Anda di halaman 1dari 14

Analisis Puisi Do’a Karya Sanusi Pane dengan Pendekatan Intertekstual

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Puisi
Dosen Pengampu : Jamal D. Rahman

Muhamad Faqih 11180130000041

Kelas 4 B

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Analisis Puisi
Do’a Karya Sanusi Pane dengan Pendekatan Interketktual” dengan baik sesuai waktu yang
ditentukan. Penulis berterima kasih kepada Jamal D. Rahman selaku dosen pengampu mata
kuliah Kajian Puisi.
Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan. Dengan adanya penyusunan makalah seperti ini, tugas dapat tercatat dengan rapi
dan dapat dipelajari kembali pada kesempatan lain dalam kepentingan proses pembelajaran.
Di samping itu, tentunya pembuatan makalah ini tak lepas dari berbagai kekurangan.
Maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan
tugas ini dan untuk pelajaran bagi penulis dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa
mendatang. Semoga dengan adanya tugas ini penulis dapat belajar bersama demi kemajuan kita
dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 16 April 2020

Penulis

II
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................- 1 -
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................- 1 -
A. Latar Belakang.............................................................................................................................- 1 -
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................- 2 -
C. Tujuan Pembahasan....................................................................................................................- 2 -
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................................- 2 -
a. Pengertian puisi...........................................................................................................................- 2 -
b. Biografi pengarang......................................................................................................................- 3 -
c. Puisi doa......................................................................................................................................- 5 -
d. Acuan teori..................................................................................................................................- 5 -
e. Analisis puisi................................................................................................................................- 7 -
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................- 10 -
A. Kesimpulan................................................................................................................................- 10 -
B. Saran..........................................................................................................................................- 10 -
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................................- 11 -

1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pada kenyataanya, karya sastra tidak hadir dalam kekosongan budaya, namun karya
sastra hadir karena adanya seorang pengarang yang menuliskannya. Karya sastra diciptakan
untuk menanggapi gejala-gejala yang terjadi pada masyarakat sekelilingnya, bahkan seorang
pengarang tidak terlepas dari paham-paham, pikiran-pikiran atau pandangan dunia pada
zamannya atau sebelumnya. Semua itu tercantum dalam karyanya. Dengan demikian, karya
sastra tidak terlepas dari kondisi sosial budayanya dan hubungan kesejarahan sastranya.

Sebuah karya sastra, baik puisi maupun prosa mempunyai hubungan sejarah antara karya
sezaman, yang mendahuluinya atau yang kemudian. Hubungan sejarah ini baik berupa
persamaan atau pertentangan. Dengan hal demikian ini, sebaiknya membicarakan karya
sastra itu dalam hubungannya dengan karya sezaman, sebelum atau sesudahnya. (Pradopo,
1995).

Dalam hubungan sejarah antarteks, perlu diperhatikan prinsip-prinsip intertekstualitas.


Prinsip intertekstual yaitu karya sastra baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan
karya sastra lain, baik dalam hal persamaan maupun pertentangan. Kajian sastra
perbandingan, pada akhirnya harus masuk ke dalam wilayah hipogram. Hipogram adalah
modal utama dalam sastra yang akan melahirkan karya berikutnya (Riffaterre dalam
Nurgiyantoro, 1995).

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian Puisi
2. Biografi Sanoesi Pane
3. Puisi Do’a
4. Acuan Teori
5. Analisis Puisi

C. Tujuan Pembahasan

2
1. Menjelaskan apa pengertian Puisi
2. Menjabarkan biografi sastrawan Sanoesi Pane
3. Puisi Do’a
4. Menjelaskan acuan teori
5. Menanalisis Puisi

BAB II PEMBAHASAN
a. Pengertian puisi

Ada tiga bentuk karya sastra yaitu prosa puisi dan drama.  Puisi adalah karya sastra
tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia.  Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang
dipadatkan, dipersingkat, dan diberi Irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata
kias (Imajinatif). Kata-kata betul-betul terpilih agar kekuatan pengucapan.  walaupun singkat
atau padat, Namun berkekuatan. karena itu, salah satu usaha penyair adalah memilih kata-
kata yang memiliki persamaan bunyi my (Rima). kata-kata itu memiliki makna yang lebih
luas dan lebih banyak.  karena itu, kata-kata dicarikan konotasi atau makna tambahannya
dan dibuat bergaya teman dengan bahasa figuratif.1 

Sebagai gambaran, berikut disajikan beberapa definisi puisi yang dikemukakan para
ahli sastra. Menurut James Revees, Puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya
pikat.  Adapun menurut Herbert Spancer menyatakan bahwa puisi merupakan Bentuk
pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.
sedangkan Thomas Carlyle  mengatakan bahwa puisi merupakan ungkapan pikiran yang
bersifat musikal.2 

Pernyataan Carlyle  sejalan dengan apa yang diungkapkan  Dunton bahwa puisi itu
adalah pemikiran anne-marie usia secara konkrit dan artistik dalam bahasa serta berirama
(Seperti musik).  sebuah puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan,
yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama. semua itu merupaka

1
Herman J. Waluyo, Apresiasi Puisi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm.1
2
Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007), hlm.65

3
sesuatu yang penting, yang direkam dan dieskprsikan, dinyatakan dengan menarik dan
memberi kesan.3

b. Biografi pengarang

Sanoesi Pane terkenal sebagai sastrawan Angkatan Pujangga Baru, lahir di Muara
Sipongi, Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, 14 November 1905, dan meninggal di Jakarta, 2
Januari 1968. Kakak kandung Armijn Pane ini mempunyai seorang istri dan enam orang
anak. Salah seorang anaknya, Nina Pane mempunyai putra yang bernama Andre Aksana juga
menjadi novelis.

Pendidikan Sanoesi Pane diawali dengan bersekolah Hollands Inlandse School (HIS) di
Padang Sidempuan kemudian pindah ke Tanjung Balai lalu masuk Europeesche Lager
School (ELS) di Sibolga, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang, dan
diselesaikan di Jakarta tahun 1922. Selanjutnya ia masuk Kweekschool di Jakarta dan lulus
1925 serta melanjutkan ke Sekolah Hakim Tinggi juga di Jakarta (hanya setahun) kemudian
memperdalam pengetahuannya tentang kebudayaan Hindu di Inia (1929—1930).

Mula-mula Sanoesi Pane bekerja sebagai guru di Kweekschool Gunung Sahari, Jakarta,
lalu pindah ke HIK Lembang, pindah lagi ke HIK Gubernemen Bandung kemudian pindah di
Sekolah Menengah Perguruan Rakyat, Jakarta. Karena aktif dalam Partai Nasional Indonesia,
ia pernah dipecat sebagai guru. Sanoesi Pane juga aktif dalam organisasi Jong Sumatra dan
Gerindo. Dia pernah menjadi redaktur majalah Timboel (1931—1933), harian Kebangoenan
(1936)—yaitu surat kabar berbahasa Melayu-Tionghoa—dan redaktur Balai Pustaka (1941).
Sanoesi Pane menjabat sebagai redaktur kepala di bagian buku Melayu bersama-sama
dengan Sutan Takdir Alisjahbana dan kawan-kawan. Dia mendirikan dan mengelola majalah
Poedjangga Baroe dengan kedudukan sebagai pembantu umum. Atas jasa-jasanya di bidang
sastra, pada tahun 1969–-setahun setelah Sanoesi Pane meninggal dunia—Pemerintah
3
Ibid

4
Republik Indonesia memberikan Hadiah Sastra bersama beberapa sastrawan lainnya yang
sama-sama telah meninggal dunia, yaitu Marah Rusli, Abdul Muis, Amir Hamzah, Armijn
Pane, dan Chairil Anwar.

Sanoesi Pane bersama Muhammad Yamin banyak menggali sumber sejarah dan
mengangkat tradisi lama ke dalam karyanya. Puisi-puisi karya Sanoesi Pane memperlihatkan
persentuhan dengan ajaran theosofi dan filsafat Hindu. Sementara itu, karya dramanya
umumnya menggali peristiwa sejarah seperti ditemukan pada drama Kertajaya dan
Sandhyakala ning Majapahit, kecuali dramanya Manusia Baru yang mengangkat latar Inia
modern. Beberapa ahli menggelompokkan Sanoesi Pane ke dalam kelompok pengarang
Angkatan Pujangga Baru. Sebenarnya Sanoesi Pane berada pada perbatasan antara angkatan
Balai Pustaka dan Pujangga Baru. Di satu sisi model puisi-puisi awalnya masih terikat
dengan bentuk soneta, seperti yang dilakukan Muhammad Yamin, tetapi di sisi lain ia
menulis karya drama yang mencerminkan idealisme Pujangga Baru. Kumpulan sajak
pertamanya berjudul Pancaran Cinta terbit tahun 1926, menyusul kemudian kumpulan sajak
Puspa Mega (1927), drama Airlangga (1928, dan yang drama Burung Garuda Terbang
Sendiri (1929). Pada tahun 1931 terbit kumpulan sajaknya Madah Kelana yang kemudian
disusul drama Kertajaya (1932). Tahun 1933 terbit dramanya Sandyakala ning Majapahit lalu
disusul drama Manusia Baru (1940). Tahun itu juga terbit terjemahan Sanoesi Pane, yakni
Arjuna Wiwaha (yang diterjemahkan dari bahasa Jawa Kuna karya Mpu Kanwa), disusul
buku Sejarah Indonesia (1942), Bunga Rampai dari Hikayat Lama (1946, terjemahan dari
bahasa Jawa Kuna), Indonesia Sepanjang Masa (1952), dan kumpulan puisi Gamelan Jiwa
yang terbit tahun 1960.4

c. Puisi doa

Doa

O, Kekasihku, turunkan cintamu memeluk daku.

4
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sanoesi_Pane | Ensiklopedia Sastra Indonesia Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

5
Sudah bertahun aku menanti, sudah bertahun aku mencari.
O, Kekasihku, turunkan rahmatmu ke dalam taman hatiku.
Bunga kupelihara dalam musim berganti, bunga kupelihara dengan cinta berahi.
O, Kekasihku, buat jiwaku bersinar-sinar!
O, Keindahan, jiwaku rindu siang dan malam, hendak memandang cantik parasmu.
Datanglah tuan dari belakang pegunungan dalam ribaan pagi tersenyum.
O, beri daku tenaga, supaya aku bisa bersama tuan melayang
sebagai garuda menuju kebiruan langit nilakandi.5
d. Acuan teori

Kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks


kesastraan, yang mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu. Misalnya, untuk
menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsic seperti ide, gagasan, peristiwa, plot,
penokohan, gaya bahasa di antara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat
dikatakan bahwa kajian intertekstual berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang
telah ada pada karya-karya sebelumnya dan pada karya yang muncul kemudian.6

Termaktub dalam KBBI bahwa Interteks adalah hubungan yang muncul antara
teks-teks berbeda, Khususnya teks sastra, atau pengacuan dalam satu teks dengan teks
lain7. Maka dapat diartikan bahwa Intertekstual yaitu membandingkan, mensejajarkan,
dan mengontraskan sebuah teks dengan teks lainnya.

Adapun tujuan dari kajian Interteks sendiri adalah untuk memberi makna lebih
penuh terhadap karya tersebut. Penulisan dan atau pemunculan suatu karya sastra
biasanya selalu berkaitan dengan unsur kesejarahan, sehingga maknanya akan lebih
lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan yang dialami oleh pengarang.8

Kajin Intertekstual berawal dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak
mungkin lahir darisituasi kekosongan budaya. Unsur budaya yang dimaksud termasuk
semua konvensi dan tradisi yang ada di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus adalah
berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya.9 Dalam hal ini dapat diambil
contoh, misalnya sebelum para penyair Pujangga Baru menulis puisi-puisi modernnya, di
masyarakat telah ada puisi-puisi lama seperti yang diterbitkan Balai Pustaka dan yang

5
Sanoesi Pane, Madalah Kelana, (Batavia: Balai Pustaka, 1931), hlm.27
6
Burhan Nugiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada Unviversity Press, 2013), hlm.76
7
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
8
A. Teeuw dalam Burhan Nugiiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada Unviversity
Press, 2013), hlm.76
9
Ibid, hlm.77

6
sebelumnya.10 Demikian pula halnya dengan penulisan prosa dan karya sastra lainnya,
terlihat semuanya ada kaitan mata rantai antara penulisan dan kesejarahan.

Karya sastra yang ditulis lebih dikemudian, biasanya selalu mendasar kepada
karya sastra yang ada sebelumnya, baik secara langsung maupun tak langsung, baik
dengan cara meneruskan maupun menyimpang dari konvensi yang sudah lama ada.
A.Teeuw mengatakan bahwa teks sastra selalu merupakan tantangan, tantangan yang
terkandung dalam sastra sebelumnya, yang secara konkret mungkin berupa sebuah atau
sejumlah teks kesastraan.11

Teks-teks kesusastraan yang dijadikan dasar penulisan bagi teks yang kemudian
disebut dengan hipogram ‘hypogram’. istilah hipogram, barangkali, dapat diindonesiakan
menjadi latar, yaitu dasar, walau mungkin tidak tampak secara eksplisit, bagi penulis teks
yang lain. Wujud hipogram mungkin berupa penerusan konvensi, pemutar balikan esensi,
dan amanat teks(-teks) sebelumnya12.

Sebuah karya sastra baik prosa maupun puisi, sering mempunyai hubungan erat
dengan sejarah antara karya yang ada sezaman, baik yang sebelumnya atau sesudahnya.
Hubungan sejarah ini baik yang persamaan maupun pertentangan. Dengan hal demikian,
sebaiknya membicarakan karya sastra itu dalam hubungan dengan karya sezaman,
sebelumnya, atau sesudahnya.

Dalam hubungan sejarah antarteks, perlu diperhatikan prinsip-prinsip


Intertekstual. Riffaterre mengatakan bahwa sajak baru bermakna penuh dalam hubungan
dengan sajak lain. Hubungan ini dapat berupa persamaan atau pertentangan. Menurutnya,
sajak yang menjadi latar penciptaannya yang disebut hipogram. Artinya tak ada karya
sastra yang yang kahir itu mencontoh atau meniru karya sebelumnya yang diserap dan
ditransformasikan dalam karya tersebut atau karya yang baru.

Adanya karya-karya yang ditransformasikan dalam penulisan karya sesudahnya


ini menjadi perhatian utama kajian Intertekstual, misalnya lewat pengontrasan antara
sebuah karya dengan karya lain yang diduga menjadi hipogramnya. Adanya unsur
hipogram dalam suatu karya, hal ini mungkin dapat terjadi karena disengaja atau tak
disengaja oleh pengarang. Kesengajaan atau tidaknya pengarang terhadap karya sastranya
terwujud dalam sikapnya yang meneruskan, atau sebaliknya, menolak konvensi yang
berlaku sebelumnya.

10
Ibid
11
Ibid, hlm.78
12
A.Teeuw dalam Burha nugiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada Unviversity Press, 2013),
hlm.78

7
Prinsip Intertektualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan
makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan,
atau tranformasi dari karya-karya yang lain. Masalah Intertekstual lebih dari sekedar
pengaruh, ambilan atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah
karya sastra secara utuh dalam kontrasnya dengan karya lain yang menjadi hipogramnya,
baik berupa teks fiksi maupun puisi.

Adanya hubungan intertekstual dapat dikaitkan dengan teori resepsi. Pada


dasarnya pembacaah yang menentukan ada atau tidaknya kaitan antara teks yang satu
dengan teks yang lain. Unsur-unsur hipogram itu berdasarkan persepsi, pemahaman,
pengetahuan, dan pengalamannya membaca teks-teks lain sebelumnya. Penunjukan
terhadap unsur hipogram pada suatu karya dari karya-karya lain, pada hakikatnya itu
adalah merupakan penerimaan atau reaaksi pembaca.

e. Analisis puisi

Hubungan Intertekstualitas puisi “Doa” karya Sanoesi Pane dan puisi “Doa” karya
Amir Hamzah dapat dilihat sebagai berikut:

Doa
Karya Sanoesi Pane

O, Kekasihku, turunkan cintamu memeluk daku.


Sudah bertahun aku menanti, sudah bertahun aku mencari.
O, Kekasihku, turunkan rahmatmu ke dalam taman hatiku.
Bunga kupelihara dalam musim berganti, bunga kupelihara dengan cinta berahi.
O, Kekasihku, buat jiwaku bersinar-sinar!
O, Keindahan, jiwaku rindu siang dan malam, hendak memandang cantik parasmu.
Datanglah tuan dari belakang pegunungan dalam ribaan pagi tersenyum.
O, beri daku tenaga, supaya aku bisa bersama tuan melayang
sebagai garuda menuju kebiruan langit nilakandi.13

(Madalah Kelana,1931)
13
Sanoesi Pane, Madalah Kelana, (Batavia: Balai Pustaka, 1931), hlm.27

8
Doa
Karya Amir Hamzah

Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?


Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
Setelah menghalaukan panas terik.

Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung


Rasa menayang pikir, membawa angan kebawah kursimu.

Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.


Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak.

Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan


Cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu!

(Nyanyian Sunyi, 1941)

Berdasarkan puisi tersebut ada hubungan intertekstual antara teks puisi “Doa”
Amir Hamzah dan puisi “Doa” karya Sanoesi Pane. Pada dasarnya yang menentukan
adanya hubungan interteks dalam su=ebuah karya sastra dengan karya sastra lainnya
adalah pembaca sendiri. Selain itu intertekstual tidak hanya membicarakan adanya
hubungan pertentangan antar penyair, tetapi juga persamaan atau kesejajaran makna yang
ada dalam teks yang ada dalam teks. Hal ini sejalan dengan pendapat A. Teeuw bahwa
intertekstual itu membandingkan, mensejajarkan, dan mengontraskan sebuah teks
transformasi dengan hipogramnya.

Puisi “Doa” karya Sanoesi Pane memiliki hubungan persamaan dengan puisi “ Doa”
karya Amir Hamzah. Persamaan tersebut dapat dilihat dari gaya penulisannya, judulnya,
maknanya, dan kedua penyair ini sama-sama menyebut Tuhan dengan sebutan kekasih.
Pada dasarnya Sanoesi Pane merupakan penyair Angkatan Balai Pustaka tetapi sering
dikaitkan dengan angkatan Poejangga Baroe. Tetapi dalam hal puisi “Doa” karya Sanusi
Pane diklasifikasikan dalam puisi angkatan Balai Pustaka.

9
Pada puisi “Doa” karya Sanoesi Pane terdiri dari satu paragraph (delapan baris)
sedangkan diksi yang digunakan adalah diksi yang ringan, mudah, jelas, dan familiar
dalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Dalam puisi
tersebut Sanoesi Pane selalu menyebut Tuhan dengan sebutan kekasih. Hal ini nampak
dalam sajak /O, kekasihku, turunkan cinta-Mu memeluk daku // O, kekasiku, turunkan
rahmat-Mu ke dalam taman hatiku // O, kekasihku, buat jiwaku bersinar sinar!//. Dari
sajak tersebut terlihat bahwa si aku selalu menyebut nama kekasih hati dan kekasih di sini
buakanlah sebagai kekasi teman hidup, melainkan ditunjukkan untuk menyebut Tuhan.
Itu artinya sajak tersebut menggambarkan permohonan si aku kepada Tuhan bukan
kepada kekasih.

Begitu juga dengan puisi “Doa” karya Amir Hamzah terdiri dari tiga bait yang
menunjukkan kesejajaran gagasan. Sesuai dengan zamannya, Amir Hamzah
mempergunakan ekspresi romantic dengan cara metaforis-alegoris, yaitu dengan
menyebut Tuuhan dengan sebutan kekasih. Hal ini karena penyair ingin menunjukkan
hubungannya dengan Tuhan bagaikan kemesraannya dengan sang kekasih. Hal ini dapat
dilihat dala sajak /dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?//kalbuku
terbuka menunggu kasih-Mu//aduh, kekasihku, isi hatiku dengan kata-Mu//.

Pada puisi “Doa” karya Amir Hamzah mengandung makna waktu pertemuan antara si
aku dengan kekasih (Tuhan). Artinya, si aku sebagai makhluk ciptaan-Nya dan Tuhan
sebagai pencipta-Nya atau pertemuan itu dilakukan waktu shalat. Sampai-sampai waktu
ini dianggap sangat berharga sehingga waktu tersebut tidak mau dilewatkan atau
diabaikan. Selanjutnya pertemuan itu dilaksanakan setelah shalat maghrib menjelang
isya’. Hal ini digambarkan oleh penyair dalam sajak /Dengan apakah kubandingkan
pertemuan kita?//Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama mengikat naik, setelah
menghalaukan panas payah terik/. Selanjutnya dalam sajak /aduh, kekasihku, isi hatiku
dengan kata-Mu, penuhi dadaku dengan cahaya-Mu, biar bersniar matau sendu, biar
berbinar galakku rayu!/. mengandung makna permohonan si aku kepada Tuhan agar
diberikan petunjuk berdasarkan isi yang terkandung dalam Al-qur’an, supaya hati si aku
merasa bahagia dan damai.

Sedangkan dalam puisi “Doa” karya Sanoesi Pane menggambarkan si aku yang selalu
memohon kepada Tuhan agar diberikan kedamaian, ketentraman, dan ketenangan hati
yang sudah sekian lama di nanti. Permohonan itu selalu si aku lakukan siang dan malam
tanpa kenal lelah untuk selalu sujud dan taat hanya kepada-Mu. Hal ini ditunjukkan oleh
penyair pada sajak /O, kekasihku, turunkan cinta-Mu memeluk daku//sudah bertahun aku
menanti, sudah bertahun aku mencari//O, kekasihku, turunkan rahmat-Mu ke dalam
taman hatiku//O. keindahan, jiwaku rindu siang dan malam, hendak memandang cantik
paras-Mu/.
10
Kedalaman rasa ketuhanan yang terdapat pada kedua puisi tersebut tersebut nampak
dalam pemilihan kata, ungkapan, lambing, dan kiasan-kiasan yang digunakan penyair.
Unsur-unsur tersebut menunjukkan betapa erat hubungan penyair dengan Tuhan. Puisi
tersebut juga menunjukkan keinginan penyair agar Tuhan mengisi seluruh kalbunya.
Kemudian tentang besarnya cinta, kerinduan, dan kepasrahan sang penyair akan
Tuhannya itu dapat kita rasakan secara nyata dalam puisi tersebut.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa intertekstual adalah


membandingkan, mensejajarkan, dan mengontraskan sebuah teks transformasi dengan
hipogramnya. Tujuan kajian intertekstual itu sendiri adalah untuk memberikan makna
secara menyeluruh terhadap karya sastra. Kajian intertekstual berangkat dari asumsi
bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan. Untuk itu saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan agar ke
depannya penulis dapat membuat makalah dengan baik dan benar. Semoga apa yang
terurai di atas dapat bermanfaat bagi pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ensiklopedia Sastra Indonesia Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian


Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sanoesi_Pane diakses pada 16 April 2020
pukul 12.00 WIB.

Kusyadi, Ismail. 2007. Think Smart Bahasa Indonesia. Bandung: Grafindo Media Pratama

Nurgiyantoro, Burhan. 2017. Stilistika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Pane, Sanoesi. 1931. Madalah Kelana. Batavia: Balai Pustaka

Waluyo, J Herman. 2005. Apresiasi Puisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

12

Anda mungkin juga menyukai