Anda di halaman 1dari 21

PENGUMPULAN DATA KESALAHAN BERBAHASA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok Mata Kuliah Analisis
Kesalahan Berbahasa Indonesia

Dosen Pengampu: Hindun, M. Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 3

Rima Syukhria Y. K. 11180130000011


M. Arju Abdul Aziz 11180130000027
Imron Maulana 11180130000033
Lilis Najiah 11180130000042
Nur Rahmah Komalasari 11180130000044
Fadhilah Mutiara Dewi 11180130000056
Sisti Damayanti 11180130000058
Khairunnisa 11180130000066
Naurah Khairunnisa 11180130000073

Kelas 4B

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan nikmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan lancar hingga selesai tepat waktu.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW.
Penulis berterima kasih kepada Ibu Hindun M. Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan tugas ini. Penulis berharap dengan disusunnya makalah berjudul “Pengumpulan
Data Kesalahan Berbahasa” ini dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis
maupun pembaca demi kemajuan pendidikan.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila dalam pengerjaan makalah ini, terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran sebagai perbaikan agar ke depannya dapat lebih baik. Semoga makalah ini tetap dapat
bermanfaat terlepas dari kekurangan-kekurangan yang menyertai.

Jakarta, 26 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PENGUMPULAN DATA KESALAHAN BERBAHASA .......................................................... i


KATA PENGANTAR .............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3. Tujuan Pembahasan ................................................................................................ 1
BAB II................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 2
2.1. Pengertian Pengumpulan Data Kesalahan Berbahasa ............................................... 2
2.2. Teknik Pengumpulan Data....................................................................................... 2
2.3. Bentuk Kesalahan Berbahasa ................................................................................... 6
BAB III ............................................................................................................................... 17
PENUTUP ........................................................................................................................... 17
3.1. Simpulan ............................................................................................................... 17
3.2. Saran .................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah Bahasa yang harus dikuasai oleh warga negara yang berada
di Indonesia. Namun, selain Bahasa Indonesia juga terdapat Bahasa-bahasa daerah yang
digunakan oleh penutur asli setiap daerah yang ada di Indonesia. Bahasa merupakan salah
satu milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai
mahluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak
disertai oleh bahasa. Salah satu kegiatan manusia yang setiap hari dilakukan adalah
berkomunikasi. Dalam berkomunikasi, bahasa memiliki peran penting untuk
menyampaikan berita. Akan tetapi, Bahasa yang digunakan oleh warga Indonesia
terkadang sering terjadi kesalahan dalam pengucapannya maupun tulisannya. Kesalahan
dalam berbahasa ini memang tidak bisa kita perdebatkan mengingat belajar Bahasa pasti
tidak luput dari kesalahan. Kesalahan berbahasa ini terkadang berulang secara sistematis.
Pergunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar! Ungkapan itu sudah sudah
klise sebab kita sudah sering mendengar ataupun membacanya, bahkan membicarakan dan
menuliskan ungkapan tersebut. Akibatnya, kita pun dapat bertanya “Apakah penggunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar itu masih belum tercapai? Apakah kesalahan
penggunaan bahasa Indonesia saat ini masih belum baik?” Analisis kesalahan berbahasa
adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan tersebut. Melalui analisis kesalahan
berbahasa, kita dapat mengetahui dan menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang memenuhi faktor-faktor
komunikasi. Adapun bahasa Indonesia yang benar yang memenuhi kaidah-kaidah (Tata
Bahasa). Dalam kebahasaan. Bagaimana cara kita menganalisis bahasa yang baik dan
benar itu? Hal itulah yang akan di bahas dalam makalah ini. Setelah mempelajari, kita
dapat mempraktikan dalam berkomunikasi. Dan akhirnya penggunaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar akan menjadi kenyataan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud pengumpulan data kesalahan berbahasa?
2. Bagaimana teknik pengumpulan data kesalahan berbahasa?
3. Bagaimana bentuk kesalahan berbahasa?

1.3. Tujuan Pembahasan


1. Menjelaskan yang dimaksud pengumpulan data kesalahan berbahasa.
2. Menjelaskan teknik pengumpulan data kesalahan berbahasa.
3. Menjelaskan bentuk kesalahan berbahasa.

1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pengumpulan Data Kesalahan Berbahasa
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dari
penelitian yang telah dilakukan. Pengumpulan data adalah proses pengumpulan dan
pengukuran informasi mengenai variable-variabel yang diminati, dengan cara
sistematisyang memungkinkan seseorang menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan,
menguji hipotesis, dan mengevaluasi hasil.
Kesalahan berbahasa adalah pemakaian bentuk-bentuk tuturan berbagai unit
kebahasaan yang meliputi kata, kalimat, paragraph, yang menyimpang dari system kaidah
Bahasa Indonesia baku, serta pemakaian ejaan dan tanda baca yang menyimpang dari
system ejaan dan tanda baca yang telah ditetapkan sebagai dinyatakan dalam buku Ejaan
Bahasa Indonesia yang disempurnakan.1
Jadi, yang dimaksud dengan pengumpulan data kesalahan berbahasa adalah suatu
proses, cara atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang meneliti sesuatu untuk
mendapatkan informasi tertentu untuk mengumpulkan data-data kesalahan berbahasa dari
manapun baik tulisan maupun lisan.

2.2. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data memegang peranan yang sangat penting dalam mendapatkan
informasi. Pengumpulan data dapat diibaratkan sebagai orang yang akan memasak
makanan. Untuk itulah timbullah berbagai pertanyaan demikian pula dengan
pengumpulan data. Adapun tahap-tahap pengumpulan data agar dapat dihasilkan data
yang baik dan sesuai dengan tujuan antara lain:
1. Menentukan dan merumuskan tujuan penelitian secara baik.
2. Menentukan metode yang digunakan.
3. Menentukan teknik pengumpulan data.
4. Menyusun pedoman daftar pertanyaan yang dapat menjawab tujuan.
5. Menentukan sasaran.
6. Menentukan tempat di mana data dikumpulkan dan jumlah responden.
7. Menentukan siapa pelaksana pengumpulan data.2

Secara garis besar, teknik yang dapat digunakan untuk pengumpulan data adalah (1)
wawancara, (2) angket, (3) pengamatan, dan (4) pemeriksaan.
1) Wawancara
Wawancara adalah proses interaksi atau komunikasi secara langsung antara
pewawancara dengan responden. Pengumpulan data dengan teknik ini dapat digunakan
untuk memperoleh data yang bersifat fakta, misalnya umur, pekerjaan, jumlah anak,
tingkat pendidikan, dan penyakit yang pernah diderita. Wawancara dapat pula
1
Safriandi, Analisis Kesalahan Berbahasa, http://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-
kesalahan-berbahasa/ diakses pukul 22.50 tanggal 26 April 2020
2
Eko Budiarto, Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, (Jakarta: EGC, 2001), h.
10

2
digunakan untuk mengetahui sikap, pendapat, pengalaman, dan lain-lain. Pengumpulan
data dengan teknik wawancara mempunyai beberapa keuntungan sebagai berikut.
a. Fleksibel karena urutan pertanyaan tidak harus sesuai dengan daftar pertanyaan.
b. Jawaban dapat diperoleh dengan segera.
c. Dapat menilai sikap dan kebenaran jawaban yang diberikan oleh responden.
d. Dari ekspresi dan mantapnya jawaban dapat diketahui bahwa jawaban tersebut
memiliki keyakinan atau tidak.
e. Dapat membantu responden dalam mengatasi hal-hal yang lupa.
Selain keuntungan juga terdapat kerugian atau kekurangan dalam teknik
wawancara dalam pengumpulan data sebagai berikut.
a. Relatif membutuhkan tenaga, waktu, dan biaya yang besar.
b. Dapat menimbulkan kesalahan atau bias yang berasal dari pewawancara maupun
dari responden.
c. Apabila pertanyaan yang diajukan terlalu banyak maka akan melelahkan hingga
kualitas data akan menurun. Untuk mengatasi hal tersebut, wawancara dapar
dilakukan dua kali. Secara umum, lama wawancara tidak lebih dari 1,5 jam.
2) Angket
Angket ialah pertanyaan tertulis yang diajukan kepada responden. Jawaban diisi
oleh responden sesuai dengan daftar isian yang diterima. Penyampaian daftar
pertanyaan dapat dilakukan melalui pos atau diantar langsung kepada responden,
sedangkan pengembalian daftar pertanyaan dapat ditunggu oleh petugas pengumpul
data. Cara ini disebut canvasser atau pengembalian daftar pertanyaan dikirim melalui
pos alamat yang ditentukan. Pengumpulan data dengan teknik angket ini mempunyai
beberapa keuntungan yaitu:
a. Biaya relatif murah.
b. Tidak membutuhkan banyak tenaga.
c. Dapat diulang.
Kerugian yang ditimbulkan oleh pengumpulan data menggunakan teknik angket yaitu:
a. Jawaban tidak spontan.
b. Banyak terjadi non-respons, yaitu tidak mengembalikan daftar pertanyaan yang
diterima.
c. Ada pertanyaan yang tidak dijawab.
d. Pengiriman kembali daftar pertanyaan sering terlambat.
e. Jawaban tidak diisi oleh responden, tetapi oleh orang lain.
f. Teknik ini tidak dapat digunakan pada responden yang buta aksara.
3) Pengamatan
Pengamatan merupakan salah satu cara pengumpulan data yang biasa digunakan
pada studi kualitatif, tetapi dapat juga digunakan pada studi kuantitatif, terutama untuk
membuktikan kebenaran jawaban responden.
4) Pemeriksaan
Cara pengumpulan data melalui pemeriksaan dapat berupa pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan ffisik, pemeriksaan, Radiologik, USG, CT scan atau

3
scanning dengan menggunakan zat radio aktif sseperti pada kedokteran nuklir. Data
yang dihasilkan dapat berupa data numerik (kuantitatif) atau data kualitatif.3
Metodelogi penelitian adalah keseluruhan metode, ilmu atau system yang
digunakan dalam penelitian, contoh metode penelitian adalah metode pengumpulan
data artinya hanya membahas tentang teknik pengumpulan data.4 Metode penelitian
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Metode penelitian kuantitatif
Metode penelitian kuantitatif ditujukan untuk pembuktian atau konfirmasi teori
disebut sebagai metode konstruktif karena data yang berserakan dapat dikontruksi
menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Metode kuantitatif jenis datanya adalah
data kuantitatif yang bersifat numerik. Berdasarkan sifat realitas dalam metode
kuantitatif yang berlandaskan pada filsafat positivism, realitas dipandang sebagai suatu
yang kongkrit, dapat diamati dengan panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis,
bentuk, warna, dan perilaku, tidak berubah, dapat diukur dan diverifikasi. Dengan
demikian peneliti dapat menentukan hanya beberapa variable saja dari objek yang
diteliti dan kemudian dapat dibuat instrumen untuk mengukurnya.
2. Metode penelitian kualitatif
Metode penelitian kualitatif jenis datanya adalah kualitatif bersifat deskriptif.
Metode kualitatif dibedakan menjadi dua yakni bisa menggunakan metode eksperimen
dan metode survey. Metode eksperimen adalah metode yang digunakan untuk mencari
pengaruh (perlakuan) dalam kondisi yang terkontrol, penelitian survey umumnya untuk
mengambil generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Dalam penelitian
kualitatif yang berlandaskan filsafat postpositivisme atau paradigm interpretive, suatu
realitas atau objek dapat dilihat secara parsial dan dipecah ke dalam variable. Penelitian
ini memandang objek sebagai sesuatu yang dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan
interpretasi terhadap gejala yang diamati, serta utuh (holistic) karena setiap aspek dari
objek itu mempunyai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Realitas dalam
penelitian kualitatif tidak hanya yang tampak tetapi ssampai dibalik yang tampak
tersebut.
3. Metode penelitian kombinasi
Metode kombinasi yakni metode penelitian yang menggunakan pendekatan
multidisiplin kedua metode tersebut antara metode kuantitatif dan metode kualitatif,
sehingga landasan teori dan analisis permasalahan tetap memiliki korelasi saling
melengkapi.5
Peneliti pada umumnya sangat memahami bahwa sampel adalah bagian atau
mewakili dari populasi. Dalam praktek melakukan penelitian dijumpai bahwa populasi
adalah juga sampel penelitian artinya di sini bahwa seluruh populasi penelitian diambil
menjadi sampel penelitian. Pada penelitian yang menggunakan seluruh populasi adalah
sebagai sampel, dinamakan teknik sensus atau menggunakan sampel jenuh. Di sini
tidak perlu ditentukan batas toleransi error jumlah sampel.

3
Ibid., h. 13-15
4 Firdaus dan Fakhry Zamzam, Aplikasi Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 91
5
Ibid., h. 95

4
Pada teknik sensus hasil penelitian hanya merupakan deskripsi pada lokus
penelitian saja, berbeda dengan teknik sampling lain yang menetapkan batas toleransi
error 5% misalnya, sehingga sampel menggambarkan populasi, hasil penelitianpun
dapat digeneralisasikan. Pada penelitian kuantitatif yang mensyaratkan jumlah sampel
besar antara 100 sampai 200, peneliti jarang menggunakan teknik sampling yang lain.
Umumnya peneliti, tidak ingin direpotkan dengan langsung menjadikan populasi
sebagai sampel.6
Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah sekelompok subjek atau data dengan karakteristik
tertentu. Dalam populasi dijelaskan secara spesifik tentang siapa atau golongan mana
yang menjadi sasaran penelitian tersebut.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Apabila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yng
ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu. Maka
peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Sampel
adalah bagian populasi yang diteliti. Cara pemilihan sampel bermacam-macam,
misalnya cara pemilihan secara acak, sistematik, berurutan, dan lain-lain.
3. Teknik Sampling
Menentukan sampel penelitian terdapat berbagai teknik sampling yaitu
probability sampling dan non probability sampling meliputi:
a. Simple random sampling
b. Proportionate stratified random sampling
c. Disproportionate stratified random sampling
d. Are (cluster) sampling
e. Sampling jenuh
f. Snowball sampling

Peneliti menguraikan teknik sampling yang digunakan dalam penelitian,


argument digunakan dalam teknik sampling tersebut. Kemudian menggunakan cara
menentukan sampel penelitian termasuk menyajikan data jumlah populasi dan jumlah
sampel penelitian ke dalam bentuk table. Teknik sampling yang popular di kalangan
mahasiswa karena praktis, familiar dan mudah digunakan dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan metode Slovin yang menggunkan rumus sebagai berikut.
n= N
1 + Ne2
Keterangan
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
E : batas toleransi kesalahan (error tolerance)

6Ibid., h. 98

5
Untuk menggunakan rumus ini
 Langkah pertama adalah dapatkan jumlah populasi penelitian terlebih dahulu.
 Langkah kedua, tentukan tingkat signifikansi yang diinginkan dengan
menetapkan batas toleransi kesalahan yang dinyatakan dengan perentase.
 Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurt sampel menggambarkan
ppopulasi. Misalnya penelitian dengan batas kesalahan 5% berarti memiliki
tingkat akurasi 95%. Dengan jumlah populasi yang sama, semakin kecil toleransi
kesalahan, semakin besar jumlah sampel yang dibutuhkan.
 Asumsi pada jumlah populasi 300 pegawai, dengan batas toleransi 5%, maka
jumlah sampel dengan menggunakan Slovin adalah:
Sampel = 300/2 + (300x0,052)
= 300/1 + 30
= 300/31
= 96,7 = 9 7

2.3. Bentuk Kesalahan Berbahasa


Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tataran linguistik (kebahasaan).
Kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh interverensi bahasa pertama (B1) terhadap
bahasa kedua (B2). Kesalahan berbahasa yang paling umum terjadi akibat penyimpangan
kaidah bahasa. Hal itu terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1)
dengan bahasa kedua (B2). Kesalahan berbahasa dalam taksonomi kategori linguistik
dibagi menjadi 4, yaitu kesalahan tataran fonologi, kesalahan tataran morfologi, kesalahan
tataran sintaksis, dan kesalahan tataran leksikon.8 Adapun penjelasan tentang kesalahan
berbahasa dalam taksonomi kategori linguistik adalah sebagai berikut:
A. Kesalahan Tataran Fonologi
Kesalahan fonologi dalam bahasa Indonesia meliputi kesalahan ucapan pada
bahasa lisan dan kesalahan ejaan pada bahasa tulis. Adapun penjelasan mengenai
kesalahan tataran fonologi adalah sebagai berikut:
a. Kesalahan Ucapan
Kesalahan ucapan adalah sebuah kesalahan mengucapkan kata sehingga
menyimpang dari ucapan baku, bahkan dapat menimbulkan perbedaan makna.9
Contoh:
Fonem /v/ diucapkan menjadi /p/
Verbal Perbal
Fonem /u/ diucapkan menjadi /w/
Kualitas Kwalitas

7
Ibid, h. 101
8 Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa,
2011), h. 126.
9 Dian Indihadi, “Analisis Kesalahan Berbahasa”, (Bahan Belajar Mandiri Universitas Pendidikan

Indonesia), h. 9.

6
b. Kesalahan Ejaan
Kesalahan ejaan adalah kesalahan menuliskan kata dan kesalahan
menggunakan tanda baca.10
 Kesalahan menuliskan kata
Contoh:
Mempesona Memesona
Catatan:
Kata pesona adalah kata dasar, yang fonem /p/-nya tidak diluluhkan ketika
disandingkan oleh prefiks me-.
 Kesalahan penggunaan tanda baca
Contoh:
Kita sekarang memerlukan: meja, kursi, dan lemari.

Kita sekarang memerlukan meja, kursi, dan lemari.


Catatan:
Penyebab kesalahan pada kalimat di atas ialah penggunaan tanda titik dua ( : )
yang tidak diperlukan.

B. Kesalahan Tataran Morfologi


Morfologi secara etimologi berasal dari kata "morf" yang berarti bentuk dan
"logi" yang berarti ilmu. Jadi, morfologi secara harfiah berarti ilmu yang mempelajari
bentuk-bentuk dan pembentukan kata.11
Dalam hal kesalahan berbahasa, terdapat model analisis kesalahan berbahasa
dalam bidang morfologi, yaitu:
1. Salah menentukan bentuk asal
Kata kompleks mengelola diambil kesimpulan bahwa kata asalnya adalah kata
lola. Jika bentuk dasarnya adalah lola, maka bentuk dasar lola dapat dibentuk kata
dilola atau melola. Namun, hal itu sebenarnya salah. Bentuk asal yang benar adalah
kelola. Contoh lain dari bentuk asal yang salah adalah himbau. Kata himbau
sebagai bentuk dasar yang benar adalah imbau.
2. Fonem yang luluh tidak diluluhkan
Fonem /t/ dalam kata terjemah dan fonem /s/ di awal kata sukses seharusnya
luluh apabila kedua kata itu bergabung dengan morfem meN-. Dalam kenyataan
penggunaan kedua kata tersebut tidaklah diluluhkan sehingga terbentuk kata
kompleks menterjemahkan dan mensukseskan yang seharusnya adalah
menerjemahkan dan menyukseskan. Contoh lain adalah mentabrak dan
mentertawakan dengan bentuk seharusnya adalah menabrak dan menertawakan.12

10 Ibid., h. 10.
11
Harsa Bahtiar dalam Tugas Analisis kesalaham Berbahasa dalam Tataran Morfologi,
https://www.academia.edu, h. 6.
12
Ibid., h. 10.

7
3. Fonem yang tidak luluh diluluhkan
Misalnya pada fonem /f/ dalam kata fitnah dan foto, film dan fasih seharusnya
tidak luluh. Dari hal itu, didapat bentuk yang benar, yaitu memfitnah, memfoto,
memfilmkan dan memfasihkan.
4. Penyingkatan morf men-, meny-, meng-, dan menge- menjadi n, ny, ng, dan nge
Dalam penggunaan bahasa, mungkin terjadi karena pengaruh bahasa daerah,
morf men-, meny-, meng-, dan menge- disingkat menjadi n, ny, ng, nge dalam
pembentukan kata kerja. Hal tersebut tentu menimbulkan kesalahan berbahasa
dalam bidang morfologi. Contoh dari kasus tersebut adalah:
a. Morf men- disingkat menjadi n
Bentuk yang salah:
- Natap
- Nari
- Nolong
Bentuk yang benar:
- Menolong
- Menari
- Menatap13
b. Morf meny- disingkan menjadi ny
Bentuk yang salah:
- Nyambal
- Nyuruh
- Nyapu
Bentuk yang benar:
- Memyambal
- Menyuruh
- Menyapu
c. Morf meng- disingkat menjadi ng
Bentuk yang salah:
- Nagarang
- Ngambil
- Ngajar
Bentuk yang benar:
- Mengarang
- Mengambil
- Mengajar
d. Morf menge- disingkat menjadi nge
Bentuk yang salah:
- Ngelas
- Ngecat
- Ngetik
Bentuk yang benar:

13
Ibid., h. 11.

8
- Mengelas
- Mengecat
- Mengetik
5. Perubahan morfem ber-, per-, dan ter- menjadi be-, pe-, te-
a. Morfem ber- berubah menjadi be- apabila bergabung dengan kata-kata:
 yang diawali oleh fonem /r/
 yang suku pertamanya mengandung bunyi (er)
Bentuk yang salah:
- berracun
- berternak
- bercermin
Bentuk yang benar:
- Beracun
- Beternak
- Becermin
Catatan: morfem ber- menjadi bel- bila bergabung dengan kata ajar, yaitu
berajar menjadi belajar.14
b. Morfem per- berubah menjadi pe- apabila bergabung dengan kata-kata:
 yang diawali oleh fonem /r/
 yang suku pertamanya mengandung bunyi (er)
Bentuk yang salah:
- Perracun
- Perkerja
- Perternakan
Bentuk yang benar:
- Peracun
- Pekerja
- Peternakan
Catatan: morfem per- menjadi pel- bila bergabung dengan kata ajar.
Misalnya perajar dan perajaran dengan bentuk yang benar adalah pelajar
dan pelajaran.
c. Morfem ter- berubah menjadi te- apabila bergabung dengan kata-kata:
 yang diawali oleh fonem /r/
 yang suku pertamanya mengandung bunyi (er)
Bentuk yang salah:
- terraih
- terpercik
- terperdaya
Bentuk yang benar:
- teraih
- tepercik
- teperdaya

14
Ibid., h. 12.

9
6. Penulisan morfem yang salah
a. Morfem non dan pan bila bergabung dengan kata-kata yang diawali dengan
huruf kapital maka di antara morfem non dan pan diberi garis tanda pisah.15
Bentuk yang salah:
- Non Islam
- Pan Asia
Bentuk yang benar:
- Non-Islam
- Pan-Asia
b. Morfem -Mu dan -Nya sebagai kata ganti untuk Allah selalu ditulis dengan
huruf kapital bila digabungkan dengan bentuk gramatik lainnya.
Bentuk yang salah:
- Allah akan menunjukkan jalan yang benar kepada hambanya.
- Bimbinglah hambamu ya Allah.
Bentuk yang benar:
- Allah akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
- Bimbinglah hambaMu ya Allah.
c. Morfem ku- dan kau- yang dikenal dengan nama klitika dituliskan serangkai
dengan kata kerja yang mengikutinya
Bentuk yang salah:
- Ku ajak
- Ku ajar
- Kau lepaskan
Bentuk yang benar:
- Kuajak
- Kuajar
- Kaulepaskan
d. Morfem di, ke, dari yang dikenal dengan nama depan ditulis terpisah dengan
kata yang mengikutinya.16
Bentuk yang salah:
- Dirumah
- Disamping
Bentuk yang benar:
- Di rumah
- Di samping
Selain di depan keterangan tempat atau arah kata depan, di juga dituliskan
di depan kata ganti dan keterangan waktu. Penulisan tersebut tidaklah tepat.
Lebih tepat dengan kata di diganti dengan kata pada
Bentuk yang salah:
- Di saya
- Di akhir kuliah

15
Ibid., h. 13.
16
Ibid., h. 14.

10
Bentuk yang benar:
- Pada saya
- Pada akhir kuliah
Kata depan ke yang digunakan untuk menyatakan tempat, arah atau
tujuan selalu terpisah dengan kata yang mengikutinya.
Bentuk yang salah:
- Keatas
- Kesebelah
Bentuk yang benar:
- Ke atas
- Ke sebelah
Selain di depan keterangan tempat atau arah, kata depan ke yang
digunakan di depan kata ganti tidaklah tepat. Seharunya menggunakan kata
kepada
Bentuk yang salah:
- Ke saya
- Ke paman
Bentuk yang benar:
- Kepada saya
- Kepada paman
Kata depan dari digunakan untuk menyatakan tempat atau arah. Kata
depan dari selalu dituliskan secara terpisah dengan kata yang mengikutinya
Bentuk yang salah:
- Dariatas
- Daritengah
Bentuk yang benar:
- Dari atas
- Dari tengah 17
e. Morfem per dan pun yang lebih dikenal sebagai parikel per dan pun cara
penulisannya ada dua, yaitu secara terpisah dan secara terpadu.
 Apabila partikel per berarti mulai, demi atau tiap, maka partikel per
ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya.
Bentuk yang salah
perabjad
persatu April
Bentuk yang benar
per abjad
per satu April
 Apabila partikel per tidak berarti seperti pada poin pertama di atas, maka
partikel per itu bernama morfem per- yang dituliskan dengan morfem
serangkai dengan kata yang mengikutinya.

17
Ibid., h. 15.

11
Bentuk yang salah:
- Per besar
- Per dua
Bentuk yang benar:
- Perbesar
- Perdua
 Apabila partikel pun bermakna juga, maka partikel pun dituliskan secara
terpisah dengan kata yang diikutinya.
Bentuk yang salah:
- Airpun
- Apapun
- Sedikitpun
Bentuk yang benar:
- Air pun
- Apa pun
- Sedikit pun
 Apabila partikel pun tidak bermakna juga, maka partikel pun dituliskan
secara tergabung dengan kata yang mengikutinya
Bentuk yang salah:
- Ada pun
- Kendati pun
- Bagaimana pun
Bentuk yang benar:
- Adapun
- Kendatipun
- Bagaimanapun18
7. Perulangan yang salah
Ada dua sumber penyebab kesalahan kata ulang, yaitu cara penulisan dan
penentuan bentuk dasar yang diulang.
a. Kata ulang ditulis lengkap dan di antara keduanya diberi tanda garis hubung
Bentuk yang salah:
- Kuda kuda
- Rumah rumah
Bentuk yang benar:
- Kuda-kuda
- Rumah-rumah
b. Kata ulang yang ditulis lengkap dan mendapat imbuhan serta membentuk
makna saling
Bentuk yang salah:
cinta-menyintai
cubit-menyubit

18
Ibid., h. 16.

12
Bentuk yang benar:
cinta-mencintai
cubit-mencubit19
8. Kata majemuk yang ditulis serangkai
Unsur seperti anti, antar, baku, dasa, ekstra, infra, intra, maha, mikro, pramu,
proto, psiko, ultra, dan supra merupakan tanda bahwa paduan kata dengan kata
tersebut di atas adalah kata majemuk yang ditulis serangkai. Misalnya adalah
antinarkotik, antarpulau, bakuhantam, dasalomba, ekstraparlementer,
infrastruktur, interferensi, intramolekul, mahasiswa, mikroorganisme, pramugari,
prototipe, psikolinguistik, ultraviolet, suprasegmental, dan lain-lain.20
9. Kata majemuk yang ditulis terpisah
Kata majemuk yang ditulis terpisah biasanya memiliki ciri dengan adanya
unsur adu, alih, ambil, anak, ayam, balik, bebas, belah, berat, besar, biang, bibir,
buah, buruk, buta, cuci, daya, doa, garis, goyang, hak, haus, hukum, ibu, ikat,
dan induk. Misalnya adalah adu cepat, alih bahasa, ambil alih, anak buah, ayam
panggang, balik arah, bebas tugas, belah ketupat, berat lidah, besar hati, biang
keringat, bibir sumur, buah catur, buruk laku, buta hati, cuci mulut, daya pikir,
doa selamat garis lurus, goyang lidah, hak cipta, haus uang, hukum mati, ibu jari,
ikat kepala, induk kalimat, dan lain sebagainya.
10. Perulangan kata majemuk
Kata majemuk yang sudah dianggap bersatu benar bila diulang,
pengulangannya berlaku seluruhnya. Sedangkan kata majemuk yang belum
berpadu benar jika diulang, maka pengulangannya berlaku sebagian.
a. Perulangan seluruhnya
Bentuk yang salah:
- Harta-harta benda
- Besar-besar kecil
Bentuk yang benar:
- Harta benda-harta benda
- Besar kecil-besar kecil
b. Perulangan sebagian
Bentuk yang kurang ekonomis:
- Hutan bakau-hutan bakau
- Cincin kawin-cincin kawin
Bentuk yang lebih ekonomis:
- Hutan-hutan bakau
- Cincin-cincin kawin21

19
Ibid., h. 17.
20
Ibid., h. 18-21.
21
Ibid., h. 22-28.

13
11. Kata majemuk berafiksasi
a. Kata majemuk berawalan
Bentuk yang salah:
- Beraducepat
- Pencucigudang
Bentuk yang benar:
- Beradu cepat
- Pencuci gudang
b. Kata majemuk berakhiran
Bentuk yang salah:
- Anakasuhan
- Bebashambatan
Bentuk yang benar:
- Anak asuhan
- Bebas hambatan
12. Kata majemuk dengan gabungan afiks dan sufiks
Bentuk yang salah:
- Dihancur-leburkan
- Dianak-tirikan
Bentuk yang benar:
- Dihancurleburkan
- Dianaktirikan22

C. Kesalahan Tataran Sintaksis


Sintaksis berasal dari bahasa Belanda syintaxis. Dalam bahasa inggris digunakan
istilah syntax. Sintaksis yaitu cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk
wacana, kalimat, klausa dan frase.23 Frase adalah satuan tatabahasa yang tidak
melampaui batas fungsi subjek atau predikat. Klausa adalah satuan bentuk linguistik
yang terdiri atas subjek dan predikat. Sedangkan kalimat merupakan satuan bahasa
yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual dan
potensial terdiri dari klausa, misalnya saya mencuci baju.
Terkait hal tersebut kesalahan sintaksis meliputi kesalahan frase, kesalahan klausa
dan kesalahan kalimat. Pateda dalam bukunya Analisis Kesalahan menyatakan bahwa
kesalahan sintaksis erat kaitannya dengan morfologi karena kalimat erat kaitannya
dengan kata-kata. Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan dengan
kalimat yang berstruktur tidak baku, kalimat yang ambigu, kalimat yang tidak jelas,
diksi yang tidak tepat yang membentuk kalimat, kalimat mubadzir, kata serapan yang
digunakan di dalam kalimat, dan logika kalimat.24 Sumber kesalahan dalam tataran
frase:

22
Ibid., h. 29.
23
Ramlan, Sintaksis, (Yogyakarta: CV Karyono, 2005), h. 18
24
M. Pateda, Analisis Kesalahan, (Flores: Nusa Indah, 1989), h.58

14
1. Frase kata depan tidak tepat.
2. Salah penyusunan frase.
3. Penambahan kata “yang” dalam frase benda (nominal) (N + A).
4. Penambahan kata “dari” atau “tentang” dalam frase nominal (N + N).
5. Penambahan kata kepunyaan dalam frase nominal.
6. Penambahan kata “dari” atau “pada” dalam frase verbal (V + Pr).
7. Penambahan kata “untuk” atau “yang” dalam frase nominal (N + V).
8. Penambahan kata “untuk” dalam frase nominal (V + yang + A).
9. Penambahan kata “yang” dalam frase nominal (N + yang + V pasif).
10. Penghilangan preposisi dalam frase verbal (V intransitif + preposisi + N).
11. Penghilangan kata “oleh” dalam frase verbal pasif (V pasif + oleh + A).
12. Penghilanagn kata “yang” dalam frase adjektif (lebih + A + daripada + N/Dem).

Sumber kesalahan dalam tataran klausa:


1. Penambahan preposisi di antara kata kerja dan objek dalam klausa aktif.
2. Penambahan kata kerja bantu “adalah” dalam klausa pasif.
3. Pemisahan pelaku dan kata kerja dalam klausa pasif.
4. Penghilangan kata “oleh” dalam klausa pasif.
5. Penghilangan preposisi dari kata kerja berpreposisi dalam klausa pernyataan.
6. Penghilangan kata “yang” dalam klausa nominal.
7. Penghilangan kata kerja dalam klausa intransitif.
8. Penghilangan kata “untuk” dalam klausa pasif
9. Penggantian kata “daripada” dengan kata “dari” dalam klausa bebas.
10. Pemisahan kata kerja dalam klausa medial.
11. Penggunaan klausa rancu.

Sumber kesalahan dalam kalimat


1. Penggunaan kata perangkai, dari, pada, daripada, kepada, dan untuk.
2. Pembentukan kaliamt tidak baku, antara lain:
a. Kalimat tidak efektif.
b. Kalimat tidak normatif.
c. Kalimat tidak logis.
d. Kalimat rancu.
e. Kalimat ambigu.
f. Kalimat pengaruh struktur bahasa asing.25

D. Kesalahan Tataran Leksikon


Leksikon berasal dari bahasa Yunani yakni, lexikόn atau lexikόs yang berarti
kata, ucapan, atau cara bicara. Istilah leksikon lazim digunakan untuk mewadahi
konsep kumpulan leksem dari suatu bahasa, baik kumpulan secara keseluruhan,
maupun secara sebagian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, leksikon adalah
kosakata. Dengan demikian dapat dikatakan kesalahan leksikon sebagai kesalahan
dalam kosa kata, pemakaian kata yang tidak atau kurang tepat. Istilah leksikon sering

25
Dian Indihadi, Op. Cit., h. 11-12

15
digunakan dalam bidang semantik. Semantik merupakan salah satu bagian komponen
dari tata bahasa yang berhubungan dengan makna atau struktur makna.26 Gejala
hiperkorek dan gejala pleonasme merupakan contoh kesalahan leksikon.
1. Gejala Hiperkorek
Gejala hiperkorek merupakan proses pembetulan bentuk yang sudah betul lalu
malah menjadi salah. Maksudnya, sesuatu yang sudah betul dibetulkan lagi,
sehingga akhirnya malah menjadi salah.27 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), hiperkorek adalah tindakan yang bersifat menghendaki kerapian dan
kesempurnaan yang sangat berlebihan sehingga hasilnya malah menjadi
sebaliknya. Menurut Badudu gejala hiperkorek selalu menunjukkan sesuatu yang
salah, baik ucapan, maupun ejaan (tulisan). Badudu juga menggolongkan beberapa
gejala hiperkorek dalam beberapa bentuk, yakni /s/ dijadikan /sy/, /h/ dijadikan
/kh/, /p/ dijadikan /f/, /j/ dijadikan /z/, dan /au/ pengganti /o, e/.28 Contohnya Syarat
dijadikan sarat’ atau sebaliknya, padahal kedua kata itu masing-masing
mempunyai arti yang berbeda. Syarat ‘ketentuan/aturan’ sarat ‘penuh’. Kemudian
kata Syah dijadikan sah atau sebaliknya, padahal kedua kata tersebut masing-
masing mempunyai makna yang berbeda. Syah ‘raja’ sedangkan sah ’sesuai
dengan aturan’. Jadi, tidak dapat dipertukarkan penggunaannya. Contoh lainnya
adalah utang menjadi hutang atau sebaliknya, insaf dan insyaf, asas dan azas,
jadwal dan jadual.
2. Gejala Pleonasme
Gejala bahasa pleonasme adalah penggunaan unsur bahasa yang berlebihan
Gejala bahasa ini sering dijumpai dalam pemakaian bahasa sehari-hari.
Berdasarkan hasil penelitian, masih ditemukan gejala pleonasme.29 Bentuk gejala
pleonasme yang dimaksud ada tiga, yaitu searti dalam satu frasa, kata kedua tidak
perlu, dan bentuk jamak.
a. Searti dalam satu frasa
Contoh: Tidak lain tidak bukan hanyalah, mestinya kita harus, justru malah,
disebabkan karena.
b. Kata kedua tidak perlu
Contoh: Masuk ke dalam, seperti misalnya, anak muda remaja, turun ke
bawah.
c. Bentuk jamak
Contoh: Kita semua, banyak pencegahan-pencegahan, banyak para remaja,
banyaknya bencana-bencana, para ibu-ibu.

26
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014), h. 285
27
Masnur Muslich, Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2013), h. 104
28
Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Prima, 1985), h. 58
29
Tarigan, Djago, dan Lilis Siti Sulistyaningsih, Analisis Kesalahan Berbahasa. (Jakarta: Depdikbud,
1996), h. 342

16
BAB III

PENUTUP
3.1.Simpulan
Kesalahan berbahasa merupakan bagian yang integral dalam proses pemeroleh dan
pembelajaran Bahasa kedua. kesalahan itu bukan untuk dihindari atau dicaci maki
melainkan harus dipelajari. penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar adalah alat
ukur kesalahan berbahasa. Penggunaaan Bahasa Indonesia diluar alat ukur kesalahan
adalah bentuk kesalahan berbahasa itu sendiri. apabila penggunaa Bahasa-bahasa diluar
factor-faktor berkomunikasi dan kaidah Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD
Bahasa Indonesia), maka penggunaan bahasa itu dipandang salah. Terdapat berberapa
Teknik dalam mengumpulkan kesalahan berbahasa itu sendiri, diantaranya: Menentukan
dan merumuskan tujuan penelitian secara baik. Menentukan metode yang digunakan.
Menentukan teknik pengumpulan data. Menyusun pedoman daftar pertanyaan yang dapat
menjawab tujuan. Menentukan sasaran. Menentukan tempat di mana data dikumpulkan dan
jumlah responden. Menentukan siapa pelaksana pengumpulan data.

3.2.Saran
Untuk meminimalkan lesalahan berbahasa dalam berkomunikasi, hal-hal yang dapat
dilakukan guru, siswa maupun sekolah anatara lain:
1. Siswa hendak nya memperluas pengetahuan tentang kaidah-kaidah kebahasaan. Aktif
dalam bertanya kepada guru jika mengalami dan sering berlatih menulis dan mebaca.
2. Guru hendaknya memberikan pengetahuan tentang kaidah-kaidah bahasa kepada siswa
disetiap proses pembelajaran maupun di interkasi non formal jika ada kesalahan dalam
berbahasa.
Pihak sekolah hendaknya berkenan melengkapi sumber pustaka terkait buku-buku
seputar karang mengarang EYD, media masa dan sebagainya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Badudu. Pelik-pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima. 1985.


Bahtiar, Harsa. Tugas Analisis Kesalahan Berbahasa Dalam Tataran Morfologi.
https://www.academia.edu
Budiarto, Eko. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
2001.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2014
Guntur Tarigan, Henry. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Penerbit
Angkasa. 2011.
Indihadi, Dian. “Analisis Kesalahan Berbahasa”, (Bahan Belajar Mandiri Universitas
Pendidikan Indonesia)
Muslich, Masnur. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kajian ke Arah Tata Bahasa Deskriptif.
Jakarta: Bumi Aksara. 2013.
Ramlan. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono. 2005.
Safriandi. 2009. Analisis Kesalahan Berbahasa. Diakses pada
http://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/14/analisis-kesalahan-berbahasa/ pukul
22.50 WIB tanggal 26 April 2020
Tarigan, Djago, dan Lilis Siti Sulistyaningsih. Analisis Kesalahan Berbahasa. Jakarta:
Depdikbud. 1996.
Pateda, M. Analisis Kesalahan. Flores: Nusa Indah. 1989.
Zamzam, Fakhry dan Firdaus. Aplikasi Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Deepublish. 2018.

18

Anda mungkin juga menyukai