Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH RETORIKA

KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI RETORIK

Dosen pembimbing :

Dr. Amiruddin MS, MA

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Mia Ananda Putri 2001020018

Meuthia Putri 2001020020

Winna Nabilah 2001020053

KELAS : A1 PAGI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

TA. 2022

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Segala puji dan syukur selalu terucap kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kami
kesehatan sehingga mampu menyelesaikan kewajiban kami. Tak lupa pula shalawat dan salam kepada
junjungan alam penerang umat muslim Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa umat dari
kehidupan jahiliyah menuju kehidupan yang berilmu.

Alhamdulillah, pada kesempatan ini kami selaku penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
pada mata kuliah Retorika yang berjudul “Kecemasan dalam komunikasi retorik“. Tak lupa pula kami
ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing mata kuliah yang telah memberi arahan dalam
proses penyusunan makalah. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini sangat banyak sekali
kekurangan, oleh karena itu kami menerima saran dan kritikan yang mendukung dan memotivasi dari
pembaca.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.................................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang............................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1. Penyebab kecemasan dan ketakutan dalam komunikasi retorika................................................5
2.2. Mengatasi kecemasan komunikasi..............................................................................................7
BAB III..................................................................................................................................................8
PENUTUP.............................................................................................................................................8
3.1. Kesimpulan.................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecemasan berkomunikasi di depan umum merupakan salah satu bagian dari


kecemasan komunikasi. Dalam disiplin ilmu komunikasi, rasa malu atau kecemasan tersebut
dikenal dengan Communication Apprehension (CA), yaitu rasa cemas dengan tindak
komunikasi yang akan dan sedang dilakukan dengan orang lain (a sence of anxiety with
elther real or anticipated communication with others). Kecemasan dalam berkomunikasi ini
dalam realitasnya merupakan suatu bentuk perilaku yang normal dan bukan menjadi
persoalan yang serius bagi setiap orang sepanjang individu tersebut mampu mereduksi
Communication Apprehension (CA ) yang dihadapinya, sehingga tingkat kecemasannya tidak
mengganggu atau berpengaruh terhadap tindak komunikasi yang dilakukannya. Namun,
apabila kecemasan tersebut sudah be`rsifat patologis, maka individu tersebut akan
menghadapi permasalahan pribadi yang bersifat serius, seperti misalnya usaha untuk selalu
mengindari berkomunikasi dengan orang lain atau di depan umum yang pada akhirnya akan
mengarah pada ketidakinginan individu tersebut untuk berkomunikasi.

Orang yang aprehensif (prihatin atau takut) di dalam berkomunikasi akan menarik diri
dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin untuk berkomunikasi jika terdesak saja. Bila
kemudian ia terpaksa berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab berbicara
yang relevan tentu akan mengundang reaksi yang baik dari orang lain. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Whalen bahwa individu yang mampu berkomunikasi dengan baik di depan umum
akan dianggap lebih pintar, lebih menarik, dan mampu menjadi pemimpin. Orang yang
kurang mampu berkomunikasi dengan baik di depan umum mempunyai kemungkinan besar
untuk gagal dalam presentasi karena tidak dapat mempengaruhi orang lain, meskipun ia
mempunyai ide yang bagus.

Kecemasan berkomunikasi yang dialam pembicara berpengaruh terhadap proses


pesan yang sampaikan. Dalam buku The Interpersonal Communication Book
(Devito,2001:80), mengungkapkan bahwa kecemasan berkomunikasi merujuk pada rasa
malu, keengganan berkomunikasi, ketakutan berbicara di depan umum, dan sikap pendiam
dalam interaksi komunikasi. Kecemasan komunikasi yang semakin meningkat dapat
menghambat komunikasi antarkelompok yaitu antara pembicara dengan audien.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa penyebab kecemasan dan ketakutan dalam komunikasi retorika?


2. Bagaimana Mengatasi kecemasan komunikasi?

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Penyebab kecemasan dan ketakutan dalam komunikasi retorika

Olii menjelaskan penyebab timbulnya kecemasan yaitu:

1) Tidak tahu apa yang harus dilakukan,

2) Tidak tahu bagaimana memulai pembicaraan,

3)Tidak dapat memperkirakan apa yang diharapkan pendengar, dan

4) Tidak siap untuk berbicara.

Dinka mengemukakan penyebab timbulnya kecemasan yaitu sebagai berikut:

1) Tidak mengetahui tentang apa yang akan dikatakan atau disampaikan di depan umum,

2) Takut mendengar komentar audiens,

3) Takut ditertawakan, dan

4) Takut membuat kesalahan.1

Kecemasan dapat timbul dari situasi apapun yang bersifat mengancam keberadaan
individu situasi yang menekan dan menghambat yang terjadi berulang-ulang akan
mengakibatkan reaksi yang mencemaskan. Situasi yang mencemaskan itu mencangkup
masalah materi, keluarga dan kejiwaan. Kecemasan bisa timbul karena adanya:2

a. Threat (ancaman) Baik ancaman terhadap tubuh, jiwa dan psikisnya, (seperti kehilangan
arti kemerdekaan dan kehidupan) maupun ancaman terhadap eksistensinya (seperti
kehilangan hak). Jadi ancaman ini dapat disebabkan oleh sesuatu yang betul-betul realitas,
atau yang tidak realitas.

b. Conflict (pertentangan) Timbul adanya dua keinginan yang keadaanya saling bertolak
belakang. Hampir setiap konflik melibatkan dua alternatif atau lebih yang masing-masing
mempunyai sifat keadaan dimana suatu hal atau tujuan mengandung sisi positif dan negatif
(approach dan avoidance).

c. Fear (ketakutan) Kecemasan sering kali muncul karena ketakutan akan sesuatu, ketakutan
akan kegagalannya bisa menimbulkan kecemasan dalam menghadapi ujian atau berbicara di
depan kelas.

d. Kebutuhan manusia begitu kompleks dan jika gagal untuk memenuhi maka tinggallah
kecemasan.

1
Radithya, Dinka,Cara Cepat Belajar Public Speaking Secara Profesional, (Magelang: Damar Media
Publishing: 2010), hal 8
2
Atkinson, Penghantar Psikologi, Terjemahan Kusuma W,( Jakarta: Erlangga: 1996), Hal 213

2
Penelitian yang dilakukan oleh Opt dan Loffredo menunjukan adanya tiga faktor
penyebab berbicara di depan kelas tiga faktor tersebut adalah:3

a. Individu ekstrovert dan introvert. Individu yang ekstrovert mempunyai kecemasan


berbicara di depan kelas lebih rendah dari pada individu yang introvert. Alasannya individu
yang ekstrovert lebih senang bergaul dengan siapa saja, mereka lebih menyukai komunikasi
dengan face to face dan mengambil kesempatan dalam sebuah kelompok. Individu yang
introvert tidak banyak berkomunikasi dengan orang-orang, apalagi jika harus berbicara
dengan orang banyak.

b. Individu yang melihat sesuatu dengan intuisi (intuitors) atau dengan panca indra (sensors).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intuitors mempunyai tingkat kecemasan yang rendah
daripada sensors ketika berbicara di depan kelas, intuitors sangat mentolelir adannya
perbedaan pendapat, mereka juga berani membuat lompatan dari poin satu ke poin yang lain.
Berbeda dengan sensors yang memandang sesuatu separti yang dilihatnya, tanpa
memikirkannya yang lebih jauh. Hal ini yang akan menghasilkan kecemasan.

c. Individu yang mengunakan pola pikir positif mempunyai kecemasan yang lebih rendah
daripada individu yang berpola fikir negatif. Individu dengan pola pikir positif akan melihat
segala hal dari segi positif, suka bekerja keras dan dapat mengendalikan emosinya ketika
berbicara di depan kelas. Individu dengan pola pikir negatif lebih menggunakan perasaannya,
lebih mudah stres dan mengekspresikan kecemasan karena selalu fokus pada pendapatanya
sendiri.

Kecemasan berbicara mempunyai makna keterampilan menyampaikan pesan melalui


bahasa lisan seseorang yang dipengaruhi rasa cemas karena khawatir, takut, dan gelisah.
Biasanya gejala ini dialami bila harus bekerja di bawah pengawasan orang lain. Perwujudan
kecemasan berbicara dapat kita lihat pada gejala yang dirasakan oleh mereka yang
mengalaminya, antara lain sebagai berikut:

1. Demam panggung
2. Lupa akan apa yang di bicarakan
3. Telapak tangan dan kaki dingin dan berkeringat
4. Nafas terengah-engah
5. Hampir seluruh otot tegang
6. Suhu terasa panas
7. Tangan dan kaki gemetar
8. Suara bergetar
9. Berbicara cepat tetapi tidak jelas
10. Tidak dapat mendengar dengan baik atau tidak berkonsentrasi

2.2. Mengatasi kecemasan komunikasi


3
Opt dan Loffredo, Rethinking Communicasion Apprehension, (The jurnal Psychology: 2000), hal 556-570

3
Kecemasan dianggap sebagai salah satu faktor penghambat dalam belajar yang dapat
mengganggu kinerja fungsi-fungsi kognitif seseorang, seperti dalam berkonsentrasi,
mengingat, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Siswa yang mengalami kecemasan
dalam komunikasi cenderung mengalami beberapa gangguan fisik maupun psikis. Gejala-
gejala dalam gangguan fisik meliputi jantung berdebar-debar, gemetar, gugup, pernafasan
tidak teratur, gangguan perut dan sebagainya. Sedangkan gangguan psikis meliputi perasaan
takut, sulit konsentrasi, panik, tegang dan sebagainya. Mengingat dampak negatifnya
terhadap pencapaian prestasi belajar dan kesehatan fisik atau mental siswa, maka perlu ada
upaya-upaya tertentu untuk mencegah dan mengurangi kecemasan siswa:
1. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran dapat
menyenangkan apabila bertolak dari potensi, minat dan kebutuhan siswa. Oleh karena
itu, strategi pembelajaran yang digunakan hendaknya berpusat pada siswa, yang
memungkinkan siswa untuk dapat mengkspresikan diri dan dapat mengambil peran
aktif dalam proses pembelajarannya.
2. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung guru seharusnya dapat mengembangkan
sense of humor dirinya maupun para siswanya. Kendati demikian, lelucon atau joke
yang dilontarkan tetap harus berdasar pada etika dan tidak memojokkan siswa.
3. Melakukan kegiatan selingan melalui berbagai atraksi game atau ice break tertentu,
terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif. Dalam hal ini,
keterampilan guru dalam mengembangkan dinamika kelompok tampaknya sangat
diperlukan.
4. Sewaktu-waktu ajaklah siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran di luar kelas,
sehingga dalam proses pembelajaran tidak selamanya siswa harus terkurung di dalam
kelas. 15
5. Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat kesulitan yang moderat.
Dalam arti, tidak terlalu mudah karena akan menyebabkan siswa menjadi cepat bosan
dan kurang tertantang, tetapi tidak juga terlalu sulit yang dapat menyebabkan siswa
frustrasi.
6. Menggunakan pendekatan humanistik dalam pengelolaan kelas, dimana siswa dapat
mengembangkan pola hubungan yang akrab, ramah, toleran, penuh kecintaan dan
penghargaan, baik dengan guru maupun dengan sesama siswa. Sedapat mungkin guru
menghindari penggunaan reinforcement negatif (hukuman) jika terjadi tindakan
indisipliner pada siswanya.
7. Mengembangkan sistem penilaian yang menyenangkan, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri (self assessment) atas tugas
dan pekerjaan yang telah dilakukannya. Pada saat berlangsungnya pengujian, ciptakan
situasi yang tidak mencekam, namun dengan tetap menjaga ketertiban dan
objektivitas. Berikanlah umpan balik yang positif selama dan sesudah melaksanakan
suatu asesmen atau pengujian.
8. Di hadapan siswa, guru akan dipersepsi sebagai sosok pemegang otoritas yang dapat
memberikan hukuman. Oleh karena itu, guru seharusnya berupaya untuk
menanamkan kesan positif dalam diri siswa, dengan hadir sebagai sosok yang
menyenangkan, ramah, cerdas, penuh empati dan dapat diteladani, bukan menjadi
sumber ketakutan.

4
9. Pengembangan menajemen sekolah yang memungkinkan tersedianya sarana dan
sarana pokok yang dibutuhkan untuk kepentingan pembelajaran siswa, seperti
ketersediaan alat tulis, tempat duduk, ruangan kelas dan sebagainya. Di samping itu,
ciptakanlah sekolah sebagai lingkungan yang nyaman dan terbebas dari berbagai
gangguan, terapkan disiplin sekolah yang manusiawi serta hindari bentuk tindakan
kekerasan fisik maupun psikis di sekolah, baik yang dilakukan oleh guru, teman
maupun orangorang yang berada di luar sekolah.

5
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kecemasan dapat timbul dari situasi apapun yang bersifat mengancam keberadaan
individu situasi yang menekan dan menghambat yang terjadi berulang-ulang akan
mengakibatkan reaksi yang mencemaskan. Di samping itu, ciptakanlah sekolah sebagai
lingkungan yang nyaman dan terbebas dari berbagai gangguan, terapkan disiplin sekolah
yang manusiawi serta hindari bentuk tindakan kekerasan fisik maupun psikis di sekolah, baik
yang dilakukan oleh guru, teman maupun orangorang yang berada di luar sekolah.

6
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson. (1996). Penghantar Psikologi (Terjemahan Kusuma W (ed.)). Erlangga.


Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language
Pedagogy. White Plains, NY: Pearson Education Company.

Cohen, A. D. 2000. Strategies in Learning and Using a Second Language. Foreign Language
Teaching and Research Press.

Cormier,W.H & Cormier,L.S. 1995. Interviewing Strategies For Helpers. Monterey


California: Brooks/Cole Publishing.

Harmer, J. 1998. How to Teach English: An Introduction to the Practice of English Language
Teaching. Essex: Addison Wesley Longman Ltd.

Lazarus, R. S. 1996. Pattern of Adjusment and Human Efectivenees. Kogakusha. McGraw


Hill Book Compay.

Nursalim, Muhammad. 2005. Strategi Konseling. Surabaya : UNESA University Press.

Opt dan Loffredo. (2000). Rethinking Communicasion Apprehension. The Jurnal


Psychology, 556–570.
Radithya, D. (2010). Cara Cepat Belajar Public Speaking Secara Profesional. Damar Media,
8.
Santoso, AM Rukky. 2001. Mengembangkan Otak Kanan. Jakarta: Pustaka Gramedia.

Spielberger, Charles D. 1996. Anxiety and Behavior, New York : Academic Press .

Subandi dkk. 2003. Psikoterapi Pendekatan Konvensional dan Kontempor Yogyakarta :


Pustaka Belajar.

Wolman, B.B.& Sricker, G. 1994. Anxiety and Related Disorders a Handbooks. New York :
John Wiley & Sons, Inc.

Zeidner, M. 1998. Anxiety: The State of The Art. NewYork: Kluwer Academic Publishers.

Anda mungkin juga menyukai