“KAJIAN BUDAYA”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 8
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Tentunya kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak khususnya kepada dosen teori komunikasi kami Bapak wawan yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kajian Budaya (Cultural studies) merupakan paradigma baru dalam kajian ilmu
sosial, memperkenalkan budaya dalam dimensi yang baru. Tidak hanya sebagai
kreasi manusia dan hasil perilaku, tetapi menelaah pemahaman mendalam antara
budaya dan kekuasaan yang mendasarinya. Sebagai makhluk sosial, manusia
senantiasa saling berhubungan satu sama lain. Untuk itulah peran komunikasi
dibutuhkan. Dalam hidup bermasyarakat orang yang tidak pernah berkomunikasi
dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Masyarakat
Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam berbagai aspek,
seperti: adanya keberagaman suku agama, bahasa, adat istiadat.
Kajian ilmu komunikasi yang cenderung linier seperti di atas terasa mendapatkan
angin segar dengan kehadiran kajian budaya, atau yang disebut cultural studies.
Ada banyak orang yang membicarakan kebudayaan dengan berbagai aspeknya,
tetapi tak banyak orang yang mampu mendefinisikan apa sesungguhnya
kebudayaan itu dan mengapa kebudayaan demikian kuat memberikan pengaruh
pada kehidupan manusia selama perjalanan hidupnya. Tidak hanya di bidang ilmu
komunikasi saja, cultural studies juga merambah bidang keilmuwan yang lain
seperti psikologi, antropologi, linguistik ilmu politik hingga sains. Kenapa bisa
seperti itu? karena memang yang menjadi objek perhatiannnya adalah budaya,
tentu saja dalam arti luas. Dari uraian tersebut kami ingin sedikit menjelaskan
mengenai pengertian dan ruang lingkup kajian budaya atau cultural studies.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Kajian Budaya (cultural studies) ?
2. Apa saja ruang lingkup cultural studies?
3. Apa saja Metode-metode Utama dalan Kajian Budaya?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Stuart Hall (1972) menjelaskan bahwa kajian media dan budaya, atau yang
lebih dikenal dengan Media and Cultural Studies, pada dasarnya mencoba untuk
menggoyang kemampuan berpikir kita tentang “realitas” dan apa yang dimaksud
dengan “real” (yang sebenarnya) dalam kehidupan budaya kita sehari-hari. Dalam
dunia yang sudah dipenuhi dengan images atau gambar-gambar, dan tulisan-
tulisan yang ada di koran, televisi, film, video, radio, iklan, novel dan lain
sebagainya, cara kita dan lingkungan sekitar kita ternyata bervariasi dan berbeda
satu sama lain. Di era yang disebutnya sebagai “media saturated world” saat
kehidupan manusia telah dimediasi oleh media masa, dan cara kita melihat,
memandang, memahami dan berperilaku terhadap realitas sosial telah diantarai
oleh media massa. Apa yang ada di sekitar kita, menentukan cara kita bertindak
dan berperilaku terhadapnya, karena apa yang kita lihat, tonton, baca, dengarkan,
dan nikmati dari media massa seolah “mengajarkan” kita untuk melakukan seperti
itu. Pada kenyataannya, budaya kita sebenarnya juga dibentuk oleh media massa
yang kita nikmati tiap harinya.[3]
Lebih jauh lagi, Hall (1972) menyatakan bahwa sentral dari studi media dan
budaya adalah pada khalayak atau masyarakat yang selama ini kurang disentuh,
terutama masyarakat sebagai makhluk yang membuat makna secara aktif dan
masyarakat yang tidak dikooptasi oleh kepentingan-kepentingan kekuasaan
(power interrest) yang selama ini mendominasi media massa dan menentukan
kehidupan sosial budaya masyarakat.[4]
Mengenai ruang lingkup kajian budaya diungkapkan secara jelas dalam Barker
(2000), yakni (1) relasi antara kebudayaan dan kekuasaan, (2) seluruh praktik,
institusi, dan sistem klasifikasi yang tertanam dalam nilai-nilai partikular,
kepercayaan, kompetensi, kebiasaan hidup, dan bentuk-bentuk perilaku yang biasa
dari sebuah populasi, (3) pelbagai kaitan antara bentuk-bentuk kekuasaan gender,
ras, kelas, kolonialisme dan sebagainya dengan pengembangan cara-cara berpikir
tentang kebudayaan dan kekuasaan yang biasa digunakan oleh agen-agen dalam
mengejar perubahan, dan (4) pelbagai kaitan wacana di luar dunia akademis
4
dengan gerakan sosial dan politik, para pekerja di lembaga kebudayaan, dan
manajemen kebudayaan.[5]
Selain itu cultural studies juga mencakup budaya pop, ideologi, wacana,
feminisme, politik budaya, media, dan lain sebagainya. Karena cakupannya yang
luas, di sini akan dipaparkan beberapa cakupan-cakupan tersebut.
2. Feminisme
5
politik. Walhasil, cultural studies dan feminisme sama-sama memiliki
kepentingan substantif dalam isu kekuasaan, reprensentasi, kebudayaan pop,
subjektivitas, identitas dan konsumsi.[7]
3. Budaya Pop
6
1) CS bertujuan mengkaji pokok persoalan dari sudut praktik kebudayaan dan
hubungannya dengan kekuasaan. Tujuan tetapnya adalah mengungkapkan
hubungan tersebut mempengaruhi dan membentuk praktik kebudayaan.
2) CS tidak hanya studi tentang budaya, seakan-akan ia merupakan entitas
tersendiri yang terpisah dari konteks sosial dan politiknya. Tujuannya adalah
memahami budaya dalam segala bentuk kompleksnya dan menganalisis konteks
sosial dan politik tempat budaya mengejawantahkan dirinya.
3) Budaya dalam CS selalu menampilkan dua fungsi: ia sekaligus merupakan
objek studi maupun lokasi tindakan dan kritisisme politik. CS bertujuan, baik
usaha pragmatis maupun ideal.
4) CS berupaya membongkar dan mendamaikan pengotakan pengetahuan,
mengatasi perpecahan antara bentuk pengetahuan yang tak tersirat (yaitu
pengetahuan intuitif berdasarkan budaya lokal) dan yang objektif (yang
dinamakan universal). CS mengasumsikan suatu identitas bersama dan
kepentingan bersama antara yang mengetahui dan yang diketahui, antara
pengamat dan yang diamati.
5) CS melibatkan dirinya dengan evaluasi moral masyarakat modern dan dengan
garis radikal tindakan politik. Tradisi CS bukanlah tradisi kesarjanaan yang bebas
nilai, melainkan tradisi yang punya komitmen bagi rekontruksi sosial dengan
melibatkan diri pada kritik politik. Jadi, CS bertujuan memahami dan mengubah
struktur dominasi di mana-mana, namun secara khusus lagi dalam masyarakat
kapitalis industrial.[9]
1. Etnografi
Etnografi adalah pendekatan empiris dan teoritis yang bertujuan mendapatkan
deskripsi dan analisis mendalam tentang kebudayaan berdasarkan penelitian
lapangan (fieldwork) yang intensif. Kajian budaya etnografis memusatkan diri
pada penjelajahan kualitatif tentang nilai dan makna konteks keseluruhan hidup
yaitu persoalan kebudayaan, dunia kehidupan dan identitas.
7
Beberapa kritik pada etnografi yang patut diperhatikan :
a. Data yang dipresentasikan oleh seorang etnografer merupakan suatu
interpretasi sumber data yang selalu bersifat posisional.
b. Etnografi hanya dianggap sebagai sebuah genre penulisan yang
menggunakan alat-alat retorika, yang sering disamarkan untuk mempertahankan
klaim-klaim realisnya (Clifford dan Marcus, 1986)
2. Pendekatan Tekstual
Dua corak analisi yang sering dipakai dalam kajian budaya, yaitu :
a. Teks Sebagai Tanda (Semiotika)
Semiotika mempelajari bagaimana makna dari sebuah teks bisa diperoleh melalui
pengaturan tertentu, tanda-tanda dan penerapan kode-kode kultural. Analisis ini
menaruh perhatian pada ideologi atau mitos-mitos dari teks.
b. Teks Sebagai Narasi
Narasi adalah penuturan yang tertata dan urut yang mengklaim diri sebagai suatu
kejadian atau bentuk terstruktur yang digunakan suatu cerita untuk menjelaskan
tata cara dunia. Narasi memberikan pemahaman dan aturan mengenai dibentuknya
tatanan sosial.
3. Kajian-kajian Resepsi
Para pelopor kajian resepsi mengatakan bahwa khalayak merupakan pencipta
makna yang aktif dalam hubungannya dengan teks. Hall (1981) mengatakan
bahwa produksi makna tidak menjamin dikonsumsinya makna tersebut.
Dalam buku Stuart Hall yang berjudul Cultural Studies and Its Theoretical
Legacies. Mengatakan bahwa harus ada sesuatu yang dipertaruhkan dalam
cultural studies untuk membedakan dari wilayah subyek lain.
Dengan perspektif Hall dapat disimpulkan bahwa kajian budaya bukanlah
bangunan pengetahuan yang netral, tetapi menganggap bahwa produksi bangunan
pengetahuan adalah tindakan politik. Secara sederhana, wilayah garap kajian
budaya dapat dipetakan menjadi tiga, mengikuti pemetaan yang dilakukan oleh
Melani Budianta, wilayah tersebut adalah:
8
1. Psikolonial-Nasional-Transnasional
Klasifikasi ini menjadi wakil dari tiga masa atau fase sejarah yang menantang dan
sepertinya menjadi keharusan untuk dilalui oleh negara-negara dunia ketiga.
Disaat mereka baru melepaskan diri dari kolonialisme, pada saat yang sama
mereka dipaksa untuk merumuskan budaya nasional ditengah fenomena
transnasional akibat globalisasi.
2. Gender, Ras, dan Etnisitas
Pengaturan norma dan perilaku yang diperlakukan atas dasar perbedaan Jenis
kelamin (gender), Ras, dan Etnisitas merupakan proses sejarah. Semua bersifat
kultural melalui, majalah-majalah wanita, karya sastra, iklan, televisi, dan institusi
negara maupun agama, ini merupakan kajian yang menarik bagi kajian budaya.
Misalnya kajian Paul Gilroy menganalisis tradisi absolutisme etnis/agama dan
nasionalisme dari berbagai teks fiksi, sejarah, dan tokoh kulit hitam, Inggris, dan
Amerika.
3. Sastra/Budaya Pop, Pembaca, dan Institusi
Kajian budaya jenis ini memperkaya sosiologi sastra dan sejarah sastra dalam
meneliti kaitan teks dengan sistem-sistem yang ikut menentukan keberadaannya
(reproduksi, pengayom, pengarang, pembaca, kritikus).
1. Identitas
Dalam kajian budaya identitas dipandang bersifat kultural dan tidak punya
keberadaan diluar representasinya dalam wacana kultural. Identitas bukan suatu
yang tetap yang bisa kita simpan melainkan suatu proses menjadi etnisitas, ras dan
nasionalitas. Sebagai konsep, etnisitas mengacu pada pembentukan dan
pelanggengan batas-batas kultural dan punya keunggulan dan penekanannya pada
sejarah, budaya dan bahasa.
Ras adalah sebuah gagasan yang problematis karena asosialisasinya dengan
wacana biologis tentang superioritas dan subordinasi yang intrinsik dan tak
terhindarkan.
9
Ide tentang identitas, ras, etnis dan bangsa mesti dilihat didalam kerangka saling
bersandarnya yang satu pada lainnya, seperti dalam kemurnian etnis suatu bangsa
atau peran yang dimainkan metafora gender dalam konstruksi tentang bagsa.
4. Ruang, Kota
Ruang selalu merupakan masalah hubungan sosial tentang kelas gender, etnisitas
dan sebagainya. Dengan kata lain sebagai tempat kekuasaan dicirikan dengan
adanya persaingan dalam berbagai makna.
Kota termanifestasi dan dibaca sebagai serangkaian ruang dan representasi yang
diperebutkan. Perstrukturan ulang kota adalah salah satu aspek reorganisasi
ekonomi global.
10
a. Konsep homologi, benda simbolik subkultural dianggap sebagai ekspresi dari
keprihatinan dan posisi struktural tersembunyi kelompok muda.
b. Brikolase, simbol yang sebelumnya tidak terkait kemudian dipadukan untuk
menciptakan makna baru.
c. Gaya, suatu brikolase simbol yang membentuk suatu ekspresi yang koheren dan
bermakna.
6. Politik Kebudayaan
Politik kebudayaan merupakan kekuasaan untuk menamai dan merepresentasi
dunia. Dimana bahasa bersifat konstitutif bagi dunia dan menjadi panduan untuk
bertindak. Politik kebudayaan bisa dipahami sebagai serangkaian pergulatan
kolektif yang di oraganisasi sebuah kelas, gender, ras, seksualitas, usia dan
sebagainya yang mendeskripsikan ulang dunia sosial berdasarkan nilai tertentu
dan untuk mencapai konsekuensi yang diharapkan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan kita
mengenai cultural studies, dari pengertian, ruang lingkup sampai contoh-
contohnya. Agar kita dapat memanfaatkan pengetahuan yang kita dapat ini dengan
benar.
DAFTAR PUSTAKA
13
[5] Anang Santoso, Ilmu Bahasa dalam Perspektif Kajian Budaya,
Jurusan Sastra Indonesia Fak. Sastra Universitas Negeri Malang, Hlm. 2-3
[6] Chris Barker, Cultural Studies; Teori & Praktik (Cet. Ke-
6), Terjemahan Nurhadi, Kreasi Wacana, Bantul, 2009, Hlm. 371-372
[7] Ibid., Hlm. 237-238
[8] Ibid., Hlm. 50
[9] Santi Indra Astuti, “Cultural Studies” dalam Studi Komunikasi: Suatu
Pengantar, MEDIATOR, Vol. 4, No. 1, 2003, Hlm. 58-59
14