Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN ILMU DAKWAH DENGAN ILMU LAIN A. AGAMA 1.

Tafsir Tafsir ialah


mensyarahkan Al-Quran, menerangkan maknanya, dan apa yang dikehendakinya dengan
nasahnya atau dengan isyaratnya, atau dengan najuannya. Beberapa pendapat tentang tafsir :
Menurut pendapat As Zarkasi dalam Al-Burhan : Tafsir itu ialah menerangkan mana
ma;na Al-Quran dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmah-hikmahnya. Menurut
pendapat As Shahibut Taujih, Asy Syikh al Jazairi : Tafsir pada hakekatnya ialah mensyarahkan
lafadh yang sukar dipahamkan oleh pendengar dengan uraian yang menjelaskan maqsud. Yang
demikian itu adakalanya dengan menyebut murodifnya, atau yang mendekatinya, atau ia
mempunyai pewtunjuk kepadanya melalui sesuatu jalan adalah (petunjuk). Menurut
pendapat Al-Jurjany : Tafsir pada asalnya ialah membuka dan melahirkan. Pada istilah syara
ialah menjelaskan makna ayat, urusannya, kisah-kisahnya dan sebab karenanya diturunkan
ayat, dengan lafadh yang menunjuk kepadanya secara terang.
Hubungan tafsir dengan ilmu dakwah adalah Dengan adanya mempelajari ilmu Tafsir dapatlah
mengetahui isi yang terkandung dalam Al-Quran, dan lebih mudah untuk disampaikan kepada
orang-orang. Bagi seorang dai sangat membutuhkan ilmu tafsir yang mana pada ilmu tersebut
banyak terkandung beberapa percikan ilmu pengetahuan penting untuk menjadi bahan bicara
seorang dai. 2. Hadits Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan
dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam
agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan
Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-
Qur'an. Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-
haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam
Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah. Disini akan menjelaskan sedikit
tentang jenis-jenis hadits yaitu : Hadits Mutawatir Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh
sekelompok orang dari beberapa sanad yang tidak mungkin sepakat untuk berdusta. Berita itu
mengenai hal-hal yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah
orang yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir: 1. Isi hadits itu harus hal-hal yang
dapat dicapai oleh panca indera. 2. Orang yang menceritakannya harus sejumlah orang
yang menurut ada kebiasaan, tidak mungkin berdusta. Sifatnya Qath'iy. 3. Pemberita-
pemberita itu terdapat pada semua generasi yang sama. Hadits Ahad Yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang atau lebih tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau
tingkatannya adalah "zhonniy". Sebelumnya para ulama membagi hadits Ahad menjadi dua
macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha'if. Namun Imam At Turmudzy kemudian membagi
hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu: a) Hadits Shahih Menurut Ibnu Sholah, hadits
shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang yang adil lagi dhobit
(kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih
shahih) dan tidak mu'allal (tidak cacat). Jadi hadits Shahih itu memenuhi beberapa syarat
sebagai berikut : 1. Kandungan isinya tidak bertentangan dengan Al-Qur'an. 2. Harus
bersambung sanadnya 3. Diriwayatkan oleh orang / perawi yang adil. 4. Diriwayatkan
oleh orang yang dhobit (kuat ingatannya) 5. Tidak syadz (tidak bertentangan dengan hadits
lain yang lebih shahih) 6. Tidak cacat walaupun tersembunyi. b) Hadits Hasan Ialah
hadits yang banyak sumbernya atau jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang
disangka dusta dan tidak syadz. c) Hadits Dha'if Ialah hadits yang tidak bersambung
sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz dan cacat.
Hubungan hadits dengan ilmu dakwah adalah didalam kandungan hadits juga banyak
mendapat dalil-dalil tentang materi pembahasan yang disampaikan oleh seorang dai, karena
seorang dai harus mampu menguasai beberapa hadits untuk dijadikan sebagai pedoman
dalam penyampainya. 3. Fiqh Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman
Allah : Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun? (QS.An Nisa :78) Dan sabda Rasulullah Saw : Sesungguhnya
panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.
(Muslim no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511) Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:
1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syariat agama), yang diambil
dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Quran dan As sunnah serta
yang bercabang darinya yang berupa ijma dan ijtihad. 2. Hukum-hukum syariat itu sendiri.
Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk
mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu
wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada),
sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syariat itu sendiri (Yaitu hukum apa saja
yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun
rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya) Hubungan fiqh dan aqidah islam adalah
Diantara keistimewaan fiqih Islam yang kita katakan sebagai hukum-hukum syariat yang
mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan
terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan
dengan iman dengan hari akhir. Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah
yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan
terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Contohnya: Allah
memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam keiman
kepada Allah sebagaimana firman-Nya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. (QS.Al maidah:6) Fiqh
Islam Mencakup Seluruh Kebutuhan Manusia : Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia
meliputi segala aspek. Dan kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya
untuk memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur.
Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syariatkan kepada
para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya
kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut
dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya. 1. Hukum-hukum
yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang
lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Ibadah. 2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan
masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang
lainya. Dan ini disebut dengan fikih Al ahwal As sakhsiyah. 3. Hukum-hukum yang berkaitan
dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa
menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut fiqih muamalah. 4. Hukum-hukum
yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan
keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syariat, serta yang
berkaitan dengan kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal
yang bukan masiat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan fiqih siasah syariah. 5.
Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta
penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk,
dan yang lainnya. Dan ini disebut sebagai fiqih Al ukubat. 6. Hukum-hukum yang mengatur
hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang
perang atau damai dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan fiqih as Siyar. 7. Hukum-
hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk. Dan ini
disebut dengan adab dan akhlak Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-
hukumnya meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan
pribadi dan masyarakat. Maka disanalah terdapat hubungan antara fiqh dengan ilmu dakwah,
kerena dalam dakwah harus memecahkan satu persatu, tentang hukum-hukum fiqh yang
merupakan kebutuhan manusia dalam beramal kepada Allah. 4. Filsafah Falsafah ialah satu
disiplin yang mengusahakan kebenaran yang umum dan asas. Perkataan falsafah dalam
bahasa Melayu berasal daripada bahasa Arab yang juga berasal daripada perkataan
yunani philosophia, yang bermaksud "cinta kepada hikmah" Secara umumnya,
falsafah mempunyai ciri-ciri seperti berikut: Merupakan satu usaha pemikiran yang tuntas
Tujannya adalah untuk mendapatkan kebenaran Hubungan falsafah dengan ilmu
dakwah, yaitu sama-sama memiliki ciri atau pemikiran seorang dai dalam menuntaskan
sesuatu dan menegakkan kebenaran. 5. Nahu dan Saraf Ilmu nahu ialah suatu ilmu dengan
mempunyai kaidah-kaidah yang bisa diketahui olehnya setiap bentuk kalimah bahasa arab hal-
hal ihwalnya, baik pada kata demi kata, maupun pada susunan kalimatnya. Ilmu Saraf adalah
suatu ilmu yang mempelajari tentang peraturan dan undang-undang dalam penetapan kalimat-
kalimat dalam bahasa arab. Ilmu nahu dan saraf sangat penting kedudukanya, bahkan jadi
dasar bagi setiap orang yang akan memahami bahasa arab. Kita tahu bahwa, pada setiap
bahasa menjadi cara pemakaiyan yang tersendiri, termasuk didalamnya bahsa arab.Alat
pertama untuk dasar mempelajari dan memahami kaidahnya, adalah ilmu nahu. Dengan jalan
memmplajari ilmu nahu walaupun masih memerlukan ilmu-ilmu lannya.Al-quran dan Al-Hadits
sebagai pokok dasar utama pegangan ummat islam dan ilmu-ilmu lainnya yang
berhubungannya, kebiasaan dan kebanyakan di susun oleh para ulama islam dalam bahasa
arab. B. UMUM 1. Sosiologi Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti
kawan, teman sedangkan Logos ilmu pengetahuan. Ungkapan ini dipublikasikan diungkapkan
pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan (1798-
1857). Walaupun banyak namun umumnya sosiologi dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang
masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki
kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat,
perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang
dibangunnya.[rujukan?] Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan
kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara
kritis oleh orang lain atau umum. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara,
dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial. Hubungannya dengan ilmu dakwah adalah
saling mambagikan informasi atau mensosialisi ilmu pengetahuan terhadap masyarakat. 2.
Psykologi Ilmu yg berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan
pengaruhnya pada perilaku ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa. Sehingga
seorang dai perlu memotifasi tetang psikologi untuk mengetahui keadaan seorang pendengar
sehingga nyaman dalam menyampaikan materi. 3. Antropologi Ilmu tentang manusia,
khususnya tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaannya pada
masa lampau. Disini perlu dijelaskan yaitu tentang adat istiadat dan kepecayaannya seseorang
pada masa lalu, dan bagi seorang dai harus memantau serta menguatkan aqidahnya dari segi
budaya dan disegi kepercayaanya.Maka dalam hal itu jelas sekali hungannya dengan ilmu
dakwah 4. Hukum Hukum adalah sistem yang terpenting atau peraturan dalam melakukan
ibadah kepada Allah dan dalam menjalani aktivitas duniawi. Dalam ilmu dakwah banyak sekali
tersinggung tentang hukum-hukum yang harus di pahami oleh manusia, dan seorang dai musti
disampaikan tentang hukum dalam beribadah kepada Allah dan hukum yang berhubungan
dengan Duniawi. 5. Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Dalam pengajaran dan pelatihan itu juga termasuk tugas seorang
dai dalam memasukkan aqidah-aqidah islami kedalam jiwa manusia. Jelas sekali disini
terdapat hubungan dengan ilmu dakwah. 6. Sejarah Sejarah dalam arti kata digunakan untuk
mengetahui masa lampau berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang sahih bagi
membolehkan manusia memperkayakan pengetahuan supaya waktu sekarang dan akan
datang menjadi lebih cerah. Dengan itu akan timbul sikap waspada (awareness) dalam diri
semua kelompok masyarakat kerana melalui pembelajaran Sejarah, ia dapat membentuk sikap
tersebut terhadap permasalahan yang dihadapi agar peristiwa-peristiwa yang berlaku pada
masa lampau dapat dijadikan pengajaran yang berguna. Pengertian Sejarah boleh dilihat dari
tiga dimensi iaitu epistomologi (kata akar), metodologi (kaedah sesuatu sejarah itu dipaparkan)
dan filsafat atau pemikiran peristiwa lalu yang dianalisa secara teliti untuk menentukan sama
ada ia benar atau tidak. Ilmu dakwah juga membutuhkan serta berhubungannya dengan
sejarah Karena banyak sekali ilmu dan pengalaman yang kita dapati dari sejarah tersebut.
Metode Dakwah a. Al-Hikmah Sebagai metode dakwah, al-Hikmah
diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang
bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan. Al-hikmah juga
diartikan sebagai kemampuan dai dalam memilih, memilah dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif madu. Disamping
itu juga al-hikmah diartikan sebagai kemampuan seorang dai dalam
menjelaskan doktrin-doktrin Islam, serta realitas yang ada dengan
argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu al-hikmah
adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan
teoritis dan praktis dalam dakwah. b. Al-mauidzatul Hasanah Makna
mauidzatul hasanah adalah kata-kata yang masuk kedalam qalbu dengan
penuh kasih sayang dan kedalam perasaan dengan penuh kelembutan,
tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain, sebab
kelemah lembutan dalam menasehati sering kali dapat meluluhkan yang
keras dan menjinakkan qalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan
kebaikan dari pada larangan dan ancaman. c. Al-mujadalah Billati
Hiya Ahsan Maksudnya adalah tukar pendapat yang dilakukan oleh dua
belah pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan
tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan
argumentasi dan bukti-bukti yang kuat. 3. Sumber Metode
Dakwah a. Al-Quran Didalam Al-quran banyak sekali ayat yang
membahas dakwah. Allah telah menuliskan didalam kalam-Nya bagaimana
kisah-kisah para rosul menghadapi umatnya. b. Hadits/Sunah Rosul
Melalui cara hidup dan perjuangannya baik di Makkah maupun Madinah
memberikan banyak contoh metode dakwah kepada kita. c. Sejarah
Hidup para Sahabat dan Fuqoha Selain Rosulullah para Sahabat dan
Fuqoha merupakan contoh juru dakwah. Karena merekalah yang
melanjutkan dakwah Rosulullah dan membawanya kepada kita. d.
Pengalaman Melalui pengalaman-pengalaman hidup baik yang bersifat
religius maupun pengalaman hidup biasa bisa menjadi sumber kita dalam
menyampaikan dakwah. 4. Aplikasi Metode Dakwah Rosulullah
1) Pendekatan personal 2) Pendekatan pendidikan 3)
Pendekatan diskusi 4) Pendekatan Penawaran 5) Pendekatan
Misi
Dakwah Sebagai Disiplin Ilmu
Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa dakwah adalah fenomena sosial yang dirangsang
keberadaannya oleh nash-nash agama Islam. Fakta-fakta sosial tersebut dapat di kaji secara
empiris terutama pada aspek proses penyampaian dakwah serta internalisasi nilai agama bagi
penerima dakwah.[1]
Dakwah yang demikian itu baik yang dilakukan secara perorangan atau kelompok atau
lembaga, yang dilakukan dengan berbagai media atau pendek kata dakwah dengan segala
problematikanya adalah merupakan kenyataan sosial yang dapat diamati sehinnga merupakan
pengetahuan. Pengetahuan tentang dakwah di atas dapat dikembangkan menjadi suatu ilmu
pengetahuan tentang dakwah.
Untuk memahami persoalan ini terlebih dahulu harus dipahami apa yang disebut
pengetahuan dan apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan serta bagaimana proses yang
berlangsung suatu ilmu pengetahuan bisa berubah atau meningkat menjadi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang dalam bahasa inggrisnya knowledge adalah gambaran atau kesan yang
terdapat dalam pikiran manusia tentang suatu hal baik mengenai sesuatu yang konkret maupun
abstrak sebagai hasil dari penangkapan beberapa indranya.
S. I Poeradisastro mengartikan pengetahuan itu sebagai: kumpulan fakta yang saling
berhubungan satu sama lain mengenai suatu hal tertentu. [2]
Objek pengetahuan manusia itu bermacam-macam ada yang kalanya, tentang dirinya,
tentang benda-benda di sekelilingnya, tentang alam raya ini, tentang kehidupan manusia sehari-
hari, tentang kegiatan keagamaan, dan sebaginya. Pengetahuan itu dapat diperoleh dengan tidak
sengaja. Pengetahuan itu oleh Poedjawijadna dikatakan bisa berupa pengetahuan khusus dan
berupa pengetahuan umum. Sedangkan pengetahuan umum yang merupakan pengetahuan yang
berlaku bagi seluruh macam dan masing-masing dan macamnya.
Apabila hal ini diterapkan dalam dakwah, maka pengetahuan tentang suatu segi dari
beberapa segi pelaksanaan dakwah adalah merupakan pengetahuan yang khusus mengenai segi
dakwah tersebut. Apabila pengetahuan itu semakin dalam dan ditambah dengan pengetahuan-
pengetahuan yang lain mengenai segi-segi lain yang lebih luas dari dakwah maka pengetahuan
itu dapat berkembang menjadi pengetahuan umum tentang dakwah.
Antara dakwah dan ilmu dakwah tidaklah sama, keduanya memiliki perbedaan yang jauh.
Dakwh sebagai aktifitas merupakan sesuatu yang telah muncul sejak adanya kenabian yang
awalnya disampaikan oleh Rasulullah saw.
Berbeda dengan ilmu dakwah, walaupun dakwah sudah in hern dengan gerak Islam sejak
awalnya, namun tidak dengan ilmu dakwah. Ilmu dakwah bisa dikatakan ilmu yang relatif baru.
Ilmu dakwah lahir belakangan jika dibandingkan dengan ilmu keislaman lainnya,, seperti ulumul
quran, ulumul hadits, dan lain sebagainya. Sebagai disiplin ilmu yang masih baru, awalnya ilmu
dakwah belum memiliki tradisi keilmuan yang mapan dibandingkan dengan disiplinn ilmu lain.
Ilmu dakwah dimaksudkan sebagai seperangkat ilmuan yang mempelajari tentang
bagaimana dakwah atau proses pembumian Islam dilakukan. Maka dalam ranah inilah, ilmu
dakwah sebenarnya sebenarnya lebih dekat ke arah ilmu komunikasi sosial. Oleh karenanya,
ilmu dakwah dengan sendirinya merupakan bagian ilmu-ilmu sosial, yang dirumuskan dan
dikembangkan dengan mengikuti norma ilmiah dari ilmu-ilmu sosial.
Dalam hal ini, kelayakan ilmu dakwah sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri kini sudah
menjadi suatu yang logis, dan tidak diragukan lagi sebagaimana sebelumnya setelah melalui
berbagai kajian dan seminar-seminar panjang yang dilakukan di berbagai tempat untuk menguji
keabsahan ilmu dakwah.

B. Objek Studi Ilmu Dakwah


Sebelum mendiskusikan objek kajian ilmu dakwah, terlebih dahulu akan dikemukakan
pendapat al-Faruqi tentang dakwah.[3] Dalam salah satu karyanya, Ismail al-Faruqi
mengemukakan, dakwah berhubungan dengan Islam. Islam menempatkan yang benar dan yang
salah dengan sangat jelas. Kebenaran menjadi nyata karena di sisi lainnya kesalahan menjadi
tampak nyata.
Dakwah Islam memihak kepada kebenaran, Al-haq dan Maruf karena kebenaran, Al-haq
dan Maruflah yang sesuai dengan fitrah manusia. Ilmu dakwah ilmu transformatif untuk
mewujudkan ajaran yang bersifat fitri (Islam) menjadi tatanan Khairu Al-ummah atau
mewujudkan iman menjadi amal saleh kolektif yang tumbuh dari kesadaran intelektual yang
sepenuhnya berpihak kepada kemanusiaan.
Syarat-syarat dari ilmu pengetahuan adalah objektif. Syarat ini mengandung pengertian,
yaitu:[4]
1. Bahwa ilmu pengetahuan itu harus memilki objek studi yang menjadi lapangan penilitian.
Dalam hal ini ada yang menyebutkan dengan objek materi dan objek formal. Dalam objek yang
sama maka lapangan penyelidikan itu disebut dengan objek material sedangkan dari sudut mana
objek material itu disoroti disebut dengan objek formal. Objek formallah yang menentukan
macam ilmu jika ada beberapa ilmu yang memiliki objek meterial yang sama.
2. Objektif itu juga berarti bahwa ilmu itu harus sesuai dengan keadaan objeknya dan persesuaian
antara pengetahuan dan objeknya itulah yang disebut kebenaran.

C. Objek Materil dan Objek Formal Ilmu Dakwah


Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand), sesuatu
hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material mencakup hal konkrit
misalnya manusia,tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan
kerohanian. Objek formal adalah cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti
terhadap objek materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu
ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari
bidang-bidang yang lain. Satu objek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandangan
sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda.
Adapun objek penelaahan ilmu dakwah adalah memiliki objek-objek material dan objek
formal. Objek material ilmu dakwah sebagaimana ilmu-ilmu sejenis lainnya adalah tentang
tingkah laku manusia. Sedangkan objek formalnya adalah usaha manusia untuk menyeru atau
mengajak manusia lain dengan ajaran Islam agar menerima, meyakini, dan mengamalkan ajaran
Islam bahkan memperjuangkannya. Dengan demikian, maka yang menjadi objek telaah ilmu
dakwah adalah manusia dengan segala sikap tingkah lakunya yang berkaitan dengan aktifitas
dakwah.[5]
Utuk menjadikan manusia sebagai objek material, kita membutuhkan gambaran definitif
manusia.[6] Bagaimana sains bisa meneliti bila objeknya belum terlintas gambarannya. Begitu
kita sudah membuat abstraksi dari objek material dan kita bisa membedakan dari yang lain, kita
dituntut untuk lebih memfokuskan pada bagian tertentu dari objek material. Fokus pada bagian
tertentu ini dinamakan dengan objek formal. Beberapa sains bisa sama dari segi objek
materialnya, tetapi harus berbeda dari objek formalnya. Hanya objek formal yang membedakan
antara satu sains dengan sains yang lain. Kembali kepada manusia sebagai contohnya, hampir
semua disiplin ilmu sosial mengakui manusia sebagai objek materialnya. Hanya saja sudut
pandang masing-masing disiplin ilmu ini berbeda.
Objek forma ilmu dakwah adalah sudut pandang tertentu yang dikaji dalam disiplin utama
ilmu dakwah, yaitu disiplin tabligh, pengembangan masyarakat Islam dan pengembangan
masyarakat Islam dan managemen dakwah. Sedangkan Objek material ilmu dakwah, menurut
penjelasan Cik Hasan Bisri adalah unsur substansial ilmu dakwah yang terdiri dari enam
komponen, yaitu dai , madu, metode, materi, media dan tujuan dakwah.[7]
Amrullah Achmad berpendapat, objek material ilmu dakwah adalah semua aspek ajaran
Islam (Al-Quran dan al-sunnah), hasil ijtihad dan realisasinya dalam sistem pengetahuan,
teknologi, social, hukum, ekonomi, pendidikan dan lainnya, khususnya kelembagaan Islam.
Objek material ilmu dakwah inilah yang menunjukkan bahwa ilmu adalah satu rumpun dengan
ilmu-ilmu keislaman lainnya, karena objek yang sama juga dikaji oleh ilmu-ilmu keislaman
lainnya seperti fiqih, ilmu kalam dan lainnya. Ilmu dakwah menemukan sudut pandang yang
berbeda dengan ilmu-ilmu keislaman itu pada objek forma-nya yaitu kegiatan mengajak umat
manusia supaya kembali kepada fitrahnya sebagai muslim dalam seluruh aspek kehidupannya.
Dalam mengemukakan objek material ilmu dakwah, para ahli berbeda pendapat. Amrullah
Ahmad dan Asep Muhiddinmenyatakan dalil-dalil normatif Islam (Al-Quran, Al-Sunnah, dan
Ijtihad ulama), sementara realitas dakwah yang meliputi unsur-unsur dakwah diajukan oleh Cik
Hasan Basri, Imam Sayuti farid, dan Sukriadi Sambalas. Ini berarti ilmu dakwah dipandang oleh
sebagian sarjana berasal dari ilmu-ilmu keislaman dan masuk wilayah sains humaniora, tetapi
para sarjana yang lain melihat ilmu dakwah sebagai sains sosial. Dalam perbedaan ini Prof. Dr.
Moh. Ali Aziz, M.Ag memandang bahwa ilmu dakwah lebih tepat masuk dalam rumpun sains
sosial.[8] Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan kita memerlukan kajian normatif
keislaman tentang dakwah, seperti tafsir dakwah dan fikih dakwah.
Beberapa defenisi Ilmu Dakwah tersebut menekankan aspek dakwah sebagai realitas
sosial, bukan dakwah sebagai kewajiban setiap muslim. Pandangan dakwah sebagai kewajiban
akan mengarahan Ilmu Dakwah sebagai kajian normatif. Kajian normatif dakwah melibatkan Al-
Quran dan Al-Sunnah sebagai pijakan utama. Ia tidak hanya menafsirkan nash yang terkit
dengan dakwah, namun menghubungkan secara timbal balik antara nash dan realitas sosial.
Objek materil Imu Dakwah yang diajukan para ahli belum dapat diabstraksikan dengan
baik. Kita tidak bisa mendefenisikan secara tepat suatu konsep yang terdiri dari Al-Quran, Al-
Sunnah, dan ijtihad. Begitu pula konsep unsur-unsur dakwah juga sulit dirumuskan dalam
gambaran realitas. Prose, hubungan, prilaku dan sejenisnya hanya dapat menjadi bentuk objek
formal sains, bukan objek material sains. Untuk itu manusialah yang menjadi objek material ilmu
dakwah.[9] Dalam proses dakwah, manusia terbagi dalam dua peran, yaitu sebagai pendakwah
maupun mitra dakwah.
Banyak sains yang menjadikan manusia sebagai objek materialnya. Semua kegiatan dkwah
ditentukan oleh konstruksi pendakwah atas unsur-unsur dakwah. Ketika kita menyoroti manusia
sebagai pendakwah, kita akan menemukan kerangka referensinya, seperti keilmuan, keimanan,
status sosial, perilaku, kemampuan, dan sebagainya. Ilmuan dakwah melihat bagaimana
pendakwah melakukan pemberdayaan masyarakat dengan pilihan strateginya, ilmuan dakwah
hanya menganalisis pilihan tersebut dengan pilihan komponen lainnya. Pendakwah tidak dapat
menjelaskan keberhasilan atau kegagalan dakwahnya, ilmuan dakwah harus bisa menjelaskan
demikian seterusnya. Dengan demikian, objek material Ilmu Dakwah adalah manusia sebagai
pendakwah maupun mitra dakwah. Objek formalnya adalah penyampaian ajaran islam oleh
pendakwah.
Dengan objek kajian tersebut, Ilmu Dakwah mengklaim diri sebagai bagian dari sains
sosial, ilmu dakwah bukan kajian normatif sebagaimana ilmu tauhid, ilmu fikih, dan ilmu tasauf.
Penelitian tafsir dakwah dapat didekatkan pada studi Ilmu Tafsir, hadis dakwah pada studi Ilmu
Hadis, fikih dakwah pada Ilmu Fikih, dan sebagainya.
Karena itu, ilmuan dakwah harus memiliki metodologi sains sosial yang mendalam serta
mengetahui masing-masing unsur dakwah dengan baik.
Ruang Lingkup Ilmu Dakwah

Sebagai ilmu yang mempelajari proses penyampaian ajaran Islam kepada


umat, ilmu dakwah memiliki ruang lingkup pembahasan yang sangat luas.
Dakwah itu identik dengan pembangunan fisik dan non fisik, dengan
menggunakan berbagai disiplin ilmu. Ilmu itu keseluruhannya termasuk
bagian dari ilmu Allah yang mencakup wilayah yang amat luas. Ilmu Allah
yang amat luas itu terdiri dari konsep-konsep yang apabila ditulis dengan
tinta sebanyak air lautan dan pulpen sebanyak ranting-ranting pepohonan,
ilmu Allah tersebut tidak akan selesai atau tidak akan habis ditulis. Oleh
manusia ilmu tersebut diteliti, dikaji dan didistribusikan kepada berbagai
lembaga-lembaga pendidikan, termasuk IAIN. IAIN memperoleh jatah
seperti yang tertulis di dalam kurikulum atau silabinya, yang banyak berbeda
dengan jatah lembaga pendidikan lain. Di IAIN jatah itu dibagi-bagi ke tiap-
tiap fakultas, dan dibagi-bagi lagi ke tiap jurusan. Fakultas Dakwah
mempunyai bidang kajian utama 'ilmu dakwah' yang membahas unsur-unsur
yang terdapat di dalam bidang kajian tersebut. Dengan demikian kajian ilmu
dakwah sangatlah luas.

Akan tetapi ruang lingkup pembahasan ilmu dakwah dapat diringkas sebagai
berikut :

1. Bentuk-bentuk penyampaian ajaran Islam dari seseorang atau


kelompok kepada seseorang atau kelompok yang lain

2. Cara-cara penyampaian ajaran Islam tersebut yang meliputi


pendekatan, metode atau medianya,

3. Efek atau pengaruh penyampaian ajaran Islam tersebut terhadap sikap


dan tingkah laku individu dan masyarakat yang menerimanya.
Obyek Studi Ilmu Dakwah

Suatu ilmu pengetahuan hanya dapat disebut ilmu pengetahuan apabila ia


memenuhi persyaratan yang dituntut oleh ilmu pengetahuan secara umum.
Persyaratan yang dituntut itu ialah setiap ilmu pengetahuan harus memiliki
obyek material dan obyek formal.

Obyek material suatu ilmu adalah materi atau bidang atau lapangan
penyelidikan ilmu bersangkutan, sedangkan obyek formalnya ialah
bagaimana obyek material tersebut dipandang. Beberapa ilmu pengetahuan
dapat memiliki obyek material yang sama, tetapi ilmu-ilmu itu berbeda
karena obyek formalnya berbeda. Sebagai contoh, psikologi, sosiologi dan
pedagogi memiliki obyek material yang sama yaitu manusia, namun ilmu-
ilmu itu berbeda karena obyek formalnya berbeda. Obyek formal psikologi,
yaitu aktivitas jiwa dan kepribadian manusia secara individual yang dipelajari
lewat tingkah laku. Obyek formal sosiologi adalah hubungan antarmanusia
dalam kelompok dan antarkelompok dalam masyarakat, sedangkan obyek
formal pedagogi ialah kegiatan manusia untuk menuntun perkembangan
manusia.

Obyek material ilmu dakwah adalah proses penyampaian ajaran kepada


umat manusia atau bentuk penyampaian suatu message yang berupa ide,
ideologi, ajaran agama dan sebagainya dari seseorang kepada seseorang
dari satu kelompok kepada kelompok lainnya. Sedangkan obyek formalnya
adalah proses penyampaian ajaran kepada umat manusia. Apabila rumusan
ini dijabarkan lagi maka obyek formal dakwah dapat dirinci berikut ini:

1. Proses penyampaian ajaran Islam kepada umat manusia

2. Hubungan antara unsur-unsur dakwah

3. Proses keagamaan pada diri manusia

Dari penyebutan di atas dapat diketahui bahwa secara struktural ilmu


dakwah merupakan bagian dari ilmu publisistik. Meski demikian kekhususan
ilmu dakwah dibanding dengan publisistik terletak pada bahanmessage yang
berupa ajaran Islam. Di samping itu di dalam ilmu dakwah terdapat proses
komunikasi antara manusia dengan Tuhan, yang mana hal ini tidak terdapat
di dalam publisistik

Metode Ilmu Dakwah

Yang dimaksud metode ilmu dakwah adalah cara kerja untuk dapat
memahami obyek studi ilmu dakwah.
Metode ilmu dakwah meliputi metode historis, deskriptif, korelasional,
ekperimental, kuasi eksperimental, dan metode aksi.

Metode historis yaitu penyelidikan yang mengaplikasikan metode pemecahan


yang ilmiah dari perspektif historis suatu masalah. Dalam penyelidikan
historis dilakukan analisis terhadap sebab-sebab suatu hal seperti peristiwa-
peristiwa tertentu, proses-proses dan lembaga-lembaga peradaban manusia
masa silam. Tujuannya adalah merekonstruksi masa lalu secara obyektif dan
sistematis dengan mengumpulkan bahan, menilai, melakukan verifikasi dan
mensintesiskan bukti untuk menetapkan fakta-fakta atau data-data dan
memperoleh kesimpulan yang kuat. Bentuk-bentuk sosial sekarang,
kebiasaan-kebiasaan atau cara hidup kita mempunyai akar-akarnya di masa
lalu. Karena itu sangatlah baik kalau dilakukan pelacakan melalui studi
historis.

Dalam konteks ilmu dakwah, metode historis dapat digunakan untuk


meneliti bentuk-bentuk dakwah pada zaman lampau misalnya pada zaman
Nabi, khulafa' al-rashidin dsb; meneliti subyek dakwah, terbentuknya
lembaga-lembaga keagamaan, melembaganya nilai-nilai atau norma-norma
masyarakat dan lain-lain. Penggunaan metode ini juga sangat bermanfaat
untuk mengkaji bagaimana kontinuitas dakwah dari masa ke masa beserta
dinamika yang terjadi di dalamnya.

Metode deskriptif yaitu metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis


fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu atau bidang tertentu secara
faktual dan cermat. Dalam konteks ilmu dakwah, metode ini berguna untuk
menuturkan, menganalisis dan mengklasifikasi obyek dakwah beserta
lembaga-lembaganya, keadaan norma-normanya, kepercayaannya dan
sebagainya.

Metode korelasional adalah kelanjutan metode deskriptif. Metode ini


bertujuan mencari hubungan/korelasi antara variabel satu dengan yang lain.
Dalam konteks ilmu dakwah metode ini dapat digunakan misalnya-
menyelidiki taraf pengamalan beragama masyarakat, kemudian
menghubungkan apakah ada korelasi antara usia, tingkat ekonomi dan
sebagainya dengan tingkat pengamalan beragama tersebut.

Metode eksperimental bertujuan untuk memperoleh data yang kongkrit


tentang pengaruh suatu keadaan terhadap keadaan yang lain. Metode
penelitian ini memungkinkan peneliti dapat memanipulasi variabel dan
meneliti akibat-akibatnya. Metode ini dapat digunakan untuk meneliti
efektifitas metode dan media dakwah.
Metode penelitian aksi bertujuan mengembangkan ketrampilan baru atau
cara pendekatan baru dan untuk memecahka masalah dengan penerapan
langsung di dunia kerja atau dunia aktual yang lain.

Anda mungkin juga menyukai