata yang tepat, kata
yang dapat menyarankan suatu pengertian secara menyeluruh.
4. Bahasa figuratif, untuk memperoleh kepuitisan, penyair menggunakan bahasa
figuratif, yaitu bahasa kiasan atau majas. Menurut Endraswara (2011:73)
terdapat dua macam bahasa kiasan atau stilistik kiasan, yaitu gaya retorik dan
gaya kiasan. Gaya retorik meliputi eufemisme, paradoks, tautologi, polisndeton,
dan sebagainya. Sedangkan gaya kiasan amat banyak ragamnya antara lain
alegori, personifikasi, simile, sarkasme, dan sebagainya. Menurut Ratna
(2011:164) majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan
maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan.
5. Rima dan ritma, merupakan pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan
pengulangan bunyi tersebut, puisi menjadi merdu bila dibaca. Bentuk-bentuk
rima yang paling sering muncul adalah aliterasi, asonansi, dan rima akhir.
Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi
menimbulkan suatu gerak yang teratur. Gerak yang teratur tersebut di sebut
ritma atau rhythm. Tarigan (2011:35) mengatakan rima dan ritma memiliki
pengaruh untuk memperjelas makna puisi. Dalam kepustakaan Indonesia, ritme
8
atau irama adalah turun naiknya suara secara teratur, sedangkan rima adalah
persamaan bunyi.
2.4 Bunyi
Bunyi merupakan aspek penting dalam bahasa. Dalam bahasa tulis pun bunyi
dapat dikenali lewat fonem konsonan, vokal, dan gabungan keduanya. Dalam
penulisan puisi, kata yang memiliki fonem konsonan dan vokal tertentu akan
diperhitungkan dalam seleksi kata untuk puisi. Yang termasuk dalam bunyi adalah
persajakan, irama, dan orkestrasi.
2.5 Persajakan
Persajakan merupakan permainan pengulangan bunyi. Dalam persajakan ada
bunyi tertentu yang diulang-ulang dengan tujuan untuk memperindah suara yang
dihasilkan (Nurgiyantoro. 2017:155). Pengulangan bunyi itu sengaja dilakukan
dengan maksud mendapat efek kepuitisan atau efek keindahan. Yaitu dengan
memilih kata tertentu yang memiliki kemiripan bunyi. Menurut Slamet Mulyana
(1956:75) dalam Nurgiyantoro (2017:155) persajakan merupakan pola estetika
bahasa yang berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dan dialami dengan
kesadaran. Jadi yang diamksud dengan persajakan, sajak, atau rima adalah pola
pengulangan bunyi yang disengaja untuk menimbulkan efek keindahan. Dalam kata-
kata yang bersajak terdapat fonem tertentu, baik konsonan atau vokal yang
membentuk bunyi tertentu. Itu sebabnya persajakan dapat berada di awal, tengah,
atau akhir kata dan juga di awal, tengah, dan akhir larik (Nurgiyantoro, 2017:156).
Pengulangan fonem konsonan dalam persajakan disebut aliterasi, sedangkan
pengulangan fonem vokal disebut asonansi.
Salah satu fungsi persajakan adalah daya evokasi. Daya evokasi merupakan
kemampuan untuk membangkitkan bunyi yang mirip pada kata-kata yang lain secara
ekspresif untuk keperluan persajakan (Nurgiyantoro, 2017:159). Jadi, sebuah kata
akan membentuk, memacu, atau membangkitkan bunyi yang sama pada kata
selanjutnya yang akan digunakan sehingga menghasilkan bunyi yang sama.
Pembentuk utama unsur puisi selain bahasa adalah keindahan. Pada dasarnya
kajian stilistika dikemukakan beberapa teori-teori yang berhubungan. Menurut
Nurhayati (2008:30 - 38) teori-teori tersebut digunakan untuk menganalisis bahasa.
Teori tersebut adalah sebagai berikut.
9
BAB 3
PEMBAHASAN
Pengkajian stilistika akan dibagi dalam empat aspek, yaitu gaya bunyi, gaya
kata, gaya kalimat, dan citraan. Berikut ini akan diuraikan secara jelas mengenai
keempat aspek tersebut.
RENDEZVOUS
Joko Pinurbo
Kau sudah tak sabar menungguku di halaman rumah berdinding putih itu.
Di atas bangku di bawah pohon cemara duduk seorang wanita setengah baya
sedang suntuk membaca dan sesekali tertawa.
Hanya agar perempuan kita bahagia, kau dan aku rela berebut bianglala
dan ingin segera melilitkannya ke tubuhnya.
Sebab sesaat lagi kau sudah jadi malam dan aku hujan,
dan perempuan itu tidak mencintai keduanya: ia akan cepat-cepat
masuk ke rumahnya, membiarkan kita berdua menghapus jejaknya.
(2002)
10
3.1 Gaya Bunyi ( Fonem )
Bunyi, dalam puisi memiliki peran yang penting, yaitu untuk menimbulkan
efek dan kesan tertentu. Bunyi dapat menekankan arti kata, mengintensifkan makna
kata dan kalimat, bahkan dapat mendukung penciptaan suasana tertentu dalam puisi.
Puisi “Rendezvous” karya Joko Pinurbo terdiri atas tiga bait. Gaya bunyi pada puisi
tersebut adalah sebagai berikut.
Kau sudah tak sabar menungguku di halaman rumah berdinding putih itu.
Di atas bangku di bawah pohon cemara duduk seorang wanita setengah baya
sedang suntuk membaca dan sesekali tertawa.
Bait pertama terdiri atas tiga baris. Keseluruhan bait tersebut didominasi oleh
bunyi vokal /a/. Hal ini dapat kita lihat pada baris pertama, yaitu Kau sudah tak sabar
menungguku di halaman rumah berdinding putih itu. Begitu pula pada baris kedua,
yaitu Di atas bangku di bawah pohon cemara duduk seorang wanita setengah baya.
Bait keempat, terdapat beberapa gaya bunyi yang menarik, yaitu pengulangan bunyi
vokal /a/ pada setiap kata dalam baris ini, yaitu sedang, membaca, dan, sesekali,
tertawa.
Nah, perempuan itu mengangkat kaki kirinya,
kemudian menumpangkannya ke yang kanan.
Pahanya tersingkap, clap, kau terkejap: kaususupkan
cerlap cahayamu ke celah-celah itu dan aku cemburu.
Bait kedua terdiri atas enam baris. Keseluruhan bait tersebut didominasi oleh
bunyi vokal /a/. Baris ketiga ini lebih menonjol dalam analisis gaya bunyi. Hal ini
dikarenakan terdapat rima datar “ap” yang terbentuk akibat adanya pengulangan kata
pada setiap kata, yaitu Pahanya tersingkap, clap, kau terkejap.
Maka aku pun segera berderai lembut di atas parasmu.
Aku berdebar ketika perempuan itu melonjak girang:
"Ah, gerimis senja telah datang."
Bait ketiga terdiri atas tiga baris. Secara keseluruhan, bait ini didominasi oleh
bunyi vokal /a/. Gaya bunyi semakin bervariasi pada bait ini dengan ditemukannya
rima datar pada: 1) baris pertama, terdapat aliterasi (r) segera, berderai, parasmu. 2)
Keselarasan bunyi di baris kedua girang dan datang.
11
Hanya agar perempuan kita bahagia, kau dan aku rela berebut bianglala
dan ingin segera melilitkannya ke tubuhnya.
Sebab sesaat lagi kau sudah jadi malam dan aku hujan,
dan perempuan itu tidak mencintai keduanya: ia akan cepat-cepat
masuk ke rumahnya, membiarkan kita berdua menghapus jejaknya.
Bait keempat terdiri atas lima baris. Secara keseluruhan, bait ini didominasi
oleh bunyi vokal /a/. Gaya bunyi semakin bervariasi pada bait ini dengan
ditemukannya rima datar, seluruh keselarasan bunyi dari baris pertama sampai kelima
berakhiran vokal /a/.
Berdasarkan kajian gaya bunyi di atas, dapat dikemukakan bahwa puisi
“Rendezvous” karya Joko Pinurbo memanfaatkan pengulangan bunyi dan
pengulangan kata untuk memperoleh efek estetis. Pada bait terakhir misalnya,
dominasi bunyi vokal /a/ mampu menciptakan nada dan suasana yang jelas dan tegas,
yaitu pada larik Sebab sesaat lagi kau sudah jadi malam dan aku hujan. Efek estetis
juga dapat dilihat pada pemilihan kata kau terkejap kelar pada bait kedua baris ketiga
dibandingkan menggunakan kata kaget atau terkejut. Kata ini dipilih terciptalah rima
baris yang dapat nilai estetis. Dengan demikian, secara keseluruhan, pemberdayaan
gaya bunyi dengan adanya kombinasi bunyi dan rima pada puisi tersebut, berhasil
menciptakan bunyi yang jelas dan tegas, sehingga menimbulkan suasana dan
menciptakan efek estetis.
12
3.3 Gaya Kalimat
Setiap sajak dalam puisi memerlukan kepadatan dan ekspresivitas karena sajak
tersebut hanya mengemukakan inti dariapa yang ingin disampaikan oleh pengarang
kepada pembaca. Oleh karena itu, hanya yang perlu dinyatakan saja yang
disampaikan secara tersurat sedangkan kalimat-kalimat yang lain dinyatakan secara
implisit, hanya tersirat saja. Gaya kalimat demikian disebut gaya kalimat implisit.
Kepadatan kalimat dengan gaya implisit juga terdapat dalam puisi Surat untuk Ibu
karya Joko Pinurbo. Puisi “Rendezvous” menyiratkan cerita singkat tentang sebuah
pertemuan. Berikut majas persajakannya.
a. Bait 1 (Pertama)
Kau sudah tak sabar menungguku di halaman rumah berdinding putih itu.
Di atas bangku di bawah pohon cemara duduk seorang wanita setengah baya
sedang suntuk membaca dan sesekali tertawa.
Pada bait pertama Joko Pinurbo menggunakan kata-kata yang
sederhana namun mempunyai banyak mana. Ketika dia menceritakan dengan
alur yang teratur. Padahal bisa dilihat makna sesungguhnya adalah seseorang
yang menunggu dengan tenang karena digambarkan latar pohon cemara yang
sejuk dan situasinya yang membaca dan tertawa.
b. Bait 2 (Kedua)
Nah, perempuan itu mengangkat kaki kirinya,
kemudian menumpangkannya ke yang kanan.
Pahanya tersingkap, clap, kau terkejap: kaususupkan
cerlap cahayamu ke celah-celah itu dan aku cemburu
Pada bait kedua Joko Pinurbo masih mencoba menjelaskan dan secara
tersirat menceritakan siapa sebenarnya yang menunggu dan bagaimana ia
menunggu. Bahwa ketika perempuan ini menunggu ada sebuah kebosanan dan
rasa khawatir dari “Aku” yang ditunggu.
c. Bait 3 (Ketiga)
Maka aku pun segera berderai lembut di atas parasmu.
Aku berdebar ketika perempuan itu melonjak girang:
"Ah, gerimis senja telah datang."
13
Hingga akhirnya si “Aku” datang dan membuat perempuan itu senang,
namun Joko Pinurbo menyisipkan bait “Ah, gerimis senja telah datang.” Yang
artinya bisa tentang kesedihan.
d. Bait 4 (Keempat)
Hanya agar perempuan kita bahagia, kau dan aku rela berebut bianglala
dan ingin segera melilitkannya ke tubuhnya.
Sebab sesaat lagi kau sudah jadi malam dan aku hujan,
dan perempuan itu tidak mencintai keduanya: ia akan cepat-cepat
masuk ke rumahnya, membiarkan kita berdua menghapus jejaknya.
Pada bait keempat diselesaikan dengan konflik bahwa untuk mencapai
pertemuan ada sebuah usaha berat dengan memperebutkan sesuatu yang indah
dan besar yang ditulis sebagai bianglala, juga ada pengorbanan dengan
pergantian musim atau di artikan pergantian emosi. Hingga akhirnya si
perempuan mengizinkan pertemuan itu ada dan bisa sama-sama
menghapuskan segala proses dalam pertemuan.
Dari kajian gaya kalimat di atas, dapat dikemukakan bahwa dalam puisi
Rendezvous tersebut terlihat kalimat-kalimat mengalami pemadatan dengan gaya
implisit. Pemadatan kalimat dengan gayaimplisit initidak menggangguhubungan antar
kalimat melainkan justru menambah efektivitas kalimat dan menimbulkan efek makna
khusu ssekaligus mampu mencapai efekestetis.
14
DAFTAR PUSTAKA
Aminnudin. (Stilistika, Pengantar Memahami Karya Sastra). 1997. Semarang: CV. IKIP
Semarang Press.
Nurgiyantoro, B. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.
Ratna, N. K. (2013). Stilistika Kajian Puitika Bahasa, Sastra dan Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wellek, R., & Warren, A. (1993). Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
file:///C:/Users/Amelinda%20Ruby%20F/Downloads/644-1187-1-SM.pdf
file:///C:/Users/Amelinda%20Ruby%20F/Downloads/ANALISIS_STILISTIKA_PUISI_SURAT_UNTUK_IB.
pdf
15