MULTIKULTURAL
MAKALAH
Oleh:
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Kritik Sastra Kostkolonial dan Kritik Sastra Multikultural”. Penyusunan
makalah ini guna melengkapi tugas mata kuliah Kritik Sastra. Selain itu, untuk
meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam pembuatan makalah. Kami berharap
materi yang disajikan pada makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan
sebagai referensi untuk pembaca, terutama untuk mata kuliah Kritik Sastra.
Penulis
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
3
BAB 1. PENDAHULUAN
Untuk melakukan kritik dalam sebuah karya sastra seorang kritikus harus
memiliki dasar pengetahuan yang luas. Salah satunya, dengan memahami kritik
sastra multikultural dan kritik sastra postkolonial. Oleh sebab itu, kami sebagai
mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia akan
membahas kritik sastra multikultural dan kritik sastra postkolonial dalam makalah
ini.
4
BAB 2. PEMBAHASAN
5
2.1.2 Tokoh-Tokoh Postkolonial
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Franz Fanon. Fanon adalah
seorang psikiater yang mengembangkan analisis yang sangat cermat mengenai
dampak psikologis dan sosiologis yang ditimbulkan oleh kolonialisme. Fanon
menyimpulkan melalui dikotomi kolonial: penjajah-terjajah, wacana oriental telah
melahirkan alienasi dan marginalisasi psikologis dan sosiologis yang sangat
dahsyat.
6
2.1.3 Konsep Sastra Postkolonial
1. Tema
Tema dalam sastra poskolonial merupakan pokok maslah yang diangkat
dalam sastra poskolonial. Menurut Aschraft (dalam Taufiq, 2010) tema
sastra poskolonial berkisar pada tema tentang kemerdekaan, pembangunan
atau pembongkaran rumah atau bangunan. Said (dalam Taufiq, 2010)
mengungkapkan bahwa ditemukan ciri-ciri tema lain, misalnya tema
tentang diskriminasi dan ketidakadilan. Tema tersebut sangat menonjol
dalam kekuasaan yang mencakup dimensi sosial, politik, dan budaya.
2. Konstruksi Perlawanan
Dalam hal ini konstruksi perlawanan yang dimaksud adalah respon
terhadap realitas yang dianggap menindas dan segala bentuk ketidakadilan
yang menimpa subjek. Taufiq (2010) mengemukakan bahwa ciri sastra
poskolonial dalam sastra Indonesia adalah perlawanan. Bentuk perlawanan
tersebut dapat berupa simbolik maupun fisik.
3. Warisan dan Dampak Kolonial
Bangsa poskolonial (terjajah) sering kali tidak mudah melepaskan beban
warisan kolonial. Realitas kolonial yang tidak menyenangkan
menimbulkan inspirasi sosial dan politik dengan munculnya sikap yang
ingin dipertuankan.
4. Watak Kolonial
Akibat kolonial adalah munculnya konstruksi watak terhadap pihak yang
dijajah. Watak ingin selalu menguasai, dipertuankan, dan watak
membedakan pihak yang berkuasa dan ingin dikuasai.
5. Dampak Kolonial
Dampak kolonisasi dapat dirasakan baik saat kolonisasi maupun
pascakolonisasi. Dampak saat kolonisasi dapat dilihat dalam karya sastra
novel Bumi Manusia, yakni ketika Nyai Ontosoroh dijual pada pihak
kolonial, berpisahnya Annelis dengan Nyai Ontosoroh dan Minke akibat
hukum colonial (Taufiq, 2010).
7
2.1.4 Kritik Sastra Postkolonial
Menurut Day dan Foulcher, kritik postkolonial adalah strategi membaca
sastra yang mempertimbangkan kolonialisme dan dampaknya dalam teks sastra,
posisi, atau suara pengamat berkaitan dengan isu tersebut. Berdasarkan
pemahaman tersebut, sesungguhnya kritik postkolonial adalah suatu jaringan
sastra atas rekam jejak kolonialisme. Apabila ditelusuri dengan cermat, tentu
banyak karya sastra Indonesia modern yang merekam jejak kolonialisme bangsa
Barat dan Asia Timur Raya sepanjang sejarahnya. Atas dasar kenyataan sejarah
bahwa Indonesia pernah menjadi bagian dari kolonialisme atau bangsa yang
terjajah hingga ratusan tahun dan banyaknya karya sastra yang merekam jejak
penjajahan, tentu sastra Indonesia modern menjadi gudang penelaahan
postkolinialisme.
Menurut Keith Foulcher dan Tony Day (2008:5), ada dua topik utama
pembicaraan tentang kritik postkolonial dalam sastra Indonesia, yaitu masalah
bahasa dan identitas. Masalah bahasa berkaitan dengan pengaruh bahasa kolonial
terhadap bahasa terjajah, cara pengungkapan postkolonilitas dalam teks sastra
Indonesia, dan cara yang digunakan oleh para penulis bekas jajahan dalam
mendekolonisasi (kesadaran kebangsaan) bahasa penjajahan besar. Sementara itu,
masalah identitas berkaitan dengan masalah hibriditas, yakni masalah jati diri
bangsa yang berubah karena adanya pengaruh budaya dari bangsa kolonial,
termasuk mimikri (tindakan meniru) budaya kolonial oleh bangsa terjajah dan
subaltern (kaum yang terpinggirkan atau orang yang terjajah).
8
berbagai bentuk hubungan antara hubungan kebudayaan Barat dan Timur. Serta
novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer dapat dikaji menggunakan
teori postkolonial.
9
masing, termasuk gender dengan bebas. Inilah esensi multikulturalisme dalam
masyarakat modern yang heterogen (Imron, 2007).
Adapun dimensi multikultural dapat diartikan sebagai aspek atau matra
yang berbasis pada pluralitas budaya dalam kehidupan masyarakat yang
memberikan kebebasan kepada berbagai budaya untuk hidup berdampingan
dengan saling menghargai satu dengan lainnya. Sastra multikultural berarti sastra
yang mengandung dimensi-dimensi pluralistik yang menyuarakan spirit
multikultural. Gagasan dan semangat pluralistik terasa mendasari karya sastra
multikultural itu. Kultur lokal, nasional, dan global semuanya dapat berinteraksi
secara wajar tanpa harus dipertentangkan, masing-masing memiliki eksistensinya.
10
itu diposisikan sebagai suatu ruas horizontal, yang mengandaikan bahwa antara
kelompok kultural yang ada tersebut, saling terhubung dan bersinergi dalam
membangun kekuatan bangsa yang sama. Tanpa hal tersebut, multikultural itu
akan menjadi masalah dan beban yang serius bagi proses perjalanan bangsa ini
kedepan. Keterhubungan itu dapat tercipta secara alamiah, maupun dalam
konstruksi sosial yang melibatkan negara untuk membangun ruang interaksi,
mediasi, dan transformasi budaya yang kondusif dan elegan. Ketiga, multikultural
Indonesia itu dapat diposisikan secara vertikal, dimana negara menjadi pihak yang
memiliki keabsahan nalar struktural untuk membangun Indonesia dalam wajah
peradaban multikultural yang kondusif dan elegan tadi. Tidak bisa tidak, negara
menjadi pihak yang paling rasional untuk melakukan sesuatu yang memiliki
kontribusi positif bagi perjalanan kebudayaan Indonesia. managemen
multikultural, sekaligus konsistensinya dalam menjaga ruang multikultural itu
sendiri menjadi keniscayaan yang tidak dapat ditolak (Taufiq, 2017:13-14).
Berikut contoh karya sastra (novel) yang dapat dikaji dalam kritik sastra
multikultural: Pertama, Salah Asuhan karya Abdoel Moeis penerbit Balai Pustaka,
Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer penerbit Lentera Dipantara,
Burung-Burung Rantau karya Y.B Mangunwijaya diterbitkan PT Gramedia
Pustaka Utama 1992.
11
BAB 3. SIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.uny.ac.id/4796/1/MULTIKUL_TURALISME_DALAM_NOVEL_B
URUNG_BURUNG_RANTAU.pdf
Keith Foulcher., Tony Day (Ed). 2008. Sastra Indonesia Modern: Kritik
Postkolonial. Edisi Revisi. Alih Bahasa Koesalah Soebagya Toer dan Monique
Soesman. Edisi Pertama. 2004. Jakarta: KITLF-Jakarta dan Yayasan Obor
Indonesia.
13