Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FILSAFAT KOMUNIKASI

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Komunikasi
Dosen Pengampu: Teddy Khumaedi, S.Sos.I, M.Ag

Disusun oleh:
1. Ajeng Sureni F.202206162
2. Samsiah F.202206548
3. Fatih Muzzammil jiddan F.202206392

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
INSTITUT UMMUL QURO AL-ISLAMI
BOGOR
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur terhadap Allah SWT yang telah memberikan Rahmat serta hidayah-Nya, sehinnga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Filsafat sebagai ilmu dan metafisika”
ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Filsafat Komunikasi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang pengertian dan manfaat ilmu bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami ucapkan
kepada Bapak Teddy Khumaedi selaku dosen mata kuliah Filsafat Komunikasi yang telah
memberikan tugasini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 9 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. Pengertian Dimensi......................................................................................2
B. Pengertian komunikasi.................................................................................2
C. Pengertian Dimensi komunikasi..................................................................2

BAB III PENUTUP..................................................................................................9


A. Kesimpulan..................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak untuk berkomunikasi di ruang public merupakan hak yang palingdasar bagi
kehidupan manusia. Hak untuk berkomunikasi dan berserikat dijaminUndang-Undang
Dasar Negara Republik Indonensia 1945, Undang-undang pokok pers, Unndang-undang
Penyiaran, dan Undang-undang KeterbukaanInformasi publik.
Hak berkomunikasi di ruang public tidak bisa dilepaskan dari otonomidemokrasi
untuk berekspresi. Etika komunikasi merupakan bagian dari upayamenjamin otonomi
demokrasi tersebut. Etika komunikasi tidak hanya berhenti pada masalaha actor
komunikasi (wartawan, editor, agen iklan, dan pengelolarumah produksi), ia tidak
dibatasi hanya pada deontologi jurnalisme.Etika komunikasi berhubungan dengan
praktek institusi, hukum,komunitas, strukktur social, politik, dan ekonomi. Maka, aspek
sarana atau etikastrategi dalam bentuk regulasi sangat perlu. Etika bukan untuk
membatasigerakan cepat dan tanggap dalam praktek jurnalistik, justru membantu
agarmedia bisa tetap memiliki kredibilitas dan kepercayaan dari masyarakat sebagai
pelayanan informasi publik.
Dalam proses komunikasi terdapat dua sisi yang tidak pernahterlepaskan, yakni
kebebasan dan tanggung jawab. Apabila terjadiketidakseimbangan antara kedua sisi
tersebut maka proses komunikasi pun tidakakan berjalan sesuai dengan harapan dan
aturan yang seharusnya. Oleh sebab itu perlu adanya suatu kontrol yang mampu
menjadi barometer sekaligus sebagai penyeimbang kedua sisi tersebut. Maka dalam hal
ini diperlukan adanya etikadalam berkomunikasi.
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana Dimensi-dimensi Dalam Etika Komunikasi ?
2. Apa pengertian Etika deontologis ?
3. Bagaimana Determinasi ekonomi dalam etika komunikasi

C. Tujuan Penulisan
1. Agar Mahasiswa/I dapat mengetahui bagaimana dimensi-dimensi komunikasi
2. Agar Mahasiswa/I dapat mengetahui apa pengertian etika deontologis
3. Agar Mahasiswa/Indapat mengetahui bagaimana Determina ekonomi dalam
etika komunikasi

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dimensi
Dimensi dalam ilmu matematika merupakan sebuah bangun datardan bangun ruang.
Begitu pula dalam perfilman, kita sering kalimendengar istilah 3D, yang mana kita akan
merasakan pengalamanmenonton film terlihat lebih nyata.Sedangkan menurut KBBI,
dimensi adalah ukuran yang mencakup panjang, lebar, tinggi, luas, dan yang lainnya.
Selain itu, definisi dimensi juga meliputi salah satu aspek atribut, elemen, item,
fenomena, situasi,atau faktor yang membentuk suatu entitas.

B. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah Proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan antara
dua individu atau lebih dengan efektif sehingga bisa dipahamidengan mudah.
Komunikasi terjadi saat pesan disampaikan oleh pengirim pesandan diterima oleh
penerima pesan.Dalam komunikasi juga terdapat unsur-unsur komunikasi yang
harusdipenuhi. Adapun komponen komunikasi meliputi komunikator atau pengirim
pesan, komunikan atau penerima pesan, media atau perantara, pesan atauinformasi, efek
yang ditimbulkan serta umpan balik.Komunikasi adalah proses sosial dimana individu-
individu menggunakansimbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan
makna dalamlingkungan mereka. Komunikasi juga merupakan penyampaian
informasi,gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya dengan menggunakan lambang-
lambang atau kata-kata, dan lain-lain.
C. Pengertian Dimensi Komunikasi
Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat suatu sistem yang mengaturtentang tata
cara manusia bergaul. Tata cara pergaulan untuk salingmenghormati biasa kita kenal
dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler, dan lain-lain.Tata cara pergaulan
bertujuan untuk menjagakepentingan komunikator dengan komunikan agar merasa
senang, tentram,terlindungi tanpa ada pihak yang dirugikan kepentingannya dan
perbuatan yang dilakukan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku serta tidak
bertentangandengan hak asasi manusia secara umumTata cara pergaulan, aturan
perilaku,adat kebiasaan manusia dalam bermasyarakat dan menentukan nilai baik
dannilai tidak baik, dinamakan etika.Istilah etika berasal dari kata ethikus(latin)
dandalam bahasa Yunani disebut yang berarti kebiasaan norma-norma, nilai-nilai,
kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran baik dan buruk tingkah laku manusia. Jadi, etika
komunikasi adalah norma, nilai, atau ukuran tingkah laku baik dalamkegiatan
komunikasi di suatu masyarakat.Dimensi komunikasi berarti suatuukuran yang
berkaitan dengan komunikasi.
1). Dimensi-dimensi dalam Etika Komunikasia)

2
a. Dimensi-Dimensi Komunikasi
Etika Komunikasi untuk menjamin otonomi demokrasi ini hanyamungkin apabila
hak untuk berkomunikasi di public dihormati. Etikakomunikasi merupakan bagian dari
upaya untuk menjamin otonomi demokrasitersebut. Etika Komunikasi tidak hanya
berhenti pada masalah perilaku actorkomunikasi. Ia tidak dibatasi hanya pada
deontology jurnalisme. Etikakomunikasi berhubungan juga denga praktek institusi,
hukum, komunitas,struktur sosial, politik dan ekonomi. Etika Komunikasi juga
memiliki tigadimensi yang terkait satu dengan yang lain, yaitu tujuan, saran, dan
aksikomunikasi itu sendiri.
b. Dimensi Aksi Komunikasi
Dimensi aksi komunikasi berhubungan langsung dengan perilaku
(aktor)komunikasi. Perilaku aktor komunikasi ini hanya sebagian dari dimensi
etikakomunikasi, yaitu dimensi aksi komunikasi. Dimensi ini menuntut setiap
pelakunya untuk bertanggung jawab terhadap profesinya. Maka, diperlukan aspek
sarana atau etika-strategi dalam bentuk regulasi (kemampuanmenyesuaikan) guna
menjaga kredibilitas panggilan pers sebagai pelayanan publik alias memperkuat
deontologi jurnalisme.
c. Dimensi Sarana Komunikasi
Dimensi sarana ini memfokuskan pada sistem media dan prinsip dasar
pengorganisasian praktek penyelenggaraan informasi, termasuk yang
mendasarihubungan produksi informasi. Dimensi sarana ini meliputi:
1. Semua bentuk regulasi oleh penguasa publik tatanan hukum dan isntitusi.
2. Struktur sosial yang direkayasa secara politik menganut sistem prinsiptimbal
balikhubungan kekuasaan yang mempengaruhi produksiinformasi, termasuk
determinisme ekonomi dan tekhnologi.Deontology jurnalisme merupakan
kesuluruhan aturan dan prinsip yang mengatur pelaksanaan profesi, biasanya
disusun oleh ikatan profesi, jangkauanya pun terbatas masalah moral, meskipun
disertai sanksi. Sedangkan pada dimensi sarana norma etika komunikasi harus sudah
menjadi hukum atauundang undang. Kedua hal terakhir ini harus membentuk
keseluruhan aturanyang diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan dan
ketidakadilan disertaisanksi hukum aspek retributif, restitutif, atau rehabilitatif jelas,
yang dipaksakandari luar profesi.
Undang-undang dan hokum yang memadai berfokus pada sistem mediaserta prinsip
dasar pengorganisasian praktek penyelenggaraan informasi,mencakup semua bentuk
regulasi oleh penguasa publik (tatanan hokum daninstitusi) serta struktur sosial yang
direkayasa secara politik sesuai prinsip timbal balik (hubungan kekuasaan yang
memengaruhi produksi informasi) termasukdeterminisme ekonomi dan teknologi.

3
A. Etika komunikasi berhubungan dengan praktek institusi, hokum, komunitas,
struktur sosial, politik, dan ekonomi. Karena dari itulah, etika regulasi dalam
bentuk regulasi sangat diperlukan. Tujuannya adalah untuk membantu media agar tetap
memiliki kredibilitas sebagai pelayan public.
Tiga dimensi etika komunikasi:
1. Dimensi Aksi Komunikasi.
Dimensi ini merupakan dimensi yang langsung terkait dengan perilaku actor
komunikasi. Terdapat 3 prinsip utama deontology jurnalisme, yaitu:

 Hormat dan perlindungan atas hak warga Negara akan informasi- informasi dan
sarana- sarana yang perlu untuk didapatkan.
 Hormat dan perlindungan atas hak individual lain warga Negara, meliputi hak
akan martabat dan kehormatan, hak akan kesehatan fisik dan mental, hak
konsumen, hak berekspresi dalam media, dan hak jawab.
 Ajakan untuk menjaga harmoni masyarakat.
2. Dimensi Sarana ( polity )
Dimensi ini merupakan dimensi yang focus akan media dan prinsip dasar
pengorganisasian praktek penyelenggaraan informasi, termasuk yang mendasari
hubungan produksi informasi. Dalam dimensi ini, norma etika sudah harus berupa
undang- undang atau hukum.
3. Dimensi Tujuan ( policy)
Dimensi tujuan merupakan dimensi yang bersangkutan dengan norma demokrasi,
terutama pada kebebasan untuk berekspresi dan hak untuk mendapatkan informasi yang
benar. Dalam hal ini, Negara harus menjamin terwujudnya nilai kebebasan.
B. Etika deontologis
Deontologis adalah pandangan etika normatif yang menilai moralitas suatu tindakan
berdasarkan kepatuhan pada peraturan. Etika ini kadang-kadang disebut etika berbasis
"kewajiban" atau "obligasi" karena peraturan memberikan kewajiban kepada seseorang.
Etika deontologis biasanya dianggap sebagai lawan dari konsekuensialisme, etika
pragmatis, dan etika kebajikan. Etika Deontologi Kant bersumber kepada 3 (tiga)
eksistensi Metafisis yaitu Kebebasan, Keabadian dan Tuhan. Ketiga ide inilah yang
menjadi dasar dari Kehendak baik manusia yang mendorongnya untuk bermoral.
Menurut Kant, ketiga ide ini bersifat intuitif, alamiah dan bernilai intrinsik, sehingga
dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai mahluk moral. Hanya saja, di dalam upaya
untuk mengembangkan moralitasnya manusia sering terbentur kepada kenyataan dirinya
sendiri serta keberadaannya di tengah tengah manusia lainnya, sehingga akan
menimbulkan perdebatan etika tentang ukuran baik dan buruk menurut sudut pandangan
masing-masing individu.Padahal paham deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya

4
suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat
dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan
untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi
baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pemah menjadi alasan untuk membenarkan
suatu tindakan, melainkan hanya kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan
orang-orang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin.
a) Definisi Pers
Istilah pers atau press berasal dari istilah latin Pressus artinya adalah tekanan,
tertekan, terhimpit, padat. Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda
yang mempunyai arti sama dengan bahasa inggris “press”, sebagai sebutan untuk alat
cetak. Keberadaan pers dari terjemahan istilah ini pada umumnya adalah sebagai media
penghimpit atau penekan dalam masyarakat. Makna lebih tegasnya adalah dalam
fungsinya sebagai kontrol sosial.20 Pengertian pers itu dibedakan dalam dua arti. Pers
dalam arti luas, adalah media tercetak atau elektronik yang menyampaikan laporan
dalam bentuk fakta, pendapat, usulan dan gambar kepada masyarakat luas secara
regular. Laporan yang dimaksud adalah setelah melalu proses mulai dari pengumpulan
bahan sampai dengan penyiarannya.Dalam pengertian sempit atau terbatas, pers adalah
media tercetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, majalah dan buletin,
sedangkan media elektronik, meliputi radio, film dan televisi.21 Dalam Undang-undang
Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, yang dimaksud dengan pers ialah lembaga sosial
dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi:
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik
maupun dalam bentuk lainnya, dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia.22 Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia kata
pers didefinisikan sebagai, usaha percetakan dan penerbitan; orang yang bergerak dalam
penyiaran berita; wartawan; penyiaran berita melalui Koran, majalah, televisi, radio,
dsb.

b) Kebebasan Pers
Kebebasan pers berarti kondisi yang memungkinkan para pekerja pers memilih,
menentukan dan mengerjakan tugas mereka sesuai dengan keinginan mereka.
Pengertian ini menyiratkan bahwa kebebasan pers mencakup kebebasan negatif (bebas
dari) dan kebebasan positif (bebas untuk) secara filosofis, konsep bebas dari berasal dari
pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke, yang berarti kondisi yang memungkinkan
seseorang tidak dipaksa untuk melakukan satu perbuatan. Sedangkan konsep bebas
untuk berasal dari pemikiran Jean Jacques Rousseau dan GWF Hegel, yang berarti
kondisi yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu untuk mencapai apa yang
diinginkan. Dalam perspektif ini, kebebasan pers berarti kondisi yang memungkinkan
para pekerja pers tidak dipaksa berbuat sesuatu dan mampu berbuat sesuatu untuk

5
mencapai apa yang mereka inginkan.23Sebagai dasar dalam menerapkan kebebasan
pers terdapat dalam UndangUndang 1945 pasal 28, yang disebutkan kemerdekaan
berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan dan
sebagainya. Selanjutnya jaminan kebebasan Pers melalui diberlakukannya Undang-
Undang tentang Pers No 40/1999 yang mengamanatkan bahwa antara lain pers nasional
mempunyai fungsi kontrol dan berperan melakukan pengawasan melalui kritik, koreksi
dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.24 Adapun
konsep kebebasan pers yang penulis maksud adalah pers yang bebas dan bertanggung
jawab, yang berarti bahwa orang-orang yang menguasai media massa harus
bertanggung jawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsinya.25 Dengan
kebebasan pers, maka pemerintah maupun instansi swasta dan pembangunan akan
berjalan secara transparan, serta masyarakat dapat mengontrol dan memberi masukan
terhadap bagaimana sebaiknya instansi terkait dalam melaksanakan pembangunan
sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, bukan
malah sebaliknya mengorbankan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
c) Batas Kebebasan Pers dan Hate Speech di Indonesia dalam Demokrasi
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Sistem
demokrasi identik dengan kebebasan untuk menyuarakan pendapat, termasuk kebebasan
bagi pihak pers. Kebebasan pers bukan berarti pers bisa semena-mena dalam hal
penyampaian informasi. Tetapi kebebasan pers lebih mengarah pada kebebasan pers
yang disertai dengan tanggung jawab sosial. Informasi atau berita yang dikeluarkan oleh
pers dikonsumsi langsung oleh publik dan dapat memengaruhi pemikiran publik secara
langsung. Oleh sebab itu, pers harus bertanggung jawab terhadap publik terkait
pemberitaan yang telah dikeluarkan. Selain itu, pers yang bebas adalah pers yang tidak
melanggar ketentuan hak asasi manusia. Sebagai penganut sistem demokrasi, sudah
menjadi kewajiban Indonesia untuk menegakkan kebebasan pers. Kebebasan pers
merupakan cermin sistem demokrasi yang ideal.Kebebasan pers akan memunculkan
pemerintahan yang cerdas, bersih, dan bijaksana. Sebab melalui kebebasan pers
masyarakat dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah sehingga
muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat
sendiri. Kebebasan pers dalam negara demokrasi diperlukan agar pers bisa menjalankan
fungsinya sebagai pengawas pemerintahan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan
kekuasaan. Ada dua undangundang yang mengatur kebebasan pers, yaitu: Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 4 ayat 1 dan 2
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
menjelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers
nasional tidak dikenakan penyensoran,pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Dari
penjelasan pasal tersebut, dapat diketahui bahwa kebebasan pers merupakan hak asasi
warga negara. Artinya, tidak ada yang boleh menghalangi kegiatan pers, meskipun itu
pemerintah. Meskipun begitu, kebebasan pers bukanlah tanpa batas. Kebebasan pers

6
tetap dibatasi agar tidak melanggar ketentuan hak asasi manusia. Kebebasan pers di
Indonesia harus dilaksanakan sesuai dengan etika jurnalisme.
Batas kebebasan Pers dan ujaran kebencian (Hate Speech) dalam demokrasi adalah
adanya peraturan pemerintah yang mengaturnya. Kebebasan pers diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UndangUndang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Undang-Undang tersebut
menjelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara dan pers
nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.
Kebebasan pers dibatasi agar tidak melanggar hak asasi manusia. Selain UU ITE, Pasal
207 dan Pasal 310-Pasal 321 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) juga
memuat larangan melakukan penghinaan, dengan segala bentuknya, yang menyerang
kehormatan dan nama baik.
3). Determina
Dunia modern sepertinya telah membawa kita kepada ketergantungan materi
yang tinggi, tidak terkecuali pada bidang komunikasi seperti yang dituturkan
Haryatmoko “Dalam bayang-bayang pragmatisme ekonomi, logika komersial membuat
refleksi diabaikan demi emosi, teori ditinggal demi kegunaan praktis” (Haryatmoko,
2007:35). Demikian beliau menggambarkan determinasi ekonomi dalam etika
komunikasi. Semua cenderung diukur dari perspektif ekonomi. Menjadikan nilai
kegunaan sebagai nilai yang tertinggi dan menomorduakan nilai-nilai lain.
Dilihat dari pandangan kalangan Marxis mengenai posisi media dalam sistem
kapitalis menyebutkan “Media massa adalah kelas yang mengatur”. Ini menunjukkan
bagaimana media massa bukan hanya sekedar medium lalulintas informasi dalam
masyarakat, melainkan juga berfungsi sebagai alat penundukan dan pemaksaan
konsensus oleh kelompok yang dominan secara ekonomi dan politik (Sudibyo, 2004:1).
Jadi, media tidak hanya mempunyai fungsi sosial dan ekonomi, tetapi juga menjalankan
fungsi ideologis. Herman dan Chomsky, menyebut media massa sebagai mesin atau
pabrik penghasil berita (news manufacture) yang sangat efektif dan mendatangkan
keuntungan besar dari sisi ekonomi (Kansong, 2009:6). Habermas juga senada dengan
hal tersebut. Dalam bukunya The Theory of Communication menyebut media sebagai
institusi sosial-politik sekaligus sebagai institusi ekonomi. Bahkan Dennis McQuail
yang dikenal sebagai ilmuan komunikasi menempatkan media massa sebagai industri
atau Lembaga ekonomi sebagai dalil pertama yang mendasari bukunya Mass
Comunication Theory (1987 dalam Kansong, 2009:7). Dennis McQuail, selanjutnya
mengajukan 10 prinsip yang menunjukkan media sebagai institusi ekonomi.
1. Media berbeda atas dasar apakah media tersebut mempunyai struktur fixed dan
variable cost.
2. Pasar media mempunyai karakter ganda: dibiayai oleh konsumen dan atau oleh para
pengiklan.

7
3. Media yang dibiayai oleh pendapatan iklan lebih rentan atas pengaruh eksternal
yang tidak diinginkan.
4. Media yang didasarkan pada pendapatan konsumen rentan krisis keuangan jangka
pendek.
5. Perbedaan utama dalam penghasilan media akan menuntut perbedaan ukuran kinerja
media.
6. Kinerja media dalam satu pasar akan berpengaruh terhadap kinerja di tempat lain
(pasar lain).
7. Ketergantungan pada iklan dalam media massa berpengaruh pada masalah
homogenitas program media.
8. Iklan media yang khusus akan mendorong keragaman program acara.
9. Jenis iklan tertentu akan menguntungkan pada masalah konsentrasi pasar dan
khalayak.
10. Persaingan dari sumber pendapatan yang sama akan mengarah pada keseragaman.
(Kansong, 2009:7)
Oleh karena itu, fenomena media bukan hanya membutuhkan pengamatan yang
didasarkan pada pendekatan-pendekatan ekonomi, melainkan juga pendekatan politik
(Golding dan Murdock, 1997:4 dalam Sudibyo, 2004:2).

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak untuk berkomunikasi di tempat umum merupakan hak asasi manusia. Hak
berkomunikasi dan berkumpul dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, UU Pokok Pers, UU Penyiaran, dan UU Informasi Publik. Hak
berkomunikasi di ruang publik tidak dapat dipisahkan dari otonomi berekspresi yang
demokratis. Etika komunikasi merupakan bagian dari upaya menjamin otonomi
demokrasi. Etika komunikasi tidak hanya terbatas pada permasalahan pelaku
komunikasi (jurnalis, redaksi, agen periklanan dan rumah produksi), tidak hanya
terbatas pada deontologi jurnalisme saja, namun etika komunikasi berkaitan dengan
praktik institusi, hukum, komunitas. . , praktik sosial. struktur, politik dan ekonomi.
Oleh karena itu, instrumen strategis atau pertimbangan etis dalam bentuk regulasi sangat
diperlukan. Etika tidak dimaksudkan untuk membatasi gerak cepat dan responsif dalam
praktik jurnalistik, melainkan untuk membantu media menjaga kredibilitas dan
kepercayaan publik sebagai penyedia informasi publik. Proses komunikasi mempunyai
dua sisi yang tidak pernah dapat dipisahkan yaitu kebebasan dan tanggung jawab.
Ketika terjadi ketidakseimbangan antar pihak, maka proses komunikasi tidak berjalan
sesuai harapan dan aturan. Oleh karena itu, diperlukan suatu regulator yang berfungsi
sebagai pengukur tekanan udara sekaligus penyeimbang kedua belah pihak. Maka
dalam hal ini perlu adanya etika dalam berkomunikasi.

9
DAFTAR PUSTAKA
https://etikafilsafatb.blogspot.com/2016/05/dimensi-dimensi-etika-komunikasi.html?m=1

https://www.academia.edu/28016529/
Kebebasan_Tanggung_Jawab_dan_Etika_Komunikasi_Pers_Media_

https://www.jurnalfai-uikabogor.org/index.php/mizan/article/view/1619

https://research-tuni-fi.translate.goog/ethicnet/country/spain/deontological-code-for-the-
journalistic-profession/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&opi=89978449&url=http://
etikafilsafatb.blogspot.com/2016/05/dimensi-dimensi-etika-komunikasi.html%3Fm
%3D1&ved=2ahUKEwj6vv6PuIaDAxWAcWwGHXKVDt4QFnoECA0QAQ&usg=AOvVaw1bv2JVnM
Gm1t6L4LtnntPi

https://bahan-ajar.esaunggul.ac.id/kmi204/wp-content/uploads/sites/552/2019/12/11.-
DIMENSI-DIMENSI_ETIKA_KOMUNIKASI.ppt

https://www.academia.edu/28016529/Kebebasan_Tanggung_Jawab_dan_Etika_Komunik

Anda mungkin juga menyukai