SOSIALISASI POLITIK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sosiologi dan Politik
Dosen Pengampu : Dra. Sudati Nur Sarfiah, M.M.
Oleh :
KELAS 1
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TIDAR
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
penyusunan makalah ini yang berjudul “Sosialisasi Politik” dengan baik dan benar
tepat pada waktunya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen Dra. Sudati Nur sarfiah, M.M. pada mata kuliah Sosiologi dan Politik.
Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah ilmu dan wawasan mengenai
apa itu sosialisasi politik bagi pembaca dan penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah turut
andil dalam pembuatan makalah ini dalam hal dukungan dan motivasi serta ilmu
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar
kedepannya bisa lebih baik lagi. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
bisa menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kami sendiri dan pembaca pada
umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
JUDUL.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosialisasi Politik....................................................... 3
B. Bentuk dan Metode Sosialisasi Politik......................................... 4
C. Agen Sarana/Media Sosialisasi Politik......................................... 9
D. Fungsi Tujuan Sosialisasi Politik ................................................ 11
E. Contoh Sosialisasi Politik............................................................. 12
F. Perkembangan Sosialisasi Politik................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Sosialisasi Politik?
2. Bagaimana bentuk dan metode Sosialisasi Politik?
3. Apa sajakah macam agen/media sosialisasi politik?
4. Bagaimana fungsi tujuan sosialisasi politik?
5. Apakah contoh dari sosialisasi politik?
6. Bagaimana perkembangan dari Sosialisasi Politik?
C. Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan pengertian dari Sosialisasi Politik.
2. Menjelaskan bentuk dan metode Sosialisasi Politik.
3. Mendeskripsikan macam agen/media sosialisasi politik.
4. Mendeskripsikan fungsi tujuan dari sosialisasi politik.
5. Menjelaskan contoh dari sosialisasi politik.
6. Menjelaskan bagaimana perkembangan dari Sosialisasi Politik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
d. S.N. Eisendtadt
Dalam From Generation to Generation, S.N. Eisendtadt mengemukakan
bahwa sosialisasi politik adalah komunikasi yang dipelajari manusia dengan
siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-
telasi umum.
e. Denis Kavanagh
Denis Kavanagh mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah suatu proses
di mana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang
politik.
f. Ramlan Surbakti (1992)
Menurut pendapat dari Ramlan Surbakti, Sosialisasi politik ialah mekanisme
orientasi dan sikap poitik yang dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat,
terhadap wawasan dan pengetahuan mengenai kekuasaan.
g. Kenneth P. Langton (1969)
Menurut pendapat dari Kenneth P. Langton, Sosialisasi politik adalah langkah
strategis seseorang dalam merumuskan dan melestarikan kebudayaan politik
yang lebih baik.
h. Kweit
Menurut pendapat dari Kweit, Sosialisasi politik ialah suatu metode melewati
mana seseorang menuntut ilmu tentang politik.
i. David Easton dan Jack Dennis
Menurut pendapat dari David Easton dan Jack Dennis, Sosialisasi politik
adalah suatu metode peningkatan individu untuk memperoleh adaptasi politik
dan bentuk perilakunya.
j. Richard E. Dawson (1992)
Sosialisasi politik adalah bentuk pewarisan terhadap pengetahuan, nilai,
norma, dan paradigma politik yang diperkenalkan melalui sistem pendidikan.
4
politik antisipatoris), political education (edukasi atau pendidikan politik, dan
political experiences (pengalaman politik). Penjelasannya sebagai berikut :
1) imitation (imitasi)
Imitasi dapat diartikan sebagai peniruan. Imitasi dinyatakan sebagai hal
yang lumrah karena sering terjadi dalam kehidupan masyarakat. Imitasi
sering dilakukan baik sengaja ataupun tidak, dan yang ditiru umumnya adalah
nilai-nilai atau pola-pola tingkah laku orang lain. Dalam konteks ini, orang
lain yang ditiru acap kali merujuk pada orang-orang yang lebih tua, orang
yang memiliki otoritas, atau tokoh yang dihormati.
Contoh sederhananya, dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak,
seorang anak mengimitasi nilai-nilai sosial budaya yang melekat pada orang
tuanya. Misalnya, anak perempuan suka menirukan untuk menjadi ibu,
sedangkan anak laki-laki menjadi ayah. Selain itu, anak yang menghargai
pendapat teman sepermainan bisa jadi merupakan hasil peniruannya terhadap
perilaku orang tua yang menghargai perbedaan pendapat.
5
dirinya untuk menjadi suatu sosok yang mungkin akan diperankannya nanti
dalam masyarakat.
3) Political education (edukasi atau pendidikan politik)
Pendidikan politik adalah upaya nyata untuk mentransmisikan nilai,
sikap, dan orientasi politik. Kegiatan ini dapat diselenggarakan melalui
berbagai macam agen sosialisasi, seperti keluarga, sekolah, partai politik,
dan sebagainya. Melalui pendidikan politik, anggota masyarakat diharapkan
menyadari hak dan kewajiban politiknya sebagai warga negara. Sekolah,
sebagai salah satu agen yang menjalankan pendidikan politik, dapat
menyusun kurikulum yang bisa mengenalkan siswa tentang hak dan
kewajibannya sebagai warga negara.
Selain itu, sekolah bisa pula menjadi agen sosialisasi politik untuk
menjalin persatuan dan kesatuan, menanamkan kesadaran berbangsa dan
bernegara, mengenalkan dan menghayati keanekaragaman masyarakat.
Demikian pula halnya dengan pendidikan poliik yang dilakukan partai-
partai politik melalui kontak-kontak politik langsung, selain mengenalkan
hak dan kewajiban warga negara juga dapat memperluas wawasan dan
pemahaman ideologi yang dianut. Jika pada imitasi dan sosialisasi politik
antisipatoris, inisiatif dalam menyelenggarakan sosialisasi berada di tangan
sasaran sosialisasi, lain dengan pendidikan politik, inisiatif justru muncul
dari pihak yang memberikan sosialisasi. Oleh karena itu, dalam pendidikan
politik, peran aktif agen dan materi sosialisasi penting. Keberhasilan
sosialisasi lebih bergantung pada keaktifan agen sosialisasi. Sebagai contoh,
gagalnya seorang guru dalam melakukan pendidikan politik akan berakibat
pada gagalnya transmisi materi sosialisasi kepada siswa.
6
garam kehidupan, biasanya lebih arif dalam menyikapi dan menanggapi
persoalan kehidupan.
Di panggung kehidupan politik pun demikian pula adanya. Orang yang
sering terlibat di arena politik tentunya mempunyai pengalaman politik yang
banyak dan lengkap dibandingkan dengan orang yang jarang terlibat.
Beragam pengalaman politik yang dimiliki, pasti akan memengaruhi sikap
atau orientasi seseorang terhadap sistem politik yang berlangsung. Mereka
yang jarang dikecewakan dan tidak pernah mempunyai pengalaman pahit
dalam kehidupan politik cenderung akan mendukung sistem politik.
Demikian pula sebaliknya, mereka yang sering dikecewakan dan
mempunyai pengalaman pahit cenderung kurang memberikan dukungan
terhadap sistem politik. Sebagai contoh, mereka yang aspirasinya selalu
dipenuhi oleh sistem politik melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkan
cenderung akan mendukung sistem politik. Sebaliknya, mereka yang tidak
terdaftar menjadi pemilih dalam pemilihan umum atau terkena sanksi tidak
diperkenankan mencalonkan diri sebagai kandidat dalam pemilihan umum,
cenderung bersikap kurang atau bahkan, tidak mendukung sistem politik.
7
seseorang dapat mengembangkan berbagai ragam hubungan dengan figur-
figur yang memegang otoritas. Berkaitan dengan pengembangan berbagai
ragam hubungan tersebut, individu yang bersangkutan dapat menggunakan
metode atau pola hubungan yang diterapkan saat berinteraksi dengan orang
tuanya pada saat di rumah atau dengan guru pada saat berada di sekolahan.
Dari relasi yang demikian, individu-individu tersebut belajar
mengembangkan pengalaman dan menerapkannya ketika menghadapi otoritas
politik. Invididu tersebut akan mentransfer perasaannya kepada para
pemegang otoritas, yang sering kali berdasar pada hubungan awal yang
terjadi ketika ia membangun relasi dengan otoritas nonpolitik .
2) Apprenticeship (Magang)
Apprenticeship atau magang mempunyai kaitan cukup erat dengan
interpersonal transference. Magang dalam kaitannya dengan interpersonal
transference, memerlukan proses transfer pengalaman yang telah
dikembangkan dari kehidupan nonpolitik ke kehidupan politik. Berbeda
dengan “interpersonal transference”, sosialisasi politik melalui magang terjadi
lewat proses yang berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut oleh struktur atau
pengorganisasian di lingkungan tempat magang.
Dalam hal ini, seseorang akan memperoleh nilai, sikap ataupun pandangan
yang ada dan diterapkan oleh organisasi kerja. Nilai sikap ataupun pandangan
ini biasanya ada dan melekat pada organisasi kerja dalam kurun waktu lama
sehingga bisa dinyatakan sebagai hal yang bersifat turun-temurun. Misalnya,
pada titik ekstrem, lingkungan magang yang memegang nilai disiplin tinggi
dan patuh pada atasan (seperti halnya kepatuhan pada organisasi militer) akan
mentransmisikan nilai, sikap, dan pandangan yang berbeda dengan
lingkungan magang yang tidak begitu ketat menerapkan kedisiplinan.
Untuk membedakan interpersonal tranference dengan magang, secara
sederhana dapat dikatakan bahwa interpersonal tranference lebih menekankan
pada peran individu sebagai aktor yang terkena sosialisasi, sedangkan
apprenticeship atau magang lebih banyak bertumpu pada struktur organisasi
beserta nilai, sikap, dan pandangan yang ada dan dianut di lingkungan
8
magang. Meskipun demikian, peran dari agen dalam sosialisasi politik
melalui proses magang juga tidak bisa diabaikan sepenuhnya.
3) Generalization (Generalisasi)
Generalization atau generalisasi berkaitan erat dengan proses sosialisasi
yang dibahas sebelumnya, yakni interpersonal transference atau apprenticeship
(magang). Namun, dalam generalization berlangsung perluasan nilai-nilai
sosial terhadap objek politik. Artinya, pandangan yang dimiliki seseorang yang
berakar pada nilai-nilai sosial ditanamkan pada seluruh sistem keyakinan yang
dimiliki, termasuk keyakinan politik. Nilai, sikap, atau keyakinan dan
pandangan yang bersifat umum dan nonpolitik ditanamkan menjadi keyakinan,
yang kemudian menjadi basis untuk melakukan penilaian politik.
Sehubungan dengan hal itu, patut diperhatikan bahwa proses sosialisasi
dalam bentuk generalization ini sering mengemukakan asumsi yang
menyamaratakan penilaian, mengandung stereotip ataupun stigmatisasi. Tidak
berlebihan bila dinyatakan bahwa proses generalisasi ini membentuk
pandangan politik bagi setiap individu. Pandangan politik inilah yang nantinya
akan ditanamkan pada seluruh sistem keyakinan yang dimiliki individu.
Penanaman pandangan politik ke semua sistem keyakinan merupakan hal yang
penting, mengingat beragamnya subkultur di masyarakat. Pandangan politik
yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat mempunyai style atau corak
tersendiri berdasarkan budayanya.
9
sering dikenal dengan istilah media sosialisasi primer. Keluarga umumnya
menjadi tempat mendapatkan pendidikan dasar-dasar pergaulan hidup yang
benar dan baik melalui penanaman disiplin, kebebasan, dan penyerasian.
b. Teman Sepermainan (Kelompok Sebaya)
Dalam media ini, seorang individu belajar berinteraksi dengan orang-orang
yang sebaya dengan dirinya. Pada tahap ini individu mempelajari aturan-
aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sejajar. Dalam
kelompok teman sepermainan, seseorang mulai mempelajari nilai-nilai
keadilan, kebersamaan, dan kerjasama.
c. Sekolah
Di sekolah seseorang akan belajar mengenai hal-hal baru yang tidak dia
dapatkan di lingkungan keluarga maupun teman sepermainannya. Selain itu
juga belajar mengenai nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat
sekolah, seperti tidak boleh terlambat waktu masuk sekolah, harus
mengerjakan tugas atau PR, dan lain-lain. Sekolah juga menuntut
kemandirian dan tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan tugas-tugasnya
tanpa bantuan orang lain.
d. Lingkungan Kerja
Di lingkungan kerja, seseorang akan berinteraksi dengan teman sekerja,
pimpinan, ataupun mitra bisnis. Dalam melakukan interaksi di lingkungan
kerja, setiap orang harus menjalankan peranan sesuai dengan kedudukannya.
Misalnya, sebagai seorang pemimpin, ia menjalankan peranannya untuk
mengelola atau mengarahkan para karyawannya, sedangkan sebagai pekerja
ia melaksanakan perintah pemimpin dan tugas sesuai dengan kedudukannya.
Jadi, lingkungan kerja telah melahirkan peranan seseorang sesuai dengan
jabatan atau kedudukannya yang memengaruhi tindakannya sebagai anggota
masyarakat.
e. Media Massa
Media massa terdiri atas media cetak (surat kabar dan majalah) dan media
elektronik (radio, televisi, video, film, dan internet). Meningkatnya teknologi
komunikasi dan informasi memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta
peningkatan frekuensi penyertaan masyarakat atas pesan tersebut memberi
10
peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang
semakin penting.
f. Peer Groups
Sarana sosialisasi politik selanjutnya didapatkan di group-group dalam
diskusi ilmiah. Peran serta penanaman politik di dalam hal ini cukup
signifikan. Bahkan banyak organisasi-organisasi kampus secara tidak
langsung menerapkan kajian berpolitik. Seperti HMI, PMII (Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia, dan lainnya.
g. Pemerintah
Melalui sistem kekuasaan yang mengatur masyarakat secara langsung
pemerintah wajib memberikan teladan yang baik terhadap perpolitikan yang
dianut negaranya.
h. Partai Politik
Untuk urusan mencapai kekuasaan dilakukan dalam partai politik yang
memiliki fungsi dalam melestarikan budaya politik di negaranya. Dalam
kajian partai politik setiap orang yang ingin mencapai kekuasaan, khususnya
sistem pemerintahan dalam arti demokrasi seperti Indonesia haruslah melalui
partai politik.
11
E. Contoh Sosialisasi Politik
Berikut adalah beberapa contoh dari sosialisasi politik yang ada disekitar
kita.
1. Pemilihan RT
Di dalam kehidupan bermasyarakat setiap orang selalu menjalankan sistem
politik, misalnya saja ketika adanya pemilihan kepala desa atau bahkan RT.
Setiap pemilihan dilakukan dengan terbuka dan kekuasaan tertinggi di
pegang oleh rakyat.
Dalam contoh ini setiap calon dan kandidat melakukan bentuk sosialisasi
terhadap visi dan misinya untuk membangun lingkungan yang menjadi
fokus tujuan dalam kekuasaan. Kajian mengenai kondisi tersebutlah
setidaknya langsung mengarah pada edukasi yang didapatkan.
2. Pemilihan Ketua OSIS
Lingkungan sekolah juga memberikan aplikasi terhadap politik. Adapun
contoh ini bisa dikaji lebih luas dalam tata cara pemilihan Ketua Osis atau
oraginiasasi yang setara di sekolahan. Dalam kenyataannya prihal organisasi
yang ada di sekolah ini seseorang melakukan sosialisasi pencalonannya
guna menambah pengetahuan mengenai cara meraih kekuasaan.
3. Kampus (Perguruan Tinggi)
Contoh lainnya mengenai sosialisasi pergaulan didapatkan seseorang
ketika mengikuti organisasi-organisasi tertentu, yang fokus kajiannya
mengenai politik. Dalam organisasi ini diperoleh wawasan dan pengetahuan
yang mendalam.
Contoh organisasai bentuk pergaulan yang melakukan kajian terhadap
politik ialah LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi), HMI
(Himpunan Mahasiswa Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia), dan lain sebagainya.
4. Pemilihan Presiden
Partai politik setiap menjelang Pemilu, baik daerah ataupun Pemilihan
Presiden giat melakukan sosialsiasi yang berhubungan dengan calon yang
akan di angkat. Kajian ini pula bisa dikatakan bagian arti kampanye, yang
menjadi salah satu ciri khas dari sosialisasi politik di Indonesia.
12
F. Perkembangan Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik dimulai sejak anak-anak. Sosialisasi politik di kalangan
anak-anak merupakan upaya untuk membentuk beberapa sikap politik yang
penting. Di sini sekolah dan orangtua mulai mempengaruhi anak-anak akan
pentingnya politik. Kemudian sosialisasi politik berlanjut di masa ketika anak
telah bertumbuh menjadi remaja dan pemuda. Di masa-masa seperti ini
kepercayaan-kepercayaan politik seseorang dipengaruhi oleh teman-teman,
keluarga dan rekan-rekannya. Mereka bisa mempengaruhi dukungan
seseorang terhadap partai politik tertentu. Proses sosialisasi politik pun
berlaku bagi orang-orang dewasa, bahkan proses ini sangat penting bagi
mereka.
Sosialisasi pada masa anak-anak dan remaja ini merupakan bentuk
sosialisasi primer sedangkan sosialisasi pada masa dewasa bentuknya lebih
sering pada sosialisasi sekunder. Peralihan sosialisasi primer pada masa anak-
anak kepada sosialisasi sekunder yang identik pada masa dewasa dalam kasus
sosialisasi politik selanjutnya akan mengalami negosiasi yang kemudian bisa
menghasilkan pertentangan yang akan mengubah sikap, pandangan dan reaksi
terhadap fenomena politik seseorang, namun juga justru dapat memperkuat
pandangan, sikap dan reaksi terhadap fenomena politik yang disosialisasikan
pada masa anak-anak dahulu.
Easton dan Dennis mengutarakan ada empat tahap dalam proses sosialisasi
politik dari anak, yaitu:
a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak,
presiden, dan polisi.
b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan eksternal, yaitu
antara pejabat swasta dan penjabat pemerintah.
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti
kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang
terlibat dalam aktivitas yang diasosialisasikan dengan institusi-institusi ini.
BAB III
13
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sosialisasi politik adalah suatu proses dimana seseorang memperoleh
sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang berlaku dalam
masyarakat, proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari masa
kanak-kanak sampai dewasa. Metode dalam sosialisasi politik dibedakan
menjadi dua yakni secara langsung dan tidak langsung. Agen yang berperan
penting dalam proses yang menyebabkan individu akan mengalami sosialisasi
untuk mempersiapkan dirinya masuk ke dalam masyarakat yakni bermula dari
keluarga, sekolah, teman sebaya, lingkungan kerja, media massa, pemerintah,
dan partai politik.
Tujuan penting dari mempelajari sosialisasi politik sendiri adalah untuk
meningkatkan kualitas kesadaran politik rakyat menuju peran aktif dan
partisipasinya terhadap pembangunan politik bangsa secara keseluruhan.
B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyarankan agar sosialisasi politik kepada
masyarakat dilakukan dengan sosialisasi yang benar dan tepat sehingga
masyarakat dengan mudah menerimanya, karena hal ini juga berhubungan
dengan penanaman norma dalam masyarakat. Oleh karena itu, kepada
politikus disarankan agar dapat menjalankan politik sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang yang berlaku dan tidak menjadikan politik untuk
kepentingan pribadi namun untuk kepentingan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
14
Haryanto, 2018. Sosialisasi Politik. Yogyakarta: Penerbit PolGov
15