Anda di halaman 1dari 6

Angkatan dan Periodisasi Sastra Indonesia

ANGKATAN SASTRA INDONESIA


Yang dimaksud dengan angkatan adalah suatu usaha pengelompokan sastra dalam
suatu masa tertentu. Pengelompokan berdasarkan ciri khas karya sastra yang
dilahirkan pada masa itu juga berdasarkan keadaan masyarakat pada saat itu.

Sastra Indonesia dibagi menjadi 4 golongan besar, yaitu:

Angkatan 20-an | Angkatan Balai Pustaka (1920 1932)


Disebut angkatan 20-an sebab angkatan ini lahir pada tahun 20-an. Roman yang
pertama kali terbit pada tahun 1920 berjudul Azab dan Sengsara karya Merary
Siregar.

Disebut angkatan Balai Pustaka karena penerbit yang paling banyak menerbitkan
buku-buku sastra pada masa itu adalah Penerbit Balai Pustaka. Selain itu, Balai
Pustaka juga banyak menerbitkan buku-buku sastra daerah yang tersebar di
Indonesia.

Selain disebut Angkatan BP, angkatan 20-an juga disebut Angkatan Sitti Nurbaya
karena roman yang paling digemari dan laris oleh masyarakat ini adalah roman Sitti
Nurbaya, karya Marah Rusli.

Balai Pustaka didirikan pada tahun 1917. Pemimpinnya adalah Dr. A. Rinkes dibantu
oleh Dr. Hidding dan Dr. Drewes. Alasan utama pemerintah kolonial Belanda
mendirikan BP adalah menjaga kelangsungan pemerintahan mereka sebab pada
masa itu mulai banyak tersebar bacaan Eropa yang berisi tentang perjuangan
bangsa Eropa dalam melawan pejajah. Itulah sebabnya buku-buku yang dianggap
merugikan bagi pemerintah kolonial Belanda dibuang dan digantikan dengan buku-
buku yang memihak Belanda.

Lahirnya BP menguntungkan bangsa Indonesia, diantaranya:

Minat baca bangsa Indonesia semakin meningkat.


Buku bacaan berbahasa Indonesia bertambah banyak.
Pengetahuan rakyat semakin meningkat.
Banyak cerita rakyat atau cerita lama yang diterbitkan sehingga cerita
tersebut dapat dinikmati secara luas.
Para sastrawan Indonesia mendapat tempat untuk menerbitkan karya-
karyanya.
Rakyat Indonesia banyak mengetahui karya bangsa asing karena
banyak yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan
diterbitkan oleh BP.
Nama-nama sastrawan besar semakin banyak dikenali dalam
masyarakat luas.
Bahasa Indonesia semakin tersebar luas karena buku-buku yang
diterbitkan oleh BP banyak yang berbahasa Indonesia.

Beberapa pengarang yang terkenal pada masa BP:


Marah Rusli
Abdul Muis
Merary Siregar
Amir Hamzah
M. Kasim
Moh. Yamin
Nur Sutan Iskandar
Rustam Efendi
Nursinah
Abas Datak Pamoengtjak
Adinegoro / Djamaloedin
Abdul Ager
Tulis Sutan Sati
H. M. Zaenuddin
Sutan Takdir Alisyahbanana
Sanusi Pane

Beberapa karya sastra angkatan BP:

Azab dan Sengsara


Sitti Nurbaya
Muda Teruna
Cerita Si Jamin dan Si Johan
Tanah Air
Indonesia Tumpah Darahku
Bebasari
Percikan Perenunggan
Darah Muda
Asmara Djaja
Karang dalam Gelombang Percintaan
Pertemuan
Salah Pilih
Cinta yang Membawa Maut
Jeumpa Aceh
Tak Disangka
Tak Putus Dirundung Malang
Salah Asuhan
Pancaran Cinta
Puspa Mega
Madah Kelana
Airlangga
Kertajaya
Sandyakala Ning Majapahit

Angkatan 30-an | Angkatan Pujangga Baru (PB) (1933 1942)


Nama Angkatan Pujangga Baru diambil dari pujangga sastra yang terbit pada tahun
1933, yang berjudul Poedjangga Baroe. Pada saat itu, peran majalah Poedjangga
Baroe sangat besar dalam memperkenalkan para pengarang maupun karya sastra
pada masyarakat Indonesia. Karya sastra yang banyak dipublikasikan adalah
berbentuk sajak atau puisi, cerpen, novel, roman, ataupun drama pendek yang
diterbitkan secara bertahap. Majalah Poedjangga Baroe dipimpin oleh Empat
Serangkai: Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armin Pane.

Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra angkatan
sebelumnya, sebab para pengarang pada masa ini memunyai pandangan tertentu
tentang kesenian, kebudayaan, serta tentang sastrawan. Karya sastra mereka mulai
memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi.
Itulah sebabnya para angkatan sastrawan ini bersemboyan Seni untuk masyarakat
atau Seni haruslah berorientasi untuk kepentingan masyarakat.

Beberapa pengarang yang produktif pada masa itu antara lain:

Sutan Takdir Alisyahbana


Sanusi Pane
Armin Pane
Amir Hamzah
Asmara Hadi
Imam Supardi
Tatengkeng
A. O. H. Kertahadimadja
Or. Mandam
Sutan Syahrir
Selasik
I Gusti Nyoman Panjitisna
Hamka
Adinegoro

Beberapa karya sastra angkatan PB:

Layar Terkembang
Anak Perawan di Sarang Penyamun
Tebaran Mega
Puisi Lama
Belenggu
Jiwa Berjiwa
Nyanyi Sunyi
Buah Rindu
Setangi Timur
Sastra Melayu Lama dengan Tokoh-Tokohnya
Rindu Dendam
Puspa Aneka
Tuba Dibalas dengan Susu
Hulu Balang Raja
Katak Hendaknya di Lembung
Kalau Tak Untung
Pencuri Anak Perawan
Sukreni Gadis Bali
Si Cebol Merindukan Bulan
Ken Arok dan Ken Dedes
Di Bawah Lindungan Kabah
Tenggelamnya Kapalnya Van der Wijk
Andang Taruna
Cincin Stempel
Tebusan Darah

Angkatan 45
Angkatan 45 disebut juga angkatan Chairil Anwar karena perjuangannya sangat
besar pada angkatan 45. Dia pula yang dianggap sebagai pelopor angkatan 45.
Angkatan 45 disebut juga angkatan kemerdekaan sebab dilahirkan pada saat
diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Ada beberapa sebutan untuk angkatan
45:

Angkatan Pembebasan
Angkatan Sesudah Perang
Angkatan Sesudah Pujangga Baru
Angkatan Gelanggang
Angkatan Perang

Karya yang lahir pada angkatan ini sangat berbeda dari angkatan sebelumnya. Ciri-
ciri angkatan 45:

Bebas
Tidak terpungkung dengan aturan sastra tertentu dan tidak terikat dengan adat
istiadat.

Individualistis
Karya-karya yang lahir merupakan isi perasaan pikiran serta sikap pribadi penulis
atau pengarangnya.

Universal
Karya sastra yang berasal dari Indonesia yang membawa kebudayaannya di tengah
kebudayaan dunia.

Realistik
Mengungkapkan sesuatu yang telah biasa dilihat atau ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari

Futuristik
Banyak karya yang berorientasi ke masa depan.

Sikap hidup dan sikap dalam mengarang para pengarang dan sastrawan angkatan
45 sangat tegas. Mereka mengumumkan sikap hidup tersebut melalui Majalah
Siasat dalam rubrik Gelanggang. Sikap tersebut diberi nama Surat Kepercayaan
Gelanggang.
Selain Chairil Anwar, masih banyak pengarang lainnya, diantaranya:

Idrus
Rivai Avin
H. B. Jassin
Mochtar Lubis
Usmar Ismail
Rosihan Anwar
Achidat K. Mihardja

Beberapa karya sastra angkatan 45:

Deru Campur Debu


Surat Kertas Hijau
Bunga Rumah Makan
Sedih dan Gembira
Surat Singkat Tentang Essai
Kesusastraan Undonesian Modern dalam Kritik dan Essai
Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Atheis
Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45

Angkatan 66
Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H. B. Jassin oleh bukunya yang berjudul
Angkatan 66. Nama itu disberikan H. B. Jassin untuk menamakan suatu kelompok
sastra setelah angkatan 45. Karya sastra yang lahir pada angkatan 66 banyak
berbau protes terhadap keadaan yang kacau pada masa itu.

Menurut H. B. Jassin, pelopor angkatan 66 antara lain:

Taufik Ismail
W. S. Rendra
Gunawan Muhammad
Supandi Joko Darmono
Satya Graha Hurip
Bokor Huta Suhud
Bambang Sularto
Bastari Asmin
Djamil Suherman
Arif Budiman
Hartojo Andang Jaya
Isma Sawitri
Jussach Ananda
Suwardi Idris
Mansyur Samin

Beberapa karya sastra angkatan 66:


Tirani
Pahlawan Tak Dikenal
Balada Orang-Orang Tercinta
Malam Jahana
Kapai-Kapai
Perjalanan Pengantin
Pagar Kawat Berduri
Pelabuhan Hati

PERIODISASI SASTRA INDONESIA


Dalam sastra Indonesia, di samping kita mengenak angkatan sastrawan, kita juga
mengenal periodisasi sastra, yaitu pengelompokan babak sejarah sastra Indonesia.
Periodisasi ini berdasarkan beberapa hal:

Bahasa yang digunakan.


Tema-tema yang termuat dalam karya sastra yang lahir pada suatu masa
atau zaman tertentu.
Bentuk sastra yang muncul pada saat tertentu dalam kurun waktu tertentu.
Pengarangnya, baik bentuk, karakter, ataupun pengarangnya sendiri.
Keadaan masyarakat pada suatu masa tertentu.

Anda mungkin juga menyukai