Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

BAHASA DAN MASYARAKAT


Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Sosiolinguistik
Dosen Pengampu: H. Irfan Efendi, M.Pd.

Oleh 4B :
1. Koriatun Syafitri
2. Mia Ratnasari
3. Moh. Sahri
4. Najibah
5. Nilam Sari
6. Sonu Lihana
7. Yayat Priyatna

PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

STKIP NU INDRAMAYU

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Swt. Shalawat serta salam
senantiasa kita lanturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman yang penuh ilmu
pengetahuan seperti yang kita rasakan saat ini. Kami bisa menyelesaikan makalah
tentang Bahasa dan Masyarakat. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Sosiolinguistik.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan
bagi kita semua.

Indramayu, 5 April 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................1

C. Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Bahasa dan Tutur.......................................................................................3

B. Verba Repertoire.......................................................................................5

C. Masyarakat Tutur......................................................................................6

D. Hubungan Bahasa dengan Masyarakat......................................................7

E. Hubungan Bahasa dengan Tingkatan Masyarakat....................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................................11

Simpulan............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki
keterkaitan di mana masyarakat dapat terbentuk oleh bahasa yang dipakainya.
Demikian pula dengan bahasa yang digunakan di dalam masyarakat dapat
dipergunakan untuk mencocoki kepentingan interaksi para anggota. Adapun
dalam sebuah interaksi masyarakat terdapat kemampuan komunikatif. Di
mana kemampuan komunikatif ini meliputi kemampuan bahasa yang dimiliki
oleh penutur beserta keterampilan mengungkapkan sesuai dengan fungsi dan
situasi serta norma-norma pemakaian dalam konteks sosialnya (Pride dan
Holmes, 1972:269-293).

Sebuah pendapat mengatakan bahwa masing-masing individu memiliki


kemampuan komunikatif yang ditentukan oleh masyarakat dengan kata lain,
masyarakat itu sendiri merupakan himpunan dari individu-individu dengan
segala komunikasi dan interaksinya. Himpunan ini dikenal dengan istilah
masyarakat tutur. Adanya perbedaan pendapat di kalangan pakar
sosiolinguistik akan substansi dari masyarakat tutur menjadikan definisi
masyarakat tutur yang luas dan beragam. Kepentingannya adalah apakah
pemahaman mengenai masyarakat tutur berasal dari himpunan individu yang
komunikatif adalah benar atau memang masyarakat itu sudah tercipta sebagai
sebuah masyarakat tutur dengan bahasa yang digunakan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan bahasa dan tutur?

2. Apa yang dimaksud dengan verbal repertoire?

3. Bagaimana konsep masyarakat tutur?

1
4. Apa hubungannya bahasa dengan masyarakat?

5. Apa hubungann bahasa dengan tingkatan sosial masyarakat?

2
2

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bahasa dan tutur.

2. Untuk mengetahui konsep verbal repertoire.

3. Untuk mengetahui konsep tentang masyarakat tutur.

4. Untuk mengetahui hubungan bahasa dengan masyarakat.

5. Untuk mengetahui hubungan bahasa dengan tingkatan sosial


masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bahasa dan Tutur


Ferdinand de Saussure (1916) membedakan antara yang disebut langage,
langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu, dalam
bahasa secara tidak cermat, lazim dipadankan dengan satu istilah yaitu bahasa.
Padahal ketiganya mempunyai pengertian yang sangat berbeda, meskipun
ketiga sama - sama bersangkutan dengan bahasa. Padahal ketiganya
mempunyai pengertian yang sangat berbeda. Dalam bahasa Prancis istilah
Langage digunakan untuk menyebut bahasa sebagai sistem lambang bunyi
yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal
di antara sesamanya. Langage ini bersifat abstrak. Barangkali istilah langage
dapat dipadankan dengan kata bahasa seperti pada kalimat “Manusia
mempunyai bahasa, binatang tidak”. Jadi, penggunaan istilah bahasa dalam
kalimat tersebut, sebagai padanan kata langage, tidak mengacu pada salah satu
bahasa tertentu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya, sebagai alat
komunikasi manusia. Binatang juga melakukan kegiatan komunikasi, tetapi
alat yang digunakan bukan bahasa.

Istitah kedua dari Ferdinand de Saussure yaki langue dimaksudkan sebagai


sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota
masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi seainays Jadi,
langue mengacu pada sebuah sistem lambang bunyt tertentu yang digunakan
oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu yang barangkali dapat
dipadankan dengan kata bahasa dalam kalima. "Nita belajar bahasa Jepang,
sedangkan Dika belajar bahasa Inggris" Sama dengan langage yang bersifat
abstrak, langue juga bersifat abstrak, sebab baik langue maupun langage
adalah suatu sistem pola, keteraturan, atau kaidah yang ada atau dimiliki
manusia tetapi tidak nyata nyata digunakan

3
4

Berbeda dengan langage dan langue yang bersifat abstrak, maka istilah
yang ketiga yaitu parole bersifat konkret, karena parole itu merupakan
pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran atau tuturan yang dilakukan oleh
para anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi sesamanya.
Parole di sini barangkali dapat dipadankan dengan kata bahasa dalam kalimat.
Kalau beliau berbicara bahasanya penuh dengan kata daripada dan akhiran
ken" Jadi, sekali lagi parole itu tidak bersifal abstrak, nyata ada, dan dapat
diamati secara empiris.

Dari pembahasan mengenai istilah langage, langue dan parole di atas


terlihat bahwa kata atau istilah bahasa dalam bahasa Indonesia menanggung
beban konsep yang sangat berat, karena ketiga istilah yang berasal dari bahasa
Prancis itu dapat dipadankan dengan satu kata bahasa itu, meskipun harus
dalam konteks yang berbeda. Beban konsep atau makna yang ditanggung kata
bahasa itu, memang sangat berat, karena selain menanggung konsep istilah
langage, langue, dan parole itu juga menanggung konsep atau nenger han lain
Perhatikan penggunaan kata bahasa dalam kalimat-kalimat berikut!

 Sesama aparat penegak hukum haruslah ada kesamaan bahasa, agar


keputusan yang diambil tidak bertentangan
 Bahasa militer tak perlu digunakan dalam menghadapi kerusuhan
di sana.
 Nyatakanlah rasa cintamu dalam bahasa bunga. Hasilnya pasti akan
lebih baik.
 Sang Raja yang sedang dimabuk kemenangan itu tidak mengetahy)
bahasa sang permaisuri telah tiada.
 Agak sukar juga berbicara dengan orang yang gila – gila bahasa
itu.

Sebagai langage bahasa itu bersifat universal, sebab dia adalah sala sistem
lambang bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan manusia pada
suatu tempat atau suatu masa tertentu Tetapi sebagai langue bahasa itu,
meskipun ada ciri-ciri keuniversalannya, bersifat terbatas pada satu
masyarakat tertentu Satu masyarakat tertentu ini memang agak sukar
5

rumusannya, namun adanya cin saling mengerti (aumal intelligible barangkali


bisa dipakai batasan adanya satu bahasa Jadi, misalnya, penduduk yang ada di
Garut Selatan dengan yang ada di Karawang dan di lereng Gunung Salak,
Bogor, masih berada dalam satu masyarakat bahasa, karena mereka masih
dapat mengerti dengan alat verbalnya. Mereka dapat berkomunikasi atau
berinteraksi secara verbal Begitu juga penduduk yang berada di Banyumas
dengan yang berada di Semarang dan yang berada di Surabaya, masih berada
dalam satu bahasa dan satu masyarakat bahasa karena masih ada saling
mengerti di antara mereka sesamanya.

B. Verba Repertoire
Diatas sudah dibicarakan bahwa Ferdinand de Saussure membedakan
antara langue dan parole, antara bahasa sebagai sebuah sistem yang sifatnya
abstrak, dan bahasa dalam penggunaannya secara nyata di dalam masyarakat
yang bisa kita sebut tuturan (inggris: speech). Pakar lain, Chomsky, tokoh tata
bahasa generatif transformasi, menyebutkan adanya kompetens (inggris:
competence). Yang dimaksud dengan kompetens adalah kemampuan, yakni
pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya. Sedangkan
performans adalah perbuatan bahasa atau pemakaian bahasa itu sendiri dalam
keadaan yang sebenarnya di dalam masyarakat. Halliday, tokoh linguistik
sistemik, yang banyak menaruh perhatian pada segi kemasyarakatan bahasa,
tidak secara eksplisit membedakan bahasa sebagai sistem dan bahasa (tuturan)
sebagai keterampilan. Dia hanya menyebut adanya kemampuan komunikatif ,
yang kirakira merupakan perpaduan atau gabungan antara kedua pengertian
itu. Yang dimaksud dengan kemampuan komunikatif adalah kemempuan
bertutur atau kemampuan untuk menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi
dan situasi serta norma-norma penggunaan bahasa dengan konteks situasi dan
konteks sosialnya jadi, untuk dapat disebut mempunyai kemampuan
komunikatif seseorang itu harusmempunyai kemampuan untuk bisa
membedakan kalimat yang gramatikal dan yang tidak gramatikal, serta
mempunyai kemampuan untuk memilih bentuk-bentuk bahasa yang sesuai
dengan situasinya, mampu memilih ungkapan yang sesuai dengan tingkah
laku dan situasi, serta tidak hanya dapat menginterpretasikan makna
6

referensial (makna acuan) tetapi juga dapat menafsirkan makna konteks dan
makna situasional. Setiap penutur suatu bahasa, tentunya dengan berbagai
taraf gradasi, mempunyai kemampuan komunikatif itu.

Verbal repertoir sebenarnya ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap
penutur secara individual, dan yang merupakan milik masyarakat tutur secara
keseluruhan. Yang pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh
seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial
bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Yang kedua mengacu pada
keseluruhan alat-alat verbal yang ada di dalam suatu masyarakat, beserta
degan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks
sosialnya.

C. Masyarakat Tutur
Kalau suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal
repertoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama
terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam
masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau
masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur. jadi, masyarakat tutur
bukanlah hanya sekelompok orang yang mempunyai norma yang sama dalam
menggunakan bentuk-bentuk bahhasa. Satu hal lagi yang patut dicatat, untuk
dapat disebut satu masyarakat tutur adalah adanya perasaan menggunakan
tutur yang sama ini, maka dua buah dialek yang secara linguistik merupakan
sutu bahasa dianggap menjadi dua bahasa dari duamasyarakat tutur yang
berbeda. Misalnya, bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia, yang masing-
masing oleh para penuturnya dianggap dua bahasa yang berbeda.

Fishman (1976:28) menyebut “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat


yang anggotaanggotanya setidak-tidaknya mengenal sutu variasi bahasa
beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya”. Kata masyarakat
dalam istilah masyarakat tutur bersifat relatif, dapat menyangkut masyarakat
yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut sekelompok kecil orang.
Kata masyarakat itu kiranya digunakan sama dalam penggunaan “masyarakat
desa”, “masyarakat kota”, “masyarakat jawa barat”, “masyarakat inggris”,
7

“masyarakat eropa”, dan yang hanya menyangkut sejumlah kecil orang seperti
“masyarakat pendidikan”, atau “masyarakat linguistik indonesia”.

Bahasa mengenai masyarakat tutur sebenarnya sangat beragam, yang


barangkali antara satu dengan yang lainnya agak sukar untuk dipertemukan.
Bloomfield (1933:29) membatasi dengan “sekelempok orang yang
menggunakan sistem isyarat yang sama”. Batasan Bloomfield ini dianggap
terlalu sempit oleh para ahli sosiolinguistik sebab, terutama dalam masyarakat
modern, banyak orang yang menguasai lebih dari suatu ragam bahasa; dan di
dalam masyarakat itu sendiri terdapat lebih dari satu bahasa. Sebaliknya,
batasan yang diberikan oleh Labov (1972:158) yang mengatakan “satu
kelompok orang yang mempunyai norma yang sama mengenai bahasa”,
dianggap terlalu luas dan terbuka. Untuk memahami lebih jauh dan lebih luas,
lihat Wardhaugh 1990:113-126.

D. Hubungan Bahasa dengan Masyarakat


Bahasa dan masyarakat, dua hal yang bertemu di satu titik, artinya antara
bahasa dan masyarakat tidak akan pernah terpisahkan. Bahasa sebagai sistem
lambang bunyi yang arbitrer, digunakan oleh anggota masayarakat sebagai
alat komunikasi, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Bahasa begitu
melekat erat, menyatu jiwa di setiap penutur di dalam masyarakat. Ia laksana
sebuah senjata ampuh untuk mempengaruhi keadaan masyarakat dan
kemasyarakatan. Fungsi bahasa sebagai alat untuk berinteraksi atau
berkomunikasi dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep
atau juga perasaan di dalam masyarakat inilah di namakanfungsi bahasa secara
tradisional. Maka dapat di katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya
di dalam masyarakat ini merupakan kajian sosiolinguistik

Berbicara tentang bahasa dan masyarakat, maka tidak terlepas dari istilah
“masyarakat bahasa”. Masyarakat bahasa adalah sekelompok orang yang
memiliki bahasa bersama atau merasa termasuk dalam kelompok itu, atau
berpegang pada bahasa standar yang sama. Masyarakat tutur adalah istilah
netral. Ia dapat dipergunakan untuk menyebut masyarakat kecil atau
sekelompok orang yang menggunakan bentuk bahasa yang relatif sama dan
8

mempunyai penilaian yang sama dalam bahasanya. Jadi masyarakat bahasa


atau masyarakat tutur.

Bagaimanakah bentuk hubungan antara bahasa dengan masyarakat?


Bentuk hubungan bahasa dengan masyarakat adalah adanya hubungan antara
bentuk-bentuk bahasa tertentu, yang disebut variasi ragam atau dialek dengan
penggunaannya untuk fungsi-fungsi tertentu didalam masyarakat.Sebagai
contoh di dalam kegiatan pendidikan kita menggunakan ragam baku, untuk
kegiatan yang sifatnya santai (non formal) kita menggunakan bahasa yang
tidak baku, di dalam kegiatan berkarya seni kita menggunakan ragam sastra
dan sebagainya. Inilah yang disebut dengan menggunakan bahasa yang benar,
yaitu penggunaan bahasa pada situasi yang tepat atau sesuai konteks di mana
kita menggunakan bahasa itu untuk aktivitas komunikasi.

E. Hubungan Bahasa dengan Tingkatan Masyarakat


Adanya tingkatan sosial di masyarakat dapat di lihat dari dua segi: pertama
dari segi kebangsawanan, dan kedua, dari segi kedudukan sosial yang di tandai
dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang di miliki.
Biasanya yang memiliki pendidikan lebih baik memperoleh kemungkinan
untuk memperoleh taraf perekonomian yang lebih baik pula. Tetapi ini tidak
mutlak. Bisa saja taraf pendidikan yang baik namun taraf perekonomiannya
kurang baik. Dan sebaliknya, yang memiliki taraf pendidikannya kurang tapi
memiliki taraf perekonomian yang baik.

Kuntjaraningrat (1967:245) membagi masyarakat jawa menjadi 4


tingkatan, yaitu: 1. Wong cilik, 2. Wong sudgar, 3 priyayi dan 4. ndara.
Sedangkan Clifford Geertz membagi masyarakat jawa menjadi 3 tingkatan
yaitu: 1. Priyayi, 2. Orang yang berpendidikan dan bertempat tinggal di kota
dan 3. Petani dan orang kota yang tidak berpendidikan. Dari kedua jenis
penggolongan di atas jelas adanya perbedaan tingkatan dalam masyarakat
tutur bahasa jawa. Berdasarkan tingkatan itu, maka dalam masyarakat jawa
terdapat berbagai variasi bahasa yang di gunakan sesuai dengan tingkat
sosialnya. Jadi, bahasa atau ragambahasa yang di gunakan di kalangan wong
cilik tidak sama dengan wong sudagar dan status di atas mereka.
9

Perbedaan variasi bahasa dapat juga terjadi apabila yang terlibat dalam
pertuturan itu mempunyai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya jika wong
cilik berbicara dengan priyayi atau ndara maka masingmasing menggunakan
variasi bahasa yang berbeda, pihak yang memiliki tingkat sosial yang rendah
akan menggunakan variasi bahasa yang lebih tinggi atau dalam bahasa jawa di
sebut bahasa karma inggil ketika berbicara dengan yang memiliki tingkat
sosial yang lebih tinggi, sebaliknya apabila orang yang memiliki tingkatan
sosial yang lebih tinggi berbicara dengan yang tingkatan sosialnya lebih
rendah maka variasi bahasa yang di gunakan adalah variasi bahasa yang lebih
rendah atau bahasa ngoko.

Variasi bahasa yang penggunaanya berdasarkan pada tingkatan-tingkatan


sosial ini di kenal dalam bahasa jawa dengan istilah undak usuk. Adanya
tingkat-tingkat bahasa yang di sebut undak usuk ini menyebabkan penutur dari
masyarakat jawa tersebut untuk mengetahui lebih dahulu kedudukan tingkat
sosial terhadap lawan bicaranya. Adakalanya mudah, tetapi sering kali tidak
mudah. Lebih-lebih lagi kalau terjadi si penutur lebih tinggi kedudukan
sosialnya tetapi usianya lebih muda. Atau sebaliknya, kedudukan sosialnya
lebih rendah tetapi lebih tua dari lawan bicaranya. Kesulitan ini ditambah pula
dengan semacam kode etik, bahwa seorang penutur tidak boleh menyebut
dirinya dengan tingkat bahasa yang lebih tinggi. Dengan demikian, dapat di
lihat betapa rumitnya pemilihan variasi bahasa untuk berbicara dalam bahasa
jawa.

Uhlenbeck(1970) membagi variasi bahasa menjadi tiga yaitu krama,


madya dan ngoko. Lalu masing-masing di perinci lagi menjadi muda krama,
kramantara, dan wredakrama madya ngoko madyantara dan madya krama;
ngoko sopan dan ngoko andhap. Sedangkan Clifford geertz (1976:168)
membagi dua bagian pokok yaitu krama dan ngoko lalu krama di perinci
menjadi krama inggil, krama biasa dan krama madya, sedangkan ngoko di
perinci manjadi ngoko madya, ngoko biasa dan ngoko sae.

Untuk lebih jelas lihat contoh yang di angkat dari Suwito (1983), pada
contoh berikut dapat dilihat adanya variasi bahasa krama dan ngoko dilihat
10

dari sipenanya, kalau si penanya mempunyai status sosial yang lebih rendah
dari si penjawab maka biasanya digunakan bentuk krama dan si penjawab
menggunakan bentuk ngoko, kalau si penanya mempunyai status sosial yang
lebih tinggi dari si penjawab, maka dia menggunakan bentuk ngoko sedangkan
si penjawab menggunakan bentuk krama. Kalau penanya dan penjawab
memiliki kedudukan yang sederajat, maka kalau si penanya menggunakan
bentuk krama si penjawab juga memekai bentuk krama pula, dan apabila si
penanya menggunakan bentuk ngoko maka si penjawab juga harus memakai
bentuk ngoko.

Dari uraian di atas, jelas, yang di maksud dengan tingkat sosial masyarakat
itu adalah status dimana seseorang mempunyai kedudukan dari segi
pendidikan maupun dari segi ekonomi. Lalu bagaimanakah hubungan antara
bahasa dengan tingkat sosial masyarakat?. Tingkatan sosial seseorang di
masyarakat sangat mempengaruhi cara berbahasa dengan orang lain dan
menjadi ukuran bagi lawan bicara agar menggunakan variasi bahasa dengan
melihat status sosial seseorang di masyarakat.
BAB III
PENUTUP

Simpulan
Ferdinand de Saussure (1916) membedakan antara yang disebut langage,
langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu, dalam
bahasa secara tidak cermat, lazim dipadankan dengan satu istilah yaitu bahasa.

Verbal repertoir sebenarnya ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap
penutur secara individual, dan merupakan milik masyarakat tutur secara
keseluruhan. Yang pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh
seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial
bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Yang kedua mengacu pada
keseluruhan alat-alat verbal yang ada di dalam suatu masyarakat, beserta
degan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks
sosialnya.

Fishman (1976:28) menyebut “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat


yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal sutu variasi bahasa
beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya”.

Bahasa dan masyarakat, bahasa dan kemasyarakatan, dua hal yang


bertemu di satu titik, artinya antara bahasa dan masyarakat tidak akan pernah
terpisahkan. Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang arbitrer, digunakan
oleh anggota masayarakat sebagai alat komunikasi, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Bahasa begitu melekat erat, menyatu jiwa di setiap
penutur di dalam masyarakat. Ia laksana sebuah senjata ampuh untuk
mempengaruhi keadaan masyarakat dan kemasyarakatan. Fungsi bahasa
sebagai alat untuk berinteraksi atau berkomunikasi dalam arti alat untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau juga perasaan di dalam
masyarakat inilah di namakan fungsi bahasa secara tradisional. Maka dapat di
katakan hubungan antara bahasa dan penggunanya di dalam masyarakat ini
merupakan kajian sosiolinguistik.

11
Adanya tingkatan sosial di masyarakat dapat di lihat dari dua segi: pertama
dari segi kebangsawanan, dan kedua, dari segi kedudukan sosial yang di tandai
dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang di miliki.
Biasanya yang memiliki pendidikan lebih baik memperoleh kemungkinan
untuk memperoleh taraf perekonomian yang lebih baik pula. Tetepi ini tidak
mutlak. Bisa saja taraf pendidikan yang baik namun taraf perekonomiannya
kurang baik. Dan sebaliknya, yang memiliki taraf pendidikannya kurang tapi
memiliki taraf perekonomian yang baik.

12
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Prasetyo, Agung. 2016. Pengertian Masyarakat Tutur dalam Sosiolinguistik.


https://www.linguistikid.com/2016/10/pengertian-masyarakat-tutur-
sosiolinguistik.html. Diakses 4 April 2021 pukul 20.30 WIB.

Sururudin. 2009. Bahasa Dan Masyarakat (Kajiian Sosiolinguistik).


https://sururudin.wordpress.com/2009/09/06/pejabat-lomba-panen-padi.
Diakses 4 April 2021 pukul 19.30 WIB.

Anda mungkin juga menyukai