Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS CERPEN BERJUDUL BOLA LAMPU

Juli Laurensia Br Ginting


Email : julilaurensia@gamil.com
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Abstrak
Pembahasan ini akan membicarakan tentang apresiasi dalam karya sastra tentunya dalam hal
ini memfokuskan analisis kepada karya sastra berbentuk cerpen. Ha ini bertujuan untuk
menganalisis dan menguraikan apa saja makna yang tersirat dalam cerpen yang akan saya
analisis. Hal ini tentunya akan memenuhi pembelajaran pada mata kuliah Menyimak
Apresiatif dan kreatif sehingga dapat berfungsi sebagai bahan pembelajaran yang tujuannya
untuk mencerdaskan mahasiswa-mahasiswi/ peserta didik. Dengan dibuatnya pembahasan
mengenai Analisis Cerpen Berjudul Bola Lampu ini, maka penelitian atau analisis dilakukan
dengan pendekatan strukturalisme. Hal ini bertujuan untuk mempertegas penjelasan atau
penguraian dari Analisis Cerpen Berjudul Bola Lampu yang akan dibahas.
Kata Kunci : Analisis, Cerpen

A. Pendahuluan
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan berkembangnya karya sastra membuat
seseorang membutuhkan komunikasi kepada orang lain untuk mengungkapkan sesuatu tang
kita pikirkan atau sesuatu yang kita pikirkan. Banyak cara untuk mengungkapkan sesuatu
kepada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan. Dalam mengungkapkan secara lisan
diperlukan rumusan apa yang akan kita sampaikan hal tersebut meliputi apa yang kita
ungkapkan, tujuan dan bagaimana penyusunannya agar gagasan yang kita ungkapkan dapat
dipahami oleh orang lain. Ungkapan seseorang tentang apa yang dirasakan dapat dituangkan
dalam sebuah karya sastra oleh suatu pengarang berbeda karakteristiknya antara satu dengan
yang lainnya. Untuk memahami bagaimana menelaah karya sastra diperlukan pemahaman
tentang sastra dan teks.
Pengetahuan tentang kesusastraan adalah hal wajib sebagai bekal bagi calon guru
bahasa, khususnya bahasa Indonesia karena hal tersebut termasuk keterampilan dasar yang
harus dimiliki. Mengapresiasi sastra dapat menambahkan pengetahuan wawasan, kesadaran
dan kepekaan perasaan, sosial, dan religi akan teras, dan akan timbul penghargaan dan rasa
bangga terhadap sastra Indonesia.

B. Bahan Dan Metode Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk menganalisis
cerpen yang berjudul Bola Lampu dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya dan sesuai dengan fakta-fakta yang ada dan
berdasarkan cerpen yang dianalisis. Mengkaji unsur-unsur intrinsik cerpen sesuai dengan
aturan yang telah ditetapkan dalam mengamati karya tersebut. Cerpen yang saya analisis
adalah karya dari sastrawan Indonesia yaitu bernama Asrul Sani. Sebelum saya menganalisis
cerpen saya terlebih dahulu membaca isi cerpen dengan baik, setelah itu saya menganalisis
karya sastra. Selain itu yang paling utama adalah peneliti harus tahu dan mengerti apa saja
unsur intrinsik itu, bagaimana cara mengkaji unsur-unsur itu. Jadi kemampuan menelaah
sangat dibutuhkan agar hasil analisa dapat optimal dengan baik sesuai dengan harapan.

C. Hasil penelitian
Berikut adalah kutipan cerpen:

Bola Lampu

Oleh : Asrul Sani

Beberapa waktu yang lalu seorang sahabat menceritakan cerita sebagai berikut kepada saya:

Pernah sekali saya memperoleh penyakit cinta lampu dan cinta matahari. Cinta
matahari ini tidak berapa lama, hanya seminggu, yaitu sewaktu saya masih bekerja antara
pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Kalau pukul 1 memperoleh waktu beristirahat seperti untuk
makan tengah hari, terlebih dahulu saya memandang mengap-mengap ke langit seperti ikan
di daratan, baru saya pergi makan.

Penyakit cinta ini demikian mendalamnya, sehingga sesudah seminggu saya tidak tahan lagi,
lalu minta berhenti. Sekarang saya mengeluh kepanasan kalau berjalan dalam cahaya
matahari. Lagi pula ia tidak memberi akibat apa-apa kepada saya. Penyakit cinta lampu saya
lebih berat: Dan saya tidak menyangka-nyangka bahwa ia akan berkesudahan dengan
kecewa, geram, malu. Begini jalannya.

Saya tinggal pada suatu keluarga orang baik-baik yang bercita-cita masuk surga dan yang
suka menolong orang supaya mendapat balasan jasa. Karena baiknya mereka ini, maka saya
telah dianggap anggota keluarga moga-moga Tuhan merahmati mereka dengan jalan
memberi mereka rumah yang lebih besar, lebih banyak kursi dan meja, tempat tidur, dan
sebagainya. Nah, karena saya telah masuk anggota keluarga, sudah tentu saja harus ikut sakit
senang.

Sekali datang seorang anak muda hendak membayar makan. Ini adalah suatu celaka buat
saya. Karena anak muda ini ia perlente memerlukan lampu untuk melancung dan untuk tidur
(ia tidak memerlukan lampu antara pukul 6 dan pukul 12 malam). Akibatnya ialah lampu
yang ada dalam kamar saya harus diperkecil, diperkecil lagi, hingga jadinya terlalu amat
kecil. Sudah itu timbul pula semacam kemauan yang tidak tertahan-tahan: hendak membaca,
hendak menulis, hendak mengarang, pendeknya hendak segala-galanya, asal saja untuk itu
diperlukan lampu yang terang. Nah, sejak itulah saya mendapat penyakit cinta lampu. Ada-
ada saja.

Waktu itu, kalau saya melihat lampu terang, terus timbul rasa sentimentil, agak-agak rindu
dendam dalam hati saya. Kepada orang saya tanyakan, kalau-kalau mereka ada yang
mempunyai lampu yang terang di rumah. Kalau dijawab ada, saya terus iri hati. Inilah orang
yang paling berbahagia. Saya maklum apa sebabnya orang-orang yang tinggal di Jalan
Madura misalnya berbahagia besar kelihatannya. Semata-mata karena mempunyai lampu
yang terang, paling kurang 60 lilin. Filsafat hidup saya berputar sekeliling lampu. Lampu
mengenakkan makan, menyehatkan otak, dan barangkali juga memperenak tidur.

Dalam pada itu saya berkenalan dengan seorang gadis yang baik, yang cantik, dan yang
menurut sahabat saya tidak begitu "dingin". Perkenalan ini baik jalannya, sehingga saya
berjanji akan datang sekali-sekali ke rumahnya.

Rumahnya baik, lampunya besar hingga saya katakan kepadanya bahwa saya iri hati benar
melihat kebahagiaannya. Lalu ia bertanya mengapa begitu benar. Saya katakan bahwa saya
tidak mempunyai lampu sebesar punya mereka. Ayahnya berkata: "Datang-datanglah kemari
kalau begitu. Di sini lampu terang."

Sesudah itu saya datang sekali seminggu. Gadis itu makin lama makin cantik kelihatannya,
makin banyak aksi, makin "panas". Saya makin kerap kali datang, sampai tiap malam. Setiap
datang saya membawa buku untuk dibaca sampai sekarang belum juga tamat. Akhimya saya
rasa bahwa saya datang ke rumah itu bukan karena melihat lampu terang. Saya datang karena
dia ada di situ. Tetapi meskipun begitu, setiap, saya datang saya berkata: "Ah, alangkah
senangnya hati jika mempunyai lampu seterang itu."

Ia tersenyum mendengar perkataan saya. Apa maksudnya, entahlah. Penyakit saya tidak
hilang. Dahulu saya berpenyakit "cinta lampu". Sekarang nama penyakit saya cinta "bola
lampu". Suatu kali saya mendapat kiriman dari gadis sahabat saya itu. Bungkusannya besar
dan bagus dan di sampingnya ada lagi sepucuk surat bersampul biru. Waktu bungkusan itu
saya buka, saya temui di dalamnya bola lampu 60 lilin. Hilang akal saya melihat bola lampu
itu, Apa maksudnya?

Dalam suratnya tertulis, "Sahabat senang benar hati saya, dapat mengirim engkau bola lampu
ini".

Sekarang saya tahu maksudnya. Mereka di sana telah bosan melihat tampang saya yang
datang setiap malam. Sekarang dikirimkannya bola lampu, supaya saya jangan lagi "rindu
lampu". Sebetulnya kalimat itu harus berbunyi,

"Sahabat ..senang benar hati saya dapat mengirim engkau bola lampu ini, sehingga engkau.
tidak punya alasan lagi untuk menyatakan senang hati melihat lampu dan mulai saat ini tidak
usah lagi engkau datang-datang". Nah, ini dia. Celaka tiga belas telah datang.

Semenjak itu tidak pemah lagi saya datang ke rumah gadis itu. Kamar saya tetap gelap. Bola
yang 60 lilin itu juga tidak saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak
cukup.

Demikianlah, karena tak ada lampu, saya beroleh penyakit cinta lampu. Lalu saya beroleh
kiriman bola lampu. Karena kiriman ini saya kehilangan "bola lampu" yang lain, yang
menurut pikiran saya tidak akan kurang dari 200 lilin cahayanya. Dalam cahaya yang besar
ini rasanya akan dapat saya mengarang sebuah cerita yang 300 halaman tebalnya.
1. Unsur Intrinsik

a. Tema

Cerpen Bola Lampu karya Asrul Sani bertemakan tentang seseorang yang mempunyai ambisi
terhadap suatu hal yang ingin segera diwujudkannya. Ambisi atau keinginan yang menggebu
telah membuatnya menjadi orang yang terlalu berangan-angan.

b. Tokoh

Cerpen “Bola Lampu” karya Asrul Sani menggunakan bentuk penokohan “ Aku “ tokoh
utama. Teknik ini mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik
yang bersifat batiniah dalam dirinya sendiri maupun fisik. Tokoh “ aku “ dalam teknik ini
disebut sebagai tokoh utama,first-person central yang tentunya praktis akan menjadi tokoh
protagonis. Dalam cerpen ini tidak ada satu tokoh pun yang memiliki nama atau yang disebut
namanya. Siapa yang menjadi tokoh sahabatpun tidak diketahui siapa, dia tidak beruntung
dicatat sejarah. Begitu pun dengan tokoh lainnya, seperti gadis cantik, ayah dari gadis cantik
dan tokoh lain yang terlibat dalam cerpen ini.

c. Alur

Cerpen ini menggunakan alur mundur, peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup
diutarakan terlebih dahulu baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan
atau masa lalu salah satu tokoh. Namun dalam cerpen ini menggunakan model menceritakan
kembali kisah seorang tokoh atau yang biasa disebut flashback, seperti kutipan dibawah ini.

Semenjak itu tidak pemah lagi saya datang ke rumah gadis itu. Kamar saya tetap gelap. Bola
yang 60 lilin itu juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak
cukup. Demikianlah, karena tak ada lampu, saya beroleh penyakit cinta lampu. Lalu saya
beroleh kiriman bola lampu. Karena kiriman ini saya kehilangan "bola lampu" yang lain,
yang menurut pikiran saya tidak akan kurang dari 200 lilin cahayanya.

d. Latar

1) Latar Tempat

Latar tempat dalam cerpen ini tidak digambarkan secara spesifik. Namun ada beberapa
bagian yang menyiratkan dimana terjadinya peristiwa. Seperti kutipan dibawah ini:

(1). Saya maklum apa sebabnya orang-orang yang tinggal di JalanMadura misalnya
berbahagia besar kelihatannya. Semata-mata karena mempunyai lampu yang terang, paling
kurang 60 lilin

(2). Rumahnya baik, lampunya besar hingga saya katakan kepadanya bahwa saya iri hati
benar melihat kebahagiaannya. Lalu ia bertanya mengapa begitu benar. Saya katakan bahwa
saya tidak mempunyai lampu sebesar punya mereka. Ayahnya berkata: "Datang-datanglah
kemari kalau begitu. Di sini lampu terang." Sesudah itu saya datang sekali seminggu.

Berdasarkan dua kutipan dari cerpen tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa
terjadi di rumah seseorang di sekitar jalan Madura atau tidak jauh dari jalan Madura.

2) Latar Waktu dan Suasana

Latar waktu yang digunakan dalam cerpen ini adalah pada malam hari, dengan suasana gelap
tanpa pencahayaan, sperti kutipan dibawah ini.

Kamar saya tetap gelap. Bola yang 60 lilin itu juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt
untuk menghidupkannya tidak cukup.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang yang digiring Asrul sani untuk menemukan jalan cerita dari cerpen ini adalah
jenis sudut pandang persona pertama. “aku” menggunakan “aku” sebagai tokoh tambahan,
dalam sudut pandang persona pertama tokoh “aku” muncul bukan sebagai tokoh utama,
melainkan sebagai tokoh tambahan, first-person peripherl. Tokoh “aku” hadir untuk
membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan dibiarkan
mengisahkan sendiri pengalamannya. Seperti kutipan dibawah ini.

(1). Beberapa waktu yang lalu seorang sahabat menceritakan cerita sebagai berikut kepada
saya: Pernah sekali saya memperoleh penyakit cinta lampu dan cinta matahari. Cinta
matahari ini tidak berapa lama, hanya seminggu, yaitu sewaktu saya masih bekerja antara
pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore.

f. Amanat

Setiap individu akan melewati proses kehidupan masing-masing dan tidak akan pernah sama
dengan proses yang dijalani orang lain. Menjadi seseorang yang ambisius hanya membuat
kita sebagai manusia yang kurang pandai bersyukur.

2. Unsur Ekstrinsik

a. Latar Belakang Penciptaan

Karya sastra pada hakikatanya merupakan buah hasil dari respon pengarang terhadap
lingkungan sekitranya. Pada penciptaan cerpen Bola Lampu menggambarkan kehidupan
manusia yang hanya menyebabkan penderitaannya sendiri. Karya-karya Asrul Sani
melukiskan betapa pekanya ia terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

b. Kondisi Masyarakat pada Saat Karya Sastra Diciptakan

Tahun 1942-1945 adalah masa pergolakan politik yang sangat pesat sehingga melahirkan
angkatan baru yakni angkatan 45. Angkatan 45 merupakan seuatu angkatan yang berada pada
masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Pada angkatan 45 ini terjadi suatu perjuangan
rakyat Indonesia yang berimplikasi pada kemerdekaan Indonesia.

c. Pandangan hidup pengarang/latar belakang

Asrul sani berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seotang raja yang bergelar
“Sultan Merah Sani Syair Almasyah Yang Dipertuan Sakti RaoMapat” meski membenci
Belanda, ayahnya sangat menggemari musik klasik. Oleh karena itu sebelum bersekolah ia
sudah mendengar karya-karya terkenal dari Schubert. Ibunya adalah seorang wanita
sederhana tetapi sangat memperhatikan pendidikannya. Semenjak kecil ia dimanjakan oleh
ibunya dengan buku-buku cerita ternama, tidak salah jika melahirkan karya-karya sastra yang
besar meskipun ia adalah seorang dokter hewan.

Struktur Keperibadian (Id, Ego, dan Superego) tokoh “Aku” Cerpen Bola Lampu
Karya Asrul Sani

1.      Id

Ada-ada saja. Waktu itu, kalau saya melihat lampu terang, terus timbul rasa sentimentil,
agak-agak rindu dendam dalam hati saya. Kepada orang saya tanyakan, kalau-kalau mereka
ada yang mempunyai lampu yang terang di rumah. Kalau dijawab ada, saya terus iri hati.

Kutipan di atas menunjukkan betapa kuatnya peran id dalam mempengaruhi tokoh “aku”. Id
berusaha mendapatkan kesenangan yaitu berupa kepuasan hasrat biologis. Tokoh “aku” kesal
karena ia ingin memiliki lampu di rumahbya. Id dalam diri tokoh aku membawa dirinya ke
dalam angan-angan mendapatkan lampu terang seperti yang diidamkannya .Selain itu tokoh
“aku” merasa iri ketika seseoarang yang ia tanyakan mempunyai lampu . Hal ini
menunjukkan bahwa yang berperan kuat dalam dirinya saat itu adalah aspek idnya. Peristiwa
ini menunjukkan bahwa tokoh aku memiliki karakter yang mudah kesal ketika keinginannya
tidak dapat tercapai.

2.      Ego

Filsafat hidup saya berputar sekeliling lampu. Lampu mengenakkan makan, menyehatkan
otak, dan barangkali juga memperenak tidur.  Dalam pada itu saya berkenalan dengan
seorang gadis yang baik, yang cantik, dan yang menurut sahabat saya tidak begitu "dingin".
Perkenalan ini baik jalannya, sehingga saya berjanji akan datang sekali-sekali ke
rumahnya. Rumahnya baik, lampunya besar hingga saya katakan kepadanya bahwa saya iri
hati benar melihat kebahagiaannya. Lalu ia bertanya mengapa begitu benar. Saya katakan
bahwa saya tidak mempunyai lampu sebesar punya mereka. Ayahnya berkata: "Datang-
datanglah kemari kalau begitu. Di sini lampu terang." Sesudah itu saya datang sekali
seminggu. Gadis itu makin lama makin cantik kelihatannya, makin banyak aksi, makin
"panas".Saya makin kerap kali datang, sampai tiap malam.

Secara Ego tokoh “aku” berkarakter ambisius. Berdasarkan kutipan diatas  id nya berusaha
mendapatkan kesenangan, namun tidak didapatkannya. Oleh sebab itu, ia berusaha
menghilangkan dan menghindari ketegangan dalam dirinya dengan mendatangi rumah
seseorang yang mempunyai lampu terang seperti yang diidamkannya untuk mengobati rasa
ingin memilikinya terhadap lampu tersebut, di rumah yang dikunjunginya itu,  ia bisa
memuaskan hasrat untuk menikmati terangnya lampu. Usahanya ini dipengaruhi oleh aspek
egonya. Aspek ego mengarahkan jalan yang ditempuh, memilih cara-cara menghindari
ketegangan dalam diri tokoh “aku”. Namun, hal ini tidak lantas menghilangkan
ketidaknyamanan dalam dirinya. Tokoh “aku” tetap berhasrat untuk memiliki lampu yang
dipasang di rumahnya, dengan melihat atau menikmati lampu di rumah orang lain baginya
sekedar pemuas hasrat sementara.

3.      Superego

Suatu kali saya mendapat kiriman dari gadis sahabat saya itu. Bungkusannya besar dan
bagus dan di sampingnya ada lagi sepucuk surat bersampul biru. Waktu bungkusan itu saya
buka, saya temui di dalamnya bola lampu 60 lilin. Hilang akal saya melihat bola lampu itu,
Apa maksudnya? Dalam suratnya tertulis, "Sahabat senang benar hati saya, dapat mengirim
engkau bola lampu ini".  Sekarang saya tahu maksudnya. Mereka di sana telah bosan
melihat tampang saya yang datang setiap malam. Sekarang dikirimkannya bola lampu,
supaya saya jangan lagi "rindu lampu". Sebetulnya kalimat itu harus berbunyi, "Sahabat..
senang benar hati saya dapat mengirim engkau bola lampu ini, sehingga engkau. tidak
punya alasan lagi untuk menyatakan senang hati melihat lampu dan mulai saat ini tidak usah
lagi engkau datang-datang". Nah, ini dia. Celaka tiga belas telah datang. Semenjak itu tidak
pemah lagi saya datang ke rumah gadis itu. Kamar saya tetap gelap. Bola yang 60 lilin itu
juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak cukup.

Berdasarkan kutipan cerpen diatas aspek super egonya mulai berperan menyadarkan tokoh
“aku”. Super ego menentang id, dalam diri tokoh aku terjadi pergumulan antara id dan super
egonya. Id hanya mementingkan kesenangan, sementara super ego selalu mempertimbangkan
aspek moral. Ketika pemuas hasratnya hilang, ia bukan mencari pemuas hasrat lain
melainkan tersadar bahwa hasratnya hanya membawanya kearah ambisi yang sia-sia. Tokoh
“aku” sadar bahwa apa yang dilakukannya membuat orang disekitarnya dirugikan. Ia sering
berkunjung ke rumah orang lain untuk menikmati lampu terang, karena ia sering mengatakan
mersa iri terhadap lampu orang tersebut, iapun diberikan lampu seprerti keinginannya.
Pertentangan id dan super ego mulai muncul karena ketika hasratnya memiliki lampu terang
tercapai ia tidak merasa bahagia. Hal ini dikarenakan kesadarannya mengolah pertanda
bahwa lampu yang didapatkannya dari orang lain tersebut adalah sebuah  pesan agar ia tidak
datang ke rumah orang tersebut. Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa orang yang
sering didatanginya untuk merasakan cahaya lampu merasa dirugikan. Peristiwa ini
menunjukkan bahwa tokoh “aku” memiliki karakter ambisius. Namun tetap mempunyai
kontrol terhadap hasratnya.

D. Kesimpulan dan Saran

a. Kesimpulan

dalam pembahasan analisis karya sastra yang saya lakukan maka dapat saya simpulkan
bahwa dalam menganalisis karya sastra diperlukan kemampuan menelaah yang baik, baik itu
dari guru maupun peserta didik sehingga sebuah karya itu dapat memberikan pemahaman
dari makna yang tersirat didalamnya. Setelah itu, dalam menganalisis karya sastra ini dengan
pendekatan strukturalisme dan pandangan sastra saya maka :

1. Unsur Intrinsik

a. Tema

Cerpen Bola Lampu karya Asrul Sani bertemakan tentang seseorang yang mempunyai ambisi
terhadap suatu hal yang ingin segera diwujudkannya. Ambisi atau keinginan yang menggebu
telah membuatnya menjadi orang yang terlalu berangan-angan.

b. Tokoh

Cerpen “Bola Lampu” karya Asrul Sani menggunakan bentuk penokohan “ Aku “ tokoh
utama. Teknik ini mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik
yang bersifat batiniah dalam dirinya sendiri maupun fisik. Tokoh “ aku “ dalam teknik ini
disebut sebagai tokoh utama,first-person central yang tentunya praktis akan menjadi tokoh
protagonis

c. Alur

Cerpen ini menggunakan alur mundur, peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup
diutarakan terlebih dahulu baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan
atau masa lalu salah satu tokoh.

d. Latar

1) Latar Tempat

Latar tempat dalam cerpen ini tidak digambarkan secara spesifik. Namun ada beberapa
bagian yang menyiratkan dimana terjadinya peristiwa.

2) Latar Waktu dan Suasana

Latar waktu yang digunakan dalam cerpen ini adalah pada malam hari, dengan suasana gelap
tanpa pencahayaan.

e. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digiring Asrul sani untuk menemukan jalan cerita dari cerpen ini adalah
jenis sudut pandang persona pertama. “aku” menggunakan “aku” sebagai tokoh tambahan,
dalam sudut pandang persona pertama tokoh “aku” muncul bukan sebagai tokoh utama,
melainkan sebagai tokoh tambahan, first-person peripherl.

f. Amanat

Setiap individu akan melewati proses kehidupan masing-masing dan tidak akan pernah sama
dengan proses yang dijalani orang lain.

2. Unsur Ekstrinsik

a. Latar Belakang Penciptaan

Pada penciptaan cerpen Bola Lampu menggambarkan kehidupan manusia yang hanya
menyebabkan penderitaannya sendiri. Karya-karya Asrul Sani melukiskan betapa pekanya ia
terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

b. Kondisi Masyarakat pada Saat Karya Sastra Diciptakan

Tahun 1942-1945 adalah masa pergolakan politik yang sangat pesat sehingga melahirkan
angkatan baru yakni angkatan 45.

c. Pandangan hidup pengarang/latar belakang

Asrul sani berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seotang raja yang bergelar
“Sultan Merah Sani Syair Almasyah Yang Dipertuan Sakti RaoMapat” meski membenci
Belanda, ayahnya sangat menggemari musik klasik.

b. Saran

Dengan dibuatnya pembahasan mengenai Analisis Cerpen Berjudul Bola Lampu ini tentunya
diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran untuk memahami analisis karya sastra lebih
luas terlebih kepada mahasiswa/i untuk memenuhi mata kuliah yang mendukung.
Daftar Pustaka

Kajian Psikologi Sigmund Freud pada Tokoh Aku dalam Cerpen Bola Lampu Karya Asrul
Sani :
http://prasastibahasa-sastraindonesia.blogspot.com/2014/11/kajian-psikologi-sigmund-freud-
pada.html

Anda mungkin juga menyukai