Anda di halaman 1dari 42

SOSIOLINGUISTIK: KAJIAN KONTAK BAHASA

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiolinguistik


Dosen Pengampu: Yayuk Eni Rahayu, M.Hum

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Elisabeth Trinitas Parlindung (21201241013)


2. Fadli Muhammad (21201241029)
3. Karisma Nur Fitria (21201241032)
4. Nazyla (21201241040)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA, SENI, DAN BUDAYA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Sosiolinguistik: Kajian Kontak Bahasa ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pragmatik Ibu Yayuk Eni Rahayu, M.Hum. Pada Mata Kuliah Pragmatik. Tidak hanya itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Kajian Kontak Bahasa bagi
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Yayuk Eni Rahayu, M.Hum.
Selaku dosen Mata Kuliah Pragmatik karena dengan adanya tugas ini kami Kelompok 8
sebagai mahasiswa semakin mengetahui mengenai topik pembahasan Sosiolinguistik: Kajian
Kontak Bahasa sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami sebagai
mahasiswa. Kami menyadari, makalah yang kami susun ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu usul, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan dan kami terima
dengan senang hati.

Yogyakarta, 25 Oktober 2023

Penyusun Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………2
C. Tujuan Pembahasan………………………………………………………..2
D. Manfaat Pembahasan………………………………………………………3

BAB II KAJIAN TEORI…………………………………………………………….4

A. Kontak Bahasa…………………………………………………………….4
B. Faktor-Faktor Kontak Bahasa……………………………………………..8
1. Faktor Geografis……………………………………………………….8
2. Faktor Historis………………………………………………………..10
3. Faktor Sosial………………………………………………………….13
4. Faktor Politik…………………………………………………………16
C. Sikap Bahasa……………………………………………………………..18

BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………..23

A. Revie Jurnal 1…………………………………………………………….23


B. Review Jurnal 2…………………………………………………………..31

BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………37

A. Kesimpulan…………………………………………………………….....37
B. Saran……………………………………………………………………...37

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………39

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia telah mengenal satu statement bahwa Indonesia merupakan


salah satu negeri kaya bahasa. Terhitung dari perbatasan Sabang sampai
Merauke, Indonesia mempunyai lebih dari 5 ribu jenis bahasa daerah dengan
penutur lebih dari 10 juta penduduk. Pada tahun 2021 lalu, databox
menyatakan jika terdapat 718 bahasa daerah yang tervalidasi, namun belum
dihitung dialek dan bahasa daerah tiap-tiap desanya. Dalam satu daerah pun
sangat jarang hanya menggunakan tunggal bahasa. Hal ini dikarenakan
banyaknya jumlah penutur yang menguasai lebih dari dua bahkan tiga bahasa
(multibahasawan).

Keberagaman bahasa di Indonesia menjadi latar belakang terjadinya


kontak bahasa. Banyak istilah yang mengaitkan antara proses penggunaan
bahasa satu dengan bahasa yang lain secara langsung hingga terjadilah
interaksi komunikasi secara langsung. Fakta Indonesia kaya akan bahasa
memang tidak bisa dikesampingkan. Komunikasi yang terjalin dalam
masyarakat menjadikan penggunaan bahasa menjadi lebih beragam yang
disebabkan oleh latar belakang dan penguasaan bahasa dari penuturnya.
Adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam komunikasi oleh seorang
penutur baik dilakukan secara intens maupun bergantian menyebabkan
terjadinya kontak bahasa.

Berbicara perihal kontak bahasa tidak akan pernah terlepas dari situasi
individu atau kelompok yang saling berinteraksi menggunakan berbagai
bahasa atau dialek. Artinya, terjadi aktivitas secara langsung antarindividu
yang berkomunikasi menggunakan bahasa daerah masing-masing baik dialek
atau memang disebabkan adanya pengaruh adaptasi. Kontak bahasa secara
harfiahnya memiliki latar belakang yang mempengaruhinya, diantaranya dapat
mengarah pada perubahan bahasa, evolusi dialek, penciptaan bahasa pidgin
atau kreol, dan adaptasi budaya. Dalam banyak kasus, ini juga mengarah pada
multilingualisme, di mana individu atau kelompok berbicara lebih dari satu
bahasa dalam kehidupan sehari-hari mereka. Kontak bahasa dapat terjadi

1
dalam berbagai situasi dan kondisi bergantung dengan konteks sosial yang
melingkupinya. Konteks tersebut sangat memengaruhi terjadinya kontak
bahasa. Tidak hanya sebatas pada komunikasi lisan saja, kontak bahasa juga
dapat diidentifikasi dalam komunikasi tulis dengan melihat pada pilihan
bahasa yang digunakan. Tuturan yang digunakan oleh seorang penutur
dipengaruhi oleh faktor partisipan, latar, dan topik. Ketiganya secara umum
dikenal dengan konsep ranah (domain) penggunaan bahasa. Faktor lain yang
juga harus diperhatikan antara lain jarak sosial, hubungan status penutur,
peran sosial, dimensi formalitas, dan juga fungsi atau tujuan dari interaksi.

Fenomena kontak bahasa inilah yang kemudian menarik banyak


perhatian para ahli bahasa. Bahkan banyak yang menjadikan kontak bahasa
sebagai wabah mengetahui keberagaman bahasa antar daerah berdasarkan
faktor yang mempengaruhi melalui analisis kontak bahasa yang kemudian
menghasilkan berbagai macam model bahasa yang digunakan penutur baik
dalam suatu kelompok, komunitas, maupun suatu organisasi. Dalam makalah
ini telah tertera jika fokus kajiannya terletak pada faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya kontak bahasa dan hasil review analisis artikel
tentang kontak bahasa oleh penulis-penulis sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

1. Seperti apa bentuk faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kontak


bahasa di Indonesia?
2. Bagaimana hasil review analisis artikel "Kontak Bahasa antara
Komunitas Tutur Bahasa Bugis dengan Komunitas Tutur Bahasa Sasak
di Pulau Lombok" oleh Desi Rachmawati dan artikel "Fitur-fitur
Fonologis Penggunaan Elemen-elemen Bahasa Arab dalam
Komunikasi Masyarakat Keturunan Arab Surakarta" oleh Jiah
Fauziah?

C. Tujuan Pembahasan

1. Agar mampu mengklasifikasikan faktor-faktor apa saja yang dapat


mempengaruhi kontak bahasa.
2. Untuk mengetahui hasil review dari pengaplikasian teori kontak bahasa
pada artikel "Kontak Bahasa antara Komunitas Tutur Bahasa Bugis

2
dengan Komunitas Tutur Bahasa Sasak di Pulau Lombok" oleh Desi
Rachmawati dan pada artikel "Fitur-fitur Fonologis Penggunaan
Elemen-elemen Bahasa Arab dalam Komunikasi Masyarakat
Keturunan Arab Surakarta" oleh Jiah Fauziah.

D. Manfaat Pembahasan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai


pihak. Manfaat yang diharapkan antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Makalah ini diharapkan mampu menjadi salah satu sumber referensi


serta acuan bagi khalayak umum sebagai sarana pengembangan serta
pembinaan terkait Kontak Bahasa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis

Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan


pengalaman dengan melakukan literasi dari berbagai literatur atau

sumber bacaan.

b. Bagi Pemateri Selanjutnya

Makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam


pengimplementasian dan pengembangan mengenai wawasan tentang

Kontak Bahasa yang disertakan contoh analisis artikelnya.

c. Bagi Mahasiswa

Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi


mengenai ruang lingkup Kontak Bahasa sebagai salah satu aspek
dalam sosiolinguistik.

3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kontak Bahasa

Kontak bahasa adalah fenomena di mana dua bahasa atau lebih


digunakan dan berinteraksi dalam situasi yang sama, sering kali dengan
pengaruh saling terhadap satu sama lain. Thomason (2001:1) menjelaskan
mengenai pengertian kontak bahasa bahwa menurutnya kontak bahasa adalah
peristiwa penggunaan lebih dari satu bahasa dalam tempat dan waktu yang
sama. Ini dapat terjadi ketika penutur dari berbagai latar belakang bahasa
berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain. Hal ini dapat menghasilkan
perubahan atau pengaruh pada bahasa-bahasa yang terlibat dalam kontak
tersebut, seperti adopsi kata-kata atau fitur-fitur bahasa dari satu bahasa ke
bahasa lain.

Kontak bahasa juga dapat memiliki berbagai dampak sosial, budaya,


dan linguistik, dan dapat terjadi dalam berbagai konteks, seperti migrasi,
kolonialisasi, perdagangan internasional, dan banyak lagi. Studi kontak bahasa
adalah bidang yang penting dalam linguistik dan dapat membantu untuk
memahami bagaimana bahasa-bahasa berkembang dan beradaptasi dalam
situasi kontak budaya yang beragam. Dengan adanya peristiwa kontak bahasa
ini akan menimbulkan beberapa peristiwa sebagai akibat dari kontak bahasa.
Peristiwa tersebut adalah 1) bilingualisme, 2) alih kode, 3) campur kode, 4)
interferensi, dan 5) integrasi.

1. Bilingualisme

Bilingualisme atau kedwibahasaan adalah fenomena yang umum


dan banyak dipelajari, namun definisinya bervariasi tergantung pada sudut
pandang individu. Beberapa definisi berdasarkan kemampuan seseorang
dalam menggunakan dua bahasa dengan baik, sementara yang lain
berdasarkan fungsi atau tujuan penggunaan kedua bahasa tersebut. Secara
linguistik, bilingualisme dapat diartikan sebagai penggunaan dua bahasa
oleh seorang penutur secara bergantian dalam komunikasinya dengan
orang lain.

4
Bilingualisme juga bisa mengacu pada kemampuan seseorang
dalam menggunakan kedua bahasa dengan tingkat kecakapan yang tinggi,
sehingga dia dapat menggunakannya secara setara untuk berbagai
keperluan, baik lisan maupun tertulis. Dalam konteks masyarakat,
bilingualisme mengacu pada kebiasaan penggunaan dua bahasa dalam
komunikasi dengan orang lain. Salah satunya adalah bahasa ibu atau
bahasa pertama (B1), dan yang lainnya adalah bahasa kedua (B2).
Bilingualisme dapat menimbulkan berbagai masalah dan tantangan dalam
masyarakat yang menggunakan dua bahasa, termasuk masalah terkait
identitas, komunikasi, dan pilihan bahasa dalam berbagai konteks.

2. Alih Kode

Alih kode dalam konteks sosiolinguistik adalah peristiwa di mana


seseorang beralih dari penggunaan satu bahasa ke bahasa lain atau dari
satu ragam bahasa ke ragam bahasa yang lain. Ini dapat terjadi ketika
seseorang berpindah dari satu bahasa atau ragam ke yang lain dalam
situasi komunikasi tertentu. Alih kode tidak hanya terbatas pada perubahan
bahasa, tetapi juga dapat melibatkan perubahan ragam bahasa. Konsep ini
juga menggambarkan situasi di mana pemakai bahasa secara sosial
diharapkan untuk beralih bahasa atau ragam bahasa karena kebijakan
sosial atau etika.

Misalnya, ketika berbicara dengan seseorang yang tidak mengerti


bahasa asli mereka, seseorang mungkin akan beralih ke bahasa yang dapat
dimengerti oleh kedua belah pihak. Alih kode adalah fenomena yang
sering terjadi dalam masyarakat bilingual dan sering kali terkait dengan
campur kode. Meskipun kedua fenomena ini berkaitan erat, pembahasan
mereka dalam makalah ini diuraikan secara terpisah. Alih kode juga dapat
terjadi antara ragam bahasa dalam satu bahasa, bukan hanya antara bahasa
yang berbeda. Menurut beberapa ahli, alih kode dapat terjadi karena
perubahan situasi atau kebijakan sosial, dan dalam konteks tertentu,
penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh orang ketiga dapat
dianggap tidak pantas atau tidak etis secara sosial.

5
3. Campur Kode

Apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frasa-


frasa yang digunakan terdiri dari klausa dan frasa campuran, dan masing-
masing klausa atau frasa tersebut tidak lagi mendukung fungsi sendiri-
sendiri maka disebut sebagai campur kode (Chaer dan Agustina, 2010:92).
Peristiwa alih kode dan campur kode adalah dua fenomena yang sering
terjadi dalam masyarakat bilingual dan seringkali sulit untuk dibedakan.
Pada dasarnya alih kode dan campur kode, keduanya melibatkan
penggunaan dua atau lebih bahasa atau variasi bahasa dalam satu
komunitas berbicara.

4. Interferensi

Interferensi dan integrasi adalah hasil dari penggunaan dua bahasa


atau lebih dalam masyarakat multilingual. Keduanya juga berhubungan
dengan alih kode dan campur kode yang telah dibahas sebelumnya. Alih
kode melibatkan penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seorang
penutur karena alasan tertentu dan dilakukan dengan sadar, sedangkan
campur kode adalah penggunaan elemen-elemen dari bahasa lain dalam
penggunaan suatu bahasa, yang mungkin diperlukan dan tidak dianggap
kesalahan. Interferensi terjadi ketika penggunaan bahasa atau ragam
bahasa tertentu dipengaruhi oleh bahasa lain yang dikuasai oleh penutur.

Ini dapat melibatkan penggunaan kosakata, tata bahasa, atau


fonologi dari bahasa asal dalam bahasa yang sedang digunakan.
Interferensi umumnya terjadi tanpa disengaja dan dipengaruhi oleh
kemampuan penutur dalam menggunakan bahasa tertentu. Sementara itu,
integrasi adalah proses sadar di mana penutur menggabungkan elemen-
elemen dari berbagai bahasa atau ragam bahasa dalam satu komunikasi
untuk mencapai tujuan tertentu. Ini bisa menjadi strategi yang efektif
dalam komunikasi multilingual. Kesimpulannya, interferensi adalah
dampak tidak disengaja dari pengaruh bahasa asal dalam penggunaan
bahasa lain, sedangkan integrasi adalah penggabungan sadar elemen-
elemen bahasa yang berbeda untuk mencapai tujuan komunikasi. Kedua

6
fenomena ini dipengaruhi oleh kemampuan penutur dalam menggunakan
bahasa. Macam-macam interferensi adalah sebagai berikut:

a. Interferensi Fonologis: Interferensi fonologis terjadi apabila penutur


mengungkapkan kata-kata dari suatu bahasa dengan menyisipkan
bunyi-bunyi bahasa dari bahasa lain.
b. Interferensi Morfologis: Interferensi morfologis terjadi apabila dalam
pembentukan katanya suatu bahasa menyerap afiks-afiks bahasa lain.
c. Interferensi Sintaksis: Interferensi sintaksis terjadi apabila struktur
bahasa lain (bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa gaul) digunakan
dalam pembentukan kalimat bahasa yang digunakan.
d. Interferensi Semantis: Interferensi yang terjadi dalam bidang tata
makna. Menurut bahasa resipiennya, interferensi semantik dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu interferensi ekspansif dan
interferensi aditif.

5. Integrasi

Integrasi adalah masuknya unsur bahasa dari satu bahasa sumber (B


Su) ke dalam bahasa sasaran (B Sa) karena kekurangan-kekurangan yang
dimiliki oleh (B Sa). Integrasi memiliki sifat yang positif atau membangun
karena menyempurnakan bahasa serapan. Contohnya adalah banyaknya
istilah atau kata dari bahasa daerah dan bahasa asing yang masuk ke dalam
bahasa Indonesia, yang kemudian menjadi alternatif bagi pemakainya.
Integrasi ini juga berkaitan erat dengan masalah modernisasi bahasa, di
mana unsur-unsur bahasa lain digunakan dalam suatu bahasa dan dianggap
sebagai bagian integral dari bahasa tersebut. Dalam konteks integrasi,
unsur-unsur bahasa dari berbagai sumber menjadi bagian alami dari bahasa
sasaran dan membantu memperkaya bahasa tersebut. Ini adalah proses
yang menggambarkan dinamika perkembangan bahasa seiring dengan
berjalannya waktu.

7
B. Faktor-Faktor Kontak Bahasa
1. Faktor Geografi

Koentjaraningrat dalam bukunya yang dikutip oleh Abdul Chaer dan


Leonie (1990), menjelaskan bahwa bahasa merupakan bagian dari
kebudayaan, dan hubungan antara keduanya dapat dijelaskan sebagai
subordinatif, dengan bahasa berada di bawah lingkup kebudayaan. Namun,
ada pandangan lain yang mengatakan bahwa hubungan antara bahasa dan
kebudayaan bersifat koordinatif, dimana keduanya memiliki kedudukan
yang sama tinggi. Menurut Masinambouw (1999), bahasa dan kebudayaan
adalah dua sistem yang melekat pada manusia. Kebudayaan mengatur
interaksi manusia dalam masyarakat, sedangkan kebahasaan berfungsi
sebagai sarana untuk berlangsungnya interaksi. Oleh karena itu, hubungan
antara bahasa dan kebudayaan dapat diibaratkan sebagai dua fenomena
yang sangat erat, seperti anak kembar siam, di mana satu sisi adalah sistem
kebahasaan dan sisi lainnya adalah sistem kebudayaan. Melville J.
Herskovits (2001) menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok,
yaitu:

1. Alat-alat teknologi.
2. Sistem ekonomi.
3. Keluarga.
4. Kekuasaan Politik-Politik
5. Hubungan Kelas Sosial dengan Pemakaian Bahasa

Masyarakat adalah kelompok individu yang berinteraksi melalui


bahasa. Bahasa mencerminkan saling pengertian dan kode-kode linguistik,
seperti sistem bunyi, sintaksis, dan semantik. Stratifikasi sosial dalam
masyarakat menciptakan ragam bahasa, yang pada gilirannya memperkuat
stratifikasi tersebut. Contohnya, di Inggris, anak-anak dari keluarga
pekerja pabrik seringkali tidak diperbolehkan masuk universitas. Di
Indonesia, terdapat fenomena serupa, misalnya penggunaan kata “dalem”
dalam bahasa Jawa, yang menunjukkan perbedaan status sosial. Kata ini
digunakan apabila lawan berbicara lebih tinggi kedudukannya. Stratifikasi
sosial yang mempengaruhi pemilihan bahasa dalam tingkatan-tingkatan

8
bahasa disebut unda-usuk. Unda-usuk dapat dilihat pada Bahasa Jawa,
seperti yang dikatakan oleh Soepomo, “Bahasa Jawa mempunyai tingkat
tutur yang sangat kompleks”. Perbedaan tingkat tutur ini disebabkan,
karena dalam stratifikasi sosial Jawa dikenal tiga tingkatan yaitu: ngoko,
madya, dan krama. Berdasarkan stratifikasi ini dikenal pula dalam Bahasa
Jawa ragam-ragam bahasa.

Basil Bernstein (via Rorbert, 1976:4), seorang sosiolog Inggris


menyatakan bahwa keberhasilan bermasyarakat para anggota kelompok
sosial dan untuk memasuki hak-hak sosial mereka tergantung pada tingkat
pengorganisasian pesan-pesan bahasa mereka. Peranan bahasa di sini
sangat penting, karena tanpa bahasa mereka tidak mungkin dapat
mengutarakan isi hati atau idenya. Robert melihat adanya perbedaan secara
sintaksis dan semantis kebiasaan berbahasa antara orang atau golongan
yang berpendapatan rendah dengan golongan yang berpendapat lebih
tinggi dan berkedudukan kuat. Masyarakat kelas rendah mengalami
rintangan atau hambatan dalam berkomunikasi karena kosakata tidak
memadai atau terbatas jika dibandingkan dengan kelompok sosial yang
mempunyai kedudukan lebih tinggi tersebut.

Bernstein (via Ronald, 1987:316) mengatakan bahwa bahasa


mempunyai hubungan dengan kebudayaan. Ini sama dengan konsep Whorf
yaitu bahasa menentukan cara penutur bahasa itu memandang dunia
(Ronald, 1987:212). Dengan demikian pengalaman bahasa penutur yang
relatif akan berpengaruh pada kehidupannya. Hal ini dapat dilihat pada
variasi kontak bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa itu dalam
berinteraksi atau berkomunikasi sesama anggotanya atau dengan anggota
lain. Bernstein (dalam Ronald, 1987:317) mengatakan bahwa bahasa
sebagai sesuatu dapat mempengaruhi budaya dan pada gilirannya bahasa
dapat juga dipengaruhi budaya. Dalam konteks ini pengaruh budaya
nampak lebih dominan terhadap bahasa daripada budaya seorang anak
misalnya yang dibesarkan dalam lingkungan bahasa dan budaya lalu
mempelajari bahasa dalam lingkungan budaya tersebut, dia cenderung
melihat bahasa dari konteks budaya.

9
Hubungan budaya dengan bahasa merupakan hubungan yang
berlanjut secara terus-menerus. Struktur sosial menimbulkan ragam
struktur bahasa atau ragam linguistik tertentu terutama dalam berperilaku.
Perilaku tersebut pada gilirannya menghasilkan kembali struktur sosial
yang baru. Hal ini akan berlanjut seperti lingkaran; pola sosial tertentu
akan menghasilkan pola linguistik tertentu yang pada gilirannya
menghasilkan kembali pola sosial dan seterusnya. Setiap orang
mempunyai atribut untuk menyatakan kekuasaannya. Misalnya, seorang
Kepala Sekolah SD (Sekolah Dasar) akan lain bahasanya dengan seorang
kepala rumah tangga. Seorang kepala rumah tangga tidak mudah bertemu
dengan Kepala Dinas Kecamatan dan jika berjumpa maka suasana
kebahagiaan akan berbeda jika Kepala Dinas tersebut berbicara dengan
Kepala Sekolah SD (Sekolah Dasar). Cara berbahasa Kepala Dinas akan
berbeda dan akan berubah apabila menghadapi orang yang berbeda
kekuasaannya, (Pateda, 1987:79) Perbedaan tingkat pendidikan juga akan
menghasilkan variasi kontak bahasa.

Orang yang berpendidikan tinggi berbeda variasi kontak bahasa yang


digunakan dengan orang yang berpendidikan rendah apalagi orang tersebut
tidak berpendidikan. Perbedaan ini terlihat pada penggunaan struktur dan
pilihan kosakata yang digunakannya pada waktu berinteraksi. Penggunaan
kosakata dalam kaitannya dengan tingkat pendidikan ini biasanya erat
hubungannya dengan disiplin ilmu atau profesi penutur bahasa itu.
Seorang dokter akan lebih sering menggunakan kata-kata bidang
kedokteran. Seorang insinyur mesin akan banyak menggunakan kata
bidang permesinan. Seorang guru akan banyak menggunakan istilah
keguruan dan pendidikan. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik
kesimpulan, bahwa bahasa dengan segala variasi kontak bahasanya
berhubungan dengan kelas sosial suatu masyarakat.

2. Faktor Historis

Faktor historis dalam konteks kontak bahasa tak lepas dari


kejadian-kejadian sejarah yang terjadi pada bangsa Indonesia. Hal
yang paling mempengaruhi kontak bahasa di Indonesia adalah faktor

10
penyebaran agama melalui jalur perdagangan dan faktor penjajahan
(kolonialisasi)

a. Perdagangan dan Penyebaran Agama

Penyebaran agama melalui jalur perdagangan telah


memainkan peran sentral dalam membentuk kontak bahasa dan
budaya di Indonesia. Sejak zaman kuno, Indonesia telah
menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, emas, dan bahan-
bahan alam lainnya. Dalam hubungan perdagangan ini, para
pedagang, pelaut, dan penjelajah dari berbagai negara dan
budaya berkumpul di pelabuhan-pelabuhan Indonesia. Interaksi
di antara para pedagang dengan penduduk lokal telah
menyumbangkan kata dan istilah baru yang berhubungan
dengan bisnis.

Dalam proses perdagangan ini, agama-agama dari


berbagai tempat di dunia mulai masuk ke Indonesia. Islam,
sebagai salah satu agama utama yang tersebar melalui jalur
perdagangan, memainkan peran kunci dalam pengaruh ini. Para
pedagang Arab Muslim selain membawa ajaran agama, juga
membawa bahasa Arab sebagai bahasa tulisan dan ilmu
pengetahuan. Banyak istilah keagamaan dan budaya dari
bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia yang
turut memberikan kekayaan pada kosakata Indonesia.
Contohnya seperti kata “musyawarah, sahih, ikhtiar” dan lain
sebagainya

Selain Islam, agama-agama lain juga masuk ke


Indonesia melalui jalur perdagangan. Budha, Hindu, dan
agama-agama tradisional lokal mendapat pengikut di wilayah
ini melalui interaksi dengan pedagang-pedagang dari India dan
Tiongkok. Seiring dengan agama, banyak istilah agama dan
praktik keagamaan juga diadopsi dalam bahasa dan budaya
setempat.

11
b. Penjajahan dan Kolonialisasi

Selama masa penjajahan, bahasa penjajah seperti


Bahasa Belanda diwajibkan dalam berbagai aspek kehidupan
sehari-hari, termasuk pendidikan dan administrasi. Ini
menyebabkan banyak orang Indonesia mulai menggunakan
Bahasa Belanda dan mencampurnya dengan bahasa ibu mereka.
Bahkan, meskipun Indonesia meraih kemerdekaannya pada
tahun 1945, pengaruh Bahasa Belanda masih terlihat hingga
sekarang dalam sistem pendidikan dan administrasi negara.
Selain itu, kata-kata serapan dari Bahasa Belanda juga masih
digunakan dalam komunikasi sehari-hari.

Penjajahan juga menciptakan perubahan sosial yang


mendalam. Bahasa sering kali menjadi tanda identitas dan
status sosial. Penggunaan bahasa penjajah dapat menjadi
simbol status atau kekuasaan, sementara bahasa asli masyarakat
lokal mungkin dianggap rendah. Para bangsawan lokal di
zaman penjajahan akan mempelajari bahasa Belanda untuk
lebih meningkatkan lagi kelas sosial mereka. Di sisi lain,
bahasa asli masyarakat lokal sering kali dianggap rendah dan
diabaikan dalam konteks penjajahan. Bahasa ibu yang
digunakan oleh mayoritas masyarakat dianggap kurang
berharga dibandingkan dengan bahasa penjajah. Para penutur
bahasa lokal sering merasa kurang dihormati dan dihargai
dalam lingkungan yang didominasi oleh bahasa penjajah.

Sebagai dampak dari kontak-kontak sosial yang didasarkan


pada berbagai kepentingan tersebut menurut Poedjosoedarmo (2008)
dapat berdampak: (1) masuknya kata serapan; (2) masuknya unsur
morfologi baru; (3) masuknya fonem baru; dan (4) masuknya variasi
tutur baru.

Pertama, masuknya kata serapan adalah salah satu dampak


paling jelas dari kontak sosial. Ketika dua komunitas berbeda

12
berinteraksi, mereka sering kali meminjam kata-kata dari bahasa satu
sama lain. Ini bisa terjadi karena adanya kebutuhan untuk
menyebutkan konsep atau objek baru yang belum ada dalam bahasa
asli mereka. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, banyak kata serapan
dari Bahasa Belanda seperti "Apotek" yang diambil dari kata
"Apotheek", kata "insinyur" dari kata "ingenieur" dan lain sebagainya

Kedua, masuknya unsur morfologi baru. Morfologi adalah


struktur dan bentuk kata dalam bahasa. Ketika bahasa-bahasa berbeda
bersentuhan, unsur-unsur morfologi dari satu bahasa dapat
dicampurkan dengan bahasa lain. Ini dapat menghasilkan pembentukan
kata-kata baru, akar kata, atau konstruksi tata bahasa yang unik. Proses
ini menciptakan variasi dan kompleksitas dalam bahasa.

Ketiga, masuknya fonem baru. Suara-suara yang tidak ada


dalam bahasa asal dapat masuk ke dalam bahasa karena pengaruh dari
bahasa lain. Ini bisa terjadi melalui pelafalan yang salah, pengaruh
aksen, atau interaksi dengan penutur asli bahasa tersebut. Dengan
masuknya fonem baru, sistem fonetik dan fonologi bahasa dapat
berubah seiring waktu.

Terakhir, masuknya variasi tutur baru. Variasi tutur mencakup


variasi dalam pengucapan, tata bahasa, dan kosakata yang muncul
dalam interaksi sehari-hari. Penutur bahasa sering kali menghasilkan
variasi-variasi baru dalam bahasa mereka. Variasi ini bisa muncul
dalam bentuk dialek, aksen, atau gaya bahasa yang khas untuk
kelompok tertentu. Variasi tutur ini mencerminkan keragaman sosial
dan budaya dalam masyarakat yang berinteraksi.

3. Faktor Sosial
Manusia dalam kehidupannya memerlukan komunikasi
untuk dapat menjalin hubungan dengan manusia lain dan
lingkungan masyarakat. Komunikasi dapat dilakukan oleh
manusia melalui bahasa. Bahasa adalah sistem komunikasi
manusia yang dinyatakan melalui susunan suara atau ungkapan

13
tulis yang terstruktur untuk membentuk satuan yang lebih
besar, seperti morfem, kata, dan kalimat (Richards, Platt &
Weber dalam Wiratno dan Riyadi). Hubungan bahasa dengan
kehidupan sosial menimbulkan interaksi dalam bentuk
komunikasi antar makhluk hidup. Bahasa dalam kehidupan
sosial masyarakat menempati fungsi sebagai alat komunikasi.

Kontak bahasa dapat terjadi dalam berbagai situasi dan


kondisi bergantung dengan konteks sosial yang melingkupinya.
Konteks tersebut sangat mempengaruhi terjadinya kontak
bahasa. Kegiatan berkomunikasi dalam lingkup sosial dapat
menjadi faktor adanya kontak bahasa. Komunikasi dalam
masyarakat menjadikan bahasa lebih beragam. Hal itu dapat
disebabkan oleh latar belakang dan penguasaan bahasa dari
penuturnya. Adanya penggunaan dua bahasa atau lebih dalam
komunikasi sosial oleh seorang penutur baik dilakukan secara
intens maupun bergantian menyebabkan terjadinya kontak
bahasa (Nuryani, Siti & Ixsir, 115: 2021).

Faktor sosial sebagai sebab adanya kontak bahasa di


Indonesia dapat dilihat melalui keberagaman bahasa yang ada.
Indonesia merupakan bangsa yang penuh dengan keragaman
suku, budaya, dan bahasa. Nuryani, Siti & Ixsir (118: 2021)
mengatakan bahwa dengan adanya perbedaan bahasa, maka
kontak bahasa akan terjadi sehingga terdapat penggunaan dua
atau lebih bahasa dalam berkomunikasi. Seiring dengan
berjalannya waktu, maka akan terjadi perubahan atau
pergeseran bahasa menuju bahasa yang lebih dominan
digunakan dalam masyarakat. Dengan demikian, faktor sosial
dapat menjadi sebab kontak bahasa dan berakibat pada adanya
pergeseran bahasa.

Faktor sosial dalam kontak bahasa dapat


dilatarbelakangi dengan adanya mobilitas sosial. Mobilitas

14
sosial menurut Latif (2016) dapat mempunyai arti yang
beragam, yaitu sebagai berikut.

a. Mobilitas Fisik

Mobilitas fisik atau mobilitas geografis yaitu sekelompok


komunitas sosial (masyarakat) perpindahan tempat tinggal baik
untuk menetap atau hanya sementara dari suatu tempat ke
tempat yang lain. Mobilitas fisik ini dapat berpengaruh
terhadap terjadinya kontak bahasa. Contohnya masyarakat suku
Jawa yang mengikuti program transmigrasi pemerintah ke
pulau Sumatera. Setelah masyarakat suku Jawa tiba di daerah
Sumatera dengan bahasa yang berbeda dalam rentan waktu
cukup lama (menetap) maka akan mengalami pergeseran atau
perubahan dalam bahasanya karena terjadi kontak bahasa
antara bahasa Jawa dan bahasa Melayu di Sumatera sebagai
alat komunikasi.

b. Mobilitas Sosial Horizontal

Mobilitas sosial horizontal dapat diartikan sebagai perpindahan


dari suatu status sosial ke status sosial lain tanpa adanya
perubahan kedudukan. Contohnya seorang warga negara X
memilih untuk melakukan perubahan kewarganegaraannya di
negara Y. Hal tersebut tidak akan menimbulkan perubahan
kedudukan karena masih bersifat sama sebagai “warga negara”
hanya statusnya sebagai warga negara mana yang berubah.

c. Mobilitas Sosial Vertikal

Mobilitas sosial vertikal yaitu suatu gerak perpindahan dari


suatu status sosial ke status sosial lainnya, yang tidak sederajat.
Mobilitas sosial vertikal ini jika dilihat dari arahnya, maka
dapat dirinci atas dua jenis, yaitu gerak perpindahan status
sosial yang naik (social climbing) dan gerak perpindahan status
yang menurun (social sinking). Contohnya ketika seorang

15
rakyat biasa menikah dengan seorang pangeran maka akan
mengalami mobilitas sosial vertikal di mana status sosialnya
menjadi naik.

4. Faktor Politik
Kontak bahasa adalah fenomena di mana dua atau lebih
bahasa berinteraksi atau berdampingan dalam satu komunitas
atau wilayah tertentu. Faktor politik dapat memainkan peran
penting dalam terjadinya kontak bahasa. Berikut adalah
beberapa faktor politik yang dapat mempengaruhi terjadinya
kontak bahasa:
1. Kolonisasi
Proses kolonisasi oleh bangsa asing seringkali
menghasilkan kontak bahasa. Kolonisator biasanya
membawa bahasa mereka sendiri ke wilayah yang
mereka kuasai, dan bahasa kolonisator ini bisa
berinteraksi dengan bahasa yang sudah ada di wilayah
tersebut. Akibatnya, mungkin terjadi campuran bahasa
(creole) atau perubahan signifikan dalam bahasa lokal.
2. Imperialisme dan Penaklukan
Selain kolonisasi, imperialisme dan penaklukan oleh
negara atau kekuatan asing juga dapat mempengaruhi
kontak bahasa. Bahasa yang diperkenalkan oleh
penguasa atau penakluk dapat menggantikan atau
mempengaruhi bahasa lokal.
3. Politik Negara
Kebijakan bahasa resmi yang diadopsi oleh suatu
negara dapat mempengaruhi hubungan antara bahasa-
bahasa di dalam wilayah tersebut. Penetapan bahasa
resmi atau dominan dapat memajukan satu bahasa
sementara mengancam bahasa-bahasa minoritas.
Sebaliknya, kebijakan bahasa yang inklusif dan
mendukung bahasa-bahasa minoritas dapat
mempromosikan multibahasa.

16
4. Konflik Etnis atau Politik
Konflik etnis atau politik dalam suatu wilayah dapat
mempengaruhi kontak bahasa. Ketika kelompok-
kelompok etnis atau politik berbeda berhadapan satu
sama lain, bahasa sering digunakan sebagai alat
identitas atau perjuangan. Ini dapat menghasilkan
campuran bahasa, perubahan dalam penggunaan bahasa,
atau bahkan penghapusan bahasa tertentu.
5. Migrasi dan Mobilitas Penduduk
Pergerakan penduduk yang disebabkan oleh faktor
politik seperti perang atau perubahan pemerintahan
dapat menghadirkan berbagai bahasa ke wilayah baru.
Ini dapat menyebabkan kontak bahasa dan mungkin
perubahan bahasa dalam jangka panjang.
6. Pendidikan dan Kebijakan Bahasa
Kebijakan pendidikan dan bahasa yang diterapkan oleh
pemerintah dapat mempengaruhi pemeliharaan atau
perubahan bahasa. Pendidikan yang mempromosikan
satu bahasa di atas bahasa lainnya dapat menyebabkan
pergeseran bahasa dalam masyarakat.
7. Globalisasi
Globalisasi politik, ekonomi, dan budaya dapat
mempengaruhi interaksi bahasa. Pengaruh bahasa
Inggris, sebagai contoh, dalam politik dan bisnis global
dapat mengarah pada penggunaan bahasa ini dalam
konteks yang lebih luas.

Faktor-faktor politik ini dapat berdampak pada


keberlanjutan bahasa, perubahan bahasa, atau bahkan
penggantian bahasa dalam masyarakat. Kontak bahasa
merupakan bidang yang kompleks dan seringkali melibatkan
berbagai aspek sosial, budaya, dan politik.

17
C. Sikap Bahasa
1. Pengertian Sikap

Secara bahasa, Oxford Advanced Learner Dictionary (Hornby,


dalam Malabar 2015 : 56) mencantumkan bahwa sikap (attitude),
berasal dari bahasa Italia attitudine yang berarti cara menempatkan
atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku.
Thomas & Znaniecki (dalam Malabar 2015 : 56) menegaskan bahwa
sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal
psikologis yang murni dari individu (purely psychic inner state), tetapi
sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual.

Sikap merupakan penolakan atau persetujuan terhadap suatu


fenomena. Fenomena tersebut merupakan suatu peristiwa yang terjadi
di sekitar. Seseorang yang menunjukkan respon mengenai fenomena
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut menyikapi
sebuah fenomena. Misalnya dalam era globalisasi dapat dilihat
berbagai respon masyarakat mengenai berbagai kemudahan teknologi
dan informasi yang masuk dari berbagai belahan dunia. Beberapa
orang mungkin akan menerima semua informasi yang masuk,
sedangkan beberapa orang lagi mungkin lebih piawai dan selektif atau
barangkali malah menolak informasi yang masuk. Hal inilah yang
disebut sebagai menyikapi sebuah fenomena.

2. Pengertian Sikap Bahasa

Indonesia adalah salah satu negara dengan bahasa terbanyak di


dunia. Beragamnya bahasa di negara Indonesia menjadikan
masyarakatnya bilingual maupun multilingual. Paling tidak, orang
Indonesia harus menguasai minimal dua bahasa yaitu bahasa ibu
(bahasa daerahnya) dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
Tuntutan ini memiliki manfaat untuk menjaga persatuan suku bangsa
di Indonesia, sebab dengan penggunaan bahasa nasional masyarakat

18
Indonesia dapat saling berkomunikasi antar suku tanpa terjadi salah
tafsir.

Percakapan secara terus menerus dengan orang dari berbagai


suku, terutama menggunakan bahasa Indonesia akan menimbulkan
sikap tertentu dalam berbahasa. Sikap atau perilaku yang muncul
tersebut dapat berupa sikap positif ataupun sikap negatif (Nuryani Dkk,
2021 : 138) Sikap inilah yang kemudian disebut dengan sikap bahasa.

Anderson (dalam Malabar 2015 : 60) memberikan pengertian


tentang sikap berbahasa yaitu tata kepercayaan yang berhubungan
dengan bahasa yang secara relatif berlangsung lama, mengenai suatu
objek bahasa yang memberikan kecenderungan kepada seseorang yang
memiliki sikap berbahasa itu untuk bertindak dengan cara tertentu
yang disukainya. Lebih lanjut, Anderson membedakan pengertian
sikap berbahasa dalam arti sempit dan luas. Dalam arti sempit, sikap
bahasa dipandang sebagai konsep yang bersifat satu dimensi yaitu rasa
dalam diri seseorang terhadap suatu bahasa. Sedangkan, arti luas sikap
bahasa merupakan isi makna sikap dan rentangan tanggapan yang
mungkin ada di samping segi evaluatif dari sikap.

Cooper dan Fisherman (dalam Malabar 2015 : 60) menafsirkan


sikap bahasa berdasarkan referennya. Referen meliputi bahasa, sikap
berbahasa, dan hal yang berkaitan dengan bahasa atau sikap berbahasa
yang menjadi penanda atau lambang. Jadi, sikap terhadap suatu bahasa
(contohnya bahasa Jawa, Indonesia, dll) atau terhadap ciri suatu bahasa
(contohnya varian fonologis) atau terhadap bahasa sebagai penanda
kelompok (contohnya kelompok transmigran Jawa yang berbahasa
Jawa) merupakan contoh sikap berbahasa. Namun, sikap terhadap
transmigran Jawa bukanlah sikap berbahasa.

Sikap bahasa memiliki tiga komponen yang dirumuskan oleh


Lambert (dalam Nuryani dkk, 2021 : 139) menjadi :

a. Komponen kognitif

19
Komponen ini berhubungan dengan proses berpikir
yang melibatkan lingkungan sekitar atau gagasan. Di dalam
konteks sikap bahasa, hal ini mencakup cara seseorang berpikir
terkait bahasa. Misalnya, pemahaman mengenai kata-kata, tata
bahasa, atau konsep linguistik dalam bahsa tersebut.
Singkatnya, komponen kognitif mengacu pada seberapa tinggi
penguasaan seseorang terhadap suatu bahasa. Pemahaman dan
penguasaan ini dipengaruhi oleh lingkungan sekitar,
pendidikan, dan pengalaman idividu.

b. Komponen afektif

Komponen afektif menyangkut penilaian tentang suka


atau tidak suka, baik atau buruk, dan senang atau tidak senang.
Dalam hal ini, komponen afektif melibatkan penilaian
emosional seseorang terhadap suatu bahasa.

c. Komponen konatif

Komponen konatif merujuk pada keputusan akhir atas


suatu keadaan. Setelah seseorang memahami tentang suatu
bahasa (komponen kognitif), dan menilai bahasa tersebut secara
emosional (komponen afektif), maka akhirnya akan terjadi
sebuah keputusan akhir untuk menyikapi bahasa tersebut.

3. Jenis-jenis Sikap Bahasa

Malabar (2015 : 63) menyatakan bahwa sikap bahasa dapat


dikelompokkan menjadi sikap positif dan sikap negatif.

a. Sikap Positif

Sikap bahasa positif adalah sikap yang menunjukkan


antusiasme terhadap penggunaan bahasa oleh kelompok
masyarakat tutur dimana dia berada. Sikap bahasa positif
dikemukakan oleh Dittmar (dalam Suwito, 1983 : 31) yaitu :

20
● Keberhasilan suatu bangsa yang multilingual dalam
menentukan bahasa nasional dari berbagai bahasa dalam
bangsa tersebut. Contohnya penetapan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan bangsa Indonesia
● Kecermatan pemakaian bentuk dan struktur bahasa serta
ketepatan dalam pemilihan kata yang dipergunakan oleh
pemakai bahasa. Contohnya ketika seseorang
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia
● Mengurangi atau bahkan menghilangkan warna bahasa
daerah atau dialeknya dalam berbahasa nasional.
Contohnya ketika seorang penutur bahasa Jawa tidak
menggunakan bahasa Indonesia “medhok” ketika
menuturkan bahasa Indonesia. Medhok disini
mengandung arti bahwa bahasa Indonesia yang
diucapkan memiliki dialek bahasa Jawa. Dialek ini
dihilangkan sebab termasuk dalam warna bahasa
daerah.
b. Sikap Negatif

Malabar melanjutkan, sikap bahasa negatif adalah sikap yang


tidak bertanggung jawab terhadap bahasa nasionalnya. Garvin
dan Mathiot (dalam Malabar 2015 : 64) menjelaskan mengenai
ciri-ciri sikap bahasa negatif yaitu :

● Jika sekelompok masyarakat bahasa tidak bergairah


untuk mempertahankan kemandirian bahasanya. Hal ini
termasuk membiarkan bahasanya dimasuki atau
digantikan dengan bahasa-bahasa asing. Misalnya
membiarkan bahasa Inggris mengganti istilah-istilah
dalam bahasa Indonesia, atau mengambil istilah dari
bahasa Inggris apa adanya tanpa dilakukan penyesuaian
ke dalam bahasa Indonesia

21
● Jika sekelompok masyarakt tidak memiliki kebanggaan
terhadap bahasanya sendiri dan mengalihkan rasa
bangganya kepada bahasa lain yang bukan miliknya.
Contoh nyata yang sering terjadi adalah di kalangan
anak muda Jakarta Selatan yang menggunakan bahasa
Indonesia dicampur bahasa Inggris dengan sikap
meninggikan bahasa Inggris lebih dari bahasa
Indonesia. Anggapan-anggapan seperti “bahasa Inggris
lebih keren dari bahasa Indonesia” dan sebagainya
merupakan wujud nyata sikap negatif bahasa
● Jika sekelompok masyarakat sampai pada
ketidaksadaran akan adanya norma bahasa. Norma
bahasa merupakan suatu pedoman yang mengatur
penggunaan bahasa dalam suatu komunitas tertentu,
misalnya cara pengucapan, struktur kalimat, kosakata,
ejaan, dan tata bahasa yang dianggap benar atau standar
dalam suatu bahasa. Sikap ini akan mewarnai hampir
seluruh perilaku berbahasanya.

22
BAB III
PEMBAHASAN
A. Review Jurnal 1
Identitas jurnal 1
Judul : Kontak Bahasa Antara Komunitas Tutur Bahasa Bugis dengan
Komunitas Tutur Bahasa Sasak di Pulau Lombok
Penulis : Desi Rachmawati
Terbit : Jurnal Mabasan, Vol. 2, No. 1, Januari-Juni 2008
Link :
http://mabasan.kemdikbud.go.id/index.php/MABASAN/article/downlo
ad/122/92

1. Kekurangan dan Kelebihan Jurnal 1

Kelebihan Kekurangan

Identitas penulis jurnal tidak


lengkap
Pengantarnya mudah dipahami
dan sangat menggambarkan
permasalahan yang akan dibahas

Abstrak hanya dalam bahasa


Pembahasan mudah dipahami Indonesia, tidak ada dalam
bahasa Inggris

23
Subab dalam pembahasan runtut Pada halaman 3, terdapat
dan sistematis, yakni terdiri dari : paragraf yang kurang rapi

1. Pengaruh Bahasa Sasak


terhadap bahasa Bugis
setempat

● pengaruh bahasa Sasak


terhadap bahasa Bugis
Haji
● pengaruh bahasa lain
terhadap bahasa Bugis
Haji
● pengaruh bahasa Sasak
terhadap bahasa Bugis
Pelangan,
● pengaruh bahasa Lain
terhadap bahasa Bugis
Pelangan

2. Pengaruh Bahasa Bugis


terhadap bahasa Sasak
setempat :

● Pengaruh bahasa Bugis


terhadap bahasa Sasak
Haji
● Pengaruh bahasa lain
terhadap bahasa Sasak
Haji
● Pengaruh bahasa Bugis
terhadap bahasa Sasark
Pelangan
● pengaruh bahasa lain

24
terhadap bahasa Sasak
Pelangan

3. Adaptasi linguistik yang


berbentuk alih kode

4. Kecenderungan Masing-
Masing Enklave yang
Melakukan Adaptasi
Linguistik

● Kecenderungan Segmen
Sosial Komunitas Tutur
Bahasa Bugis yang
Melakukan Adaptasi
Linguistik Pada Masing
Masing Enklave

5. Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi
Kecenderungan Suatu
Segmen Melakukan Adaptasi
Linguistik

● Faktor georafis
● Faktor sosial dan budaya

Kurang menerapkan kaidah


pengutipan (teori-teori yang
Memiliki cukup banyak referensi dikemukakan tidak mengutip
pendapat ahli yang terdapat
dalam daftar pustaka)

25
2. Perbandingan Kesesuaian Isi Jurnal 1 dengan Materi

Berdasarkan jurnal artikel yang dianalisis mengenai “Kontak


Bahasa Antara Komunitas Tutur Bahasa Bugis dengan Komunitas Tutur
Bahasa Sasak di Pulau Lombok” terdapat fenomena kemajemukan yang
terlihat dari kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Hal tersebut dipacu dan
ditopang oleh kenyataan selalu bertemu dan berinteraksinya warga
masyarakat suku Sasak dan Bugis dalam wahana kegiatan sehari-hari
sehingga banyak terdapat individu pada suku Bugis yang memiliki dan
menguasai banyak bahasa (multilingual) atau sedikitnya dua bahasa
(bilingual), begitu juga sebaliknya. Kontak antara dua komunitas yang
berbeda tersebut menuntut adanya adaptasi sosial dimana setiap komunitas
saling menyesuaikan. Adanya Adaptasi Linguistik Berbentuk Alih Kode,
ini tentunya sesuai dengan pembahasan pada kelompok 5 yaitu Kontak
Bahasa yang disebabkan oleh oleh dua faktor yaitu faktor geografis dan
faktor sosial dan budaya.

Alih kode adalah fenomena kebahasaan yang terjadi ketika dua


komunitas dengan bahasa yang berbeda berinteraksi. Dalam komunitas
multietnis seperti komunitas Bugis dan Sasak, alih kode menjadi suatu
kebutuhan, baik karena alasan pribadi, kelompok, maupun sosial. Dalam
kasus komunitas ini, terdapat adaptasi linguistik dalam bentuk alih kode
yang terjadi saat komunitas Bugis berkomunikasi baik dengan sesama
etnis Bugis maupun dengan etnis Sasak. Etnis Bugis, sebagai minoritas

26
sosial dan linguistik, menunjukkan adaptabilitas yang tinggi, dengan
hampir semua anggotanya bisa berbicara dalam beberapa bahasa, seperti
Bahasa Bugis, Bahasa Sasak, dan Bahasa Indonesia. Alih kode ke Bahasa
Sasak dilakukan oleh beberapa informan dengan berbagai alasan, termasuk
untuk memudahkan interaksi sosial dan budaya, mencegah penipuan,
menghormati etnis Sasak, atau untuk meningkatkan pengetahuan. Selain
itu, alih kode juga terjadi ke Bahasa Indonesia, terutama ketika
berinteraksi dengan orang-orang yang bukan dari etnis Bugis atau tidak
mengerti Bahasa Bugis.

Etnis Bugis yang baru datang dari Sulawesi Selatan umumnya


lebih sering alih kode ke Bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan
etnis Sasak atau orang yang tidak berasal dari etnis Bugis. Etnis Bugis
yang sudah lama menetap di Lombok biasanya melakukan alih kode ke
Bahasa Indonesia dalam situasi-situasi tertentu, seperti pertemuan formal,
interaksi dengan orang yang tidak dikenal, atau ketika berbicara dengan
orang-orang dari lapisan sosial yang lebih tinggi atau yang tidak akrab.
Ketika etnis Bugis sedang berbicara dengan sesama etnis mereka dan tiba-
tiba ada orang dari etnis Sasak, mereka akan beralih kode ke Bahasa Sasak
untuk menyambut atau berbicara dengan orang tersebut. Ini adalah contoh
dari bagaimana alih kode digunakan dalam interaksi sehari-hari di
komunitas ini.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecenderungan


adaptasi linguistik adalah karena adanya pengaruh bahasa Indonesia
terhadap bahasa Bugis maupun bahasa Sasak terjadi akibat adanya alih
kode dan campur kode yang terjadi pada masyarakat tutur. Apabila
penutur bahasa Bugis atau bahasa Sasak dalam berkomunikasi tidak
seutuhnya paham akan bahasa yang mereka gunakan, secara otomatis
mereka akan beralih kode atau bercampur kode dengan bahasa Indonesia.
Selain itu dapat disimpulkan bahwa: (1) berdasarkan enklave yang
mendapat pengaruh bahasa Sasak lebih dominan adalah enklave Bugis
Haji, (2) berdasarkan segmen sosial yang mendapat pengaruh lebih
dominan adalah segmen sosial muda, dan hal tersebut diketemukan di

27
kedua enklave baik Bugis Haji maupun Bugis Pelangan. Sedangkan
segmen sosial tua mendapatkan pengaruh yang bervariasi. Terjadinya
pengaruh bahasa yang dominan dan bervariasi ini disebabkan berbagai
faktor antara lain geografi, sosial-ekonomi, pendidikan, usia, dan budaya.

Berdasarkan jurnal artikel “Kontak Bahasa Antara Komunitas


Tutur Bahasa Bugis dengan Komunitas Tutur Bahasa Sasak di Pulau
Lombok” faktor yang mempengaruhi adanya variasi kontak bahasa
disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor geografis dan faktor sosial dan
budaya.

A. Faktor Geografis

Letak geografis suatu wilayah mempengaruhi adanya adaptasi


linguistik. Enklave Bugis Haji di ujung timur Pulau Lombok dan
enklave Bugis Pelangan di ujung barat Pulau Lombok merupakan
daerah yang strategis sebagai jalur perhubungan dan pemerintahan
cenderung lebih terpengaruh oleh bahasa lain daripada daerah yang
kurang strategis. letak geografis suatu wilayah juga disertai pula
dengan tingkat kelancaran akses ke suatu wilayah juga mempengaruhi
bahasa yang digunakan dalam komunikasi. Daerah yang terbuka akan
lebih mudah menerima pengaruh dari bahasa lain. Kedua daerah ini
terbuka karena menjadi lintasan dari berbagai daerah, sehingga lebih
mungkin terpengaruh oleh bahasa-bahasa lain yang melintas di wilayah
tersebut.

B. Faktor Sosial dan Budaya

Faktor sosial dan budaya memainkan peran penting dalam


kehidupan sehari-hari. Faktor sosial mencakup aspek seperti mata
pencaharian, pendidikan, organisasi kemasyarakatan, kebutuhan, dan
usia. Di enklave Labuhan Haji, penduduk memiliki mata pencaharian
yang lebih bervariatif, sementara di enklave Pelangan mayoritas
penduduk adalah petani dengan mobilitas rendah. Ini mempengaruhi
tingkat adaptasi linguistik, dengan Labuhan Haji lebih adaptif karena

28
mata pencahariannya yang beragam dan mobilitas tinggi. Faktor sosial
dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

1. Aspek sosial ekonomi pada masing-masing enklave memiliki mata


pencaharian yang bervariatif, penduduk di enklave Labuhan Haji
lebih bervariatif dibandingkan dengan mata pencaharian penduduk
di enklave Pelangan. Mayoritas penduduk di enklave Pelangan
adalah petani dan hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai
pegawai dan pedagang. Pada umumnya petani tidak memiliki
mobilitas untuk bepergian yang tinggi, rata-rata mereka bepergian
ke luar wilayah hanya berkisar 2 sampai 3 kali dalam setahun.
Alasan kepergian mereka hanya untuk memenuhi kebutuhan untuk
pertanian dan mengunjungi keluarga. Dibandingkan dengan
penduduk enklave Labuhan Haji yang mata pencahariannya lebih
variatif dan didukung pula oleh mobilitas penduduk yang tinggi
maka enklave ini melakukan adaptasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan enklave Pelangan.

2. Aspek sosial pendidikan, dari aspek pendidikan enklave Labuhan


Haji, sebagian besar memiliki tingkat pendidikan sekolah
menengah, Selanjutnya enklave Pelangan sebagian besar memiliki
tingkat pendidikan sekolah dasar. Kesadaran pentingnya
pendidikan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya untuk
menuntut ilmu yang lebih tinggi menyebabkan terjadinya
pergeseran bahasa pada segmen muda. Hal ini disebabkan segmen
muda tidak hanya bergaul dengan satu etnis saja melainkan dengan
berbagai etnis. Pergaulan yang dilakukan dengan melibatkan
berbagai etnis ini menimbulkan penggunaan berbagai macam
bahasa.

3. Aspek sosial kemasyarakatan, berhubungan dengan organisasi


kemasyarakatan pada setiap daerah dengan melibatkan berbagai
suku yang berada di wilayah tersebut. Keterlibatan berbagai suku
ini menimbulkan berbagai perbedaan bahasa yang harus disikapi
secara bijak oleh masyarakat itu sendiri sehingga dapat terjalin

29
hubungan yang harmoni antar sesama atau berlainan suku.
Organisasi sosial kemasyarakatan yang dimaksud antara lain
seperti adanya LKMD, PKK, karang taruna, dan pengajian ibu-ibu.
Dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan yang berada di wilayah
Labuhan Haji maupun Pelangan dihadiri berbagai suku yang lebih
cenderung menggunakan bahasa Sasak dan Indonesia. Penggunaan
bahasa tersebut didorong oleh rasa ikut memiliki wilayah ini
meskipun mereka bukan penduduk asli tetapi mereka telah menetap
dan dibesarkan di wilayah ini, dan agar lebih mudah untuk
berkomunikasi.

4. Aspek kebutuhan, alasan utama suku pendatang mempelajari


bahasa daerah suku asli adalah untuk memudahkan komunikasi dan
interaksi serta menambah pengetahuan terhadap bahasa tersebut.
Selanjutnya mereka juga beranggapan bahwa sebagai pendatang
harus pandai untuk menyesuaikan diri. Adanya suatu pemikiran
bahwa ketika dia tinggal di suatu wilayah maka seolah menitipkan
diri di wilayah tersebut.

5. Aspek usia, merupakan salah satu faktor sosial yang membagi dan
membedakan kelompok-kelompok manusia dalam masyarakat.
Bahasa anak-anak akan berbeda dengan bahasa remaja. Begitu juga
bahasa remaja akan berbeda dengan bahasa orang dewasa dan
bahasa orang dewasa pun akan berbeda dengan bahasa orang tua.
Masing-masing kelompok usia akan memiliki ciri bahasa sendiri-
sendiri.

6. Dalam tradisi pernikahan, pernikahan antara warga suku Bugis


dengan warga suku lain, seperti suku Sasak, maka prosesnya tidak
serumit daripada pernikahan antara sesama suku. Oleh karena itu,
suku Bugis berusaha beradaptasi dengan mempelajari bahasa,
terutama bahasa Sasak, sebagai upaya untuk menjalin interaksi
kehidupan sehari-hari di Pulau Lombok.

30
Berdasarkan Jurnal artikel yang berjudul “Kontak Bahasa Antara
Komunitas Tutur Bahasa Bugis dengan Komunitas Tutur Bahasa Sasak di
Pulau Lombok” Penggunaan bahasa Indonesia dalam masyarakat tutur bahasa
Bugis dan bahasa Sasak terjadi melalui alih kode dan campur kode. Ini terjadi
ketika orang-orang dari suku-suku ini berkomunikasi dan tidak sepenuhnya
memahami bahasa lawan bicara mereka atau ketika ada tamu dari suku lain.
Penggunaan bahasa Indonesia dilakukan sebagai bentuk penghormatan.
Terjadinya pengaruh bahasa yang dominan dan bervariasi ini disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain geografi, sosial (ekonomi, pendidikan, kebutuhan,
usia) dan budaya pada setiap daerah pengamatan yang berbeda.

Jurnal artikel yang berjudul “Kontak Bahasa Antara Komunitas Tutur


Bahasa Bugis dengan Komunitas Tutur Bahasa Sasak di Pulau Lombok”
masih ditemukan beberapa kekurangan seperti: (1) Identitas penulis jurnal
tidak lengkap, (2) Abstrak hanya dalam bahasa Indonesia, tidak ada dalam
bahasa Inggris, (3) Pada halaman 3, terdapat paragraf yang kurang rapi, dan
(4) Kurang menerapkan kaidah pengutipan (teori-teori yang dikemukakan
tidak mengutip pendapat ahli yang terdapat dalam daftar pustaka). Hal ini
tentunya menjadi fokus perhatian bagi penulis jurnal artikel, dan juga bagi
pembaca agar lebih teliti dalam menulis jurnal artikel jika ingin diterbitkan.
Tidak hanya itu saja tetapi juga pemilihan referensi beserta data lapangan yang
akan digunakan untuk pengembangan teori jurnal artikel yang ingin ditulis
dan ingin diterbitkan.

B. Review Jurnal 2
Identitas jurnal 2
Judul : Fitur-Fitur Fonologis Penggunaan Elemen-Elemen Bahasa
Arab dalam Komunikasi Masyarakat Keturunan Arab Surakarta
Penulis : Jiah Fauziah
Terbit : Jurnal Adabiyyat, Vol. X, No. 2, Desember 2011
Link : https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/23748/1/Jiah%20Fauziah%20-%20FITUR-
FITUR%20FONOLOGIS%20PENGGUNAAN%20ELEMEN%20-
%20ELEMEN%20BAHASA%20ARAB%20DALAM%20KOMUNIK

31
ASI%20MASYARAKAT%20KETURUNAN%20ARAB%20SURAK
ARTA.pdf

1. Kekurangan dan Kelebihan Jurnal 2

Kelebihan Kekurangan

Jurnal tersebut sudah memenuhi kaidah Terdapat beberapa bagian alinea


sistematika penulisan jurnal artikel paragraf yang penulisannya tidak
penelitian yang sesuai. menjorok ke dalam.

Fokus kajian yang diambil sudah jelas, Pemilihan judul “Fitur-Fitur


yaitu mengenai kontak bahasa yang Fonologis Penggunaan Elemen-
terjadi sebab faktor sosial kemudian Elemen Bahasa Arab dalam
berakibat pada pergeseran bahasa secara Komunikasi Masyarakat Keturunan
fonologis. Arab Surakarta” kurang sesuai. Hal
ini dikarenakan, judul lebih
menggambarkan bahwa jurnal
tersebut hanya berfokus pada ranah
fonologi saja padahal di dalam
pembahasannya memiliki konsep
dasar kajian sosiolinguistik kontak
bahasa.

Pembahasan yang dibawa bagus karena Pada bagian pembahasan maupun


penulis juga memberikan penjelasan kesimpulan tidak membahas
mengenai historis masyarakat keturunan keterkaitan antara teori-teori yang
Arab di Indonesia. Hal ini bermanfaat dikemukakan. Penulis hanya
bagi pembaca agar memahami konsep menyajikan teori berupa historis

32
keterkaitan antara objek kajian dengan masyarakat Arab, manusia dan
penelitian yang dilakukan. kontak bahasa, dan fitur-fitur
fonologi tanpa memberikan
penjelasan hubungan antara teori
yang disampaikan dengan hasil
analisis yang dilakukan. Pembaca
harus membaca berulang kali agar
memahami keterkaitan antara teori
yang disampaikan penulis dengan
analisisnya.

Kosakata bahasa Arab dalam analisisnya Penulis sebaiknya menambahkan


disertai dengan arti kosakata bahasa pada bagian kesimpulan mengenai
Indonesia sehingga dapat dipahami oleh apa saja ciri-ciri atau yang
pembaca dengan baik. membedakan atau yang mengalami
pergeseran antara bahasa Arab dan
bahasa Arab Surakarta secara jelas.
Penulis hanya mencantumkan
fenomena-fenomena yang terjadi
dalam pergeseran bahasa Arab
Surakarta sehingga akan sulit untuk
melihat kekontrasan antara keduanya.

2. Perbandingan Kesesuaian Isi Jurnal 2 dengan Materi

Berdasarkan jurnal artikel yang dianalisis mengenai "Fitur-fitur


Fonologis Penggunaan Elemen-elemen Bahasa Arab dalam
Komunikasi Masyarakat Keturunan Arab Surakarta" oleh Jiah
Fauziah, terdapat fenomena simbiosis mutualisme di mana
kedua bahasa yakni bahasa Arab dan Surakarta yang saling
berinteraksi dalam satu lingkup masyarakat tutur. Ditemukan
pula fitur-fitur fonologis unsur-unsur bahasa Arab yang
digunakan dalam komunikasi komunitas migran Arab di

33
Surakarta. Diasumsikan bahwa kontak yang sangat lama
dengan bahasa-bahasa Austronesia, misalnya dalam
problematika ini hubungan antara bahasa Indonesia dan Jawa,
sebagai bahasa kelompok mayoritas memberikan pengaruh
yang signifikan pada bahasa yang mereka pertahankan dari
nenek moyangnya. Jadi, tidak heran jika penutur bahasa Jawa
selalu berhasil menarik banyak penutur-penutur asing melalui
interaksi atau komunikasi sosial.

Artikel tersebut berisikan tentang kontak bahasa yang terjadi


sebab faktor sosial kemudian berakibat pada pergeseran bahasa
secara fonologis. Telah ditemukan dari hasil analisis berupa
unsur-unsur bahasa Arab yang digunakan kelompok migran
telah mengalami beberapa modifikasi fonologis yang sebagian
besarnya menunjukkan adanya pengaruh yang kuat dari bahasa
kelompok mayoritas, dan sebagian lagi menunjukkan
modifikasi yang memang sudah terjadi dari dialek nenek
moyang mereka. Analisis dilakukan dengan membandingkan
sejumlah tertentu leksem yang dianggap sepadan (berasal dari
akar yang sama). Hasilnya didapatkan fitur-fitur fonologis
unsur-unsur bahasa Arab dalam komunikasi komunitas
keturunan Arab Surakarta yang khas sebagai akibat kontak
sosial yang panjang.

Pada mulanya, orang-orang keturunan Arab Indonesia adalah


satu kelompok yang merupakan asimilasi dari orang-orang
Arab. Dari segi penamaan yang ada pada nisan-nisan di
berbagai wilayah di Indonesia. Bukti-bukti itu menunjukkan
bahwa dalam migrasi itu terjadi asimilasi antara keturunan
Arab dan penduduk asli melalui perkawinan. Motivasi migrasi
mereka diceritakan meliputi faktor keamanan, perdagangan,
dan penyebaran agama.

34
Fokus kajian ini yaitu pada sebuah bahasa satu kelompok etnis
migran yang dipertahankan sebagai identitas kelompok dalam
bentuk yang khas. Dalam kasus ini, bahasa tersebut telah
berkembang berdampingan dengan bahasa masyarakat
mayoritas selama beberapa generasi. Pada dasarnya, interaksi
antara kelompok penutur bahasa yang berbeda memang hampir
dapat dikatakan tidak mungkin terelakan. Inilah situasi yang
kemudian memunculkan penggunaan lebih dari satu bahasa
dalam interaksi komunikatif kedua kelompok atau apa yang
dikenal dengan sebutan kontak bahasa. Dengan demikian,
akibat terjadinya berbagai fitur-fitur fonologis yang beragam
dari masyarakat Arab—Surakarta disebabkan karena faktor
sosial yang dipengaruhi oleh budaya dari aktivitas asimilasi
orang Arab di Surakarta, baik diperoleh dari kegiatan
perdagangan maupun perkawinan.

Komunitas keturunan Arab Surakarta, tentang wilayah pakai


bA mengenal dua ragam bA. Ragam pertama adalah bA yang
dipakai dalam kitab suci umat Islam, buku-buku keagamaan
lain dan merupakan identitas agama Islam. Ragam kedua
adalah bA yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari oleh
kelompok dan telah berkontak secara langsung dan intens
dengan bI (bahasa Indonesia) dan bJ (bahasa Jawa) sebagai
bahasa kelompok dominan di Surakarta. Penjelasan tentang
sistem fonologi tersebut meliputi inventarisasi fonem, struktur
silabel, tekanan kata, kaidah akhir tuturan, dan kaidah
morfofonemik.

Berdasarkan keseluruhan isi dari artikel kontak bahasa "Fitur-


fitur Fonologis Penggunaan Elemen-elemen Bahasa Arab
dalam Komunikasi Masyarakat Keturunan Arab Surakarta"
terjadinya perubahan beberapa struktur fonologis disebabkan
karena adanya faktor sosial atau sosial-budaya dari Arab dan
Surakarta. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh alih kode dan
campur kode. Adanya aktivitas asimilasi antara masyarakat asli

35
Arab yang berimigrasi ke Surakarta, baik dalam aktivitas
perdagangan maupun perkawinan sehingga terjadilah kontak
bahasa sebagai akibat dari interaksi antar kelompok-kelompok
yang berkontak. Pergeseran beberapa aspek fonologis pada
bahasa Indonesia dan bahasa Jawa melahirkan bahasa baru
yakni dengan bentuk turunan dialek Yaman. Dialek Yaman
disebut juga dialek San’an yang memiliki tiga kekhasan.
Pertama, dialek ini merealisasikan bunyi hambat uvular q
sebagai hambat velar g. Kedua, dialek Yaman mempertahankan
realisasi konsonan-konsonan interdental. Ketiga bunyi geser
faring menjadi bunyi hambat faring. Ditemukan beberapa
modifikasi, baik secara vokalik, konsonantal, juga secara
prosodik.

Terlepas dari hasil data yang konkret dan signifikan, artikel ini
masih memiliki beberapa kekurangan, diantaranya: (1)
Pemilihan judul “Fitur-Fitur Fonologis Penggunaan Elemen-
Elemen Bahasa Arab dalam Komunikasi Masyarakat
Keturunan Arab Surakarta” kurang sesuai dikarenakan judul
lebih menggambarkan bahwa jurnal tersebut hanya berfokus
pada ranah fonologi saja padahal di dalam pembahasannya
memiliki konsep dasar kajian sosiolinguistik kontak bahasa. (2)
Pada bagian pembahasan maupun kesimpulan tidak membahas
keterkaitan antara teori-teori yang dikemukakan hingga secara
keseluruhan isi dari artikel ini masih sulit dipahami. (3) Pada
bagian kesimpulan mengenai apa saja ciri-ciri atau yang
membedakan atau yang mengalami pergeseran antara bahasa
Arab dan bahasa Arab tidak dipaparkan sehingga bagi para
pembaca akan sulit menemukan kekostrasan antara keduanya.
Ketiga problematika tersebut tentunya perlu pembaharuan lebih
bagi para peneliti-peneliti sebelumnya, agar mencapai
kesesuaian antara judul, teori, isi, dan kesimpulan.

36
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan teori dan pembahasan yang telah dilakukan pada bagian-


bagian sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

● Kontak bahasa merupakan fenomena yang terjadi dalam kegiatan


berbahasa, yaitu ketika dua bahasa atau lebih digunakan dalam waktu
yang sama. Kontak bahasa dapat berakibat adanya bilingualisme, alih
kode, campur kode, interferensi, dan integrasi.
● Terjadinya kontak bahasa terutama di Indonesia dapat dipengaruhi atau
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor geografi, faktor historis,
faktor sosial, dan faktor politik. Faktor-faktor tersebut dapat memicu
adanya kontak bahasa dan menimbulkan akibat-akibat dari kontak
bahasa itu sendiri.
● Sikap bahasa muncul akibat adanya masyarakat yang bilingual atau
multilingual dan merupakan dampak dari adanya kontak bahasa.
Seseorang akan menampilkan sikap bahasa atau merespon suatu
bahasa bisa dengan sikap bahasa positif dan sikap bahasa negatif.
● Melalui jurnal yang membahas mengenai faktor penyebab terjadinya
kontak bahasa dan akibatnya, pada jurnal 1 yang berjudul “Kontak
Bahasa Antara Komunitas Tutur Bahasa Bugis dengan Komunitas
Tutur Bahasa Sasak di Pulau Lombok” ditemukan bahwa adanya
faktor geografis dan faktor sosial budaya yang memicu adanya kontak
bahasa sehingga berakibat adanya masyarakat bilingual dan
multilingual. Sedangkan pada jurnal 2 dengan judul “Fitur-Fitur
Fonologis Penggunaan Elemen-Elemen Bahasa Arab dalam
Komunikasi Masyarakat Keturunan Arab Surakarta” ditemukan adanya
faktor historis dan faktor sosial yang menjadi sebab terjadinya kontak
bahasa yang kemudian berakibat pada pergeseran bahasa secara
fonologis.
B. Saran

37
Berdasarkan pembahasan mengenai teori kontak bahasa, faktor-faktor
yang mempengaruhinya, akibat kontak bahasa serta aspek lainnya, penulis
memberikan saran bagi pembaca mengenai pentingnya menyadari kontak
bahasa yang terjadi di sekitar. Tidak hanya itu, sikap bahasa atau respon
mengenai suatu bahasa juga harus diperhatikan sebagai individu yang
bilingual atau bahkan multilingual. Pembaca khususnya mahasiswa sebaiknya
mendiskusikan mengenai kontak bahasa yang terjadi dan bahasa apa saja yang
ada dalam lingkungannya agar saling memahami keberagaman bahasa.

38
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, A. (2008). Sosiolinguistik: Teori, peran, dan fungsinya terhadap kajian bahasa
sastra. LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 3(1).

Fauziah, S. (2015). Pemakaian Bahasa Daerah Dalam Situasi Kontak Bahasa. Jurnal Al-
Munzir, 8(2).

Fauziah, Jiah. 2011. Jurnal Adabiyyat “Fitur-Fitur Fonologis Penggunaan Elemen-Elemen


Bahasa Arab dalam Komunikasi Masyarakat Keturunan Arab Surakarta”. Vol. X,
No. 2, Desember. Diakses dari https://digilib.uin-
suka.ac.id/id/eprint/23748/1/Jiah%20Fauziah%20-%20FITUR-
FITUR%20FONOLOGIS%20PENGGUNAAN%20ELEMEN%20-
%20ELEMEN%20BAHASA%20ARAB%20DALAM%20KOMUNIKASI%20MAS
YARAKAT%20KETURUNAN%20ARAB%20SURAKARTA.pdf.

Latif, Saiful. 2016. Pengaruh Mobilitas Sosial Terhadap Perubahan Bahasa. EDUKASI -
Jurnal Pendidikan. Vol. 14 No.1 Januari. Diakses dari
file:///C:/UNY%20sm%205/Soiolinguistik/sisual%20dan%20bahasa.pdf .

Nuryani, Siti Isnaniah, dan Ixsir Eliya. 2021. Sosiolinguistik dalam Pengajaran Bahasa
Berbasis Multikultural: Teori dan Praktik Penelitian. Bogor: In Media.

Tolla, A. (2006). Pergeseran Bahasa daerah Akibat Kontak Bahasa Melalui Pembauran.
LITERA, 5(1).

Wiratno, Tri, dan Riyadi Santosa. Modul 1: Bahasa, Fungsi Bahasa, dan Konteks Sosial.
Diakses dari https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/BING4214-M1.pdf

39

Anda mungkin juga menyukai