Anda di halaman 1dari 10

KAITAN BAHASA DENGAN KESUSASTRAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu:
Ustadz Thofa Nurkholis, S.Pd.

Disusun Oleh:
1. Abdullah: 20211200210032
2. Usamah Azzuhri: 20211200210008
3. Muhammad Khalif Threenanta: 20211200210031
4. Muslihuddin Zaki Fahindra: 20211200210004
5. Muthi Ali: 202112002157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


STAI ALI BIN THALIB
SURABAYA
2022

1
KATA PENGATAR
Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah ‘azza wajalla yang telah
memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya saya dan
teman – teman dapat menyelesaikan makalah “Kaitan Bahasa Dengan Kesusastraan”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk memenuhi
tugas mata kuliah bahasa Indonesia di STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya .
Dalam penulisan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada teman-
teman yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga tepat waktu.
Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada Ustadz Thofa Nurkholis, S.Pd. selaku
dosen pembimbing bahasa Indonesia.
Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
kepada pembaca umumnya.

Surabaya,16 Februari 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................................4


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................4
C. Tujuan .......................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

1) Pengertian Bahasa ......................................................................................................6


2) Pengertian Sastra ........................................................................................................7
3) Kaitan Bahasa dengan Sastra .....................................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................................................9
B. Saran .........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa, sastra, dan ideologi adalah tema yang tidak dipisahkan, karya sastra apapun
adalah merupakan produk bahasa. Sementara itu, di dalam setiap karya sastra terdapat ideologi.
Di dalam ideologi terkonstruksi pandangan penulis yang mencakup pandangan hidup, nilai-
nilai budaya, sosial, ekonomi, agama, dan lain sebagainya. ideologi yang termuat dalam karya
sastra memiliki tujuan diantaranya adalah menggugah pembaca agar mengikuti arah pikir
penulis atau terdensi penulis. Inilah kemudian yang disebut dengan politik sastra atau proganda
sastra. Dalam konteks disiplin ilmu, ideologi memang bukan istilah yang dimiliki oleh sastra
namun lebih sering dipakai pada disiplin ilmu sosial dan politik serta diidentikkan dengan
kekuasaan.
Sastra dan bahasa merupakan dua bidang yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara
sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren, 1990:218). Bahasa sebagai sistem
tanda primer dan sastra dianggap sebagai sistem tanda sekunder Lotman (dalam Teeuw,
1984:99). Bahasa sebagai sistem tanda primer membentuk model dunia bagi pemakainya, yaitu
sebagai model yang pada prinsipnya digunakan untuk mewujudkan konseptual manusia di
dalam menafsirkan segala sesuatu baik di dalam maupun di luar dirinya. Selanjutnya, sastra
yang menggunakan media bahasa tergantung pada sistem primer yang diadakan oleh bahasa.
Dengan kata lain, sebuah karya sastra hanya dapat dipahami melalui bahasa.
Bahasa merupakan alat bagi penulis untuk mengungkapkan kembali pengamatannya
terhadap fenomena kehidupan dalam bentuk cerita. Bahasa sastra menjadi media utama untuk
mengekspresikan gagasan sastrawan (Al-Ma’ruf, 2009:1). Wellek dan Warren (1990:14)
mengungkapkan bahwa ada perbedaan utama antara bahasa sastra, bahasa sehari-hari, dan
bahasa ilmiah. Pemakaian bahasa sehari- hari lebih beragam, sementara bahasa sastra adalah
hasil dari penggalian dan peresapan secara sistematis dari seluruh kemungkinan yang
dikandung oleh bahasa itu.

B. Perumusan Masalah
1) Bagaimanakah pengertian bahasa?
2) Bagaimanakah pengertian sastra?
3) Bagaimana kaitan bahasa dan sastra?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui pengertian bahasa
2) Untuk mengetahui pengertian sastra
3) Untuk mengetahui kaitan antara bahasa dengan sastra

4
BAB II
PEMBAHASAAN
1. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi yang terorganisasi dalam bentuk satuansatuan, seperti
kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat yang diungkapkan baik secara lisan maupun tulis.
Terdapat banyak sekali definisi bahasa, dan definisi tersebut hanya merupakan salah satu di
antaranya. Anda dapat membandingkan definisi tersebut dengan definisi sebagai berikut:
bahasa adalah sistem komunikasi manusia yang dinyatakan melalui susunan suara atau
ungkapan tulis yang terstruktur untuk membentuk satuan yang lebih besar, seperti morfem,
kata, dan kalimat, yang diterjemahkan dari bahasa Inggris: “the system of human
communication by means of a structured arrangement of sounds (or written representation) to
form lager units, eg. morphemes, words, sentences” (Richards, Platt & Weber, 1985: 153). Di
dunia ini terdapat ribuan bahasa, dan setiap bahasa mempunyai sistemnya sendiri-sendiri yang
disebut tata bahasa.
Terdapat tata bahasa untuk bahasa Indonesia, tata bahasa untuk bahasa Inggris, tata
bahasa untuk bahasa Jepang, dan sebagainya. Meskipun kegiatan berkomunikasi dapat
dilakukan dengan alat lain selain bahasa, pada prinsipnya, manusia berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa. Pada konteks ini, bahasa yang digunakan adalah bahasa manusia, bukan
bahasa binatang. Dalam hal tertentu, binatang dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya
dengan menggunakan bahasa binatang. Hal yang menjadi bahan pembicaraan di sini bukan
bahasa binatang, melainkan bahasa manusia, dan semua kata ”bahasa” pada buku ini mengacu
pada ”bahasa manusia”.
Bahasa, dalam pengertian Linguistik Sistemik Fungsional (LSF), adalah bentuk
semiotika sosial yang sedang melakukan pekerjaan di dalam suatu konteks situasi dan konteks
kultural, yang digunakan baik secara lisan maupun secara tulis. Dalam pandangan ini, bahasa
merupakan suatu konstruk yang dibentuk melalui fungsi dan sistem secara simultan. Ada dua
hal penting yang perlu digarisbawahi. Pertama, secara sistemik, bahasa merupakan wacana atau
teks yang terdiri dari sejumlah sistem unit kebahasaan yang secara hirarkis bekerja secara
simultan dari sistem yang lebih rendah: fonologi/grafologi, menuju ke sistem yang lebih tinggi:
leksikogramatika (lexicogrammar), struktur teks, dan semantik wacana. Masing-masing level
tidak dapat dipisahkan karena masing-masing level tersebut merupakan organisme yang
mempunyai peran yang saling terkait dalam merealisasikan makna suatu wacana secara holistik
(Halliday, 1985; Halliday, 1994).
Kedua, secara fungsional, bahasa digunakan untuk mengekspresikan suatu tujuan atau
fungsi proses sosial di dalam konteks situasi dan konteks kultural (Halliday, 1994; Butt, Fahey,
Feez, Spinks, & Yalop, 2000). Oleh karena itu, secara semiotika sosial, bahasa merupakan
sejumlah semion sosial yang sedang menyimbulkan realitas pengalaman dan logika, realitas
sosial, dan realitas semiotis/simbol. Dalam konsep ini, bahasa merupakan ranah ekspresi dan
potensi makna. Sementara itu, konteks situasi dan konteks kultural merupakan sumber makna.
(Lihat uraian pada Kegiatan Belajar 2).
Dalam wujudnya, bahasa selalu berbentuk teks. Adapun yang dimaksud dengan teks
adalah satuan lingual yang mengungkapkan makna secara kontekstual. Di sini, istilah “teks”
dianggap sama dengan “wacana”, dan satuan lingual dapat berupa kata, kelompok kata, klausa,

5
atau kumpulan paragraf. Apabila seseorang ingin mengungkapkan sesuatu, ia akan
menggunakan bentuk teks tertentu. Dengan teks itu, ia akan mencapai tujuan yang
diinginkannya. Agar teks itu dapat mewadahi dan menjadi sarana untuk menyampaikan
tujuannya, ia berusaha agar teks itu mengandung bentukbentuk bahasa yang relevan. Bentuk-
bentuk itu tidak lain adalah sistem linguistik yang ada di dalam teks tersebut. Apabila tujuan
yang disampaikan berbeda, maka bentuk teks yang digunakan berbeda, dan bentuk-bentuk
bahasa yang dipilih di dalamnya pun juga berbeda. Akhirnya, teks yang tercipta akan dapat
mewakili seseorang tersebut, karena pada dasarnya sikap, gagasan, dan ideologinya telah
disampaikan melalui tujuan yang diungkapkannya dengan memilih bentuk-bentuk bahasa yang
relevan tersebut.
Tentang prinsip bahwa bahasa harus selalu dianggap sebagai teks, Fowler (1986)
menegaskan bahwa untuk kebutuhan analisis teks, analisis dapat dilakukan tidak hanya
terhadap teks linguistik, tetapi juga teks-teks lain (seperti teks sastra), baik teks faktual maupun
teks fiksi (Lihat juga Martin, 1985; Martin, 1992). Teks faktual adalah teks yang diciptakan
berdasarkan peristiwa nyata, sedangkan teks fiksi adalah teks rekaan, yaitu teks yang
diciptakan dari dunia imajinasi. Pembicaraan tentang jenis-jenis teks akan disampaikan
tersendiri pada Modul 7.

2. Pengertian Sastra
Sastra, atau yang dalam bahasa Inggris disebut literature, merupakan sebuah nama yang
disematkan kepada hasil kerja kreatif manusia dengan menggunakan bahasa sebagai bahan
penciptaannya. Secara etimologi, kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dalam
bahasa Sansekerta yang merupakan kata gabungan dari kata sas, yang memiliki arti
mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk, dan kata akhiran tra yang biasanya
digunakan untuk menunjukkan alat atau sarana. Maka, kata sastra, apabila diulik berdasarkan
arti katanya secara etimologi, dapat diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk atau
pengajaran. Pengartian tersebut menyiratkan makna bahwa apa yang disebut sastra tidak lain
dan tidak bukan adalah alat yang berfungsi untuk mendidik, atau memberikan pengetahuan
pada pembacanya (Teeuw, 2013).
Namun, dalam perkembangannya di dalam bahasa Indonesia, kata tersebut telah
mengalami perubahan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
(https://kbbi.kemdikbud.go.id) kata sastra tidak lagi digunakan sebagai kata yang berfungsi
untuk menandai berbagai objek atau benda yang berbentuk atau bersifat buku dan tulisan atau
abjad secara umum, tetapi digunakan untuk merujuk atau menandai pada sebuah objek atau
benda yang di dalamnya terdapat manifestasi kebahasaan (seperti kata-kata, gaya bahasa) yang
bukan bahasa sehari-hari. Itu memperlihatkan bahwa kata sastra dalam bahasa Indonesia telah
mengalami perubahan makna. Hal serupa juga terjadi pada kata literature. Secara etimologi,
kata tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin litteratura yang sebenarnya tercipta dari
terjemahan kata grammatika (bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika masing-masing
berdasarkan kata littera” dan gramma yang berarti huruf (tulisan atau letter) (Klarer, 2005: 1).
Namun, dalam perkembangannya, kata tersebut mengalami perubahan pemaknaan dalam
bahasa Inggris. Dalam Cambridge Dictionary (https://dictionary.cambridge.org) kata literature
diartikan sebagai written artistic works, especially those with a high and lasting artistic value
(karya tulis artistik, khususnya karya-karya tulis yang bernilai seni tinggi dan abadi). Adapun

6
Merriam-Webster Dictionary (https://www.merriam-webster.com/) kata tersebut memiliki arti
khusus writings having excellence of form or expression and expressing ideas of permanent or
universal interest (tulisan-tulisan yang memiliki keunggulan bentuk atau ekspresi dan
mengekspresikan gagasan yang bersifat permanen atau universal).
Sampai di sini, kiranya, kita telah mendapatkan pemahaman mengenai makna kata
sastra atau literature dalam konteks etimologi (asal kata) dan leksikal. Namun, untuk
mendapatkan pemahaman secara menyeluruh dan mendalam mengenai sastra, kita juga harus
mengulik atau menyelidiki pengertian sastra yang diberikan oleh para ahli.

3. Kaitan Bahasa dengan Sastra


Bahasa, sastra, dan ideologi adalah tiga istilah yang tidak bisa dipisahkan. Karya sastra
apapun adalah merupakan produk bahasa. Sementara itu dalam setiap karya sastra terdapat
ideologi. Di dalam ideologi tersebut terkonstruksi pandangan penulis yang mencakup
pandangan hidup, nilai-nilai budaya, sosial, ekonomi, agama, dan lain sebagainya. Ideologi
yang termuat dalam karya sastra memiliki tujuan diantaranya adalah menggugah pembaca agar
mengikuti arah pikir penulis atau tendensi penulis. Inilah kemudian yang disebut dengan politik
sastra atau proganda sastra.Dalam konteks disiplin ilmu, ideologi memang bukan istilah yang
dimiliki oleh sastra. Wacana ideologi berkaitan erat dengan disiplin ilmu sosial dan politik serta
diidentikan dengan kekuasaan. Secara etimologissastra berasal dari bahasa sansekerta, kata
Sas- dan -Tra yang berarti alat mengarahkan. Proses mengarahkan itu seringkali bermuatan
politik sastra. Ia terkadang amat halus, abstraktif, dan penuh dengan bujukan.
Muatan politis karya sastra disamping merepresentasikan pandangan penulis secara
individual, karya sastra juga mengandung pandangan politik suatu Negara. Jika pemerintah
lebih mementingkan langgengnya kekuasaan maka, karya sastra akan diarahkan sebagai alat
represif dalam rangka menundukkan masyarakat. Jika tidak mendukung kekuasaan maka karya
sastra tersebut akan dibredel atau dilarang beredar di tengah masyarakat. Sebagai contoh di
Negara-negara yang berideologi komunis, seperti Korea Utara, Cina, Kuba dan Rusia, terdapat
aturan-aturan yang sangat ketat terhadap karya sastra. Setiap karya sastra harus
merepresentasikan hegemoni dan ideologi penguasa. Sementara di belahan lainnya seperti
amerika dan eropa, mereka cenderung memproduksi karya sastra yang menggambarkan way
of life negaranya. Dalam hal ini, mereka lebih condong mengagungkan nilai-nilai atau faham-
faham kemandirian (individualism). Demikian juga dinegara-negara lainnya misalnya Turki
yang lebih mengutamakan karya sastra yang bermuatan sekuler.
Ideologi dalam sastra juga memuat pemahaman cara kerja dunia dan seorang manusia
merespon orang lain dan lingkungannya. Terdapat beberapa karya sastra di sebuah Negara
maupun tempat tertentu yang sesuai dengan pandangan tersebut. contohnya adalah cerita
Mahabarata maupun Ramayana yang dijadikan sebagai acuan moral, agama, budaya dan
falsafah hidup orang India maupun pemeluk agama hindu secara umum. Di Sulawesi selatan
terdapat Lagaligo yang mengandung cara hidup, budaya, falsafah, dan asal muasal orang
Sulawesi. Sementara di Lombok terdapat beberapa cerita yang memuat ideologi, budaya,
falsafah bahkan kedudukan, antara wanita dan laki-laki, Contohnya adalah cerita Putri
Mandalika, dimana dalam cerita ini diceritakan prinsip hidup wanita Lombok yang memuat
tentang kemandirian, prinsip, dan laku sehari-hari. Dalam cerita ini muncul istilah Ine' yang

7
secara bahasa bermakna Ibu. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari orang Lombok atau Sasak,
istilah tersebut kemudian dipakai untuk menjelaskan tentang sesuatu yang bermakna besar,
agung. atau yang dihormati (Santana, 2017 84-85). Dari karya sastra tersebut orang bisa
mempelajari perilaku, budaya, dan ideologi suatu masyarakat baik keadaannya dimasa lampau
sekarang dan masa yang akan datang.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa, sastra, dan ideologi adalah tiga istilah yang tidak bisa dipisahkan. Karya sastra
apapun adalah merupakan produk bahasa. Sementara itu dalam setiap karya sastra terdapat
ideologi. Di dalam ideologi tersebut terkonstruksi pandangan penulis yang mencakup
pandangan hidup, nilai-nilai budaya, sosial, ekonomi, agama, dan lain sebagainya. Ideologi
yang termuat dalam karya sastra memiliki tujuan diantaranya adalah menggugah pembaca agar
mengikuti arah pikir penulis atau tendensi penulis. Proses mengarahkan itu seringkali
bermuatan politik sastra. Ia terkadang amat halus, abstraktif, dan penuh dengan bujukan.
Muatan politis karya sastra disamping merepresentasikan pandangan penulis secara
individual, karya sastra juga mengandung pandangan politik suatu Negara. Jika pemerintah
lebih mementingkan langgengnya kekuasaan maka, karya sastra akan diarahkan sebagai alat
represif dalam rangka menundukkan masyarakat. Jika tidak mendukung kekuasaan maka karya
sastra tersebut akan dibredel atau dilarang beredar di tengah masyarakat. Dalam hal ini, mereka
lebih condong mengagungkan nilai-nilai atau faham-faham kemandirian . Demikian juga
dinegara-negara lainnya misalnya Turki yang lebih mengutamakan karya sastra yang
bermuatan sekuler.
Ideologi dalam sastra juga memuat pemahaman cara kerja dunia dan seorang manusia
merespon orang lain dan lingkungannya. Terdapat beberapa karya sastra di sebuah Negara
maupun tempat tertentu yang sesuai dengan pandangan tersebut. contohnya adalah cerita
Mahabarata maupun Ramayana yang dijadikan sebagai acuan moral, agama, budaya dan
falsafah hidup orang India maupun pemeluk agama hindu secara umum. Di Sulawesi selatan
terdapat Lagaligo yang mengandung cara hidup, budaya, falsafah, dan asal muasal orang
Sulawesi.

B. Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasakan tulisan ini sangat sederhana dan jauh dari
sempurna. Saran, kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi kesempurnaan tulisan ini.
Demikian pula, perlu penyempurnaan di sana – sini agar tulisan ini menjadi lebih lengkap
dan lebih bermanfaat bagi pembaca dan pecinta bahasa Indonesia.

9
DAFTAR PUSTAKA
Suhandra, I. R. (2019). Jurnal Kajian Bahasa dan Budaya. Cordova Jurnal, 9, 182.
Dr. Tri Wiratno, M. A., & Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, P. D. (n.d.). Bahasa, Fungsi Bahasa,
dan Konteks Sosial.
Tjahyadi, I. (n.d.). Mengulik Kembali Pengertian Sastra. 6.

10

Anda mungkin juga menyukai