Anda di halaman 1dari 17

MINI RISET

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DI DALAM LINGKUNGAN

TEMPAT TINGGAL (KOS)

DI SUSUN OLEH KEL. 6:

1. YUSNITA SITINJAK (2001020005)


2. ICE MONICA SIMORANGKIR (2001020016)
3. JESIKA MUTIARA SARAGIH (2001020030)
4. YOHANA MARGARETTA SIREGAR (2001020054)

MATA KULIAH: SOSIOLINGUISTIK

DOSEN PENGAMPU: JUNIFER SIREGAR, S.Pd., M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS HKBP NOMENSEN

PEMATANGSIANTAR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan tugas Mini Riset ini. Dan juga tidak lupa kami
berterima kasih kepada Dosen mata kuliah Sosiolinguistik.
Kami sangat berharap tugas mini riset ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas
ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga tugas sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya mini riset yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun bagi
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan di masa depan.

Pematangsiantar, 29 Desember 2022

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori....................................................................................................3
1.Pengertian Alih Kode
1.1Adapun penyebab terjadinya alih kode dan campur kode
1.2 Macam macam alih kode
2 . Pengertian Campur Kode
2.1 Faktor Penyebab Campur Kode
2.2Macam-macam campur Koe
BAB III PEMBAHASAN....................................... ...................................................6
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................12
B. Saran...............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................13
LAMPIRAN..............................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa dipergunakan oleh manusia dalam segala aktivitas kehidupan. Dengan
demikian, bahasa merupakan hal yang paling hakiki dalam kehidupan manusia.
Bahasa dapat menggantikan peristiwa/kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh
individu/kelompok. Dengan bahasa, seorang individu/kelompok dapat meminta
individu/kelompok lain untuk melakukan suatu pekerjaan.
Bahasa adalah salah satu alat yang paling utama untuk berkomunikasai dan
berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Dilihat dari segi linguistik
struktural, bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang-
wenang (arbitrer) yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk saling
berhubungan dan berinteraksi. Bahasa merupakan suatu sistem, maka bahasa
mempunyai aturan-aturan yang saling bergantung dan mengandung unsur-unsur
yang dianalisis secara terpisah. Orang berbahasa mengeluaFrkan bunyi-bunyi
yang berurutan, membentuk suatu struktur tertentu. Bunyi-bunyi itu merupakan
lambang, yaitu melambangkan makna yang tersembunyi yang dengan demikian
anggota masyarakat dapat berkomunikasi sesuai dengan keperluan yang sifatnya
komunikatif.
Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan pun
turut berkembang. Pada hakikatnya, sebuah negara menghendaki adanya suatu
bahasa yang dapat dipakai sebagai alat komunikasi bagi seluruh warganya, baik
dalam rangka pembinaan kebangsaan, administrasi pemerintahan, maupun dalam
bidang pendidikan. Dengan adanya satu bahasa untuk seluruh negara, hubungan
antara pemerintahan dan yang diperintah, antara instansi-instansi yang ada dalam
sebuah negara, serta antara pendidik dan anak-anak didiknya berlangsung dengan
lancar dan tidak mengalami kesulitan. Suwitno (dalam Aslinda dan Leni
Syafyahya).
Sifat-sifat khas tuturan dapat terjadi dalam individu maupun kelompok
masyarakat. Sifat khas tuturan yang berbeda dengan tuturan orang lain disebut
idiolek. Perbedaan pemakaian bahasa secara kelompok, menyebabkan dialek
geografis, dialek sosial atau sosialek yang lain muncul. Keadaan seperti ini akan
timbul karena adanya perbedaan asal daerah penuturnya.

Dari pembahasan tersebut sehingga muncul teori atau pendapat yang


dikemukakan untuk memperkuat ragam bahasa atau variasi bahasa secara jelas
menandai kelompok. Variasi atau ragam bahasa sebenarnya hanya berupa suatu
kecenderungan dan seluruhnya terdiri dari perbedaan kosakata. Kata-kata tertentu
cenderung lebih banyak digunakan oleh kelompok tertentu, sehingga
menggambarkan ragam bahasa tertentu. Pendengar dengan pasif

1
mendengarkannya, dan tentu pendengar yang aktif, serta sekali-kali menyela
pembicaraan tersebut. Oleh karena itu, adanya penggunaan unsurunsur bahasa
lain ketika memakai bahasa tertentu dengan disengaja dalam percakapan disebut
alih kode dan campur kode.
Berdasarkan fakta yang ada di lingkungan sekolah bahwa, guru dan siswa
masih kurang memperhatikan dan menggunakan alih kode dan campur kode
secara tepat yang menyebabkan guru dan siswa secara tidak sengaja melakukan
komunikasi dengan adanya peralihan bahasa dan bahkan pencampuran bahasa itu
sendiri. Berdasarkan uraian diatas, upaya yang dapat dilakukan penulis yaitu
memberikan penjelasan dan arahan kepada pihak sekolah baik itu guru terlebih
siswa tentang penggunaan alih kode dan campur kode secara tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penggunaan alih kode dan campur kode di dalam lingkungan
sekitar ( kos)?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1.Alih Kode
1.1Pengertian Alih Kode
Nababan (dalam Diyah Atiek Mustikawati, 2015:24) Kajian mengenai
alih kode dan campur kode tidak terlepas dari kajian terhadap bilingual,
bilingualitas, dan bilingualism. Seseorang yang bilingual ialah seseorang
yang memiliki kemampuan menggunakan dua bahasa atau lebih dengan
orang lain. Kemampuan seseorang untuk memakai dua bahasa atau lebih
dapat mencakup kemampuan reseptif (membaca, mendengar) atau pun
kemampuan produktif (berbicara, menulis) atau pun keduanya.
Bilingualitas adalah kesanggupan atau kemampuan seseorang untuk
berdwibahasa (menggunakan dua bahasa), sedangkan bilingualism dipakai
untuk kebiasaan seseoarang atau oleh suatu masyarakat dalam
menggunakan dua bahasa (Kridalaksana, 2001). Bilingual dapat terjadi
pada diri seseorang maupun pada sekelompok orang. Sekelompok
masyarakat bilingual terdapat manakala didalam masyarakat tersebut
terdapat individu-individu yang bilingual.
Kunjana (dalam Diyah Atiek Mustikawati, 2015:25) alih kode adalah
istilah umum untuk menyebutkan pergantian atau peralihan pemakaian
dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau bahkan
beberapa gaya dari satu ragam. Dia juga menyebut apa yang disebut alih
kode intern, yakni yang terjadi antar bahasa daerah dalam suatu bahasa
nasional, antradialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa
ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek. Adapun yang dimaksud
dengan alih kode ekstern adalah peralihan bahasa yang terjadi antara
bahasa dasar dengan bahasa asing.
Suwandi (dalam Rulyandi dkk, 2014:29) menyatakan bahwa alih kode
terdapat dalam sebuah percakapan ketika seorang pembicara
menggunakan sebuah bahasa dan mitra bicaranya menjawab dengan
bahasa lain.

1.2 Adapun penyebab terjadinya alih kode dan campur kode ;


a. Pembicara atau Penutur
Seorang pembicara atau penutur seringkali melakukan alih kode
untuk menekan “keuntungan” atau “manfaat” dari tindakannya itu. Alih

3
kode untuk menekan keuntungan ini biasanya dilakukan oleh penutur yang
dalam sebuah peristiwa tutur mengharap bantuan dari lawan tuturnya.
b. Pendengar atau Lawan Tutur
Lawan bicara atau lawan tutur menyebabkan alih kode, bila penutur
ingin mengimbangi kemampuan berbahasa lawan tutur tersebut. Biasanya,
bila penutur dan lawan tutur memiliki latar belakang bahasa yang sama,
maka yang terjadi adalah perubahan dari varian, ragam, gaya, atau
register. Sebaliknya, bila penutur dan lawan tutur berlatar belakang bahasa
yang tidak sama, maka yang terjadi adalah peralihan antarbahasa.
c. Perubahan Situasi dengan Kehadiran Orang Ketiga
Terjadinya alih kode karena orang ketiga tidak memiliki latar
belakang bahasa yang sama dengan penutur maupun lawan tutur. Status
dari orang ketiga tersebut yang akan menentukan bahasa atau varian apa
yang harus digunakan.
d. Perubahan dari Formal ke Informal atau sebaliknyaAlih kode dapat
terjadi bila terjadi perubahan dalam suatu situasi. Misalnya, dalam suatu
kegiatan perkuliahan, ragam yang digunakan saat berdiskusi dengan teman
sekelompok menggunakan ragam santai. Akan tetapi, saat bertanya kepada
dosen, mahasiswa menggunakan ragam sopan, karena situasinya berubah
dari informal menjadi formal.
e. Perubahan Topik PembicaraanAlih kode terjadi dapat terjadi,
misalnya saat terjadi pembicaraan antara dosen dengan mahasiswa.
Situasinya, dosen sedang membicarakan mata kuliah menggunakan bahasa
Inggris . Namun, tiba-tiba ada beberapa mahasiswa yang ramai di kelas,
menyebabkan dosen langsung menegur dengan menggunakan bahasa
Indonesia.

1.3 Macam macam alih kode


1.Alih kode intern yaitu alih kode yang berlangsung antar bahasa
sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa, atau sebaliknya.
2. Alih kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa (salah
satu bahasa atau ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat
tuturnya) dengan bahasa asing.

2. Campur Kode
1. Pengertian Campur Kode
Subyakto ( dalam Rulyandi dkk, 2014:29) menyatakan bahwa campur
kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara
santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi
berbahasa yang informal ini, dapat dengan bebas mencampur kode
( bahasa atau ragam bahasa), khususnya apabila ada istilah-istilah yang
tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain.

4
Saddhono (dalam Rulyandi dkk, 2014:30) menyatakan bahwa campur
kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan
unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam hal ini penutur
menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa
tertentu.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa campur kode
adalah penyisispan atau penggunaan unsur bahasa lain baik itu bahasa
Indonesia atau bahasa asing antara penutur dan mitra tutur dalam
berkomunikasi.

2.Faktor Penyebab Campur Kode


 Identifikasi peranan (ingin menjelaskan sesuatu/maksud tertentu).
 Identifikasi ragam (karena situasi/yang ditentukan oleh bahasa
dimana seorang penutur melakukan campur kode yang akan
menempatkan dia dalam hierarki status sosialnya).
 Keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan (ingin menjalin
keakraban penutur dan lawan tutur/menandai sikap dan
hubungannya terhadap orang lain dan sikap serta hubungan orang
lain terhadapnya).

3.Macam-macam campur Kode


Suwito (1985:78-79) menyebutkan beberapa macam campur kode
yang berdasarkan unsur- unsur kebahasaan yang terlibat didalamnya yaitu:
1) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata
Kata-kata sebagai sebuah kode yang disisipkan di dalam kode
utama atau kode dasar dari bahasa lain merupakan unsur yang
menyebabkan terjadinya campur kode dalam peristiwa berbahasa.
Suparno (1994:25), kata adalah serapan satuan bahasa yang
terbentuk dari satu morfem atau lebih.
2) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa
Frasa ialah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih
yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa (Ramlan, 1987:
151). Frasa dari bahasa lain yang disisipkan oleh penutur
dwibahasawan kedalam kode dasar menimbulkan adanya campur
kode dalam tindak tutur masyarakat.
3) Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster
Bentuk baster yaitu suatu bentuk bahasa akibat adanya
penggabungan kata dasar (asal bahasa indonesia) dengan kata
tambahan (asal bahasa inggris) misalnya kata dasar hutan +
imbuhan isasi hutaniasi. Bentuk ini juga mengakibatkan adanya
campur kode dalam masyarakat bilingual.

5
BAB III
PEMBAHASAN
Pada percakapan dalam video kelompok kami adalah sebagian dari percakapan
antara pedagang dan pembeli yang ada di lingkungan kos kosan Pematangsiantar. Ketika
berinteraksi atau berkomunikasi, disadari atau tidak disadari banyak sekali peralihan
bahasa dan penyisipan kata atau bahasa yang terjadi ketika berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia ke bahasa Batak Toba atau sebaliknya dan pedagang
maupun pembeli memiliki alasan mengapa memilih melakukan peralihan atau
pencampuran bahasa atau kata saat sedang berinteraksi satu sama lain. Terjadinya kontak
bahasa dapat mengakibatkan alih kode dan campur kode.
Berdasarkan analisis data penelitian yang ditemukan oleh kelompok kami di
lapangan, dapat disimpulkan bahwa alih kode dan campur kode dapat terjadi di semua
kalangan dan dapat pula terjadi dimana saja. Status sosial seseorang tidak dapat
mencegah terjadinya alih kode dan campur kode karena masyarakat (pedagang dan
pembeli) yang memilki dua bahasa atau lebih (dwibahasa) yang dapat menggunakan
bahasa apa saja yang mereka sukai ketika berkomunikasi dengan orang lain. Pengertian
alih kode yaitu peralihan dari suatu bahasa yang sedang digunakan kebahasa yang lain,
sedangkan pengertian campur kode juga dapat terjadi secara sengaja tanpa adanya unsur
yang mengharuskan seseorang melakukan campur kode ketika sedang berkomunikasi.
Penyebab terjadinya alih kode yaitu karena adanya pembicara atau penutur, adanya
pendengar atau lawan tutur, kehadiharan orang ketiga, dan adanya perubahan topik
pembicaraan, sedangkan penyebab terjadinya campur kode yaitu untuk mengakrabkan
suasana, untuk sekedar bergaya, dan untuk meyakinkan topik pembicaraan. Sedanglan
tujuan terjadinya alih kode dan campur kode yaitu untuk menghormati lawan bicara,
untuk membangkitkan rasa rumor dan untuk sekedar bergaya atau bergensi.
Kelebihan dari penelitian ini adalah pada saat proses pembelajaran berlangsung,
pedagang dan pembeli saling bertutur sopan, sehingga sangat membantu peneliti dalam
melakukan penelitian. Selain itu, pihak pedagang sangat menyambut baik dengan

6
pelaksanaan penelitian peneliti dan peneliti sangat berkesinambungan dengan lokasi
penelitian sehingga dalam pengambilan data-data pun tidak sulit.
Kekurangan dari penelitian ini adalah pedagang dan pembeli menjadi sedikit
canggung saat proses perekaman, selain itu ada beberapa pedagang yang tidak bisa
menggunakan bahasa Batak Toba sehingga susah untuk melakukan alih kode dan campur
kode, dan volume suara antara pedagang dan pembeli tidak terlalu kedengaran karena di
lingkungan pajak tersebut berisik sehingga peneliti kewalahan dalam melakukan
perekaman.

Alih kode terjadi ketika ada peralihan pemakaian suatu bahasa ke bahasa yang lain
atau dari satu variasi ke variasi bahasa yang lain. Suwito (dalam Rhosyantina, 20014:19)
memperjelas bahwa peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain disebut alih
kode. Peralihan kode tersebut digolongkan ke dalam alih kode ekstern dan intern. Alih
kode ekstern terjadi apabila peralihan kodenya adalah antarbahasa asli dengan bahasa
asing. Sebaliknya, alih kode intern terjadi antarbahasa daerah dalam satu bahasa nasional,
atau antardialek dalam suatu bahasa daerah. Selain alih kode, ada juga istilah campur
kode yang memiliki kesamaan peristiwa, yaitu digunakannya dua bahasa atau lebih dalam
suatu masyarakat tutur.
Perbedaan keduanya, dalam alih kode, setiap bahasa yang digunakan masih memiliki
fungsi otonomi masingmasing, dilakukan dengan sadar, dan sengaja dengan sebab-sebab
tertentu. Sebaliknya, dalam campur kode, ada sebuah kode utama atau kode dasar yang
digunakan dan memiliki fungsi serta keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang
terlibat dalam peristiwa tutur hanyalah serpihanserpihan (pieces) saja tanpa fungsi. Atau
keotonomiannya sebagai sebuah kode (Rhosyantina, 2014:23). Berikut
contoh percakapan yangmembedakan antara alih kode dan
campur kode.
(1) Percakapan 1
Yohana : na lagi marhua do hamu?
Teman : lagi main Ludo kak.
Yohana : jadi udah berapa ronde nih dek hahahah
Teman : ahkk .... Kakak ini masih baru Dope Hami kak
Yohana : sitoho do on dek ?
Teman : iya loh kk, betul .

7
Lampiran 1

Contoh percakapan 1 di atas adalah contoh terjadinya alih kode pada kegiatan
bermain Ludo yang dilakukan oleh para pemain Ludo Keduanya adalah orang Batak
yang berada di daerah sekitar. Meskipun
Yohana menggunakan bahasa Batak saat membuka pembicaraan, teman tidak serta-
merta menyesuaikan pilihan bahasanya dengan pilihan bahasa pemain ( Yohana ? yang
memilih bahasa Batak Yohana mengatakan ” nalagi marhua do hamu ?” dengan maksud
untuk bertanya tentang kegiatan mereka,dan mereka pun meresponnya dengan baik
dengan menjawab menggunakan bahasa Indonesia . Nah dari situ kita dapat melihat
bahwa terdapat alih kode dalam percakapan tersebut.
2. Percakapan 2
Yusnita: ai Sadia do harga ni baju on kak?
Penjual : beda beda do Arga ni dek, adong na 10 ribu adong na 20 ribu .
Yusnita : bah ido ate kak ,liat liat dulu yah kak . boleh kan?
Penjual : olok dek boi ma dahh , siapa tau sor yah kan hahaha
Yusnita : ai imadah kak .
Penjual : jadi na dia ma ta bukkus dek?
Yusnita : on ma kak ,Ale hurangi ma Arga na ateh hahah
Penjual. : Boi mai dek, 3 potong baju on dah dekk baen maa 25 ribu ate korting 5rb dah
Yusnita : olo kak mauliate dahh.

8
Penjual : olo dekku .

Lampiran 2

Contoh percakapan 2 di atas adalah contoh terjadinya alih kode pada kegiatan jual
beli yang dilakukan oleh para penjual dan pembeli Keduanya adalah orang Batak yang
berada di daerah sekitar. Meskipun Yusnita menggunakan bahasa Batak saat membuka
pembicaraan, pembeli tidak serta-merta menyesuaikan pilihan bahasanya dengan pilihan
bahasa Yohana yang memilih bahasa Batak Yusnita mengatakan ” ai Sadia Arga ni
bajuon kak ?” dengan maksud untuk bertanya berapa harga baju ini sepotong dan penjual
pun meresponnya dengan baik dengan menjawab menggunakan bahasa Indonesia dan
campur bahasa Batak . Nah dari situ kita dapat melihat bahwa terdapat alih kode dalam
percakapan tersebut.

Berikut contoh campur kode:


 |Percakapan 1
Ice: “Horas!”
Dea: “Horas juga”
Ice: “Lagi marhua ho kak?”

9
Dea: “Lagi membaca buku”
Ice: “Bah buku ahai kak?”
Dea: “Buku novel.”
Ice: “Bah ido?”
Dea: “Oloo..”
Ice: “Oke ma da, Mauliate kak.”

Contoh percakapan 1 diatas adalah contoh terjadinya campur kode pada kegiatan di
perpustakaan yang dilakukan oleh para mahasiswa, keduanya adalah orang yang bersuku
Batak yang berada di sekitar. Ice menggunakan bahasa Batak saat membuka percakapan
dan teman tidak mengikuti bahasa saya tersebut.

10
Lampiran 3

 Percakapan 2:
Jesika : “Wihh, lagi ngapain mamak?”
Mamak : “Lagi mangan.”
Jesika : “Aha ikan kita mak?”
Mamak : “Arsik.”
Jesika : “Kayaknya tabo hahah..”
Mamak : “Mangan ma ho, godang nai omonganmu.”
Jesika : “Wokee mamakku.”

Contoh percakapan 2 diatas adalah contoh terjadinya campur kode pada


kegiatan di dapur yang dilakukan oleh anak dan orangtua, keduanya adalah
orang yang bersuku Batak. Mamak menggunakan bahasa Batak dalam
percakapan diatas dan Jesika memahami bahasa yang digunakan oleh
Mamak.

11
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisi data penelitian yang telah dikemukakan dalam
pembahasan yang sebelumnya, dapat diperoleh kesimpulan bahwa bentuk alih
kode dan campur kode sering terjadi yang dilakukan oleh pedagang dan pembeli
di lingkungan Pajak Horas Pematangsiantar dalam berinteraksi dan
berkomunikasi. Pedagang dan pembeli sering melakukan peralihan bahasa dari
bahasa Indonesia ke bahasa Batak Toba. Bentuk alih kode yang ditemukan
peneliti dilapangan, yaitu bentuk alih kode intern yang mana terjadi peralihan dari
bahasa Indonesia ke bahasa daerah atau sebaliknya, sedangkan campur kode yang
terjadi, yaitu percampuran atau penipisan kata-kata bahasa daerah kedalam
percakapan bahasa Indonesia baik disengaja ataupun tidak disengaja. Bentuk
campur kode yang didapatkan oleh peneliti, yaitu berupa bentuk campur kode
kedalam pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Batak Toba. Hal ini
terjadi karena kebiasaan pedagang dan pembeli yang menggunakan bahasa Batak
Toba, sehingga mengakibatkan terjadinya alih kode dan campur kode dalam
percakapan di lingkungan Pajak Horas Pematangsiantar.

B. Saran
Untuk para pembaca diharapkan dapat memberikan masukan atau kritik yang
membangun guna menyempurnakan mini riset ini. Sekian dan terimakasih.

12
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda. dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung : Refika
Aditama.
Mustikawati, Diyah Atiek. Alih Kode dan Campur Kode antara Penjual dan Pembeli
(Analisis Pembelajaran Berbahasa Melalui Studi Sosiolinguistik). Jurnal Dimensi
Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 3, No. 2, Juli 2015.
Rulyandi, Rohmadi, Muhammad, dan Sulistyo, Edi Tri. Alih Kode dan Campur Kode
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Jurnal Pendidikan, Jilid 17, Nomor 1,
Februari 2014, ISSN 1026-4109.
Suwito. 1985. Pengantar Awal Sosiolinguistik dan Problema. Bandung : Angkasa

13
LAMPIRAN
Lampiran 1.........................................................................................................................8
Lampiran 2...........................................................................................................................9
Lampiran 3.........................................................................................................................11

14

Anda mungkin juga menyukai