Disusun Oleh :
Kelompok 4 :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat serta hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Apresiasi Prosa dengan baik. Tak lupa
sholawat dan Salam semoga tetap terlimpahkan pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW, karena beliaulah suri dan tauladan bagi setiap langkah kita.
Fungsi makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Apresiasi Prosa. Perihal
yang disajikan dalam makalah ini memfokuskan pada Bahasa Sastra sebagai Fenomena, Stlie
dan Statistika, Nada dan Stile, Unsur Stile Leksikal, Gramatikal, Retorika dan Kohesi, Narasi
dan Dialog, Unsur Pragmatik dalam Percakapan, Unsur Moral dan Fiksi, Jenis dan Wujud Pesan
Moral, Pesan Religius dan Sosial.
Akhir kata diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Sehubungan dengan keterbatasan yang ada pada makalah ini, segala
bentuk kritik dan saran yang datang dan bersifat membantu serta positif akan kami
pertimbangkan demi kemajuan dan perkembangan ilmu sastra untuk mencapai kesempurnaan,
khususnya bidang semiotika.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
Latar Belakang.........................................................................................................................................4
Rumusan Masalah...................................................................................................................................5
Tujuan Penulisan.....................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................7
KAJIAN TEORI...............................................................................................................................................7
Bahasa Sastra sebagai Fenomena............................................................................................................7
Stile dan Stilistika.....................................................................................................................................8
Stile dan Hakikat Stile..........................................................................................................................8
Stilistika dan Hakikat Stilistika..............................................................................................................8
Nada dan Stile..........................................................................................................................................9
Unsur Stile : Leksikal, Gramatikal, Retorika,dan Kohesi.........................................................................10
Leksikal..............................................................................................................................................10
Gramatikal.........................................................................................................................................11
Kohesi................................................................................................................................................13
Narasi dan Dialog...................................................................................................................................13
Pragmatik dalam Percakapan................................................................................................................14
Unsur Moral dalam Fiksi........................................................................................................................14
Jenis dan Wujud Pesan Moral................................................................................................................15
Pesan Religius dan Sosial.......................................................................................................................16
Pesan Religius dan Keagamaan..........................................................................................................16
Pesan Kritik Sosial..............................................................................................................................17
BAB III........................................................................................................................................................19
PENUTUP...................................................................................................................................................19
Kesimpulan............................................................................................................................................19
Saran......................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prosa dalam pengertian kesusastraan disebut fiksi (fiction), teks naratif atau
wacana naratif. Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita
khayalan. Fiksi menceritakan atau melukiskan kehidupan, baik fisik maupun psikis,
jasmani maupun rohani. Fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan dalam
interaksinya dengan lingkungan sendir, maupun dengan Tuhan. Fiksi merupakan hasil
dialog, kontemplasi dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupan. Walau
berupa khayalan, fiksi dihasilkan dari perenungan terhadap hakikat hidup dan kehidupan
yang dilakukan dengan penuh kesadaran oleh pengarangnya.
Karya fiksi, seperti halnya dalam kesusastraan Inggris dan Amerika, merujuk
pada karya yang berwujud novel dan cerita pendek. Menurut The American College
Dictionary novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang
melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam
suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau dan kusut. Dewasa ini istilah novella dan
novele mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “Novellet”. Menurut
Abrams novellet adalah sebuah karya sastra yang tidak terlalu panjang, namun juga tidak
terlalu pendek. Menurut Watt berpendapat, novel adalah suatu ragam sastra yang
memberikan gambaran pengalaman manusia, kebudayaan manusia, yang disusun
berdasarkan peristiwa, tingkah laku tokoh, waktu dan plot, suasana dan latar.
Memperhatikan pengertian novel di atas, dapat dikemukakan bahwa novel merupakan
karya sastra yang mengungkapkan sisi kehidupan para pelaku dan cerita dalam novel
tidak harus panjang.
Dari pengertian tentang prosa dan novel, dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam
kehidupan khususnya karya sastra sisi kehidupan pelaku dapat diangkat di dalamnya.
Untuk melukiskan peristiwa yang terjadi dalam novel maka digunakan bahasa sebagai
sarana pengungkapannya. Bahasa sebagai medium dalam novel, memegang peranan
penting dalam kehidupan. Tanpa bahasa manusia tidak akan bisa berbahasa dengan
manusia yang lain. Jadi, bahasa memegang peran penting sebagai sarana komunikasi
dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah salah satu cirri pembeda utama manusia
dengan makhluk hidup lainnya.
Bahasa sebagai bidang ilmu memiliki berbagai cabang, yaitu fonologi, morfologi,
sintaksis dan pragmatic. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari bunyi
menurut fungsinya. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk beluk
kata. Sintaksis adalah ilmu bahasa yang mengkaji kalimat. Dibalik bunyi, kata dan
kalimat terdapat makna yang tersirat yang sangat bergantung pada kapan, dimana, siapa
yang berbicara, siapa lawan bicara dan dalam situasi apa. Kajian seperti ini, memerlukan
cabang bahasa tertentu untuk mengkajinya. Cabang ilmu kebahasaan yang dimaksud
adalah pragmatik.
Istilah pragmatik berasal dari pragmatika. Menurut Morris, pragmatika adalah
ilmu tentang pragmatik yang mengkaji hubungan antara tanda dengan penggunaannya.
Pragmatik adalah language in use, studi terhadap makna ujaran dalam situasi tertentu.
Sifat-sifat bahasa dapat dimengerti melalui pragmatik, yakni bagaimana bahasa
digunakan dalam komunikasi. Makna ujaran yang dimaksudkan adalah di sini adalah
makna yang ada dalam komunikasi. Banyak yang tidak mengetahui maksud dari
pembicaraan karena tidak mengerti makna dalam sebuah pembicaraan tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Bahasa Sastra sebagai Fenomena?
2. Apa yang dimaksud dengan Stile dan Stilistika?
3. Apa yang dimaksud dengan Nada dan Stile?
4. Apa yang dimaksud dengan Unsur Stile : Leksikal, Gramatikal, Retorika,dan
Kohesi?
5. Apa yang dimaksud dengan Narasi dan Dialog?
6. Apa saja Unsur Pragmatik dalam Percakapan?
7. Apa saja Jenis Unsur Moral dalam Fiksi?
8. Apa saja Jenis dan Wujud Pesan Moral?
9. Apa yang dimaksud dengan Pesan Religius dan Sosial?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Bahasa Sastra sebagai Fenomena.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Stile dan Stilistika.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Nada dan Stile.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Unsur Stile: Leksikal, Gramatikal,
Retorika, dan Kohesi.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Narasi dan Dialog.
6. Untuk mengetahui apa saja Unsur Pragmatik dalam Percakapan.
7. Untuk mengetahui Jenis Unsur Moral dalam Fiksi.
8. Untuk mengetahui Jenis dan Wujud Pesan Moral.
9. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pesan Religius dan Sosial.
10. Sebagai bahan untuk membuat makalah guna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Apresiasi Prosa.
BAB II
KAJIAN TEORI
2) Penyiasatan Struktur
3) Pencitraan
d. Kohesi
Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang
lain sehingga tercipta susunan kata yang bagus, sedap di dengar dan dibaca. Dalam
bahasa, kohesi merujuk pada perpaduan dan keserasian dalam memilih kata dan
menyambungkan kalimat. Dimana semua unsur lahir dalam penggalan teks tersebut
terpadu, baik secara leksikal maupun gramatikal.
Antara bagian kalimat yang satu dengan bagian yang lain, yang satu dengan yang
lain, terdapat hubungan yang bersifat mangaitkan antarbagian kalimat atau kalimat
itu. Penanda kohesi yang berupa sambungan dalam bahasa Indonesia ada banyak
sekali dan berbeda-beda fungsinya. Ia dapat berupa kata-kata seperti: “dan, kemudian,
sedang, tetapi, namun, melainkan, bahwa, sebab, jika, maka”, dan sebagainya yang
menghubungkan antarbagian kalimat, sebagai preposisi ataupun konjungsi. Penanda
kohesi yang menghubungkan antarkalimat biasanya berupa kata atau kelompok kata
seperti: jadi, dengan demikian, akan tetapi, oleh karena itu, di samping itu”, dan
sebagainya.
5. Narasi dan Dialog
Gaya dialog dapat memberikan kesan realistis, sungguh, dan memberi penekanan
terhadap cerita, atau kejadian yang dituturkan dengan gaya narasi. Sebaliknya gaya
dialog pun hanya akan terasa hidup dan terpahami dalam konteks situasi yang dicipta dan
dikisahkan lewat gaya narasi.
6. Pragmatik dalam Percakapan
Istilah pragmatik itu sendiri diartikan beberapa pengertian yang berbeda, namun
intinya adalah mengacu pada telaah penggunaan bahasa yang mencerminkan kenyataan.
Makna sebuah percakapan dalam banyak hal lebih ditentukan oleh konteks pragmatiknya,
dan hal itu tidak di ungkapkan langsung dengan unsur bahasa, melainkan hanya lewat
kode-kodetertent (budaya) yang menjadi milik pembaca.
Pemahaman terhadap percakapan seperti tersebut dalam konteks pragmatik
disebut implikatur. konsep implikatur merupakan hal yang esensial dalam pragmatik
implikatur merupakan sebuah contoh pragmatik dari hakikat dan kekuatan penjelasan
pragmatik terhadap fenomena linguistik. Ia memberikan penafsiran pragmatis yang
mampu melewati dan menembus batas-batas struktur linguistik.
Percakapan yang hidup dan wajar, walau itu terdapat dalam sebuah novel, adalah
percakapan yang sesuai dengan konteks pemakaiannya, percakapan yang mirip dengan
situasi nyata penggunaan bahasa. Bentuk percakapan yang demikian bersifat pragmatik.
Pemahaman terhadap percakapan seperti konteks pragmatik disebut implikatur
(implicature, yang sebenarnya merupakan kepekaan dari conversational implicature,
‘implikatur percakapan’) (Levinson, 1984: 94-100).
7. Unsur Moral dalam Fiksi
Moral merupakan unsur inti karya sastra. Moral adalah sesuatu yang ingin
disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam
sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita. Moral, kadang-kadang diidentikkan
pengertiannya dengan tema, walaupun sebenarnya tidak selalu menyarankan pada bentuk
yang sama. Moral dan tema, keduanya merupakan sesuatu yang terkandung, dapat
ditafsirkan, dan diambil dari cerita. Namun, tema bersifat lebih kompleks daripada moral,
disamping tidak memiliki nilai langsung sebagai saran yang ditunjukkan kepada
pembaca. Moral, dengan demikian, dapat dipandang sebagai salah satu wujud tema dalam
bentuk yang sederhana, namun tidak semua tema merupakan moral (Kenny, 1966: 89)
Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang
diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak, budi pekerti,
susila (KBBI, 1994).
Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang
yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin
disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita (Kenny (1966: 89), biasanya
dimaksudkan sebagai saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat
praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita oleh pembaca. Ia merupakan
“petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun
pergaulan.
Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan
dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampikan, yang diamanatkan.
Moral dalam karya satra dipandang sebagai amanat, pesan, massage. Bahkan, unsur
amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra
sebagai pendukung pesan.
Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat karya
sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Jika dalam sebuah karya ditampilkan sifat atau
tingkah laku tokoh yang kurang terpuji atau buruk, maupun protagonis, bukan berarti
pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bertindak secara demikian.
Sikap dan tingkah laku tersebut hanyalah model, yang sengaja ditampilkan justru agar
tidak diikuti, atau minimal tidak dicenderungi oleh pembaca. Pembaca diharapkan
mengambil hikmah sendiri dari tokoh antagonis itu.
8. Jenis dan Wujud Pesan Moral
Dalam karya fiksi banyak sekali jenis dan wujud ajaran moral yang dipesankan.
Jenis dan wujud pesan moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada
keyakinan, keinginan, dan interes pengarang yang bersangkutan. Jenis ajaran moral boleh
dikatakan bersifat tidak terbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan
kehidupan, seluruh persoalan yang menyangkut harkat dan martabat manusia.
Sebuah novel tentu saja dapat mengandung dan menawarkan pesan moral itu
salah satu, dua, atau ketiganya sekaligus, masing-masing dengan wujud detil khususnya.
Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia mencakup tiga hal, (1)
hubungan manusia dengan diri sendiri, (2) hubungan manusia dengan manusia lain,
termasuk hubungan dengan lingkungan alam, dan (3) hubungan manusia dengan Tuhan-
Nya.
Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam jenis dan
intensitasnya. Hal itu tentu saja juga tidak lepas dengan persoalan hubungan antarsesama
dengan Tuhan. Misalnya: masalah-masalah seperti eksensi diri, harga diri, percaya diri,
takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan lain-lain yang bersifat melibatkan ke dalam diri
dan kejiwaan seorang individu.
Masalah-masalah yang berupa hubungan antarmanusia itu antara lain dapat
berwujud: persahabatan, kesetiaan, penghianatan, kekeluargaan: hubungan suami-istri,
orang tua-anak, hubungan buruh-majikan, cinta tanah air, dan lain-lain yang melibatkan
interaksi antarmanusia.
Sedangkan masalah-masalah yang berupa hubungan manusia dengan Tuhannya,
misalnya tentang keimanan, ibadah, dosa, dan lain sebagainya.
9. Pesan Religius dan Sosial
Pesan moral yang berwujud religius, termasuk di dalamnya yang bersifat
keagamaan, dan kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi. Kedua hal tersebut
merupakan “lahan” inspirasi bagi para penulis. Hal itu disebabkan karena banyaknya
masalah kehidupan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, kemudian mereka
mencoba menawarkan sesuatu yang diidealkan.
a. Pesan Religius dan Keagamaan
Kehadiran unsur relegius dan keagamaan dalam sastra adalah suatu keberadaan
sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari suatu yang bersifat relegius. Pada awal
mula segala sastra adalah relegious (Mangunwijaya, 1982: 11). Istilah “relegius”
berarti membawa konotasi pada makna agama. Relegius dan agama memang erat dan
berkaitan, berdampingan, bahkan dapat melebur dalam kesatuan, namun sebenarnya
keduanya menyaran pada makna yang berbeda.
Agama lebih menunjukkan pada kelambagaan kebaktian pada Tuhan dengan
hukum-hukum yang resmi. Sedangkan Religiositas, melihat aspek dari lubuk hati,
riak getaran nurani pribadi, totalitas kedalaman pribadi manusia. Dengan demikian,
religius bersifat mengatasi, lebih dalam, dan lebih luas dari agama yang tampak
dormal dan resmi (Mangunwijaya, 1982: 11-12).
Seorang religius adalah orang yang mencoba memahami dan menghayati hidup
dan kehidupan ini lebih dari sekedar yang lahiriah saja. Dia tidak terikat pada agama
tertentu yang ada di dunia ini. Seorang penganut agama tertentu, Islam misalnya,
idealnya sekaligus religius, namun tidak demikian kenyataannya. Banyak penganut
agama tertentu, misalnya seperti yang terlihat dalam KTP, namun sikap dan tingkah
lakunya tidak religius. Moral religius menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati
nurani yang dalam, harkat, dan martabat serta kebebasan pribadi yang dimiliki
manusia.
Masalah religius dan keagamaan misalnya dalam cerpen Robohnya Surau Kami,
menceritakan kehidupan seseorang penunggu surau yang hanya beribadah melulu dan
melupakan urusan dunia, yang akhirnya bunuh diri. Cerpen tersebut ingin
menyampaikan pesan keagamaan, bahwa kehidupan dunia-akhirat harus dijalani
secara seimbang. Orang boleh saja, dan mesti demikian, beribadah secara sungguh-
sungguh dan selalu ingat kepada Tuhan, namun selama masih di dunia, ia tidak akan
dapat menghindar dari kebutuhan duniawi.
b. Pesan Kritik Sosial
Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga sekarang ini,
boleh dikatakan mengandung unsur pesan kritik sosial walau dengan tingkat
intensitas yang berbeda. Wujud kehidupan sosial yang dikritik bermacam-macam
seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Banyak karya sastra yang bernilai tinggi
yang didalamnya menampilkan pesan-pesan kritik sosial.
Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan
lantaran pesan itu, melainkan lebih ditentukan oleh kohereni semua unsur
intrinsiknya. Pesan moral hanya merupakan salah satu unsur pembangaun karya fiksi
saja. Selain itu, pesan moral, khususnya kritik sosial, dapat mempengaruhi aktualisasi
karya yang bersangkutan.
Sastra yang mengandung kritik sosial, juga dapat disebut sastra kritik. Biasanya
akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam
kehidupan sosial dan masyarakat. Paling tidak, hal itu ada dalam penglihatan dan
dapat dirasakan oleh pengarang yang berperasaan peka. Pengarang umumnya tampil
sebagai pembela kebenaran dan keadilan, ataupun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang
lain. Ia tidak akan diam, dan lewat karangannya itu akan memperjuangkan hal-hal
yang diyakini kebenarannya.
Banyak karya sastra, jadi tidak hanya fiksi saja, yang memperjuangkan nasib
rakyat kecil yang memang perlu dibela, rakyat kecil yang seperti dipermainkan oleh
tangan-tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini lebih berupa kekuatan ekonomi.
Berbagai penderitaan rakyat itu antara lain berupa menjadi korban kesewenangan,
penggusuran, penipuan, atau yang selalu dipandang, diperlakukan, dan diputuskan
sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah, dan dikalahkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hampir semua novel Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga sekarang ini,
boleh dikatakan mengandung unsur pesan kritik sosial walau dengan tingkat
intensitas yang berbeda. Wujud kehidupan sosial yang dikritik bermacam-macam
seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Banyak karya sastra yang bernilai tinggi
yang didalamnya menampilkan pesan-pesan kritik sosial.
Namun, perlu ditegaskan bahwa karya-karya tersebut menjadi bernilai bukan
lantaran pesan itu, melainkan lebih ditentukan oleh kohereni semua unsur
intrinsiknya. Pesan moral hanya merupakan salah satu unsur pembangaun karya fiksi
saja. Selain itu, pesan moral, khususnya kritik sosial, dapat mempengaruhi aktualisasi
karya yang bersangkutan.
Sastra yang mengandung kritik sosial, juga dapat disebut sastra kritik. Biasanya
akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam
kehidupan sosial dan masyarakat. Paling tidak, hal itu ada dalam penglihatan dan
dapat dirasakan oleh pengarang yang berperasaan peka. Pengarang umumnya tampil
sebagai pembela kebenaran dan keadilan, ataupun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang
lain. Ia tidak akan diam, dan lewat karangannya itu akan memperjuangkan hal-hal
yang diyakini kebenarannya.
Banyak karya sastra, jadi tidak hanya fiksi saja, yang memperjuangkan nasib
rakyat kecil yang memang perlu dibela, rakyat kecil yang seperti dipermainkan oleh
tangan-tangan kekuasaan, kekuasaan yang kini lebih berupa kekuatan ekonomi.
Berbagai penderitaan rakyat itu antara lain berupa menjadi korban kesewenangan,
penggusuran, penipuan, atau yang selalu dipandang, diperlakukan, dan diputuskan
sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah, dan dikalahkan.
B. Saran
Setelah kita mengetahui dan memahami bahasa dan unsur moral dalam fiksi,
persoalan dalam hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan kedalam
persoalan hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubunganya dengan lingkungan alam,
dan hubungan manusia dengan tuhanya agar bisa berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://osf.io/u9dre/#:~:text=Description%3A%20Unsur%20moral%20dalam%20karya,hidup
%20yang%20disampaikan%20kepada%20pembaca.&text=Jenis%20ajaran%20moral%20boleh
%20dikatakan%20bersifat%20tidak%20terbatas diunggah pada tanggal 14 Maret 2021 pukul
09.28 WITA
https://www.evaluasi.or.id/2019/07/makalah-paragraf-narasi-jenis-contoh.html?m=1diunggah
pada tanggal 15 Maret 2021 pukul 08.12 WITA
http://mama-diyah.blogspot.com/2013/11/makalah-apresiasi-fiksi-tentang-bahasa.html?m=1
diunggah pada tanggal 16 Maret 2021 pukul 21.45 WITA