Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANALISIS SOSIALISASI POLITIK DAN BUDAYA


POLITIK MELALUI MEDIA SOSIAL
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Dasar-Dasar Ilmu Politik
dengan tema sosialisasi politik dan budaya politik

Dosen Pengampu: Dr. Auradian Marta,


S.IP, M.A
Disusun oleh Kelompok 6:
Ithmaannin Nufus (2201112406)
Khairunnisa Lutfiyah Dhizaq (2201112403)
Laila Hasanah (2201110996)
Muhammad Fakhrul (2201114000)
Muhammad Rafi Haiqal (2201124724)
Nadia Azzura (2201114001)
Nurhasanah (2201124716)
Zahara Putri Warman (2201135501)

Program Studi Ilmu Pemerintahan


Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Riau
Pekanbaru 2022

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan segala rahmat-Nya,sehingga pada hari ini penyusun dapat
menuntaskan makalah kami yang berjudul “Partai Politik Sebagai Sarana Sosialisasi
Politik” untuk memenuhi tugas Dasar-dasar Ilmu Politik agar peembelajaran terlaksana
dengan baik dan makalah selesai pada waktunya.

Adapun tujuan daripada pembuatan makalah ini ialah untuk menambah wawasan,
kreatifitas, ilmu pengetahuan mahasiswa dan untuk menelaah lebih dalam lagi perihal
kelompok kepentingan dalam pembuatan keputusan politik.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna baik isi maupun
penyajiannya serta mungkin terdapat kelemahan pada penyusunan makalah ini.

Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan saran serta kritik yang bersifat
membangun untuk makalah ini pada masa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat bagi seluruh pihak yang berkepentingan .

Pekanbaru, 10 September 2022

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
PENDAHULUAN........................................................................................................................
A. Latar Belakang................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................
C. Tujuan.............................................................................................................................
BAB II........................................................................................................................................
LANDASAN TEORITIS................................................................................................................
A. TEORI-TEORI DASAR...............................................................................................
BAB III.....................................................................................................................................11
HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................................................11
A. PENGERTIAN KELOMPOK KEPENTINGAN..........................................................11
B. PEMBAGIAN KELOMPOK KEPENTINGAN MENURUT PARA AHLI.................14
C. KONSEP PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DECISION MAKING)............................18
D. TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN.....................................................................21
E. PERAN LEMBAGA LEGISLATIF DALAM MEMBUAT KEBIJAKAN...................26
F. FUNGSI DPRD DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE........................29
BAB IV....................................................................................................................................34
PENUTUP................................................................................................................................34
A. KESIMPULAN.............................................................................................................34
B. SARAN.........................................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sosialisasi adalah proses memberitahukan dan memberikan
pemahaman pada masyarakat luas akan suatu hal yang bersifat penting. Lalu
bagaimanakah dengan sosialisasi politik? Sosialisasi politik adalah
pembelajaran politik agar masyarakat dapat mengembangkan sikap, nilai,
keyakinan, pendapat, dan perilaku yang kondusif untuk menjadi warga negara
yang baik di negaranya.

Sedangkan budaya politik adalah nilai-nilai, sikap, dan


kepercayaan dari masyarakat tertetu yang diperoleh melalui sosialisasi dan
memengaruhi perilaku politik.Budaya politik juga didefinisikan sebagai
sistem kepercayaan, simbol ekspresif, dan nilai nilai yang menggambarkan
situasi di mana tindakan politik dilakukan.

Budaya politik suatu Negara dapat dilihat dari karateristiknya.


karateristik budaya politik secara umum adalah adanya pola perilaku pejabat
maupun aparat pemerintahan dalam sebuah Negara, adanya kebiasaan politik
yang berkaitan dengan proses legitimasi, adanya kekhasan aturan kekuasaan
dalam pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, adanya gejolak di
masyarakat dalam menyikapi berjalannya kekuasaan di sebuah Negara, dan
lain lain. Budaya politik yang berkembang di sebuah negara sangat
bergantung pada orientasi atau persepsi politik yang diterima atau dimiliki
oleh masyarakatnya.

B. Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah sosialisasi politik di Indonesia?
b) Bagaimanakah budaya politik di Indonesia?
C. Tujuan
a) Agar dapat memahami sosialisasi politik di Indonesia
b) Agar dapat memahami budaya politik di Indonesia
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori-Teori Dasar
Landasan teori adalah bagian dari penelitian yang memuat teori-teori dan
hasil-hasil penelitian yang berasal dari studi kepustakaan yang memiliki
fungsi sebagai kerangka teori untuk menyelesaikan pekerjaan
penelitian.Landasan teori juga sering disebut kerangka teori.

a) Pengertian Analisis
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatau peristiwa untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya. Sedangkan menurut Dwi Prastowo,
Analisis diartikan sebagai penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya
dan penelaahan bagian itu sendiri,serta hubungan antar bagian untuk
memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

b) Pengertian Politik
Menurut Prof.Miriam Budiarjo,Politik adalah usaha untuk
mencapai kehidupan yang baik.Politik juga berarti usaha untuk
menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima dengan baik oleh
masyarakat,supaya dapat membawa masyarakat dalam kehidupan yang
harmonis.

c) Pengertian Pemerintah
Menurut DR.H.Inu Kencana Syafiie,M .Si ,Pemerintahan adalah
suatu ilmu dan seni.Pemerintahan dikatakan sebagai seni karena banyak
pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan mampu
berkiat serta dengan kharismatik menjalankan roda pemerintahan.
Pemerintah juga dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan,adalah
karena memenuhi syarat-syaratnya yaitu dapat dipelajari dan
diajarkan,memiliki objek,baik objek material maupun forma,universal
sifatnya,sistematis,serta spesifik.

d) Pengertian Masyarakat
Terdapat beberapa pengertian masyarakat menurut para ahli.Adam
Smith mengemukakan bahwa sebuah masyarakat dapat terdiri dari
berbagai jenis manusia yang berbeda,yang memiliki fungsi yang
berbeda(as among different merchants),yang terbentuk dan dilihat hanya
dari segi fungsi bukan dari rasa suka maupun cinta dan sejenisnya.
Masyarakat adalah sejumlah besar orang yang tinggal dalam
wilayah yang sama,relative independent dengan orang-orang di luar
wilayah itu,dan memiliki budaya yang relatif sama.(John
J.Macionis,1997).
Adapun menurut Max Weber pengertian masyarakat adalah suatu
struktur atau aksi yang ada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-
nilai yang dominan pada warganya Ahli Sosiologi dan bapak sosiologi
modern, Emile Durkheim, mengakatakan bahwa masyarakat adalah suatu
kenyataan objektif individu-individu yang merupakan anggota-
anggotanya.

e) Pengertian Media Sosial


Media sosial yaitu sebuah medium di internet yang memungkinkan
penggunanya untuk merepresentasikan diri dan melakukan interaksi,
bekerja sama, berbagi, komunikasi dengan pengguna lain dan membentuk
ikatan sosial secara virtual (Nasrullah, 2015:11). Media sosial adalah
sebuah media online, dengan penggunaannya bisa dengan mudah
berpartisipasi , berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial,
wiki, forum, dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial, dan wiki merupakan
bentuk sosial media yang paling umum digunakan oleh masyarakat di
seluruh dunia.

Pendapat lain mengatakan bahwa media sosial adalah media online


yang mendukung interaksi sosial dan media sosial menggunakan teknologi
berbasiskan web yang mengubah komunikasi menjadi dialog interaktif.

Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefenisikan


media sosial sebagai “sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang
membangun diatas dasar ideology dan teknologi web 2.0, dan yang
memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content”.

Jejaring sosial merupakan situs dimana setiap orang bias membuat


web page pribadi, kemudian terhubung dengan teman-teman untuk berbagi
informasi dan komunikasi.

f) Pengertian Generasi Milenial


Menurut Yuswohady dalam artikel Milennial Trends (2016)
Generasi milenial (Millennial Generation) adalah generasi yang lahir
dalam rentang waktu awal tahun 1980 hingga tahun 2000. Generasi ini
sering disebut juga sebagai Gen-Y, Net Generation, Generation WE,
Boomerang Generation, Peter Pan Generation, dan lain-lain. Mereka
disebut generasi milenial karena merekalah generasi yang hidup di
pergantian milenium. Secara bersamaan di era ini teknologi digital mulai
merasuk ke segala sendi kehidupan.
Berdasarkan hasil penelitian dari Lancaster & Stillman (2002)
Generasi Y dikenal dengan sebutan generasi millenial atau milenium.
Ungkapan generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika
Serikat pada Agustus 1993. Generasi ini banyak menggunakan teknologi
komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial
seperti facebook dan twitter, IG dan lain-lain, sehingga dengan kata lain
generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik diartikan oleh Marshall (dalam Owen 2008, 4) sebagai
penyampaian pola melalui tindakan, hukum dan norma, serta budaya politik
melalui sejumlah agen sosialisasi seperti keluarga, institusi pendidikan, teman
sebaya (peer), media massa, institusi politik, kelompok organisasi, kelompok
agama, Indonesian Journal of Sociology and Education Policy Yovita
Octafitria 18 dan militer.
Sosialisasi memiliki peran penting dalam mendorong keterlibatan kaum
muda dalam politik (Ahmeed 2014; Sarwoprasodjo 2009; Moeller 2013; Floss
2008). Berbagai media telah digunakan untuk melakukan sosialisasi politik
pada kaum muda seperti keluarga, pendidikan, lembaga pemerintah, dan
media massa (Sarwoprasodjo 2009; Schwarser 2011; Lee Shah dan McLeod
2012). Keberhasilan sosialisasi politik dapat dilihat dari bagaimana kaum
muda menerima pesan yang disampaikan. Hal ini terkait dengan apa yang
diberikan dan bagaimana agen sosialisasi menyampaikan hal tersebut. Lee
Shah dan McLeod (2012) mengemukakan kemampuan komunikasi atau
pendekatan sebagai salah satu faktor keberhasilan dalam upaya
menyampaikan sosialisasi politik.
Menurut Susanto, sosialisasi politik terbagi menajdi 2 yaitu :
1) Sosialisasi primer, sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa
kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).
Sosialisasi ini berlangsung pada saat kanak-kanak.
2) Sosialisasi sekunder, adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah
sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok
tertentu dalam masyarakat. (Susanto,1992:32)
Michael Rush dan Phillip Althoff berpendapat bahwa setiap keberhasilan
suatu proses sosialisasi politik ditentukan oleh faktor lingkungan dan
keterkaitan unsur-unsur yang mempengaruhinya. Proses keberhasilan
sosialisasi politik ditentukan oleh unsur-unsur seperti berikut :

1) Agen sosialisasi politik, yang terdiri dari keluarga, pendidikan, media


massa, kelompok sebaya, kelompok kerja, kelompok agama. Selain itu
keberadaan kelompok kepentingan dan organisasi kemasyarakatan
memberi pengaruh sebagai agen sosialisasi politik terhadap partisipasi
masyarakat.
2) Materi sosialisasi politik, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap
politik yang hidup di masyarakat.
3) Mekanisme sosialisasi politik, di bagi menjadi tiga yaitu, imitasi,
intruksi dan motivasi
4) Pola sosialisasi politik proses yang terus berkesinambungan, untuk
mengetahui proses sosialisasi, yang terdiri dari Badan atau instansi yang
melakukan proses sosialisasi, hubungan antara badan atau instansi
tersebut dalam melakukan proses sosialisasi (Rush & Althoff, 2002:37).

B. Pengertian Budaya Politik


Menurut Kantapriwa (1988),budaya politik tidak lain dari pola tingkah
laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh
para anggota suatu sistem politik.Masuknya teknologi maju dan pertukaran
atau kontak dengan kebudayaan luar,boleh jadi akan terjadi keadaan yang
tidak harmonis atau keadaan mengubah kearah keseimbangan yang baru dan
lebih harmonis.

Prof.Dr.H . Rusadi Kantaprawira,S.H. mengelompokkan ke dalam tipe-


tipe budaya politik yaitu budaya politik parokial, vbudaya politik kaula, dan
budaya politik partisipan.
Budaya Politik didefinisikan oleh Almond dan Verba (1963) sebagai suatu
sikap orientasi yang khas suatu warga Negara terhadap peranan warga Negara
di dalam sistem itu. Pengertian budaya politik ini membawa pada suatu
konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu orientasi sistem
dan orientasi individu. Organisasi politik (negara) hendaknya memiliki
orientasi yang bertujuan mengupayakan kesejahteraan warga negara. Aspek
individu dalam orientasi politik hanya sebgai pengakuan pada adanya
fenomena dalam masyarakat tertentu yang semakin mempertegas bahwa
masyarakat secara keseluruhan tidak dapat terlepas dari orientasi individu.
Artinya, hakikat politik sebenarnya bukan berorientasi pada individu
pemegang kekuasaan dalam politik, melainkan kesejahteraan rakyat yang
menjadi orientasinya.
Konsep budaya politik yang didefinisikan oleh Almond dan Verba di atas
sebagai suatu sikap orientasi yang khas dari warga Negara terhadap sistem
politik dan aneka ragam bagiannya,dan sikap terhadap peranan warga Negara
di dalam sistem itu, dapat mengandung pemahaman yang luas. Pengertian
budaya politik ini membawa pada suatu pemahaman konsep yang memadukan
dua konsep politik, yaitu orientasi sistem dan orientasi individu. Aspek
individu dalam orientasi politik hanya sebgai pengakuan pada adanya
fenomena dalam masyarakat tertentu yang semakin mempertegas bahwa
masyarakat secara keseluruhan tidak dapat terlepas dari orientasi individu.
Hakikat politik sebenarnya berorientasi pada individu pemegang
kekuasaan dalam politik, melainkan kesejahteraan rakyat yang menjadi
orientasinya. Kesejahteraan rakyat menjadi tujuan dari politik dalam Negara.
Dalam pemahaman dan pengertian lain, budaya politik merupakan sistem nilai
dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh masyarakat. Namun, setiap unsur
masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti antara masyarakat umum
dengan para elitenya.
Seperti juga di Indonesia, menurut Benedict R.O’G Anderson, kebudayaan
Indonesia cenderung membagi secara tajam antara kelompok elite dengan
kelompok massa. Kedua jenis kelompok yang nyata ada dalam Negara
Indonesia, dipastikan memiliki pola budaya politik yang berbeda pula.
Mengenai objek politik dalam pembahasan mengenai budaya politik
menurut Almond dan Verba (1963) mencakup tiga komponen: kognitif, afektif
dan evaluatif. Kognitif digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan
seseorang mengenai jalannya sistem politik, tokoh-tokoh pemerintahan,
kebijaksanaan yang mereka ambil, atau mengenai simbol-simbol yang dimiliki
sistem politiknya secara keseluruhan. Dalam pemahaman pada komponen ini,
lebih menyoroti pada seberapa besar seseorang mengetahui tentang sistem
politik dan bagian-bagian yang ada di dalamnya. Komponen afektif berbicara
tentang aspek perasaan seorang warga Negara yang dapat membuatnya
menerima atau menolak sistem politik tertentu sikap yang telah lama tumbuh
dan berkembang dalam keluarga atau lingkungan seseorang juga dapat
mempengaruhi pembentukan perasaan tersebut. Sehingga kondisi tersebut
akan terus terbawa dalam perilaku dan cara bersikap terhadap jalannya proses
dalam sistem politik. Komponen evaluatif ditentukan oleh evaluasi moral yang
dimiliki seseorang. Di sini, nilai moral dan norma yang dianut dapat
menentukan serta menjadi dasar sikap dan penilaiannya terhadap sistem
politik. Oleh karena itu, diperlukan penanaman nilai-nilai moral bagi
masyarakat,agar dapat menilai dan memihak dengan benar dan arif, salah
satunya melalui institusi pendidikan. Ketiga komponen dalam objek politik
yang menjadi bagian dari indicator menilai seberapa besar tingkat budaya
politik yang melekat dalam warga negara tersebut.
Bila dikaitkan dengan warga Negara sebagai individu,maka konsep
budaya politik pada hakikatnya berpusat pada imajinasi(pikiran dan perasaan)
manusia yang merupakan dasar semua tindakan.Oleh karena itu,dalam menuju
arah pembangunan dan modernisasi dalam penyelenggaraan Negara,suatu
masyarakat akan menempuh jalan yang berbeda antara satu masyarakat
dengan yang lain dan itu terjadi Karena peranan kebudayaan sebagai salah
satu factor. Budaya politik ini dalam suatu d erajat yang sangat tinggi dapat
membentuk aspirasi, harapan, preferensi, dan prioritas tertentu dalam
menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial politik. Setiap
masyarakat memiliki common sense yang bervariasi dari satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain, yang berimplikasi pada perbedaan presepsi
tentang kekuasaan,partisipasi,pengawasan(control) sosial,serta kritik
masyarakat. Pengaruh ini akan tyerus terbawa dalam aktivitas politik dalam
pengambilan keputusan politik dalam pemilu,pilkada maupun cara
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik,sosial,dan pembangunan.
Keluaran dari proses politik yang berlangsung dapat mencirikan tingkat
budaya politik warga masyarakat tersebut. Dalam teori politik Affan Gaffar
(2005) dalam teori politiknya mengemukakan bahwa budaya politik
masyarakat Indonesia terbagi menjadi tiga. Budaya politik yang terbagi tiga
itu terdiri dari hierariki tegar,patronage (patron-client), dan neo
patrimonialistik.Hierarki yang tegar memilahkan dengan mengambil jarak
antara pemegang kekuasaan dengan rakyat sehingga kalangan birokrat sering
menampakkan diri dengan self-image yang bersifat benevolent. Seolah-olah
mereka sebagai kelompok pemurah,baik hati,dan pelindung rakyat,sehingga
ada tuntutan rakyat harus patuh,tunduk,dan setia pada penguasa.Perlawanan
terhadap penguasa akan menjadi ancaman bagi rakyat. Lebih tragis lagi,suatu
upaya untuk melindungi hak mereka sendiri pun diartikan sebgaai perlawanan
pula.Dalam pemahaman budaya politik yang bersifat hierarki tegar maka pola
hubungan yang terjadi terpoisahkan antara penguasa (Negara) dan yang
dikuasai(rakyat). Budaya politik patronage menurut gaffar sebagai budaya
yang paling menonjol di Indonesia. Pola hubungan dalam budaya politik
patronage ini bersifat individual, yakni antara si patron dan si client, majikan
dan pembantu,atasan dan bawahan. Antara keduanya terjadi interaksi yang
bersifat resiprokal atau timbal balik dengan mempertukarkan kekuasaan,
kedudukan, jabatan dengan tenaga, dukungan, materi, dan loyalitas. Budaya
politik ini menjadi salah satu penyebab maraknya praktik KKN dan
ketidakadilan dalam masyarakat.
Selanjutnya adalah budaya politik neo-patrimonalistik karena Negara
memiliki atribut yang bersifat modern dan rasionalistik, seperti birokrasi di
samping juga memperlihatkan atribut yang bersifat patrimonalistik.Ini
mengandung pemahaman bahwa Negara modern dan rasional akan didukung
oleh b irokrasi,namun d alam praktiknya pola tradisional dengan ciri-ciri
patrimonalistik tetap ada dalam penyelenggaraan Negara.
Nurcholish Madjid (1999) menyatakan, “sistem politik yang sebaiknya
diterapkan di Indonesia adalah sistem politik yang tidak hanya baik untuk
kelompok,tetapi yang sekiranya juga akan mebawa kebaikan untuk semua
anggota masyarakat Indonesia’’. Cita-cita politik seharusnya bertujuan untuk
mewujudkan kebaikan bersama secara kemanusiaan, tidak hanya
menguntungkan kelompok atau golongan, terlebih individu tertentu sebagai
pemegang kekuasaan. Apupun budaya politik yang dianut, yang terpenting
bahwa penguasa politik jangan menjauh dari realitas rakyat yang telah
memilihnya.
Dapat diasumsikan bahwa budaya politik masyarakt idealnya tetap
sebagaipola orientasi dan sikap yang mampu berkontribusi melalui tindakan-
tindakan konstruktif dalam sistem politik. Pemilihan umum yang
damai,pilkada yang tidak bergejolak dan semakin berkurangnya konflik
politik di masyarakat,menjadi ciri bahwa budaya politik semakin
membaik.Kondisi tersebut akan berdampak secara positif dalam proses
pembangunan yang dilakukan pemerintahan yang terpilih. Namun fenomena
yang sering terjadi,sebagai missal pasca pemilu 2004 atau 2009 atau pilkada
sepanjang tahun 2006 sampai 2010 ini,menunjukan bahwa setelah
memenangkan pemilu atau pilkada dan berhasil menjadi pemimpin,mereka
lupa diri dan bahkan mereka tidak lagi peduli pada rakyat. Bila kekuasaan
masih didominasi oleh sistem feudal dan patrimonial-irrasional, maka
demokrasi yang didambakan oleh setiap orang akan sulit terwujud. Budaya
politik yang seperti tersebut sangat tidak mendukung terhadap budaya
demokratisasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia .Sampai saat ini
kondisi budaya politik Indonesia masih jauh dari ideal. Ini merupakan
permasalahan yang harus terus diupayakan menjadi semakin baik dan
terbangun secara konstruktif.

Anda mungkin juga menyukai