Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, atas kehendak Allah SWT kami dapat


menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Tanpa pertolongannya, kami tidak
akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa salawat serta
salam tercurah limpah pada Rasulullah SAW hingga pada kita umatnya akhir
zaman. Aamiin.
Kami menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan
berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Landasan Pendidikan Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah sabar membimbing penulis dalam menyelesaikam makalah
ini.
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu, kami
sangat mengharapkan saran untuk kemajuan kami. Semoga makalah ini
memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Garut, Juni 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................... i


Daftar isi ............................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan ........................................................................... 1
Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
Rumusan Masalah .............................................................................. 4
Tujuan Penelitian ............................................................................... 4
Manfaat Penelitian ............................................................................. 4
BAB II Landasan Teoretis ................................................................. 6
Pengertian Alih Kode ........................................................................ 6
Pengertian Campur Kode ................................................................... 6
Penyebab Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode ......................... 7
Jenis-jenis Alih Kode dan Campur Kode .......................................... 10
BAB III Metodologi Penelitian ......................................................... 12
Metode dan Teknik Penelitian ........................................................... 12
Desain Penelitian ............................................................................... 12
Instrumen Penelitian .......................................................................... 12
Fokus Kajian ...................................................................................... 12
BAB IV Analisis Data ....................................................................... 16
Faktor Penyebab Alih Kode .............................................................. 16
Faktor Penyebab Campur Kode ......................................................... 17
BAB V Simpulan ............................................................................... 19
Daftar Pustaka .................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manusia menggunakan bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi. Bahasa
itu sendiri mempunyai tugas guna memenuhi salah satu kebutuhan sosial manusia,
juga menghubungkan manusia satu dengan manusia lain di dalam peristiwa sosial
tertentu. Peran penting bahasa dalam kehidupan manusia saat ini disadari sebagai
kehidupan primer dalam kehidupan sosial manusia itu sendiri. Bahasa merupakan
sistem lambang bunyi yang sifatnya arbitrer (manasuka), yang digunakan oleh
anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan juga untuk
mengidentifikasikan diri (KBBI: 2007). Saat ini, sebagian besar manusia adalah
dwibahasawan. Individu dikatakan dwibahasawan karena mampu menguasai dua
bahasa atau lebih dalam komunikasinya. Individu sebagai dwibahasawan yang
dimaksud selain menguasai bahasa Jawa sebagai bahasa ibu, juga menguasai
bahasa Indonesia sebagai Bahasa komunikasi. Bahkan, tidak sedikit dari mereka
menerapkan bahasa asing, misalnya bahasa Inggris, bahasa Prancis, ataupun
bahasa asing lainnya. Bahasa asing yang dimaksud merupakan bahasa yang
dipelajari yang banyak diterapkan dalam komunikasi guru-siswa dalam proses
belajar mengajar di kelas. Fenomena dwibahasa dapat terjadi kapan saja dan
dimana saja seorang individu berada. Seorang individu dapat menjadi
dwibahasawan pada waktu anakanak dan juga pada waktu dewasa. Sedangkan
peristiwa tersebut dapat ditemukan dalam lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan desa, ataupun di tempat-tempat lainnya. Apabila ditinjau dari
beberapa aspek, kita kenal beberapa jenis kedwibahasaan, diantaranya jenis
kedwibahasaan apabila ditinjau dari segi ketersebaran, tingkat kedwibahasaan,
cara terjadinya, kemampuan memahami dan mengungkapkan, bahkan dari segi
hubungan ungkapan dengan maknanya.
Lebih lanjut, fenomena bahasa dalam kehidupan masyarakat yang
multilingual terkait dengan perihal tindak tutur (acte de discours). Fenomena yang
dimaksud berkaitan dengan alih kode dan campur kode yang merupakan topik

1
2

permasalahan dalam penelitian ini. Tindak tutur (acte de discours) merupakan


suatu tindakan berkomunikasi dalam menyampaikan suatu informasi oleh penutur
kepada mitra tuturnya dengan maksud ataupun tujuan tertentu. Selanjutnya,
Austin (1968) membagi dimensi tindak tutur ke dalam 3 hal, yaitu tindak tutur
lokusi (penyampaian pesan), tindak tutur ilokusi (menyebabkan afeksi dari
tuturan), dan tindak tutur perlokusi (tindak lanjut dari tindak tutur lokusi dan
ilokusi; perwujudan tindakan). Dalam suatu tindak komunikasi, khususnya pada
komunikasi proses belajar mengajar di kelas, guru yang dwibahasawan terkadang
menentukan pilihan kode (code choice) yang hendak digunakan untuk
berkomunikasi. Dipilihnya kode tersebut dapat dipicu oleh beberapa hal, seperti
lawan bicara, topik pembicaraan, suasana, ranah, dan lain sebagainya. Dalam
menentukan pilihan kode, seorang individu yang dwibahasawan akan mampu
mengalihkan kode atau bahkan mencampurkan kode dalam komunikasinya.
Misalkan pada tindak komunikasi guru, alih kode dari bahasa satu ke bahasa lain
pastinya dapat terjadi, begitu pula campur kode. Ketika guru yang dwibahasawan
berkomunikasi, akan muncul fenomena salah satu bahasa dari minimal dua bahasa
yang dikuasai oleh guru tersebut yang mampu mendominasi komunikasinya. Hal
tersebut berkaitan dengan pilihan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi
yang telah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang dimaksud
meliputi faktor lawan bicara, topik pembicaraan, ataupun tingkat penguasaan
terhadap salah satu dari minimal dua bahasa yang dikuasainya untuk
berkomunikasi. Pemilihan bahasa juga mendasari terciptanya komunikasi. Pilihan
bahasa yang dimaksud merupakan suatu peristiwa sosial dalam suatu masyarakat
yang terjadi karena adanya interaksi dalam berkomunikasi.
Lebih lanjut, tidak hanya faktor-faktor linguistik yang mampu memicu
munculnya pilihan bahasa dalam berkomunikasi. Akan tetapi, hal tersebut dapat
dikarenakan pula oleh beberapa faktor lain diluarnya. Penentuan pilihan Bahasa
erat terkait dengan situasi sosial dalam suatu masyarakat. Faktor tingkat
pendidikan, perbedaan usia, status sosial, dan juga karakter yang dimiliki seorang
individu mampu mempengaruhi seorang individu tersebut untuk menentukan
pilihan bahasa mereka ketika berkomunikasi dengan individu lain.
3

Demikian pula situasi yang melatarbelakangi suatu pembicaraan juga


dapat mempengaruhi bagaimana sebuah bahasa akan dipilih untuk dipergunakan.
Pemilihan bahasa merupakan gejala dalam aspek kedwibahasaan yangdikarenakan
di dalam repertoire-nya terdapat lebih dari satu bahasa. Telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pilihan bahasa pasti bergantung pada beberapa faktor, seperti
faktor partisipan, topik, suasana, ranah, dan lain sebagainya. Dalam interaksi
sosial sehari-hari dengan penutur lainnya, tentu biasanya secara terusmenerus
yang tanpa disadari kita telah menggunakan variasi bahasa. Dari variasi bahasa
itulah nantinya muncul seorang individu yang memilih bahasa dalam
komunikasinya. Misalkan guru saat berkomunikasi dengan siswanya. Dalam hal
ini, ia memilih satu dari minimal dua bahasa yang dikuasainya, misalnya dipilih
bahasa Indonesia ketika guru menegur atau memberikan nasihat kepada siswanya.
Guru yang dwibahasawan sebagai subjek penelitian ini merupakan salah
satu komponen utama dan mempunyai peran penting dalam proses belajar
mengajar di kelas. Saat berlangsungnya proses belajar mengajar di kelas, sangat
memungkinkan guru yang dwibahasawan memilih kode yang hendak digunakan
untuk berkomunikasi. Hal ini pun memicu guru untuk melibatkan dirinya dalam
beberapa fenomena bahasa dalam masyarakat multilingual.
Fenomena Bahasa yang dimaksud meliputi gejala peralihan pemakaian
bahasa karena berubahnya situasi (alih kode), dan gejala pencampuran pemakaian
bahasa karena berubahnya situasi (campur kode). Beberapa fenomena tersebut
dapat berasal dari dalam diri guru itu sendiri (internal) ataupun dari luar dirinya
(eksternal). Manusia berinteraksi dengan sesamanya, dimana dalam komunikasi
yang terjadi dari interaksi tersebut, penutur dapat menggunakan lebih dari satu
Bahasa yang dikuasainya. Akibatnya, terjadi adanya peristiwa kontak antarbahasa
dari interaksi tersebut. Fenomena kontak antarbahasa yang dimaksud diantaranya
adalah alih kode dan campur kode dalam suatu tindak komunikasi. Alih kode
merupakan suatu gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi
tutur. Terjadinya peristiwa peralihan bahasa tersebut ditentukan oleh hubungan
antara penutur dengan mitra tutur, kehadiran pihak ke-3, dan pengambilan
keuntungan.
4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belang di atas penyusun merumuskan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian alih kode dan campur kode ?
2. Apa penyebab terjadinya alih kode dan campur kode ?
3. Apa saja jenis-jenis alih kode dan campur kode ?
4. Bagaimana proses terjadinya alih kode dan campur kode dalam kehidupan
sehari-hari baik dalam situasi formal atau nonformal berdasarkan hasil analisis
di lapangan?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas penyusun akan memaparkan
beberapa tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian alih kode dan campur kode.
2. Mengetahui penyebabterjadinya alih kode dan campur kode;
3. Mengetahui jenis-jenis alih kode dan campur kode.
4. Mengetahui proses terjadinya alih kode dan campur kode berdasarkan hasil
analisis di lapangan.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diperoleh dari analisis proses alih kode dan campur kode di
lingkungan sekitar baik dalam situasi formal maupun nonformal ini di antaranya
sebagai berikut.
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang bahasa.
b. Manfaat Praktis
1) Bagi penulis
Menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan. Selain itu, dengan selesainya
penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi peneliti untuk semakin aktif
menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia pendidikan Bahasa.
5

2) Bagi pembaca
Bagi pembaca diharapkan dapat lebih memahami sistematika Bahasa dengan baik,
salah satunya penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain itu,
diharapkan pembaca semakin jeli dalam memilih kata-kata ketika melakukan
pembicaraan, agar terhindar dari kesalahan berbahasa mencampurkan satu kode
Bahasa dengan kode Bahasa lainnya.
BAB II
LANDASAN TEORETIS

2.1 Pengertian Alih Kode


Ohoiwutun (2007:71) mengatakan alih kode (code switching), yakni
peralihan pemakaian dari suatu bahasa atau dialek ke bahasa atau dialek lainnya.
Alih bahasa ini sepenuhnya terjadi karena perubahan-perubahan sosiokultural
dalam situasi berbahasa. Perubahan-perubahan yang dimaksud meliputi faktor-
faktor seperti hubungan antara pembicara dan pendengar, variasi bahasa, tujuan
berbicara, topik yang dibahas, waktu dan tempat berbincang. Lebih lanjut Apple
dalam Chaer (2004:107) mengatakan, alih kode yaitu gejala peralihan pemakaian
bahasa karena berubahnya situasi.
Ditambahkan oleh Hymes bahwa alih kode bukan hanya terbagi antar
bahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam atau gaya yang terdapat dalam satu
bahasa. Sebagai contoh peristiwa peralihan yang terjadi dalam suatu kelas yang
sedang mempelajari bahasa asing (sebagai contoh bahasa Inggris). Di dalam kelas
tersebut secara otomatis menggunakan dua bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris. Kemudian terjadi percakapan dalam suatu bahasa nasional (contoh
bahasa Indonesia) lalu tiba-tiba beralih ke bahasa daerah (contoh
bahasa Sumbawa), maka kedua jenis peralihan ini juga disebut alih kode.
2.2 Pengertian Campur Kode
Kemudian gejala lain yaitu campur kode. Gejala alih kode biasanya diikuti
dengan gejala campur kode, Thelander dalam Chaer (2004:115) mengatakan
apabila didalam suatu peristiwa tutur terdapat klausa-klausa atau frase-frase yang
digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases),
dan masing-masing klausa dan frase tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri,
maka peristiwa yang terjadi ini adalah campur kode. Kemudian Nababan
(1991:32) mengatakan campur kode, yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah
bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam
suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut
percampuran bahasa itu. Maksudnya adalah keadaan yang tidak memaksa atau

6
7

menuntut seseorang untuk mencampur suatu bahasa ke dalam bahasa lain saat
peristiwa tutur sedang berlangsung. Jadi penutur dapat dikatakan secara tidak
sadar melakukan percampuran serpihan-serpihan bahasa ke dalam bahasa asli.
Campur kode serupa dengan interfensi dari bahasa satu ke bahasa lain.
Dalam campur kode penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika
sedang memakai bahasa tertentu. Unsur-unsur tersebut dapat berupa kata-kata,
tetapi dapat juga berupa frase atau kelompok kata. Jika berwujud kata biasanya
gejala itu disebut peminjaman. Hal yang menyulitkan timbul ketika memakai
kata-kata pinjaman tetapi kata-kata pinjaman ini sudah tidak dirasakan sebagai
kata asing melainkan dirasakan sebagai bahasa yang dipakai. Sebagai contoh si A
berbahasa Indonesia. Kemudian ia berkata “sistem operasi komputer ini sangat
lambat” dari sini terlihat si A banyak menggunakan kata-kata asing yang
dicampurkan ke dalam bahasa Indonesia. Namun ini tidak dapat dikatakan sebagai
gejala campur kode atau pun alih kode. Hal ini disebabkan penutur jelas tidak
menyadari kata-kata yang dipakai adalah kata-kata pinjaman, bahkan ia merasa
semuanya merupakan bagian dari bahasa Indonesia karena proses peminjaman
tersebut sudah terjadi sejak lama. Lebih lanjut Sumarsono (2004:202)
menjelaskan kata-kata yang sudah mengalami proses adaptasi dalam suatu bahasa
bukan lagi kata yang-kata yang megalami gejala interfensi, bukan pula alih kode,
apalagi campur kode akan berbeda jika penutur secara sadar atau sengaja
menggunakan unsur bahasa lain ketika sedang berbicara dalam suatu bahasa.
Peristiwa inilah yang kemudian disebut dengan campur kode. Oleh karena itu
dalam bahasa tulisan, biasanya unsur-unsur tersebut ditunjukkan dengan
menggunakan garis bawah atau cetak miring sebagai penjelasan bahwa si penulis
menggunakannya secara sadar.
2.3 Penyebab Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode
1. Penyebab Terjadinya Alih Kode
Selain sikap kemultibahasaan yang dimiliki oleh masyarakat tutur,
terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya peristiwa alih kode, seperti
yang dikemukakan Chaer (2004:108), yaitu sebagai berikut.
8

a. Penutur
Perilaku atau sikap penutur, yang dengan sengaja beralih kode terhadap
mitra tutur karena tujuan tertentu. Misalnya mengubah situasi dari resmi
menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Kemudian ada juga penutur yang
mengharapkan sesuatu dari mitra tuturnya atau dengan kata lain
mengharapkan keuntungan atau manfaat dari percakapan yang dilakukanya.
Sebagai contoh, A adalah orang sumbawa. B adalah orang batak. Keduanya
sedang terlibat percakapan. Mulanya si A berbicara menggunakan bahasa
Indonesia sebagai pembuka. Kemudian ditanggapi oleh B dengan
menggunakan bahasa Indonesia juga. Namun ketika si A ingin
mengemukakan inti dari pembicaraannya maka ia kemudian beralih bahasa,
yaitu dari bahasa Indonesia ke bahasa Batak. Ketika si A beralih
menggunakan bahasa Batak yang merupakan bahasa asli B, maka B pun
merespon A dengan baik. Maka di sinilah letak keuntungan tersebut. A
berbasa basi dengan menggunakan bahasa Indonesia, kemudian setelah
ditanggapi oleh B dan ia merasa percakapan berjalan lancar, maka si A
dengan sengaja mengalihkan ke bahasa batak. Hal ini disebabkan si A sudah
ingin memulai pembicaraan yang lebih dalam kepada si B. Selain itu inti
pembicaraan tersebut dapat tersampaikan dengan baik, karena mudah
dimengerti oleh lawan bicara yaitu B. Peristiwa inilah yang menyebakan
terjadinya peristiwa alih kode.
b. Lawan Tutur
Mitra tutur atau lawan tutur dapat menyebabkan peristiwa alih kode.
Misalnya karena si penutur ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan
tuturnya. Dalam hal ini biasanya kemampuan berbahasa si lawan tutur kurang
atau agak kurang karena mungkin bahasa tersebut bukan bahasa
pertamanya. Jika lawan tutur yang latar belakang kebahasaannya sama
dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian (baik regional
maupun sosial), ragam, gaya, atau register. Kemudian bila lawan tutur
berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupa alih
bahasa. Sebagai contoh, Rani adalah seorang pramusaji di sebuah restoran.
Kemudian Ia kedatangan tamu asing yang berasal dari Jepang. Tamu tersebut
ingin mempraktikkan bahasa Indonesia yang telah Ia pelajari. Pada awalnya
9

percakapan berjalan lancar, namun ketika tamu tersebut menanyakan biaya,


makanya Ia tidak dapat mengerti karena Rani masih menjawab
dengan menggunakan bahasa Indonesia. Melihat tamunya yang kebingungan
tersebut, secara sengaja Rani beralih bahasa, dari bahasa Indonesia ke bahasa
Jepang sampai tamu tersebut mengerti apa yang dikatakan Rani. Dari contoh
di atas dapat dikatakan telah terjadi peristiwa peralihan bahasa atau disebut
alih kode, yaitu bahasa Indonesia ke bahasa Jepang. Oleh karena itu lawan
tutur juga sangat memengaruhi peristiwa alih kode.
c. Hadirnya Penutur Ketiga
Kehadiran orang ketiga atau orang lain yang tidak berlatar belakang
bahasa yang sama dengan bahasa yang sedang digunakan oleh penutur dan
lawan tutur dapat menyebabkan peristiwa alih kode. Untuk menetralisasi
situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan
mitra tutur beralih kode, apalagi bila latar belakang kebahasaan mereka
berbeda. Sebagai contoh, Tono dan Tini bersaudara. Mereka berdua adalah
orang Sumbawa. Oleh karena itu, ketika berbicara, mereka menggunakan
bahasa yang digunakan sehari-hari, yaitu bahasa Sumbawa. Pembicaraan
berjalan aman dan lancar. Tiba-tiba datang Upik kawan Tini yang merupakan
orang Lombok. Untuk sesaat Upik tidak mengerti apa yang mereka katakan.
Kemudian Tini memahami hal tersebut dan langsung beralih ke bahasa yang
dapat dimengerti oleh Upik, yaitu bahasa Indonesia. kemudian Ia bercerita
tentang apa yang Ia bicarakan dengan Tono dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Inilah yang disebut peristiwa alih kode. Jadi, kehadiran orang
ketiga merupakan faktor yang memengaruhi peristiwa alih kode.
d. Perubahan Situasi
Perubahan situasi pembicaraan juga dapat memengaruhi terjadinya alih
kode. Situasi tersebut dapat berupa situasi formal ke informal atau sebaliknya.
e. Topik Pembicaraan
Topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih
kode. Topik pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan
ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang
bersifat informal disampaikan dengan bahasa nonbaku, gaya sedikit
emosional, dan serba seenaknya.
10

2. Penyebab Terjadinya Campur Kode


Sama halnya dengan alih kode, campur kode pun disebabkan oleh
masyarakat tutur yang multilingual. Namun, tidak seperti alih kode, campur kode
tidak mempunyai maksud dan tujuan yang jelas untuk digunakan karena campur
kode digunakan biasanya tidak disadari oleh pembicara atau dengan kata lain
reflek pembicara atas pengetahuan bahasa asing yang diketahuinya. Setyaningsih,
dalam http://www.slideshare.net/ninazski/paper-sosling-nina mengatakan campur
kode digunakan karena apabila seseorang yang sedang dalam kegiatan
berkomunikasi tidak mendapatkan padanan kata yang cocok yang dapat
menjelaskan maksud dan tujuan yang sebenarnya, maka ia akan mencari padanan
kata yang cocok dengan jalan mengambil istilah dari berbagai bahasa yang ia
kuasai. Kemudian penyebab terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu sikap (attitudinal type) yakni latar belakang sikap penutur, dan
kebahasaan (linguistic type) yakni latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga
ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk
menjelaskan atau menafsirkan. Dengan demikian, campur kode terjadi karena
adanya hubungan timbal balik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi
bahasa.

2.4 Jenis-Jenis Alih Kode dan Campur Kode


1. Jenis-Jenis Alih Kode
a. Alih Kode Metaforis
Alih kode metaforis, yaitu alih kode yang terjadi jika ada pergantian topik.
b. Alih Kode Situasional
Sedangkan alih kode situasional, yaitu alih kode yang terjadi berdasarkan
situasi dimana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa
tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain. Dalam alih
kode ini tidak tejadi perubahan topik. Pergantian ini selalu bertepatan dengan
perubahan dari suatu situasi eksternal (misalnya berbicara dengan anggota
keluarga) ke situasi eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).
11

Selain alih kode metaforis dan situsional, Suwito dalam Chaer (2004:114) juga
membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode intern dan alih kode ekstern.
a. Alih Kode Intern
Alih Kode Intern, yaitu alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri,
seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Sumbawa, atau sebaliknya.
b.  Alih Kode Ekstern
Sedangkan alih kode ekstern, yaitu alih kode yang terjadi antara
bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa
Jepang, atau sebaliknya.
2. Jenis-Jenis Campur Kode
Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu campur kode ke luar (outer code-
mixing)dan campur kode ke dalam (inner code-mixing).
a. Campur Kode ke Luar (Outer Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing atau dapat dijelaskan bahasa
asli yang bercampur dengan bahasa asing. Contohnya bahasa Indonesia –
bahasa Inggris – bahasa Jepang, dll
b.  Campur Kode ke Dalam (Inner Code-Mixing)
Yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya.
Contohnya bahasa Indonesia-bahasa Sumbawa, bahasa Batak-Bahasa Minang
(lebih ke dialek), dll.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Teknik Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono (2012:9) metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, di mana peneliti adalah instrumen kunci. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan observasi di lapangan
3.2 Desain Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan strategi yang mengatur
ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian.
Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Oleh
karena itu, dalam penyususnan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip
metode deskriptif kualitatif yang mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan
menyajikan data secara objektif atau sesuai dengan kenyataan yang ada di
lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu, peneliti menganalisis data,
mendeskripsikan alih kode dan campur kode yang terjadi pada situasi di lapangan
sebagaimana adanya.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian kali ini menggunakan rekaman serta kartu data.
Rekaman sengaja diambil agar data untuk penelitian ini diperoleh secara alami
dan kita dapat mengetahui secara alami bagaimana proses alih kode dan campur
kode yang terjadi di lapangan baik dalam situasi formal atau nonformal. Hasil
rekaman itu kemudian ditranskipkan agar mudah dianalisis. Kartu data digunakan
untuk mencatat data-data yang sewaktu-waktu dibutuhkan dalam menganalisis.
3.4 Fokus Kajian
Sugiyono (2014:209) “Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam
penelitian lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh
dari situasi sosial (lapangan). Penyajian fokus kajian dimaksudkan agar
memperjelas bentuk kerja penelitian yang ditempuh. Pada aspek ini,

12
13

dideskripsikan fokus kajian beserta indikator yang dapat menguraikan dan


memberikan fokus kajian tersebut.
Fokus kajian dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil
rekaman yang telah ditranskripkan yaitu berkenaan dengan alih kode dan campur
kode yang terjadi di lapangan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam situasi
formal atau nonformal
DATA ( Hasil Trankrip percakapan yang telah direkam)
TRANSKRIP PERCAKAPAN 1 (ALIH KODE)
Percakapan antara mahasiswi kampus mengajar dengan 3 orang guru di SMP
Negeri Rajadesa Ciamis Hari Selasa tanggal 24 Mei 2022 pukul 10.12 WIB.
Mahasiswa : “Udah makan nasi dari rumah makan seblak, sakit perut tetep
aja gitu, ya sejauh ini sih aman kata mereka.”
Guru 1 : “Suka?emang suka seblak?”
Mahasiswa : ”Suka merekanya.”
Guru 1 : “makan yang pedes-pedes mah pasti suka.”
Mahasiswa :”iya suka.”
Guru 1 : “Emang di Bekasi ada juga seblak?”
Guru 2 : “Yeuh teh, neng....”,
Guru 1 :”hmm...”
Guru 2 :”Ieu teh aya data ti Pa Cepi, ku abi teh tos dipiwarang
disesuaikeun kana ijazah, Cuma ada yang beda, nama orang tua,
NISN, urang mah patokana ijazah we nya?”
Guru 3 : “Iya heeh, bener”.
Guru 1 : “Iya neng kamari ge kitu?ijazah SD.”
Guru 2 : “Kamari ge da abi rapat kitu, pokonamah sesuaikeun ijazah
SD.”

TRANSKRIP PERCAKAPAN 2 (CAMPUR KODE)


Ceramah yang dilakukan pada saat kegiatan halal bil halal di SMPN 6 Rajadesa
Hari Jumat 12 Mei 2022 pukul 09.30 WIB.
14

Penceramah : “Tina urang tadina giat, giat beribadah, giat belajar, jadi
kumaha?”
Siswa :” leuwih giat.”
Penceramah :”Leuwih giat.”
Penceramah :”eeh manehmah, mun tadina ngedul jadi kumaha?”
Siswa :”giaat.”
Penceramah :”Nu tadina giat jadi?”
Siswa :”Ngeduul.”
Penceramah :”Tah heeh, ulah dibalikeun, lain jadi ngedul, leuwih giat belajar
dan beribadah lainnya. Tah mudah-mudahan karena ieu awal
dari pertemuan di pembelajaran di sekolah mangka urang leuwih
giat deui, ti iraha waktuna? Heh? Ti jam tujuh pagi sampai jam
tilu sore. Tuh alhamdulillah ayeuna na mah parantos PTM
Pembelajaran Tatap Muka. Tos full day deui. Terang full day?”
Siswa : “Teraaang.”
Penceramah :” Ari full teh beak, sabeakna. Ari day poe. Sabeakna poe di
sakola. Ti isuk-isuk tepi ka sore, wayahna naon deui?pangna
tepi ka wanci sore? Sabab urang mah di SMP enam nagdukung
lima poe sakolana. Senen, Salasa, Rebo, Kemis, Jumat, Sabtu
mah libur.”
TRANSKRIP PERCAKAPAN 3 (ALIH KODE)
Percakapan ketika akan membayar bakso pada hari Jumat Tanggal 20 Mei 2022
Pukul 11.30
Pembeli :”Berapa?.”
Pedagang :”Pesanan ibu lima ya?”
Pembeli :”heeh.”
Pedagang :”lima... jadi tujuh lima bu. Satunya lima belas.”
Pembeli 2 :”sabarahaan bu Pepi? Sabarahaan?”
Pembeli 3 :” lima belas rebu bu Rin.”
15

PERCAKAPAN 4 ALIH KODE DAN CAMPUR KODE


Percakapan ketika akan membayar bakso pada hari Jumat Tanggal 20 Mei 2022
Pukul 11.30
Pedagang :”Satu ya teh.”
Pembeli 1 :”Tidak ada kembaliannya? Ada?”
Pembeli 2 :”Pake seledri satu, tong pake bawang seledri satu.”
Pembeli 3 :”Cabenya mau banyak.”
Pembeli 1 :”Piro gitu mas?”
Pedagang :”Limolas.”
Pembeli 1 :”Limolas?”
Pedagang : (menyerahkan uang kembalian) “Suwun.”
Pembeli 1 :”Yu suwun.”
BAB IV
ANALISIS DATA

4.1 Faktor Penyebab Alih Kode


Faktor terjadinya alih kode adalah karena: penutur, lawan tutur, hadirnya
penutur ketiga, pokok pembicaraan, untuk membangkitkan rasa humor, dan untuk
sekedar bergengsi (Suwito, 1983:72):
a. Penutur, Lawan Tutur, dan Penutur keTiga
Peristiwa alih kode yang sudah dipaparkan pada contoh-contoh di atas
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor dari penutur itu sendiri.
Penutur melakukan alih kode dikarenakan suatu tujuan, seperti mengubah situasi
dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya. Penutur yang melakukan hal
demikian adalah mahasiswa, guru 1, guru 2, dan guru 3 pada contoh percakapan
yang pertama, penceramah dan siswa pada contoh percakapan kedua, pedagang
dan pembeli pada contoh percakapan ketiga dan keempat.
Percakapan 1:
Guru 1 dan guru 3 adalah penutur yang melakukan alih kode bahasa Indonesia ke
bahasa Sunda, dalam peristiwa tutur tersebut, alih kode yang dilakukan penutur
disebabkan hadirnya penutur ketiga, yaitu guru 2. Tujuannya, untuk mengubah
bahasa resmi menjadi bahasa tidak resmi., sehingga bisa dipahami penutur ketiga.
Percakapan 3:
Pembeli 2 adalah penutur yang melakukan alih kode dari bahasa Indonesia ke
bahasa Sunda, seperti pada peristiwa tutur percapkapan 3. Dalam perestiwa tutur
tersebut alih kode yang dilakukan penutur, disebabkan oleh mitra tutur yang
berlatar belakang kebahasaan tidak sama dengan penutur. Tujuannya untuk
mengubah bahasa tidak resmi menjadi bahasa resmi, sehingga bisa di pahami
mitra tutur.
b. Pokok Pembicaraan
Pokok atau topik adalah faktor dominan yang akan menentukan terjadinya
alih kode. Dalam contoh percakapan yang diteliti, terjadi alih kode yang

16
17

disebabkan oleh pokok pembicaraan. Selain disebabkan mitra tutur dan penutur
ketiga, peristiwa alih kode ini juga disebabkan perubahan pokok pembicaraan.

4.2 Faktor Penyebab Campur Kode


Faktor terjadinya campur kode dikaenakan oleh, latar belakang sikap
penutur dan latar belakang kebahasaan penutur (Suwito, 1983:74). Faktor
terjadinya campur kode tersebut terdapat pada uraian berikut:
a. Sikap Penutur
Sikap penutur sangat menentukan terjadinya peristiwa campur kode.
Dalam contoh percakapan 2 yang diteliti terdapat beberapa penutur yang
melakukan campur kode, penutur tersebut adalah penceramah pada percakapan 2
yang melakukan campur kode bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia. Penutur
memiliki latar belakang terbiasa menggunakan bahasa di forum resmi, sehingga
bahasa Indonesia yang digunakan di lingkungan formal terbawa-bawa saat dia
berada di lingkungan tidak formal.
b. Latar Belakang Kebahasaan
Selain sikap penutur, latar belakang kebahasaan juga mendukung
terjadinya peristiwa campur kode. Pembeli adalah penutur bahasa Sunda, dia
mencampurkan bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia. Campur kode yang
dilakukan pembeli terdapat pada contoh percakapan 4, dalam peristiwa campur
kode ini disebabkan karena latar belakang kebahasaan penutur tersebut. Pada
contoh percakapan 4 yang diteliti terdapat penutur yang melakukan campur kode,
yaitu pembeli 2 yang melakukan campur kode bahasa Sunda dengan bahasa
Indonesia. Penutur memiliki latar belakang kebahasaan yang kental, sehingga
bahasa Sunda dan bahasa Jawa yang digunakan dengan tujuan untuk meyakinkan
makna yang dimaksud.

Tabel yang menunjukkan peristiwa alih kode


Percakapan 1:
Beralih ke bahasa
No Bahasa yang digunakan
Indonesia Sunda
1 Indonesia - v
18

Percakapan 3:
Beralih ke bahasa
No Bahasa yang digunakan
Indonesia Sunda
1 Indonesia - v

Tabel yang menunjukkan peristiwa campur kode


Percakapan 2:
Beralih ke bahasa
No Bahasa yang digunakan
Indonesia Sunda Jawa
1 Indonesia - v -

Percakapan 4:
Beralih ke bahasa
No Bahasa yang digunakan
Indonesia Sunda Jawa
1 Indonesia - v v
BAB V
SIMPULAN

Alih kode yakni peralihan dari suatu bahasa atau dialek ke bahasa atau
dialek lainnya. Alih kode juga bisa diartikan sebagai gejala peralihan pemakaian
bahasa karena berubahnya situasi. Alih kode bukan hanya terbagi antar bahasa,
tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam
satu bahasa.
Kemudian gejala lain yaitu campur kode. Gejala alih kode biasanya diikuti
dengan gejala campur kode, apabila di dalam suatu peristiwa tutur terdapat
klausa-klausa atau frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase
campuran (hybrid clause, hybrid phrases), serta masing-masing klausa dan frase
tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi ini
adalah campur kode. Kemudian ada juga yang mengatakan bahwa campur kode
yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua atau
lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa tanpa ada sesuatu
dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa itu.
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan mengenai alih kode dan
campur kode, maka dapat disimpulkan bahwa bahasa yang menunjukkan
terjadinya peristiwa alih kode terdiri atas alih kode bahasa Sunda ke bahasa
Indonesia. Sementara itu, peristiwa campur kode terdiri dari 2 bentuk, yaitu:
campur kode bahasa Sunda dengan bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia
dengan bahasa Jawa. Satuan lingual pada campur kode yang terdiri dari: satuan
lingual dalam bentuk kata, frasa, klausa, dan kalimat. Faktor yang menyebabkan
terjadinya alih kode penutur, mitra tutur, hadirnya penutur ke tiga dan dari pokok
bembicaraan dalam peristiwa tutur itu sendiri. Sementara itu, campur kode
disebabkan oleh latar belakang penutur dan latar belakang kebahasaan penutur.

19
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik umum. Jakarta: Rineka Cipta

Elmawati. 1991. “Campur Kode Dalam Bahasa Penyidikan di Polresta Padang


Suatu Tinjauan Sosiolinguistik. Padang: Skripsi Sarjana Fakultas Sastra
Universitas Andalas

Etrawati. 2006. “Campur Kode di Kalangan Buruh Pelabuhan Teluk Bayur


Padang. Padang”: Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Andalas

Fauzana, Dina. 2002. “Campur kode dalam karikatur “tan baro” pada surat kabar
singgalang suatu tinjauan sosiolinguistik”. Padang: Skripsi Sarjana Fakultas
Sastra Universitas Andalas

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus linguistik. Jakarta: Garmedia

Kunjana Rahardi. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Nababan, P. W. J. 1993. Sosiolinguistik suatu pengantar. Jakarta: Gramedia

20

Anda mungkin juga menyukai