Anda di halaman 1dari 11

DEPENDENSI PENELITI DENGAN PENDEKATAN EKSPRESIF

Dwi Anti Yuningrum


Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 18310137@student.uin-malang.ac.id

Adilla Septi Rizqiana Aji


Bahasa dan Sastra Arab – Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: 18310138@student.uin-malang.ac.id

ABSTRACT
The author as the creator cannot be ignored which is an external factor in the research
of literary works. This study discusses the dependencies of researchers with an
expressive approach. This study aims to determine the life proposal of a literary
author. By applying this method, researchers feel no difficulty because there are
certain things that make it easy, and this method also makes it easier for readers to
know the dependencies and intentions between researchers and the results obtained.
This approach addresses a basic study of the author's psychology as a creator. So,
researchers must have a deep focus when using this expressive approach. Because this
approach has a very close bond with the background of the author of literary works.
Thus, the dependence of researchers on the expressive approach influences the
understanding of literary works through a deepening of the life, personality, and
background of the author with this expressive approach.

Keyword: Background, dependency, expressive, study

ABSTRAK
Pengarang sebagai pencipta tidak bisa di abaikan yang menjadi sebuah faktor
eksternal dalam penelitian karya sastra. Penelitian ini membahas tentang
dependensi peneliti dengan pendekatan ekspresif. Penelitian ini bertujuan
mengetahui usul kehidupan seorang pengarang karya sastra. Dengan menerapkan
metode ini, peneliti merasa tidak kesulitan karena ada hal-hal tertentu yang
memudahkan, dan metode ini juga memudahkan pembaca mengetahui
ketergantungan dan maksud antara peneliti dengan hasil yang diperoleh.
Pendekatan ini membahas sebuah kajian dasar psilogis pengarang sebagai pencipta.
Sehingga, peneliti harus mempunyai kefokusan yang mendalam ketika
menggunakan pendekatan ekspresif ini. Karena pendekatan ini mempunyai ikatan
yang sangat erat dengan latar belakang pengarang karya sastra. Dengan demikian,
ketergantungan peneliti terhadap pendekatan ekspresif berpengaruh dengan
menghasilkan pemahaman karya sastra melalui pendalaman tentang kehidupan,
kepribadian, dan latar belakang pengarang dengan pendekatan ekspresif ini.

Kata kunci: Dependensi, ekspresif, kajian, latar belakang

PENDAHULUAN
Dependensi peneliti adalah sebuah ketergantungan peneliti terhadap sesuatu
untuk memudahkannya dalam meneliti karya sastra. Karena dependensi peneliti
memiliki pengaruh besar dalam merealisasikan hasil penelitian karya sastra. Oleh
karena itu, pembahasan artikel ini mengaitkan antara dependensi peneliti dengan
pendekatan ekspresif. Seperti dalam jurnal yang berjudul pengaruh kehidupan

1
pengarang pada Novel Chidori Karya Suzuki Miekicie (pendekatan ekspresif) yang
membahas tentang pengaruh kehidupan seorang sastrawan Jepang yang fokus pada
cerita anak (Dzikri, 2017, hal. 134-151).
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan yang lebih mengarahkan karya sastra
sebagai ekspresi dunia batin pengarang. Pembahasan pendekatan ekspresif berupa usul
kehidupan seorang pengarang karya sastra. Karya sastra dikategorikan sebagai curahan
gagasan, angan-angan, cita-cita, fikiran, kehendak dan pengalaman batin pengarang.
Tentu saja pengalaman itu memerlukan waktu yang panjang dan bukan merupakan
pengalaman yang pendek. Pengalaman itu lebih bersifat individual untuk dipadukan
dalam sebuah karya sastra (Muzakki, 2018, h. 197).
Pendekatan ekspresif merupakan model penelitian yang masih jarang diterapkan
oleh peneliti. Teori ini dianggap kurang menarik untuk diterapkan, disisi lain peneliti
sering merasa kesulitan. Ketergantungan peneliti terhadap pendekatan ekspresif ini
sangat dibutuhkan, karena pendekatan ekspresif ini berupa kajian semi-psilogis yang
mana ada kaitan erat dengan pengarangnya yang lebih mendasar kedalam aspek latar
belakang, kepribadian, dan seputar kehidupan yang melingkupi pengarang. Pendekatan
sejenis ini adalah pembelajaran sistematis tentang psikologi pengarang. Sehingga
pengarang sebagai pencipta menjadi fokus penelitian mendalam. Apabila peneliti
melakukan penelitian ketika pengarang masih hidup akan lebih memudahkan peneliti.
Tetapi jika pengarang sudah meninggal dunia mungkin akan merasa lebih kesulitan,
karena peneliti harus mengetahui biografi pengarang (Endaswara, 2006, h. 30).
Dalam penelitian yang berjudul Pengaruh Kehidupan Pengarang Pada Novel
Chidori Karya Suzuki Miekicie (pendekatan ekspresif). Peneliti menyatakan bahwa
sastra menjadi salah satu media yang dapat menampung kisah-kisah manusia untuk
dibagikan kepada manusia lainnya. Sehingga, meskipun sebuah karya sastra bukan
fotokopi kehidupan pengarang, akan tetapi pengaruh pengarang sangat berperan dalam
karya ini. Atas dasar itulah judul artikle itu diambil. Peneliti fokus penelitian tentang
bagaimanakah pengaruh kehidupan Suzuki Miekicie pada novel Chidori. Dengan lebih
banyak memanfaatkan data sekunder dari pengarang, yaitu data yang telah di angkat
melalui aktifitas pengarang sebagai subjek pencipta (Dzikri, 2017, h.137-138).
Selanjutnya sebuah jurnal yang berjudul pendekatan ekspresif terhadap puisi Elegi
karya al-Ma’arri mengungkapkan bahwa teori sastra pendekatan ekspresif
memposisikan pengarang sebagai posisi sentral yang termasuk dalam teori sastra klasik.

2
Teori ini sering disebut teori pendekatan biografis pengarang. Dikarenakan dalam
penelaahan sastra tugas utamanya yaitu mengklarifikasi dokumen-dokumen atau
pernyataan-pernyataan otobiografi seorang pengarang. Kesungguhan hati, keaslian,
kesesuaian dalam menjabarkan visi pengarang menjadi tolok ukur penilaian terhadap
karya sastra (Tasnimah, 2019, h.5-6).
Dan terakhir penelitian yang berjudul Analisis Cerpen Maryam Karya Afrion
Dengan Pendekatan Ekspresif. Peneliti memilih untuk meneliti cerpen tersebut lebih
mendalam, khususnya dalam hal ekspresi perasaan dan proses kreatif seorang
pengarang. Karena mengetahui bahwa sebelumnya belum pernah ada yang meneliti
lebih mendalam tentang cerpen tersebut. Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa
keunikan bukan terletak pada diksi saja, tetapi pada konflik dialog antar tokoh dan pada
proses penciptaan, imitasi, serta ekspresi perasaan pengarang. Dan mengkaji proses
kreatif pengarang dalam penciptaan berdasarkan subjectivitas sampai daya kontemplasi
pengarang dalam proses kreatifnya. Pendekatan ini mencari tentang fakta-fakta watak
khusus dan pengalaman-pengalaman penulis secara sadar ataupun tidak, telah
membukaakan dirinya dalam karyanya, sehingga menghasilkan karya yang baik dan
sarat makna (Rosida, 2019, h.133).
Dari beberapa pernyataan penulis pada jurnal diatas, dapat disimpulkan bahwa
ketiga jurnal diatas memfokuskan penelitian karya sastra dengan pendekatan ekspresif.
Hanya ada beberapa perbedaan yang lebih fokus mendalam. Seperti jurnal yang pertama
lebih memfokuskan pada pengaruh kehidupan pengarang, jurnal yang kedua lebih
memfokuskan pada dokumen-dokumen atau pernyataan-pernyataan otobiografi
seorang pengarang, sedangkan jurnal yang ketiga lebih memfokuskan pada ekspresi
perasaaan dan proses kreatif seorang pengarang. Namun, pada intinya ketiga jurnal
diatas sama-sama memfokuskan penelitian karya sastra dengan teori sastra pendekatan
ekspresif. Sebagaimana pembahasan dalam artikel ini, pentingnya ketergantungan
peneliti dengan pendekatan ekspresif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dependensi peneliti dengan
pendekatan ekspresif dan mengetahui usul kehidupan seorang pengarang karya sastra.
Dengan menerapkan metode ini, peneliti merasa tidak kesulitan karena ada hal-hal
tertentu yang memudahkan, dan metode ini juga memudahkan pembaca mengetahui
ketergantungan dan maksud antara peneliti dengan hasil yang diperoleh.

3
PENGERTIAN PENDEKATAN EKSPRESIF
Menurut Abrams pendekatan ekspresif adalah pendekatan kajian sastra
menitikberatkan pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis (Wahyudi, 2013,
h.167).
Dalam pendekatan ini lebih detail hubungannya dengan analisis biografis
seseorang. Sedangkan menurut Semi, pendekatan ekspresif itu suatu pendekatan yang
fokus pada cara penulis mengekspresikan ide-idenya dan inspirasinya ke dalam
karyanya. Tindak ekspresif dalam menulis karya sastra dapat dituangkan dalam
curahan, atau ucapan perasaan, atau bisa dikatakan sebagai hasil imajinasi penulis yang
berkarya dengan pikirannya, perasaannya, kesejatiannya, dan pengalaman dalam
hidupnya untuk menghasilkan sebuah karya sastra (Wahyudi, 2013, h.168). Biasanya
penulis menciptakan sebuah karya sastranya berdasarkan subjektifitasnya saja. Padahal,
ekspresif yang dimaksud mengenai meditasi dari penulis dalam proses kreatifitasnya,
sehingga dapat menghasilkan sebuah karya sastra yang baik dari pemikirannya
(Siswantoro, 2010, h.52).
Pendekatan ini difokuskan pada eksistensi pengarang sebagai pencipta karya seni.
Sejauhmanakah keberhasilan pengarang dalam mengekspresikan ide-idenya. Karena itu,
tinjauan ekspresif lebih bersifat spesifik. Dasar telaahnya adalah keberhasilan
pengarang mengemukakan ide-idenya yang tinggi, ekspresi emosinya yang meluap, dan
bagaimana dia mengkomposisi semuanya menjadi satu kaya yang bernilai tinggi.
Komposisi dan ketetapan peramuan unsur-unsur ekspresif di sini akhirnya menjadi satu
unsur sentral dalam penilaian (Fanania, 2000, h.112-113).
Pendekatan ekspresif dalam mengkaji sastra dan memandangnya memfokuskan
perhatian pada sastrawan sebagai pencipta karya. Pendekatan ini memandang sebagai
curahan, luapan, pikiran perasaan, dan produk imajinasi sastrawan. Karena pendekatan
ini mengkaji dan meneliti karya sastra yang hubungannya dengan sastrawan, maka
dibutuhkan data yang berhubungan dengan sastrawan untuk menerapkan pendekatan
ini. Seperti latar belakang sosial budaya, kepercayaan agamanya, pandangan hidup, dan
pandangan hidup kelompok sosialnya. Pendekatan ekspresif timbul sebagai reaksi
terhadap pendekatan mimetic dan pragmatic yang muncul pada abad ke-18 dan 19,
yaitu ketika para pengkritik sastra berusaha mendalami jiwa penyair melalui puisi-
puisinya, sering diistilahkan dengan zaman romantik (Wiyatmi, 2006, h.82-83).

4
Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan biografis
dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek kreator.
Dikaitkan dengan proses pengumpulan data penilitian, pendekatan ekspresif lebih
mudah dalam memanfaatkan data biografis dibandingkan dengan pendekatan biografi
pada umumnya menggunakan data pendekatan ekspresif. Pendekatan biografis pada
umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang, oleh karena itu,
disebut sebagai data historiografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih banyak
memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang
sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer (Ratna, 2007, h.68).
Dalam pendekatan ini, penilaian terhadap karya seni ditekankan pada kealian dan
kebaruan dan penyimpangannya terhadap karya-karya sebelumnya. Yang indah hanya
yang baru. Sesuatu yang baru dianggap lebih baik dari pada yang lama. Sebenarnya
kebaruan dan keaslian menjadi dominan sejak zaman Renaissance, ketika alam dan
ciptaan Tuhan sebagai modal dan model yang harus diteladani oleh seniman digantikan
oleh ciptaan seniman sendiri, ketika model dunia devolusi yang mengembalikan segala
sesuatu ke ciptaan Tuhan yang asli digantikan oleh model evolusi, yakni setiap
penciptaan baru pada prinsipnya menjadi kemajuan (Syah, 2014, h.163-165).
Pendekatan ekspresif dalam mengapresiasi karya sastra adalah suatu pendekatan
yang masih belum sering dilakukan oleh seorang peneliti.Mungkin dipandang kurang
simpatik dan menguntungkan.Karena Peneliti harus berhubungan langsung dengan
penciptanya atau pengarangnya untuk mengetahui tentang latar belakang pengarang. Di
sisi lain belum bisa dipastikan apakah pengarang masih hidup atau sudah
meninggal.Karena jika mengetahui latar belakang yang bersumber dari teks atau dari
kerabat dan teman dekatnya saja dianggap kurang lengkap (Muzakki, 2018, h.197).
Pendekatan ekspriesif pertama kali dipelopori oleh Longinus.Ia menyatakan
bahwa ciri khas dan ukuran seni sastra yang bermutu adalah keluhuran sebagai sumber
utama pemikiran dan perasaan pengarang. Sumber keluhuran itu antara lain, karya yang
mengekspresikan daya wawasan yang agung, emosi yang mulia, retorika yang unggul,
pengungkapan dan pengubahan yang mulia. Sumber-sumber itu akan membawa
semangat ilahi yang menjadi dorongan luar biasa bagi penciptaan (Endaswara, 2006, h.
29).
Misalnya kita mengapresiasi syair Abu Al-Qasim Al-Syabi yang menggambarkan
pahitnya dan sengsaranya hidup di dunia ini. Untuk memahami pemahaman yang utuh

5
dalam mengapresiasi syairnya, terlebih dahulu harus mengetahui latar belakang,
kepribadian, aspek-aspek yang terkait dengan psikologisnya. Karena memahami karya
sastra dengan menggunakan pendekatan ini, maka hal-hal yang berhubungan dengan
biografi pengarang harus diketahui dan diteliti secara detail. Tanpa itu semua
pemahaman akan mengambang. Oleh karena itu, keadaan psikologis pengarang amat
sangat menentukan makna yang dimaksud (Muzakki, 2018, h. 199).

Kritik pendekatan ekspresif


Adanya penelitian pendekatan ekspresif masih banyak diragukan oleh para ilmuan
sastra.Pendekatan ini dianggap kurang memenuhi kode-kode ilmiah, karena sering
terjadi subjektifitas pencipta ketika diwawancarai. Kecuali jika pencipta telah lupa
dengan karya-karya yang sudah dihasilkan dan hanya karya tertentu saja yang diingat
oleh pencipta, misalnya hanya karya sastra yang mendapat penghargaan. Sedangkan
karya sastra yang terbit lewat media massa dilupakan aslkan telah terbit. Pengarang
tidak lagi ingat tentang penciptaan karyanya lagi secara sempurna (Endaswara, 2006, h.
31).
Dan sering pula seorang pengarang melakukan pembohongan dengan
perekayasaan tertentu. Bisa saja pengarang memanipulasi alasan penciptaan karyanya.
Disisi lain ketika karyanya sudah lolos dari tangan pengarang, seringkali pengarang
lepas tangan dan tidak lagi bertanggungjawab atas pengaruh karyanya. Niat pencipta
tidak bisa dijadikan dasar untuk menilai sukses atau tidaknya sebuah karya sastra
alasan yang lebih mendasar adalah sebagai berikut (Endaswara, 2006, h. 31) :
a. Walaupun karya sastra terwujud berkat adanya niat pengarang tetapi niat itu tidak
bisa dijadikan bekal menilai sebuah teks
b. Harus dipertanyakan niat pengarang itu. Jika pengarang mampu mengungkapkan
niat dalam karya, maka muatan ini saja yang perlu dinilai bukan meneliti apakah
pengarang memang berniat demikian
c. Jika sebuah karya sastra maknanya sudah jelas dalam teks, mengapa harus minta
penjelasan kepada pengarangnya
d. Niat merupakan hal yang abstrak, sehingga mencari niat pengarang sesungguhnya
dapat menyesatkan
Bukan berarti karya sastra yang akan dihasilkan selalu relevan dengan biografi
pengarang. Sehingga, karya sastra boleh jadi diragukan jika peneliti masih bergantung

6
pada niat pengarang . Seperti kata Ricoeur karya sastra akan menjadi teks yang
sesungguhnya bila pengarang telah meninggal (Endraswara, 2006, h.32). Sehingga relasi
antara pembaca dengan teks akan menjadi utuh dan lengkap tanpa kewajiban bertanya
mengenai intensi pengarangnya. Barthes menegaskan bahwa teks sastra itu tidak
bertuan, pembacalah tuan atas bacaannya (Endraswara, 2006, h.32).
Pengarang bukan subjek dan predikat atas bacaannya, karena dunia yang
menawarkan karya adalah dunia yang multidimensional, dunia dimana seluruh varietas
bergabung. Dibalik sebuah karya sastra orang tidak menemukan subjek (pengarang)
melainkan suasana suatu periode atau tipe masyarakat tertentu yang dimiliki masalah
tertentu-tertentu pula. Karya sastra bukan semata-mata gambaran hidup pengarang,
melainkan dunia lain ciptaan pengarang (Wiyatmi, 2006, h.83).

Aspek yang diungkap


Komunikasi antara peneliti dan penulis perlu ditekankan agar proses penelitian
berjalan dengan sukses dan lancar. Penelitian ekspresif akan lebih mudah jika
pengarangnya masih hidup dan dan bertempat tinggal tidak jauh dari seorang peneliti.
Berbagai hal yang bisa diungkap dalam penelitian ekspresif adalah (Endraswara, 2006,
h.32-33) :
1. Memahami secara mendalam bahwa pengarang adalah oang yang cerdas dan cerdik
bermain estetika. Pengarang adalah seorang filsuf yang mampu menjelaskan sebuah
pemikiran secara gambling dan mendasar. Dia adalah orang yang seharusnya mampu
menerjemahkan kehidupan menjadi cipta sastra yang handal.
2. Bagaimana penguasaaan bahas asatrawan sehingga mampu memikat pembaca.
Apakah pengarang membaca secara otodidak atau ada cara lain. Dalam hal peneliti
perlu memahami seberapa jauh pengarang mampu menghidupkan kata-kata mati
memiliki kata yang memiliki ruh. Kebebasan pengarang mencipta kata, meramu kata,
dan mempermainkan bahasa, akan mendukung tingkat kreativitas mereka.
3. Seberapa jauh pengarang memiliki kepekaan terhadap persoalan kehidupan, baik
yang menyangkut dunia maupun dunia lain. Dari sini akan lahir wawasan
kemanusiaan yang luar biasa dari seorang pengarang yang benar-benar ekspresif.
Dari tiga hal diatas, selanjutnya peneliti akan membahas lebih dalam kaitannya
antara karya sastra dengan aspek zaman atau historis. Oleh karena itu ada beberapa hal
yang harus diungkap seperti latar belakang kelahiran pengarang, pendidikan, ekonomi,

7
politik, dan sebagainya. Dan seberapa jauh karya sastra mencerminkan kepribadian
seorang pengarang, apakah dia orang yang agresif, emosional, egois, dan lain-lain.

Konsep dasar teori


Konsep-konsep dasar pendekatan ekspresif karya sastra (Luxemburg, 1989, h. 52)
Berikut ini adalah konsep-konsep dasar pendekatan ekspresif:
a. Wujud ekspresi penulis
b. Produk imajinasi penulis yang bekerja dengan persepsi-persepsi, pikiran-pikiran dan
perasaan-perasaannya
c. Hasil pandangan dunia penulis

Ciri-ciri pendekatan ekspresif


Berikut ini adalah ciri-ciri pendekatan ekspresif yang Lebih memfokuskan pada penulis
(Pradopo, 2007):
a. Melihat sastra lebih dekat hubugannya dengan analisasi biografis
b. Penulis memiliki peranan penuh terhadap karya yang dibuatnya
c. Sastra dinilai tidak pernah lepas dari manifesto penulis
d. Fokus utamanaya tidak berupa diri si pengarang, melainkan juga ide, pikiran,
perasaan, dan ciptaan dari penulis
e. Memungkinkan dikoloborasikan dengan teori yang lain, misalnya postkolonial

PEMBAHASAN
Pendekatan ekspresif petama kali dipelopori oleh Longinus. Ia menyatakan bahwa
ciri khas dan ukuran seni sastra yang bermutu adalah keluhuran sebagai sumber utama
pemikiran dan perasaan pengarang. Sumber keluhuran itu antara lain, karya yang
mengekspresikan daya wawasan yang agung, emosi yang mulia, retorika yang unggul,
pengungkapan dan penggubahan yang mulia. Sumber-sumber itu akan membawa
semangat ilahi yang menjadi dorongan luarbiasa bagi penciptaan (Muzzaki, 2018,
h.198).
Dari ciri-ciri diatas dapat dinyatakan bahwa sebuah karya sastra adalah milik
umum dan terbentuk dengan pemakaian bahasa yang umum. Maka dari itu, sebuah
karya sastra terpisah dari pengarangnya sejak ditulis dan pengarang belum tentu bisa
menerangkan niatnya lagi atau mengontrol makna muatannya sesuai dengan makna

8
niatnya. Oleh karena itu, sebenernya biografi pengarang bukan masalah sastra, sehingga
tidak relevan jika dipergunaka untuk penelitian sastra secara ilmiah. Karya sastra bisa
jadi topeng atau sebuah impian yang menyembunyikan kepribadian pengarang yang
sesungguhnya. Atau dengan istilah lain karya sastra bukanlah dokumen biografis
(Endraswara, 2003, h.31-32).
Pendekatan ini menitikberatkan pada pengarang. Pendekatan ekspresif lebih
memandang karya sastra sebagai ekspresi dunia batin pengarangnya. Atas dasar ini,
pendekatan ekspresif lebih mendasarkan pada aspek latar belakang pengarang,
kepribadian, dan hal ihwal yang melingkupi kehidupan pengarang. Pendekatan
semacam ini merupakan studi sistematis tentang psikologi pengarang dn proses
kreatifnya. Dalam kaitan ini, pengarang sebagai pencipta menjadi fokus penelitian
mendalam. Untuk itu, peneliti dapat memanfaatkan biografi pengarang, jika telah
meninggal dunia. Jika masih hidup, maka ia dapat menanyakan langsung lika liku
psikologis pengarang sampai penciptaan teks sastra (Muzzaki, 2018, h.197).
Dalam pendekatan ini, penilaian terhadap karya sastra ditekankan pada keaslian
dan kebaruan. Penilaian sebuah karya sastra sebagian besar bergantung pada kadar
kebaruan dan penyimpangannya terhadap karya-karya sebelumnya. Yang indah hanya
yang baru, sesuatu yang baru dianggap lebih baik dari pada yang lama. Sebenarnya, cita-
cita kebaruan dan keaslian ini menjadi dominan sejak zaman Renaisance, ketika alam
dan ciptaan tuhan sebagai model dan modal yang harus di teladani oleh seniman
digantikan oleh ciptaan seniman sendiri, ketika model dunia divolusi yang
mengembalikan segala sesuatu keciptaan Tuhan yang asli digntikan oleh model evolusi,
yakni setiap penciptaan baru pada prinsipnya menjadi kemajuan (Siswanto, 2008,
h.181).
Ada keberatan dan kritik bagi pendekatan ekspresif, antara lain disampaikan oleh
kaum formalis, strukturalis, dan pragmatis. Terhadap keberatan beberapa pihak ini, Juhl
mencoba untuk mempertahankan kedudukan penulis karya sastra sebagai faktor yang
menentukan dalam penafsiran karya sastra. Alasannya ada tiga. Pertama, ada kaitan
logika antara pernyataan mengenai arti sebuah karya dan pernyataan mengenai niat
penulisnya. Memahami karya sastra berarti memahami apa-apa yang diniatkan oleh
penulisnya. Kedua, penulis adalah orang yang nyata-nyata terlibat dalam dan
bertanggung jawab atas proposisi yang diajukan dalam karya nya. Ketiga, karya sastra
mempunyai satu dan hanya satu arti. Niat bukanlah yang dinyatakan secara eksplisit

9
oleh penulis mengenai rencana atau motif ataupun susunan karyanya, melainkan apa
yang diniatkan oleh kata-kata yang dipergunakan dalam karyanya. Niat bukanlah
sesuatu yang dipikirkan sebelum penciptaan ataupun penulisan karya sastra (Siswanto,
2008, h.182).
SIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendekatan ekspresif ini
mempermudah peneliti dalam meneliti dan menulis hasil pencariannya dan
menunjukan bahwa terdapat suatu ketergantungan antara peneliti dengan hasilnya,
karena atas dasar itulah pendekatan ekspresif ini bisa diterapkan oleh seorang peneliti
untuk mempermudah mengapresiasikan karya sastra. Dengan demikian,
ketergantungan peneliti terhadap pendekatan ekspresif berpengaruh dengan
menghasilkan pemahaman karya sastra melalui pendalaman tentang kehidupan,
kepribadian, dan latar belakang pengarang dengan pendekatan ekspresif ini.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ketergantungan peneliti dengan
pendekatan ekspresif sangat dibutuhkan. Karena mempunyai ikatan erat dengan latar
belakang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan seorang pengarang.
Dan latar belakang kehidupan seorang pengarang tidak bisa diabaikan begitu saja dalam
penelitian sebuah karya sastra. Karena dalam penelitian ini, latar belakang kehidupan
pengarang menjadi sentral dan sumber pengetahuan untuk fokus mendalam memahami
sebuah karya sastra. Seperti apa yang sudah menjadi latar belakang artikle ini,
bahwasannya penelitian dengan menerapkan pendekatan ekspresif membutuhkan
kefokusan yang mendalam karena berhubungan langsung dengan usul kehidupan
pengarang sebagai pencipta. Sehingga peneliti menggantungkan hasil penelitiannya
melalui pemahaman karya sastra dengan pendekatan ekspresif.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Elizabeth. (2011). Statistika Pragmatis. Pustaka Pelajar.

Dzikri, Muhammad. (2017). “Pengaruh Kehidupan Pengarang Pada Novel Chidori Karya
Suzuki Miekichi (Pendekatan Ekspresif)”. Jurnal Ayumi: Alumni Sastra Jepang
Universitas Padjajaran. Vol 4, No 2, Hal 134-151, September. Endraswara, Suwardi.
(2006). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

10
Fanania, Zaenudin. -. Telaah Sastra. Muhammadiyah University Press.

Luxemburg, Jan Van. (1989). Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia.

Muzzaki, Akhmad. (2018). Pengantar Teori Sastra Arab. Malang: UIN Maliki Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. (2007). Prinsip-prinsip kritik sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. (2007). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Pustaka
Pelajar.

Rosida, Sisi. (2019). Analisis Cerpen Maryam Karya Afrion Dengan Pendekatan
Ekspresif. Bahastra: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia FKIP
Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara. Vol 3, No 2, Maret.

Siswanto, Wahyudi. (2008). Pengantar Teori Sastra . Jakarta: PT. Grasindo.

Siswanto, Wahyudi. (2013). Pengantar Teori Sastra. Yogyakarta: Aditya Media


Publishing.

Siswantoro. (2010). Metode Penelitian Sastra, Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Syah, Alfian, Rokhman. (2014). Studi dan Pengkajian Sastra, Perkenalan Awal Ilmu
Sastra. Graha Ilmu.

Tasnimah , Tatik Mariatut. (2019). “Sastra Arab dan Disabilitas: Pendekatan Ekspresif
Terhadap Puisi Elegi Karya Al-Ma’arri”. Yogyakarta: Journal of Disability Studies
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Vol 6, No 1, hal 1-24 Januari-Juni.
10.11421/ijds.060101.

Wiyatmi. (2006). Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

11

Anda mungkin juga menyukai