Anda di halaman 1dari 15

MEDIA SOSIAL DAN KOMUNIKASI POLITIK DALAM

PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DKI JAKARTA 2017

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2

1. Ayu Lestari Tambunan (2001020012)


2. Olvyanti Hasugian (2001020031)

DOSEN PENGAMPU:

DAVID TOGI HUTAHAEN, M.Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN PEMATANG SIANTAR

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberkati sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Media Sosial dan Komunikasi Politik dalam
Pemilihan Umum Kepala Daerah DKI Jakarta 2017” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Etika komunikasi. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga penulis.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data yang diperoleh dari buku panduan serta
informasi dari media masa yang berhubungan dengan judul makalah.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak David Togi Hutahaen, M.Hum selaku
dosen pembimbing mata kuliah Etika Komunikasi yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah wawasan sesuai dengan mata kuliah yang kami ikuti.

Penulis menyadari hasil makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan serta kelemahannya baik dalam isi maupun sistematikanya. Oleh karena itu,penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Pematangsiantar,24 Februari 2023

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................2
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................3
1. ETIKA DAN MORALITAS POLITIK......................................................................................................3
2. KONSEP PEMILU DAN PENERAPANNYA...........................................................................................3
3. PERAN MEDIA SOSIAL DALAM PILKADA..........................................................................................6
4. INTERAKTIVITAS KOMUNITAS POLITIK MEDIA SOSIAL.....................................................................7
5. FEEDBACK DALAM MEDIA SOSIAL...................................................................................................8
PENUTUP...................................................................................................................................................11
KESIMPULAN.........................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

ii
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan global teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah
memicu pertumbuhan komunikasi dunia maya, baik di kalangan
pemerintah,kelembagaan sosial politik,maupun di kalangan masyarakat.
Perkembangan komunikasi itu ditandai oleh pemanfaatan media baru sebagai media
komunikasi (new media). Komunikasi yang pada awalnya hanya sebatas proses
interaksi personal secara face to face, kini berkembang secara online melalui
iternet.Salah satu komunikasi berbasis internet yang banyak digunakan adalah media
sosial. Media sosial adalah sebuah media online. Para penggunanya bisa dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki,
forum dan dunia virtual.
Ragam media sosial yang tengah berkembang dan banyak diminati orang
adalah Facebook, Myspace, dan Twitter,youtube, dsb. Jika media tradisional
menggunakan media cetak dan media broadcast, maka media sosial menggunakan
internet. Dengan demikian,media sosial sebagai sarana komunikasi memiliki peran
membawa orang (penggunanya) untuk berpartisipasi secara aktif dengan memberi
kontribusi dan feedback secara terbuka, baik untuk membagi informasi maupun
memberi respon secara online dalam waktu yang cepat.
Dalam perspektif komunikasi politik, mengkomunikasikan politik tanpa aksi
politik yang nyata sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja. Oleh karenanya,bukan
hal yang aneh jika ada yang menyebut Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni
ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka. Dalam praktiknya, komunikasi
politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari.Dalam aktivitas sehari-hari, tidak
satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan ketika seseorang atau sekelompok orang
membicarakan fenomena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), maka mereka
sebenarnya telah mengarah pada analisis komunikasi politik. Berbagai penilaian dan
analisis orang awam yang berkomentar mengenai persoalan kenaikan harga BBM,
misalnya, merupakan contoh komunikasi politik.
Hal yang kurang lebih sama terjadi dalam konteks pembicaraan proses
pemilihan kepala daerah, baik bupati, walikota, ataupun gubernur. Setiap menjelang
pemilihan kepala daerah perbincangan banyak muncul di media sosial. Meskipun
demikian, yang kemudian berkembang bahwa media sosial tidak saja dimanfaatkan

1
untuk hal- hal positif, melainkan sering dimanfaatkan untuk sarana penistaan,
penghujatan, dan pencemaran nama baik seseorang agar kredibilitasnya jatuh.
Fenomena tersebut jika dibiarkan akan menjadi kondisi yang kontradiktif antara
kehadiran media sosial yang diharapkan mengembangkan komunikasi politik
masyarakat dengan persoalan yang justru menghambat kemajuan komunikasi politik.
Oleh karena itu, penting dilakukan penelitian atau kajian untuk melihat dinamika
pemanfaatan media sosial dalam kehidupan politik yang sedang berkembang di
tengah masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makala ini sebagai berikut.
1. Jelaskan bagaimana etika dan moralitas politik dalam pemilu.
2. Jelaskan konsep pemilu dan penerapannya.
3. Bagaimana peran media sosial dalam pilkada?
4. Jelaskan interaktivitas komunitas politik dalam media sosial.
5. Bagaimana feedback pilkada dalam media social

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Mengetahui etika dan moralitas dalam pemilu.
2. Memaparkan konsep pemilu serta penerapannya.
3. Mengetahui peran media sosial dalam pilkada.
4. Mengetahui interaktivitas komunitas politik dalam media sosial.
5. Mengetahui feedback pilkada dalam media sosial.

2
PEMBAHASAN
1. ETIKA DAN MORALITAS POLITIK
Dalam bidang kehidupan sosial terlebih kehidupan bernegara, politik memiliki
ajaran-ajaran moral. Etika mengkaji dan mempelajari tentang ajaran-ajaran moral
dalam bidang politik, misalnya pemilu yang luber-jurdil, etika berkampanye,
kewajiban masyarakat dalam menggunakan hak konstitusional, dan sebagainya.
Singkatnya seperti dikemukakan Frans Magnis Suseno, etika politik yaitu filsafat
moral tentang dimensi politik kehidupan manusia.
Haryatmoko berpandangan bahwa dimensi etika politik tidak hanya perilaku
politikus melainkan berhubungan pula dengan praktik institusi sosial, hukum,
komunitas,
struktur-struktur sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki tiga dimensi, yaitu
tujuan,sarana, dan aksi politik.
Menurut K. Bertens, ada tiga pendekatan untuk membahas moralitas, yaitu
pendekatan etika deskriptif, etika normatif dan metaetika. Etika deskriptif
menggambarkan tingkah laku moral dalam artian luas, misalnya, adat kebiasaan,
anggapan-anggapan,tindakan-tindakan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan.
Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu
dalam kebudayaan-kebudayaan atau subkultur-subkultur tertentu dalam suatu sejarah
kepemimpinan.
Etika sebagaimana cabang ilmu lainnya memiliki fungsi dan tujuan. Etika
sebagai cabang ilmu filsafat memiliki fungsi pembeda tingkah laku baik dan buruk
dalam kehidupan masyarakat. Selain itu memberikan orientasi kritis terhadap pelbagai
moralitas yang membingungkan. Frans Magnis Suseno mengatakan etika itu ilmu
yang mencari orientasi. Kebutuhan manusia paling fundamental adalah mencari
orientasi. Kita harus tahu di mana kita berada dan ke mana harus bergerak mencapai
tujuan-tujuan kita. Filsafat membawa bahkan menuntun seseorang kepada
pemahaman dan tindakan.

2. KONSEP PEMILU DAN PENERAPANNYA


1. Sistem Pemilu Demokratis
Pemilu dalam sistem pemerintahan demokratis memiliki sistem mekanisme politik
yang mapan dalam melaksanakan sirkulasi kekuasaan secara tertib, aman, dan damai.

3
Tanpa adanya suatu sistem pemilu yang mapan dan diakui secara politik hukum maka
sudah pasti sangat sulit mewujudkan tata kelola peralihan kekuasaan yang kondusif.
Hal itu karena kontestasi memperebutkan kekuasaan senantiasa menuntut adanya
pertarungan yang sengit sehingga di dalam proses perebutan kekuasaan untuk
membentuk pemerintahan baru tidak lepas dari praktik yang menjurus pada
kecurangan. Sistem pemilu dengan pendekatan proportional representation secara
normatif akan lebih memungkinkan terciptanya iklim kompetisi yang sehat bagi setiap
calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota. Sistem ini juga
dalam praktik lebih demokratis karena setiap calon diberi kesempatan yang sama
untuk lebih kreatif baik secara individu maupun secara kelembagaan partai politik
dalam merebut simpati masyarakat.
Sistem ini dikatakan agak lebih demokratis dilihat dari karakter
pengelolaannya.Karakter sistem proportional representation memiliki karakter dimana
partai memberikan daftar kandidat dari kursi yang tersedia dan jumlah kursi diperoleh
ditentukan dengan pendekatan sisa terbanyak (largestremainder) atau rata-rata
tertinggi (highest average). Kelebihan sistem ini selain memiliki beberapa karakter
seperti dua contoh tersebut juga mempunyai variasi dalam tiga model yaitu (i) daftar
tertutup, (ii) daftar terbuka, dan (iii) daftar bebas.
Dari aspek ketatabahasaan yang umum, maka sistem pemilu secara konsep
merupakan kesatuan ilmu yang memadukan antara sistem norma dan praktik terhadap
norma-norma pemilu itu sendiri. Maka sistem pemilu menjadi rangkaian prosedur dan
mekanisme politik yang diorientasikan untuk menciptakan stabilitas politik dalam
kontestasi dan upaya menjalankan kedaulatan rakyat yang berkeadilan. Sistem pemilu
memuat norma-norma teknis praktis untuk menggerakan sumber daya politik yang
ada untuk kemaslahatan bangsa. Pemilu yang demokratis harus dapat menjamin
terjadinya sirkulasi elit secara aman dan damai atau dengan meminjam paradigma
Ketua Bawaslu (2012-2017) Muhammad,pemilu dari aspek substantif, sejatinya
menganut nilai dan prinsip bebas, terbuka, jujur,adil, kompetitif serta menganut azas
luber-jurdil. Indikator dari aspek substantif ini adalah hasil yang sangat kualitatif,
sehingga pemilu identik dengan perebutan legitimasi politik pemilih.
Oleh karena itu, pemilu menjadi rumusan norma konstitusional yang
diterapkan oleh negara-negara modern. Hal ini karena pemilu menjadi instrumen
fundamental dalam sistem politik negara dalam sirkulasi kepemimpinan nasional.
Pemilu menjadi salah satu pilar penting demokrasi dan sekaligus menjadi format
4
konstitusional negara-negara penganut demokrasi dalam rangka mewujudkan
pergantian suksesi secara tertib dan damai.Pemilu menjadi aspek politik formal
negara dalam melakukan transformasi sistem kehidupan bernegara dan sekaligus jadi
dimensi psikologis politik negara dalam mereduksi konflik baik vertikal maupun
horizontal. Maka dapat dipahami bahwa sistem pemilu adalah suatu sistem yang
memuat norma aturan yang mengikat tentang pengelolaan tahapan penyelenggaraan
pemilu untuk terjaminnya kontestasi politik yang demokratis. Sistem pemilu yang
dapat mengakomodasi terjadinya kompetisi politik dalam pemilihan yang memenuhi
unsur-unsur utama mengenai penggunaan hak pilih dan hak untuk memilih serta hak-
hak konstitusional lain yakni berupa pengawasan dan sikap kritis terhadap proses
tahapan pelaksanaan.
2. Partai Politik Peserta Pemilu

Partai politik dalam sistem pemilu multipartai telah membawa kecenderungan


aktivitas partai politik lebih bersifat melakukan mobilisisasi masyarakat baik secara
individu- individu maupun keleompok dan komunitas masyarakat tertentu untuk
memenangkan pertarungan politik dalam meraih kekuasaan. Partai politik memainkan
peran politik dengan menggalang dukungan masyarakat pemilih yang telah memenuhi
syarat penggunaan hak pilih. Organisasi partai politik umumnya dikembangkan
sebagai suatu institusi politik kepentingan kelompok yang dalam praktik selalu
menimbulkan konflik kepentingan di tingkat internal.

Bahkan konflik itu dapat memicu proses penyelenggaraan pemilu menjadi


terganggu seperti kasus konflik internal PPP dan Partai Golkar pada pilkada serentak
tahun2015. Terdapat lima daerah yakni Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fak-
Fak,Kabupaten Simalungun, Kota Manado, dan Kota Pematangsiantar, yang ditunda
setelah keluar putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) yang
mengabulkan permohonan para pemohon yang semula didiskualifikasi disebabkan
dualism kepemimpinan pada kedua partai PPP dan Partai Golkar. Konflik internal
partai politik tersebut jelas ikut mengganggu jadwal tahapan pelaksanaan pilkada
serentak dan oleh karena itu, peran positif-konstruktif dari peserta pemilu untuk
menyukseskan agenda pemilu dan pilkada serentak harus menjadi tanggung jawab
bersama.

3. Hak Konstitusional Warga

5
UUD 1945 sebagai dasar hukum tertinggi setelah Pancasila, dalam Pasal 1
ayat (2),
Pasal 2 ayat (1), Pasal 6A ayat (1), Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1) UUD
1945,memuat ketentuan hak-hak warganegara menggunakan hak preferensi politik
di setiap pelaksanaan pemilu. Dalam pengertian luas, ketentuan pasal-pasal
dimaksud mengatur kebebasan masyarakat menggunakan hak memilih dan dipilih
secara demokratis. Hak dasar (basic right) bagi setiap induvidu sebagai warga
bangsa dalam kehidupan bermasyarakat yang harus mendapatkan jaminan kepastian
hukum dalam negara. Rumusan Pasal-pasal itu memiliki dasar filosofis dan sosio-
antropologis yang kuat bahwa dalam pelaksanaan pemilu tidak boleh terjadi praktik
diskriminasi dan penyimpangan untuk dan atasnama demokrasi.
Ide dasar negara hukum demokratis itu kemudian diartikulasi dalam praktik
pelaksanaan pemilu dituangkan dalam norma hukum konstitusi. Dalam penyusunan
suatu konstitusi tertulis, nilai-nilai dan norma dasar yang hidup dalam masyarakat
dan dalam praktik penyelenggaraan negara turut mempengaruhi perumusan suatu
norma UUD. Maka suasana kebatinan (geistichenhenterground) yang menjadi latar
belakang filosofis, sosiologis,politis, dan historis perumusan juridis suatu ketentuan
UU perlu dipahami dengan seksama untuk dapat dimengerti dengan sebaik-baiknya
ketentuan yang terdapat dalam pasal-pasal UUD.

3. PERAN MEDIA SOSIAL DALAM PILKADA


Pilkada merupakan proses pemilihan politik guna menjaring calon-calon
pemimpin yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Meski proses pemilihan seperti ini telah berkali-kali diselenggarakan, tapi tetap saja
panitia penyelenggara perlu menyampaikan berbagai informasi yang penting
diketahui dan dipahami oleh masyarakat. Hal tersebut untuk memberikan pemahaman
dan kejelasan tentang bagaimana dan apa yang perlu disikapi oleh masyarakat guna
mendukung suksesnya proses pemilihan hingga menghasilkan figur-figur pemimpin
terpilih yang akan menduduki kursi kepemimpinan politik di suatu Realitasnya, sering
dijumpai dalam masa-masa kampanye politik para kandidat calon kepala daerah yang
sedang maju dalam kompetisi pemilihan kepala daerah, maupun kandidat calon
presiden dalam Pilpres, memanfaatkan media wilayah, dan siap menjalankan tugas-
tugas barunya.

6
Realitasnya, sering dijumpai dalam masa-masa kampanye politik para
kandidat calon kepala daerah yang sedang maju dalam kompetisi pemilihan kepala
daerah, maupun kandidat calon presiden dalam Pilpres, memanfaatkan media sosial
sebagai sarana komunikasi politiknya kepada khalayak calon pemilih.Dalam
penelitian ini, komunikasi politik melalui media sosial yang menjadi bahan kajian
adalah komunikasi politik menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017 yang diikuti tiga
pasangan calon, yang secara resmi sudah dinyatakan lolos sebagai Cagub DKI Jakarta
2017, yaitu 1) Ahok –Djarot; 2) Agus – Silvy; 3) Anies – Uno (Lihat Gambar-1).
Keberadaan tiga pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur cepat tersosialisasi
dalam media sosial seperti yang diunggah dalam akun facebook-nya masing-masing
pasangan, atau media sosial yang dikembangkan pendukungnya.

4. INTERAKTIVITAS KOMUNITAS POLITIK MEDIA SOSIAL


Media sosial berbeda dengan media massa karena sifatnya yang interaktif
(lihat Severin dan Tankard 2005). Oleh karena itu, masyarakat bias memberikan
respon dan menyalurkan aspirasi melalui akun facebook masing- masing. Beberapa
memberikan dukungan, tapi tidak sedikit yang memberikan kritik atau respon negatif.
Ungkapan-ungkapan dukungan, misalnya, bisa dilihat pada beberapa komentar.
Dalam akun facebook Ahok-Jarot, misalnya, akun atas nama Janneta Virgie
memberikan dukungan kepada Ahok. Janneta mengemukakan, “Pak Ahok sllu
Benar..is the best. Beliau tidak memihak agama, suku dll tp sllu melakukan sesuai
kebenaran, tegas n displin. Orang seperti ini yang d butuhkn d Indonesia”(akses 28
September 2016). Dukungan positif masyarakat juga bisa diekspresikan dengan cara
menyerang kandidat lawan. Akun dengan nama Alto Saxi, misalnya, mendukung

7
Ahok-Djarot dengan menyerang pasangan Agus-Silvy. Alto Saxy mengemukakan,
“Emangnya gue pikiran loe rakyat kecil yg penting kantong keluarga tebal...dasar
bapak dan anak gila jabatan hanya ujung- ujung korupsi...juga...haiiii rakyat... bangkit
lah dari tidur mu....selidiki latar belakang sby...(diambil dari
https://www.facebook.com/dukungahokf orindonesia/akses 28-09-2016.
Bukan hanya bahwa akun facebook dapat digunakan oleh para pendukung
untuk menyampaikan aspirasi politiknya, akun facebook tersebut juga bias digunakan
untuk kampanye dan mempengaruhi para pemilih. Akun Sandi Uno Anis Baswedan,
misalnya, menuliskan, “Sudah cukup kepalan- kepalan tangan mengundang kepalan
tangan berikutnya. Maka dari itu tangan terbuka sebagai gerakan kita semuakarena
dengan tangan terbuka kita akan lebih menghormati dan menghargai orang lain serta
simbol menyambut sebuah persahabatan.” Diakses dari
www.facebook.com/ASAuntukJakarta/akses 28-09-2016. Apa yang disampaikan
pasangan Anies dan Sandiaga dalam laman facebooknya itu kemudian mendapatkan
tanggapan dari masyarakat yang bersimpati atas pasangan ini. Akun facebook atas
nama Juwilir Syam mengemukakan, “Yakin aku. Ini jawaban atas keresahan n
kekecewaan ummat manapun dan suku apapun dari warga DIKI terhadap kasarnya
ucapan2 atau ketidaksantuan prilaku Ahok selama ini sebagai gubernur.

Dengan demikian, bias disimpulkan bahwa para kandidat ini memiliki strategi
dalam mengkomunikasikan pesan politik yang diharapkan bisa mendapat simpatisan
masyarakat.Hasil kajian atas situs Cagub dan Cawagub DKI 2017 di atas, terlihat
dinamika komunikasi politik yang menggambarkan adanya pengembangan media
sosial facebook.

5. FEEDBACK DALAM MEDIA SOSIAL


Seperti telah dikemukakan di awal,media sosial bersifat interaktif sehingga
khalayak bisa memberikan umpan balik secara langsung pada masing-masing

8
kandidat. Respon balik tersebut bias bersifat positif dan negatif. Pesan positif
khalayak merupakan dukungan terhadap pasangan calon kandidat, sedangkan pesan
yang bersifat negatif ini diberikan oleh khalayak yang tidak mendukung keberadaan
pasangan kandidat.
Hasil telusur penjaringan dukungan masyarakat pengguna media sosial
khususnya melalui facebook,tampak adanya respon positif dan negatif.Dalam
demokrasi, sangat wajar adanya perbedaan pendapat dan pandangan ketika
komunikasi politik di tengah masyarakat berlangsung. Dalam penelitian ini,
perbedaan pendapat tersebut terlihat pada komunikasi antar- pendukung dan non
pendukung pasangan Cagub dan Cawagubnya yang diunggah pada facebook yang
dimanfaatkan sebagai media kampanye Pilkada. Berikut ditampilkan beberapa contoh
komunikasi antara pendukung yang bermuatan pesan bersifat positif dan negatif.
1. Umpan balik Positif
Komentar bagi mereka yang menyatakan dukungannya terhadap pasangan
Calon Gubernur dan Wakilnya,menjadi respon positif, dan biasanya diwujudkan
dalam pesan-pesan baik ditujukan kepada pesangan yang akan maju dalam Pilkada
DKI 2017 dan kubunya maupun kepada masyarakat luas sebagai informasi dukungan,
serta juga bisa ditujukan untuk merespon balik terhadap komentar-komentar pihak
lain yang tidak mendukung tetapi bahkan menegasikan. Itu sebabnya kadang bahkan
muncul komentar yang turut meredakan situasi perdebatan dalam pesan teks yang
bersifat kontroversi. Akun Budi Harsono di akun facebook Agus- Silvy menuliskan,
“Semoga bisa berpolitik yang baik...mau menang juga mau kalah.” Lalu, Ansye
Timbuleng Lintang menuliskan, “Siapapun dia, yang penting benar2 bersih dan
jujur.” Pesan-pesan jauh lebih bersifat netral karena tidak memberikan dukungan
secara langsung, juga tidak menjatuhkan.

2. Umpan balik Negatif

9
Selain memberikan feedback dengan ungkapan dukungan secara positif, media
sosial juga dimanfaatkan oleh pihak masyarakat untuk memberikan komentar-

komentar negatif. Komentar negatif ini biasanya dalam bentuk kata- kata menghujat,
sarkastis, dan menjatuhkan kandidat. Laman facebook Agus-Silvy misalnya banyak
sekali mendapatkan pernyataan tidak mendukung dan bahkan penghujatan.

Kasus lain serupa pada muatan pesan bernada negative adalah pesan-pesan
dengan kata-kata yang bersifat pelecehan dan hujatan, yang ditujukan pada
pendukung kandidat Cagub/Cawagub No. urut 1 ini. Misalnya,dalam laman facebook,
ditemukan kalimat, “si KEBO Cikeas PENGHASUT Keributan”. Kata-kata lain yang
negative adalah “Sby busuk jahat takut anaknya kalah”. Sementara itu, akun atas
anama Mia Samia2, menuliskan, “sadar pak sby harta dan jabatan ga bisa di bawa
mati uang triliunan juga ga dibawa mati, hanya mati bawa kaen putih sama amal
ibadah.Jangan Islam dijual karna gila harta.” Lalu, soeisian ss5 menuliskan, “Sby
busuk jahat takut anaknya kalah.”

10
PENUTUP
KESIMPULAN

Media sosial dalam bahasan makalah ini adalah facebook, bias dimanfaatkan
menjadi sarana komunikasi politik yang cukup efektif dalam proses kehidupan
demokrasi. Dalam demokrasi di era digital ini, khususnya pada konteks kampanye
politik, media sosial telah berperan menjadi alat komunikasi yang bisa
menghubungkan para pelaku politik dengan konstituennya, antara komunikator dan
komunikan secara jarak jauh dan bersifat masif. Masing-masing pelaku politik dan
partisipannya bisamengekspresikan kepentingannya atau hak-hak politiknya secara
bebas tanpa penghalang yang menghambat proses komunikasi politik.

Melalui media sosial, komunikator bisa membangun komunikasi politik


dengan para pendukungnya, membentuk opini publik dan sekaligus memobilisasi
dukungan politik secara masif. Pemanfaatan media sosial juga telah meningkatkan
modal sosial bagi pelaku politik yaitu terbukanya jaringan komunikasi politik, relasi
politik dan partisipasi politik masyarakat. Meskipun demikian, terdapat beberapa
persoalan dalam konteks komunikasi politik melalui media sosial, diantaranya
komunikasi politik dengan menyampaikan pesan-pesan komunikasi yang buruk,
menjatuhkan, dan menyerang pribadi. Ini jelas menimbulkan persoalan-persoalan etis
komunikasi.

11
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, 2014, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi: Pespektif Baru tentang ‘Rule Of
Law AndRule Of Ethics’ & Constitutional Law And Constitutional Ethics’, Jakarta:
Sinar Grafika. 2015, Penguatan Sistem Pemerintahan dan Peradilan Di Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika

Gatara, A.A. Sahid, 2009, Ilmu Politik: Memahami dan Menerapkan, Bandung: CV. Pustaka
Setia

J_Putra, 2012. Definisi atau pengertian istilah Social Media apa yang dimaksud dengan Social
Media, http://jayaputrasbloq.blogspot .co.id/2011/02/definisi-atau- pengertian-
istilah-social.html

Wilhelm, Anthony G. 2003. Demokrasi di Era Digital, Tantangan Kehidupan Politik di Ruang
Cyber, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai