Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

BAHASA dan FAKTOR LUAR BAHASA,


KLASIFIKASI BAHASA, BAHASA TULIS, AKSARA dan EJAAN

Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Pengantar Linguistik


Dosen Pembimbing :
DR. Muhammad saleh, S.PD., M.PD.

Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Meisya Bura Tasik (200501501029)
2. Citra Merdeka Putri (200501501020)
3. Mintresia Astri Cahyani (200501502022)
4. Muhammad Iqbal (200501500011)
5. Nauroh Nazifah (200501500017)
6. Musdalifah Baharudin (200501502017)
7. Fajrina Nurul Annisa. S (200501502026)

Kelas B/Semester 1
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
karunia-Nya. Sehingga makalah mi dapat kami selesaikan. Makalah ini merupakan
syarat untuk melengkapl nilai tugas Mata Kuliah "Pengantar Linguistik".
Keberhasilan makalah ini tidak lain juga disertal referensi-referensi serta bantuan
dari pihak-pihak yang bersangkutan. Makalah ini juga memiliki kekurangan dan
kesalahan, baik dalam penyampaian materi atau dalam penyusunan makalah ini.
Penyusunan ini juga dimaksudkan untuk menambah wawasan mahasiswa
mengenai materi ini. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung sehingga makalah im dapat terselesaikan.

Sidenreng Rappang, 09 Oktober 2020

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG .........................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH .....................................................................................1
1.3. TUJUAN ..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Bahasa dan Faktor Luar Bahasa ...........................................................................2
2.1.1. Masyarakat Bahasa ....................................................................................2
2.1.2. Variasi dan Status Sosial Bahasa...............................................................3
2.1.3. Penggunaan Bahasa ...................................................................................4
2.1.4. Kontak Bahasa ...........................................................................................5
2.1.5. Bahasa dan Budaya ...................................................................................6
2.2. Klasifikasi Bahasa ................................................................................................6
2.1.2. Klasifikasi Genetis ....................................................................................7
2.1.3. Klasifikasi Tipologis .................................................................................8
2.1.4. Klasifikasi Areal ........................................................................................9
2.1.5. Klasifikasi Sosiolinguistik.........................................................................9
2.3. Bahasa Tulis, Aksara dan Ejaan.........................................................................10
2.3.1 Bahasa Tulis .............................................................................................10
2.3.2. Aksara ......................................................................................................13
2.3.3. Ejaan ........................................................................................................14
BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN ..................................................................................................17
3.2. SARAN ..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Objek kajian linguistik tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai
sistim komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; bahasa keseharian manusia; bahasa yang dipakai sehari-
hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut denganan
ordinary languageatau a natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai obyek primer
linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai obyek sekunder linguistik, karena bahasa
tulisan dapat dikatakan sebagai “turunan” bahasa lisan.
Dalam makalah dijelaskan bagaimana perkembangan klasifikasi bahasa, bahasa tulis, aksara, dan
ejaan dengan penjelasan dalam makalah ini diharapkan kepada para pembaca lebih memahami tentang
membaca cepat. Selama penyusunan makalah ini tidak sedikitpun kami menemui berbagai kesulitan dan
hambatan baik segi moril dan materil.Namun Alhamdulillah semuanya bisa teratasi berkat dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena
itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun demi kebaikan makalah ini kedepanya. Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi yang membaca pada umumnya amin
1.2. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Masyarat Bahasa
2. Menjelasakan apa itu Variasi dan Status Sosial Bahasa
3. Bagaimana Penggunaan Bahasa
4. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Kontak Bahasa
5. Menjelaskan dan memahami Bahasa dan Budaya
6. Bagaimanakah Klasifikasi Bahasa yang mencakup klasifikasi genetis, klasifikasi tipologis,
klasifikasi areal dan klasifikasi sosiolinguistik
7. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan Bahasa Tulis, Aksara dan Ejaan
1.3. Tujuan
1. Memahami apa yang dimaksud dengan masyarat Bahasa
2. Mengetahui apa itu Variasi dan Status Sosial Bahasa
3. Mengetahui dan memahami Penggunaan Bahasa
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Kontak Bahasa
5. Mengetahui dan memahami Bahasa dan Budaya
6. Mengetahui dan memahami Klasifikasi Bahasa yang mencakup klasifikasi genetis, klasifikasi
tipologis, klasifikasi areal dan klasifikasi sosiolinguistik
7. Memahami apa yang dimaksud dengan Bahasa Tulis, Aksara dan Ejaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Bahasa dan Faktor Luar Bahasa

Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa atau sosok bahasa itu sendiri;
sedangkan kajian linguistik makro adalah bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar
bahasa. Kiranya yang dimaksud dengan faktor-faktor diluar bahasa itu tidak lain daripada segala
hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia didalam masyarakat, sebab tidak ada kegiatan yang
tanpa berhubungan dengan bahasa. Yang ingin dibicarakan dan yang erat kaitannya dengan bahasa
adalah masalah bahasa dalam kaitannya dengan kegiatan sosial didalam masyarakat; atau lebih
jelasnya, hubungan bahasa dengan masyarakat itu.
2.1.1 Masyarakat Bahasa
Dalam sosiolinguistik, Dell Hymes tidak membedakan secara eksplisit antara bahasa sebagai
sistem dan tutur sebagai keterampilan. Keduanya disebut sebagai kemampuan komunikatif
(communicative competence). Kemampuan komunikatif yang dimiliki individu maupun kelompok
disebut verbal repertoire. Jadi verbal repertoire dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu verbal
repertoire yang dimiliki individu dan yang dimiliki masyarakat. Jika suatu masyarakat memiliki verbal
repertoire yang relatif sama dan memiliki penilaian yang sama terhadap pemakaian bahasa yang
digunakan dalam masyarakat disebut masyarakat bahasa.
Berdasarkan verbal repertoire yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat bahasa dibedakan
menjadi tiga, yaitu
1. Masyarakat monolingual (satu bahasa)
2. masyarakat bilingual (dua bahasa)
3. masyarakat multilingual.(lebih dari 2 bahasa)
Kata masyarakat diartikan sebagai sekelompok orang ( dalam jumlah yang banyak
relatif) yang merasa sebangsa, seketurunan ,sewilayah tempat tinggal , atau yang
mempunyai kepentingan sosoial yang sama. Karena itu, bisa dikatakan masyarakat indonesia,
masyarakat Betawi, masyarakat Rt 001, tau juga masyarakat Eropa
Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada ’’ merasa menggunakan bahasa
yang sama ”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit.
Masyarakat bahasa bisa melewati batas provinsi batas negara, bahkan juga batas benua.

2
Masyarakat bahasa baduy dan masyarakat bahasa asing (dijawa timur) tentu saja sangat
sedekit atau sempit; masyarakat bahasa jawa dan masyarakat sunda tentu lebih luas; dan
masyarakat bahasa indoneia tentu lebih luas lagi.
Akibat lain dari konsep “ merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka patokan
linguistik umum mengenai bahasa menjadi longgar. Secara linguistik bahasa indonesia dan
bahasa malaysia adalah bahasa yang sama , karena kedua bahasa itu banyak sekali
persamaannya , sehingga orang malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa malaysia
dan sebaliknnya orang Indonesia dapat pula mengerti dengan baik bahasa Malaysia. Jadi,
dalam kasus ini ada dua masyarakat bahasa, yaitu masyarakat bahasa Indonesia dan
masyarakat bahasa Malaysia.
2.1.2 Variasi dan Status Sosial Bahasa
Bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam.
Dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang beragam-beragam pula. Lalu
berdasarkan penggunaannya kita mengenal adanya ragam-ragam bahasa, seperti ragam
jumalistik, ragam sastra, ragam ilmiah, dan sebagiannya.
Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk
membedakan Adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status
pemakaiannya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T),
dan yang lain variasi bahasa rendah ( biasanya disingkat R). Variasi T digunakan dalam
situasi-situasi resmi , seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan , khotbah,
surat menyurat resmi, dan buku pelajaran . variasi T ini harus dipelajari melalui pendidikan
formal disekolah-sekolah. Sedangkan variasi bahasa R digunakan dalam situasi yang tidak
formal seperti dirumah,diwarung ,dijalan, dalam surat-surat pribadi,dan catan untuk diri
sendiri. Variasi R ini dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum,dan tidak pernah
dalam pendidikan formal.
Adanya pembedaan variasi bahasa T dan bahasa R disebut istilah diglosia (Ferguson
1964). Masyarakat yang mengadakan pembedaan ini disebut masyarakat diglosis. Variasi
bahasa T dan R ini biasanya mempunyai nama yang berlainan. Variasi bahasa Yunani T
disebut katherevusa dan variasi bahasa Yunani R disebut dhimotiki; variasi bahasa Arab T
disebut al-fusha dan variasi bahasa Arab R disebut ad-darij; variasi bahasa Jerman Swiss
disebut schrifttdrache dan variasi bahasa Jerman Swiss R disebut schweizerdeutsch. Dalam

3
bahasa Indonesia variasi bahasa T, barangkali, sama dengan ragam bahasa Indonesia variasi
bahasa T, barangkali, sama dengan ragam bahasa Indonesia baku dan variasi bahasa R sama
dengan ragam bahasa Indonesia nonbaku. Variasi bahasa T dan R ini biasanya mempunyai
kosakata masing-masing yang berbeda. Sekadar contoh:
(a) Bahasa Yunani
Ragam T Ragam R
ikos spiti ‘rumah’
idhor nero ‘air’
inos krasi ‘anggur’

(b) Bahasa Arab


ma eh ‘apa’
anfun manaxir ‘hidung’
al ‘ana dilwa’ti ‘sekarang’

(c) Bahasa Indonesia


Uang duit
Tidak nggak, kagak
Istri bini

2.1.3 Penggunaan Bahasa


Ada nya bebagai macam dialek dan ragam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana
kita harus menggunakan bahasa itu di dalam masyarakat. Mungkin anda akan menjawab,
ikutilah kaidah-kaidah gramatikal, maka pasti bahasa yang anda gunakan sudah benar.
Jawaban ini sungguh keliru, sebab dengan hanya mematuhi kaidah gramatikal saja, bahasa
yang kita gunakan mungkin tidak bisa berterima di dalam masyarakat.
Hymes (1974) seorang pakar sosiolinguistik mengatakan, bahwa suatu komunikasi
dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan
menjadi SPEAKING, yakni:
(1) Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya
percakapan.
(2) Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan.
(3) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan.
(4) Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk da nisi percakapan. Misalnya
dalam kalimat:

4
a. Dia berkata dalam hati, “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik.”
b. Dia berkata dalam hati, mudah-mudah lamarannya diterima dengan baik.

Perkataan “mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada kalimat (a) adalah bentuk
percakapan; sedangkan kalimat (b) adalah contoh isi percakapan.
(5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan.
Misalnya, pelajaran linguistik dapat diberikan dengan cara yang santai; tetapi dapat
juga dengan semangat yang menyala-nyala.
(6) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan apakah secara lisan
atau bukan.
(7) Norms, yaitu yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
(8) Genres, yaitu yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan.

2.1.4 Kontak Bahasa


Dalam masyarakat yang terbuka, para anggota nya dapat menerima kedatangan
anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari satu masyarakat akan tejadilah apa
yang di sebut kontak bahasa.
Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya kontak
bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus yang disebut interferensi,
integrasi, alihkode (code-switching), dan campurkode (code-mixing). Keempat peristiwa ini
gejalanya sama,yaitu adanya unsur bahasa yang lain dalam bahasa yang digunakan namun,
konsep masalahnya tidak sama. Yang dimaksud dengan interferensi adalah terbawa masuknya
unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan itu. Interferensi dapat terjadi pada
semua tataran bahasa, mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai ke tataran
leksikon.
Dalam masyarakat yang bilingual maupun yang multilingual seringkali terjadi
peristiwa yang disebut ahlikode, yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau
pun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain). Ahli
kode juga terjadi karena sebab-sebab lain. Misalnya karena perubahan situasi, atau topik
pembicaraan. Berikut disajikan contoh yang diambil dari Djoko Kentjo (1982)

5
A : Dik! Saya dengar kabar selentingan lho. Wanneer verirek je naar Hollan?
Nanti saya titip surat, ya?
B : Silahkan, Mbak!
Percakapan tersebut menunjukkan terjadi alihkode antara bahasa indonesia dengan
bahasa jawa, yang terjadi karena perubahan situasi dan pokok pembicaraan.Percakapan
dimulai dengan pertanyaan si sekretaris kepada majikan nya mengenai lampiran surat yang
belum diterimanya. Keduanya beralihlagi menggunakan bahasa indonesia .

2.1.5 Bahasa dan Budaya


Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenal hubungan
bahasa dan kebudayaan ini. Hiportesis ini dikeluarkan ole dua orang pakar, yaitu Edward Sapir
dan Benjamin Lee Whorf ( dan oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Whorf) yang
menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Atau dengan lebih jelas, bahasa itu
mempengaruhi cara berfikir dan bertindak anggota masyarakat penuturnya. Jadi, bahasa itu
menguasai cara berfikir dan bertindak.
Apa yang dilakukan manusia selalu dipengaruhi oleh sifat-sifat bahasanya. Misalnya,
katanya,dalam bahasa –bahasa yang mempunyai kategori kala atau waktu, masyarakat
penutumnya sangat menghargai dan sangat terikat oleh waktu. . Segala hal yang mereka
lakukan selalu sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan. Tetapi dalam bahasa-bahasa yang
tidak mempunyai kategori kala, masyarakatnya sangat tidak menghargai waktu. Jadwal acara
yang telah disusun seringkali tidak dapat dipatuhi waktunya. Itulah barangkali sebabnya kalau
di Indonesia ada ungkapan ‘jam karet”.

2.2. Klasifikasi Bahasa


Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ada pada setiap bahasa. Bahasa
yang mempunyai kesamaan ciri dimasukkan dalam satu kelompok. Menurut Greenberg (1957: 66)
suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan nonarbitrer, ekhaustik, dan unik.
Nonarbitrer maksudnya bahwa kriteria klasifikasi hanya harus ada satu kriteria, maka hasilnya
akan ekhaustik. Artinya, setelah klasifikasi dilakukan tidak ada lagi sisanya, semua bahasa yang
ada dapat masuk ke dalam salah satu kelompok. Hasil klasifikasi juga harus bersifat unik,
maksudnya kalau suatu bahasa sudah masuk ke dalam salah satu kelompok, dia tidak bisa masuk
lagi dalam kelompok yang lain, kalau masuk ke dalam dua kelompok atau lebih berarti hasil
klasifikasi itu tidak unik.

6
Adapun umumnya bahasa di dunia diklasifikasikan dengan tiga cara, yaitu
2.2.1. Klasifikasi Genetis
Klasifikasi genetis disebut juga klasifikasi geneologis, dilakukan berdasarkan garis
keturunan bahasa- bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih
tua. Menurut teori klasifikasi genetis ini, suatu bahasa pro ( bahasa tua, bahasa semula) akan pecah
dan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Lalu, bahasa pecahan ini akan menurunkan pula
bahasa- bahasa lain. Kemudian bahasa- bahasa lain itu akan menurunkan lagi bahasa- bahasa
pecahan berikutnya.
Bahasa- bahasa yang memiliki sejumlah kesamaan seperti itu dianggap berasal dari bahasa
asal atau bahasa proto yang sama. Apa yang dilakukan dalam klasifikasi genetis ini sebenarnya
sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistik historis komparatif, yaitu adanya
korespondensi bentuk (bunyi) dan makna. Oleh karena itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan
merupakan hasil pekerjaan linguistik historis komparatif. Klasifikasi genetis juga menunjukkan
bahwa perkembangan bahasa- bahasa di dunia ini bersifat divergensif, yakni memecah dan
menyebar menjadi banyak, tetapi pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan
teknologi komunikasi yang semakin canggih, perkembangan yang konvergensif tampaknya akan
lebih mungkin dapat terjadi.
Teori menurut Schlercher, memberi gambaran seperti batang pohon yang berbalik teori ini
bernama teoribatang pohon (bahasa jerman:stammabaumtheorie), pada tahun 1866.kemudian
dilengkapioleh S.Schmidt, pada tahun 1872. Dengan teori gelombang maksudnya adalah
perkembanganatau perpecahanbahasa itu dapat diumpamakan seperti gelobang yang disebabkan
olehsebuah batu yangdijatuhkan ketengah kolam.Penyebaran bahasa itu terjadi karena penuturnya
menyebar atauberpindah tempatsebagai akibat adanya peperangan atau bencana alam. Sejauh ini
hasil klasifikasi banyak diterima orang secara umum bahwa bahasa-bahasa yang ada didunia
terbagi dalam sebelas rumpun besar antara lain:
1. Rumpun Indo Eropa/German, terdiri dari bahasa India, bahasa Iran, Armenia, Albania, Baltik, bahasa
Yunani, Italia-Latin, Portugis, Spanyol, dan Jerman.
2. Rumpun Hamit, terdiri dari bahasa Mesir, Berber.
3. Rumpun Semit, terdiri dari bahasa-bahasa Semit Timur, Babilonia, Semit Barat (Ibrani, Arab,
Ethiopia)
4. Rumpun Ural Altai, terdiri dari bahasa-bahasa Finlandia, Altai (Jepang, Mongol, Manchu), Eskimo.
5. Rumpun Jafet, terdiri dari bahasa Kaukasus, Asia Kecil.
6. Rumpun Austris, terdiri dari bahasa-bahasa Austro-Asia (malaka kuno, Khmer), Austronesia (Melayu,
Jawa, Formosa, Polynesia), tibeto Cina (Tibet, Cina, Thailand, Burma).
7. Rumpun Asia dan Oceania, terdiri dari bahasa-bahasa Papua, Dravida, Australia, Andaman, Pleo Asia.
8. Rumpun Afrika, terdiri dari bahasa-bahasa Khoisan, bahasa Nama.
9. Rumpun Amerika, terdiri dari bahasa Amerika Utra, Meksiko-Amerika Tengah, dan Amerika Selatan.

7
2.2.2. Klasifikasi Tipologis
Klasifikasi tipologis dilakukan berdasarkan kesamaan tipe atau tipe- tipe yang terdapat
pada sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang- ulang dalam
suatu bahasa. Klasifikasi tipologi ini dapat dilakukan pada semua tataran bahasa. Maka hasil
klasifikasinya dapat bermacam- macam, akibatnya menjadi bersifat arbitrer karena tidak terikat
oleh tipe tertentu. Klasifikasi tipologis mengelompokkan bahasa ke dalam pola yang sesuai dengan
ciri strukturnya dan diterapkan pada semua tataran bahasa, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,
dan semantik. Klasifikasi tipologis tataran morfologi paling terkenal adalah klasifikasi terhadap
kelompok bahasa analitis atau isolatif, kelompok bahasa aglutinatif, dan kelompok bahasa sintetis
atau inflektif. Bahasa isolative adalah bahasa yang semua katanya tak teranalisis dan dikatakan
tidak mengenal bentuk terikat, misalnya bahasa Cina dan bahasa Vietnam. Bahasa aglutinatif
adalah bahasa yang perubahan bentuk katanya dilakukan dengan menggunakan afiks dan setiap
afiks dengan jelas mendukung satu makna atau fungsi, misalnya bahasa Turki dan Jepang. Bahasa
inflektif adalah bahasa yang tidak mempunyai korespodensi antara unsur kata dan kategori
gramatikal tertentu, misalnya bahasa latin, Yunani dan sebagian besar bahasa Iiido-Hropa.
Pada dasarnya tidak ada cara tertentu yang harus digunakan untuk mengelompokkan
bahasa secara tipologis, misalnya berdasarkan ciri fonemis yang kaya atau miskin, banyaknya
konsonan, urutan kata tetap atau bebas, ataupun adanya prefix atau sufiks. Klasifikasi pada tataran
morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat dibagi tiga kelompok,
yaitu:

1. Kelompok pertama adalah yang semata- mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar
klasifikasi. ( klasifikasi morfologi oleh Fredrich Von Schlegel)
Berdasarkan Morfologis, Frederich von Scheigel memilah bahasa dalam 3 kelompok, yaitu:
• Bahasa isolatif (Cina)
• Bahasa berafiks (Turki)
• bahasa berfleksi (Sanskerta/Latin)
2. Kelompok kedua adalah yang menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi ( oleh Franz
Bopp). Berdasar Akar Kata, Franz Bopp memilah bahasa menjadi tiga kelompok, yaitu:
• bahasa monosilabe (Cina)
• komposisi/penggabungan bentuk (Indo Eropa)
• disilabis (3 konsonan) (Arab, Ibrani)
3. Kelompok ketiga adalah yang menggunakan bentuk sintaksis sebagai dasar klasifikasi,
pakarnya antara lain H. Steinthal. Wilhelm von Humbolt mengelompokkan menjadi:
• bahasa isolatif/monosilabe
• fleksi/sintesis
• aglutinatif/mekanis
• inkorporasi/polisintesis

8
Pada abad XX ada juga pakar klasifikasi morfologi dengan prinsip yang berbeda, misalnya
yang dibuat Sapir (1921) dan J. Greenberg (1954).

2.2.3. Klasifikasi Areal


Klasifikasi areal didasarkan atas pengaruh timbal balik antara bahasa dengan bahasa yang
satu dengan bahasa yang lain dan tidak memperhatikan apakah ada hubungan
kekerabatan(genetis)atau tidak. Bahasa-bahasa dikelompokkan atas dasar keberadaannya dalam
wilayah geografi yang sama. Data penting dalam pengelompokkan ini adalah adanya bentuk
pinjaman, baik pinjaman bentuk maupun pinjaman arti, yang terjadi akibat kontrak sejarah. Akibat
letak geografis dan hubungan timbal balik, muncul dua jenis klasifikasi areal, yaitu yang bersifat
geografis murni dan yang bersifat geografis dengan kesamaan tipologis. Perbedaan antara
keduanya tidaklah jelas, karena bahasa yang erat hubungan geografisnya tidak jarang
menunjukkan ciri tipologi yang mirip atau sama. Namun dua bahasa yang letak geografisnya
berdekatan dapat juga berkembang menjadi dua bahasa yang tidak saling memahami, karena
terpisah sungai atau gunung. Klasifikasi ini bersifat arbitrer karena dalam kontak sejarah bahasa-
bahasa itu memberikan pengaruh timbal balik dalam hal- hal tertentu yang terbatas. Klasifikasi
inipun bersifat non ekhaustik, sebab masih banyak bahasa- bahasa di dunia ini yang masih bersifat
tertutup dalam arti belum menerima unsur- unsur luar. Selain itu, klasifikasi inipun bersifat non
unik, sebab ada kemungkinan sebuah bahasa dapat masuk dalam kelompok tertentu dan dapat pula
masuk ke dalam kelompok lainnya lagi. Usaha klasifikasi ini pernah dilakukan oleh Wilhelm
Schmidt (1868- 1954) dalam bukunya Die Sprachfamilien und Sprachenkreise der Ende, yang
dilampiri dengan peta.
2.2.4. Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-
faktor yang berlaku dalam masyarakat terhadap bahasa itu, tepatnya berdasarkan status, fungsi,
penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bahasa itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah
dilakukan oleh William A. Stuart tahun 1962 yang dapat kita baca dalam artikelnya “ An Outline
of Linguistic Typology for Describing Multilingualism”. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan
empat ciri atau kriteria, yaitu
a. Historisitas : Berkenaan dengan sejarah pengembangan bahasa atausejarahpemakaian
bahasa.
b. Standardisasi: Berkenaan dengan statusnya sebagai bahasa bakuatau tidakbaku.
c. Vitalitas : Berkenaan apakah bahasa itu mempunyai penutur yangmenggunakannya dalam
kegiatan sehari-hari secara aktif atau tidak.
d. Homogenesitas leksikon dan tata bahasa:Berkenaan apakah ituditurunkan.
Dengan menggunakan keempat ciri di atas, hasil klasifikasi bisa menjadi ekshaustik sebab
semua bahasa yang ada di dunia dapat dimasukkan ke dalam kelompok- kelompok tertentu. Tetapi
hasil ini tidak unik sebab sebuah bahasa bisa mempunyai status yang berbeda.

9
2.3. Bahasa Tulis, Aksara Dan Ejaan
2.3.1. Bahasa Tulis
1. Pengertian Bahasa
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan
merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak
adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup
kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi
anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu
diperhatikan iala bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980).

2.Perbedaan Bahasa Lisan dan Tulisan

Bahasa lisan dan tulisan jelas berbeda. Bahasa lisan yang dimaksud adalah kalimat yang
diucap, sedangkan bahasa tulisan adalah kalimat yang disampaikan dalam bentuk tulisan. Meski
sudah ada tanda baca dalam bahasa tulisan, tidak sepenuhnya bisa menyampaikan sama persis
dengan apa yang dimaksud oleh penulis.

Dalam bahasa tulisan dan dan bahasa lisan memang terdapat perbedaan yang mencolok
antara situasi dan kondisi kepopuleran suatu kalimat dalam masyarakat, setiap wilayah suatu
daerah mempunyai bahasa dan pengucapan terhadap sesuatu berbeda-beda

3.Dilihat dari Aspek Kebahasaan


Ragam bahasa:
1. Ragam bahasa lisan: lafal, tata bahasa, kosakata, ejaan
2. Ragam bahasa tulis: lafal, tata bahasa, kosa kata, ejaan
Menurut Felicia (2001 : 8), ragam bahasa dibagi berdasarkan :
1. Ragam Lisan
2. Ragam Tulis

Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan
ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam

10
situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan
antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa
ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam
buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam
tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster.

4.Berdasarkan situasi dan pemakaian

Ragam bahasa baku dapat berupa : (1) ragam bahasa baku tulis dan (2) ragam bahasa baku
lisan. Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis makna kalimat yang diungkapkannya tidak
ditunjang oleh situasi pemakaian, sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang
diungkapkannya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan
unsur kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk kata
dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa di dalam struktur kalimat.

Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar
terjadi pelesapan kalimat. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun
demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam
kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami
makna gagasan yang disampaikan secara lisan.

Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur
menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh
karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta
menghormati lawan bicara / target komunikasi.

Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan
pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan,
hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya
tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam

11
bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing,
ragam tulis dan ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.

Salah satu ciri bahasa tulis memang sifatnya yang terkesan lebih baku. Kalaupun tidak baku,
setidaknya disampaikan dengan bahasa populer yang masih tidak amburadul.

Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa
dan kosa kata) :

1. Tata Bahasa (Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a. Ragam Bahasa Lisan
- Nia sedang baca surat kabar
- Ari mau nulis surat
- Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
- Mereka tinggal di Menteng.
- Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Saya akan tanyakan soal itu.
- Bima sedang baca komic.
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Saya mau nulis surat.
- Akan saya tanyakan soal itu.

Contoh bahasa lisan berdasarkan kosa kata:


- Ibu bilang kala kita harus belajar.
- Shinta harus bikin penulisan ilmiah
- Dia lagi baca Koran
- Ibu bilang kita harus pulang
- Mereka tinggal di Menteng

b. Ragam bahasa Tulis :


- Nia sedangmembaca surat kabar
- Ari mau menulis surat
- Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

12
- Mereka bertempat tinggal di Menteng
- Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.
- Akan saya tanyakan soal itu.

2. Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a. Ragam Lisan
- Ariani bilang kalau kita harus belajar
- Kita harus bikin karya tulis
- Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak

b. Ragam Tulis
- Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
- Kita harus membuat karya tulis.
- Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

2.3.2. Aksara
"Aksara" secara etimogis berasal dari bahasa Sanskerta yaitu akar kata "a-" 'tidak' dan
"kshara" 'termusnahkan'. Jadi, aksara adalah sesuatu yang tidak termusnahkan/kekal/langgeng.
Dikatakan sebagai sesuatu yang kekal, karena peranan aksara dalam mendokumentasikan dan
mengabadikan suatu peristiwa komunikasi dalam bentuk tulis. Melalui aksara yang ditatah di
atas batu hingga ditulis di atas daun lontar dan lempeng tembaga, kesuraman dan kejayaan masa
lalu dapat dijamah kembali dengan bukti-bukti literal.
Istilah lain untuk menyebut aksara adalah huruf atau abjad (bahasa Arab) yang dimengerti
sebagai lambang bunyi (fonem) sedangkan bunyi itu sendiri adalah lambang pengertian yang
menurut catatan sejarah secara garis besar terdiri dari kategori (Kartakusuma 2003):
1. Piktogram, yaitu aksara yang hurufnya merupakan ikon benda yang konkret, antara lain
aksara hieroglif Mesir, aksara Tiongkok Kuno;
2. Ideogram, yaitu aksara yang hurufnya merupakan simbol untuk mewakili gagasan (jumlah
benda, kata sifat, kata ganti) atau benda (abstrak atau konkret), antara lain aksara
Tionghoa masa kini yang hasil goresannya tidak lagi dilihat melukiskan benda konkret;

13
3. Abjad suku kata, yaitu aksara yang setiap hurufnya menggambarkan suku kata. Kategori
ini terbagi menjadi dua:
1. Abugida, yaitu abjad suku kata yang hurufnya memiliki kemiripan bentuk jika berada
dalam satu kelompok konsonan, contohnya huruf Ka, Ki, Ku, Ke, Ko dalam aksara
Jawa, aksara Sunda, aksara Dewanagari (Prenagari), Pallawa, dan aksara-aksara
dari rumpun Brahmi di India;
2. Aksara silabis murni, yaitu abjad suku kata yang hurufnya memiliki bentuk berbeda-
beda untuk setiap suku kata. Contohnya huruf Ka, Ki, Ku, Ke, Ko memiliki bentuk
berbeda-beda dalam aksara Katakana dan Hiragana di Jepang;
4. Abjad fonetik, yaitu satu huruf mewakili satu bunyi bahasa, antara lain alfabet
Latin, alfabet Yunani, Sirilik dan Gothik atau Jerman.

Aksara Nusantara
Aksara Nusantara merupakan beragam aksara atau tulisan yang digunakan
di Nusantara untuk secara khusus menuliskan bahasa daerah tertentu. Walaupun Abjad
Arab dan Alfabet Latin juga seringkali digunakan untuk menuliskan bahasa daerah, istilah Aksara
Nusantara seringkali dikaitkan dengan aksara hasil inkulturisasi kebudayaan India sebelum
berkembangnya Agama Islam di Nusantara dan sebelum kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa di
Nusantara. Berbagai macam media tulis dan alat tulis digunakan untuk menuliskan Aksara
Nusantara. Media tulis untuk prasasti antara lain meliputi batu, kayu, tanduk hewan, lempengan
emas, lempengan perak, tempengan tembaga, dan lempengan perunggu; tulisan dibuat dengan
alat tulis berupa pahat. Media tulis untuk naskah antara lain meliputi daun lontar, daun nipah,
janur kelapa, bilah bambu, kulit kayu, kertas lokal, kertas impor, dan kain; tulisan dibuat dengan
alat tulis berupa pisau atau pena dan tinta.

2.3.3. Ejaan
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan
kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan biasanya
memiliki tiga aspek yaitu:
1. aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan
penyusunan abjad
2. aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis
3. aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
Ejaan yang disempurnakan atau EYD terdiri dari 26 grafem tunggal dan fonem sebagai
berikut:

14
• Aa (a) /a/
• Bb (be) /b/
• Cc (ce) /c/
• Dd (de) /d/
• Ee (e) /e/, /ə/,/ε/
• Ff (ef) /f/
• Gg (ge) /g/
• Hh (ha) /ha/
• Ii (i) /i/
• Jj (je) /j/
• Kk (ka)/k/
• Ll (el) /l/
• Mm (em) /m/
• Nn (en) /n/
• Oo (o) /o/
• Pp (pe) /p/
• Qq (ki) /k/
• Rr (er) /r/
• Ss (es) /s/
• Tt (te) /t/
• Uu (u) /u/
• Vv (fe)
• Ww (we) /w/
• Xx (eks) /k/+/s/
• Yy (ye) /y/
• Zz (zet) /z/

Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o,dan u.
Contoh pemakaian dalam kata vokal di awal di tengah di akhir pada huruf a
seperti api, padi, lusa. Dalam vokal e seperti enak, petak, sore, sedangkan dalam vokal i
contohnya itu, simpan, murni. Serta dalam vokal o seperti oleh, kota, radio, dan terakhir

15
pada vokal u contohnya ulang, bumi, ibu. Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda
aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c,
d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah
khusus untuk nama dan keperluan ilmu.
Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan
oi. Contoh penggunaan diftong ai pada awal, tengah dan akhir adalah sebagai berikut
ain, malaikat, pandai. Sedangkan pada diftong au seperti aula, saudara, harimau. Serta
pada diftong oi di awal kata tidak ditemui, sedangkan untuk di tengah dan akhir
seperti boikot dan amboi.
Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan,
yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan. Sama seperti kata
yang lain, gabungan huruf konsonan bisa terdapat pada awal, tengah, dan akhir kata.
Prinsip-prinsip Penulisan Ejaan Bahasa Indonesia
Prinsip morfologis merupakan dua kaidah yang mengkhususkan penulisan
sebuah fonem yang memiliki posisi tertentu dalam morfem atau kata jadian. Dua kaidah
tersebut adalah:
• Fonem /ɲ/ di muka fonem /c/ atau /j/ ditulis n, bukan ny.
• Fonem /w/ dan /y/ yang menjadi bagian diftong ditulis u dan i.

Prinsip historis/tradisional berlaku bagi beberapa kata serapan, antara lain:


• Grafem yang melambangkan konsonan bersuara dipakai untuk konsonan tak bersuara pada
akhir suku kata. Penggunaan ini digunakan untuk fonem /p/, dan d untuk /t/ serta penulisan
g untuk /k/ dan j untuk /c/.
• Grafem i di muka vokal mencerminkan lafal bervarian /i/ atau /y/.
• Penggambaran bunyi /f/ dipakai baik pada huruf v mau pun v.
• Bunyi Hamzah atau bahasa Arab dituliskan menggunakan tanda petik tunggal walaupun
tanda petik juga dapat digunakn untuk kata yang lain, misalnya penulisan Jum'at.
• Huruf e digunakan untuk menggambarkan /ə/ di antara konsonan serapan lama, misalnya
pengucapan Inggeris dan Sastera.
• Nama diri orang-orang terdahulu diperbolehkan menggunakan Ejaan
Soewandi bahkan Ejaan Van Ophuijsen, misalnya Soekarno dan Soeharto.
• Nama diri orang asing dan nama tempat asing dipertahankan keasliannya, misalnya
Michael dan New York.

16
BAB III
PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Demikianlah, telah dibicarakan Bahasa dan Faktor Luar Biasa dimana Masyarakat bahasa
artinya sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama, variasi dan status sosial
bahasa itu bervariasi karena anggota masyarakat penutur bahasa sangat beragam dan bahasa
digunakan untuk keperluan yang beragam. Kontak bahasa terjadi ketika masyarakat pada suatu
daerah menerima kedatangan masyarakat baru dari daerah lain. Bahasa dan budaya bearti Bahasa
mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia. Materi klasifikasi didalamnya terdapat 4 klasifikasi,
yakni klasifikasi genetis, klasifikasi tipologis, klasifikasi areal dan klasifikasi sosiolinguistik. Klasifikasi
dilakukan dengan melihat kesamaan ciri yang ad pada tiap Bahasa itu lalu dimaksukkan dalam satu
kelompok, dimana Bahasa tulis perana Bahasa tulis sangat besar dan Bahasa tulis bisa menembus waktu
dan ruang, padahal Bahasa lisan begitu diucapkan segera hilang tak berbekas. Akasara adalah keseluruhan
system tulisan yang tidak hanya dipakai dalam keperluan menulis dan membaca tetapi juga sebagai seni
tulisan indah atau kaligrafi. Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan
kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna.

7.2. Saran dan Kritik

Dalam pengumpulan materi di atas tentunya kami banyak mengalami kekurangan dan
kesalahan. Demikian makalah yang dapat kami buat. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan
di hati atau belum sesuai dengan apa yang Anda harapkan, kami mohon maaf. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami agar dalam tugas-tugas selanjutnya,kami
dapat menyelesaikannya dengan lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012, cetakan keempat)

http://putriayuns.blogspot.com/2015/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://wahyumufti76.blogspot.com/2015/09/bahasa-dan-faktor-luar-bahasa.html
http://romafitriyunita17.blogspot.com/2015/09/bahasa-dan-faktor-luar-bahasa.html
.blogspot.com/2016/05/bahasa-dan-faktor-luar-bahasa.html
https://www.linguistikid.com/2016/11/klasifikasi-bahasa-di-dunia.html
http://pendidikanlinguistik.blogspot.com/2017/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html
https://sctberbagi.blogspot.com/2016/05/klasifikasi-bahasa.html
https://storage/emulated/0/Download/bahasa%20indonesia_%20memahami%20bahasa%20lisan
%20maupun%20tulisan.mhtml

https://storage/emulated/0/Download/Aksara%20-
%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia%2C%20ensiklopedia%20bebas.mhtml

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ejaan

18

Anda mungkin juga menyukai