Anda di halaman 1dari 9

HADITS TATA PERGAULAN

Sebagian umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik bahwa Allah

SWT telah menetapkan batas-batas dalam pergaulan. Yang mana dalam

pergaulan terkadang manusia tidak lepas dari kesalahan, dosa, dan kekhilafan.

Untuk itu perlu rujukannya dalam bertingkah laku. Rujukan tersebut diantaranya

adalah hadits-hadits/sabda Rasulullah SAW, karena risalah pertama yang

disampaikan kepada umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya dalam

kehidupan sehari-hari kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disampaikan

pada kita secara jelas. Agar dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak melampaui

batas yang telah ditetapkan, maka kita harus dapat memahami sabda-sabda

Rasulullah tersebut.

Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa hanya pergaulan bebas dan

semacamnya hampir-hampir tidak memiliki rem, kaum muda saat ini berbuat

sekehendak hatinya. Begitu pula halnya kebiasaan nongkrong di jalan hampir-

hampir jadi tradisi serta hubungan silaturrahmi pun jarang dilakukan.

Untuk itulah, kita sebagai orang yang berilmu agar bisa mencari jalan

keluar untuk berbagai macam permasalahan dan kemudian kita dapat

memprakteknya dalam kehidupan sehari-hari.

A.    Larangan Berduaan Tanpa Mahram (LM: 1671)

‫اهلل ص لى اهلل علي ه و س لم‬ ِ ‫ت رس ول‬ ُ ‫ َس ِم ْع‬: ‫ال‬َ َ‫ض ى اهللَُ ْعن هُ ق‬ ِ ‫و َع ْن هُ ر‬
َ َ
ُ‫س افِ ُر ال َْم ْرأَة‬ ‫ت‬ ‫ال‬
َ ‫و‬ ‫م‬ٍ‫ الَيخلُ و َّن رج ل بِِإمرأ ٍَة اِالَّومعه اذُومحر‬: ‫َيخطُب ي ُق و ُل‬
َ ُ َ َ ْ َ ْ َََ َ َْ ٌ ُ َ َ ْ َ ْ َ ُ ْ
ٍ
‫ت َح ا‬ ْ ‫ِإم َرأَتِى َخ َر َج‬ َّ ،‫يارس ول اهلل‬:‫ فق ال‬.‫ام َر ُج ٌل‬
ْ ‫ِإن‬ ْ ‫ِاالََّم َع‬
َ ‫ َف َق‬.‫ِذي َم ْح َرم‬
ِ َ ‫ َف َق‬،‫َّجةً و ِإنِّى ِا ْكتتبت فِى غَ زو ٍة َك َذاو َك َذا‬
.‫ك‬ َ ِ‫ انْطَلِ ْق فَ َح ِّج َم َع إِ ْم َرأَت‬: ‫ال‬ َ َْ ُ ْ ََ َ
)‫(متفق عليه‬
1.      Terjemahan  Hadis :

"Ibnu Abbas berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah

seorang laki-laki  bersama dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah)

besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian) seorang


perempuan, melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan berkata : Ya

Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada

peperangan anu dan anu." Maka beliau bersabda, "Pergilah dan berhajilah
bersama istrimu."  [1]

(Mutatafaq’alaih)

2.      Tinjauan Bahasa

Sedang berkhutbah : ‫ب‬ُ ُ‫َي ْخط‬


Menyendiri : ‫يَ ْخلُ ْو‬
Muhrim, orang yang haram dinikahi : ‫َم ْح َرٍم‬
Mengadakan perjalanan : ‫سافِ ُر‬َ ُ‫ت‬
Keluar mengerjakan haji : ً‫ت َحا َّجة‬ْ ‫َخ َر َج‬
Menulis, mendaftar : ‫ت‬
َ ‫ِا ْكتَتَْب‬
Perang : ٌ‫غَ ْز َوة‬
Pergi berangkat. : ‫اِنْطَلِ َق‬

3.      Penjelasan Hadits

Larangan tersebut, antara lain dimaksudkan sebagai batasan dalam

pergaulan antara lawan jenis demi menghindari fitnah. Dalam kenyataannya, di

negara-negara yang menganut pergaulan bebas, norma-norma hukum dan

kesopanan merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan binatang

seakan-akan hilang. Hal ini karena kesenangan dan kebebasan dijadikan sebagai

rujukan utama. Akibatnya, perzinahan sudah bukan hal yang aneh, tetapi sudah

biasa terjadi, bahkan di tempat-tempat umum sekalipun. Kalau demikian adanya,

apa bedanya antara manusia dengan binatang ?


Oleh karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata untuk membatasi

pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk menyelamatkan peradaban manusia.

Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap

terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya

sebagai langkah preventif agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah

ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat.

Adapun larangan kedua, tentang wanita yang bepergian tanpa mahram,

terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa

larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik

yang dekat maupun yang jauh, harus disertai mahram. Ada yang berpendapat

bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh yang memerlukan waktu

minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan

bagi wanita yang masih muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua

diperbolehkan, dan masih banyak pendapat lainnya.

Sebenarnya, kalau dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan

safar adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri

dan meyakini tidak akan terjadi apa-apa. Serta merasa bahwa ia akan

merepotkan mahramnya setiap kali akan pergi. Maka perjalanannya dibolehkan.

Misalnya pergi untuk kuliah, kanotr dan lain-lain yang memang sudah biasa

dilakukan setiap hari, apabila kalau kantor atau tempat kuliahnya dekat. Namun

demikian, lebih baik ditemani oleh mahramnya, kalau tidak merepotkan dan

menganggunya.

Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan

keamanan. Begitu pula pergi haji, kalau diperkirakan akan aman, apalagi pada

saat ini telah ada petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab

terhadap keselamatan dan kelancaran para jamaah haji, maka seorang wanita

yang pergi haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau memang dia sudah

memenuhi persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji.

B.     Sopan Santun Duduk Dijalan (AN : 29)

‫ُعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬


َ ‫ص لَّى اهلل‬ َ ‫ُع ْن هُ َع ِن النَّبِ ِّي‬
ِ‫ير‬
َ ‫ض َي اهلل‬ ِِ ِ
َ ِّ ‫َع ْن أَبى َس ع ْيد الْ ُخ ْد ِر‬
ِ ِ ِ ِ ُّ
‫س نَا‬ ُ ‫ َمالَنَابُ ٌّد إنَّ َم اه َي َم َجال‬: ‫س َعلَى الط ُرقَ ات َف َق الُْوا‬
َ ‫ْجلُ ْو‬ُ ‫ إِيَّا ُك ْم َوال‬: ‫ال‬
َ َ‫ق‬
: ‫س فَ أَ ْعطُْواالطَّ ِريْ َق َح َّق َه ا قَ الُْوا‬ ِ ِ ِ َ َ‫ث فِ ْي َه ا ق‬
َ ‫ فَ إذَاأ ََب ْيتُ ْم إالَّ ال َْم َج ال‬: ‫ال‬ ُ ‫َنتَ َح َّد‬
‫الس الَم َِوأ َْم ٌر‬ َّ ‫ف اْالَذَى َو َر ُّد‬ ُّ ‫ص ِر َو َك‬
َ َ‫ض اْلب‬ ُّ َ‫ غ‬: ‫ال‬ َ َ‫اح ُّق الطَّ ِريْ ِق ؟ ق‬
َ ‫َو َم‬
)‫(رواه البخاري ومسلم وأبوداود‬ .‫بِال َْم ْع ُر ْو ِف َوَن ْه ٌي َع ِن ال ُْم ْن َك ِر‬
1.      Terjemahan Hadits :

"Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus

menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di jalan

– mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami

untuk mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut

karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka bertanya,

"Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha

untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan


larangan kemunkaran."[2]

(H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)

2.      Tinjauan Bahasa

ُ َ‫الطُُّرق‬ Jama dari  ‫الطُُّر ُق‬ yang


‫ات‬ : ‫الطُُّر ٌق‬
juga merupakan jama’ yang berarti jalan.
Memejamkan, menundukkan, menahan
pandangan mata.
: ‫ض‬
ُّ َ‫غ‬
Mencegah, menjauhkan dari : ‫ف‬ٌّ ‫َك‬
Bahaya, sesuatu yang membahayakan
atau merugikan.
: ‫َاْالَ َذى‬

3.      Penjelasan Hadits

Rasulullah SAW melarang duduk di pinggir jalan, baik di tempat duduk

yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya

larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa

membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat

merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat mereka

mengobrol. Rasulullah SAW. pun membolehkannya dengan syarat mereka harus

memenuhi hak jalan, yaitu berikut ini.

1)      Menjaga Pandangan Mata


Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau

muslimat, sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an :

Artinya : "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan

pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci

bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".

Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk

dipinggir jalan. Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai

uisa dan berbagai tipe. Maka bagi para lelaki jangalah memandang dengan

sengaja kepada para wanita yang bukan muhrim dengan pandanagan syahwat.

Begitu pula, tidak boleh memandang dengan pandangan sinis atau iri kepada

siapa saja yang lewat. Pandangan seperti tidak hanya akan melanggar aturan

Islam. Tetapi akan menimbulkan kecurigaan, persengketaan dan memarahan dari

orang yang dipandangnya, apalagi begi mereka yang mudah tersinggung. Oleh

karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga

pandangannya.

2)      Tidak Menyakiti

Tidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki,

dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya,

dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu kesil atau benda apa saja

yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan

air, dan lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung

perasaannya.

3)      Menjawab Salam

Menjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya

sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk dijalan,

hukum menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas tentang salam ini, akan

dibahas di bawah.

4)      Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran.

Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan

dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut,
dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang

bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah

dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan kesombongannya.

C.    Menyebarluaskan Salam (BM: 1559/1469)

‫يَااَُّي َه ا‬   : ‫ُعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ‫صلَّى اهلل‬ ِ
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ ِ ‫َعن َع ْب ِد‬
َ َ‫اهلل بْ ِن َسالٍَم ق‬ ْ
‫ص لُّ ْوا بِاللَّْي ِل َو‬ ِ ِ
َ ‫ام َو‬َ ‫الس الَِم َوص لُّ ْوا اْأل َْر َح ِام َواَطْع ُم ْوا الطَّ َع‬
َّ ‫ش ْوا‬ ُ ْ‫ اَف‬،‫َّاس‬
ُ ‫الن‬
.‫سالٍَم‬ ِ َ ‫ام تَ ْد ُخلُ ْو ال‬
َ ‫ْجنَّةَ ب‬ ٌ َّ‫َّاس ُني‬
ُ ‫الن‬
1.      Terjemahan Hadits :

"Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, "Hai

Manusia, siarkanlah salam dan hubungan kekeluarga-keluarga dan berilah makan

dan shalatl;ah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga
dengan sejahtera."[3]

(Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia sahihkannya)

2.      Tinjauan Bahasa:

َ ْ‫َاْ ِإلف‬
ُ‫شاء‬
Menjelaskan, tetapi maksud dalam
hadis diatas adalah menyebarkan :
salam
Kasih sayang, keluarga,
persaudaraan
: ‫ام‬
ُ ‫اْأل َْر َح‬
Damai, sejahtera : ‫السالَ ٌم‬
َّ
Hadits Kedua:

‫ش ْوا‬ َ ْ‫ اَف‬،‫َّاس‬ ِ َ َ‫اهلل بْ ِن َس الٍَم ق‬ِ ‫َعن َع ْي ِد‬


ُ ‫ يَااَُّي َهاالن‬:‫ال َر ُس ْو ُل اهلل ص م‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ ْ
ٌ َّ‫َّاس نِي‬ َّ ِ ُّ َ ‫ َو‬،‫ام‬ ِ ِ
‫ تَ ْذ ُخلُ ْو‬،‫ام‬ ُ ‫صل ْوا بالل ْي ِل َوالن‬ َ ‫ام َواَطْع ُم ْو الطَّ َع‬
َ ‫َ َوصلُ ْوا اْالَ َح‬،‫السالَم‬ َّ
.‫سالٍَم‬ ِ َ ‫ال‬
َ ‫ْجنَّةَ ب‬
Terjemahan hadits:

“Dari Abdullah bin Salam, Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: hai

manusia! Siarkanlah salam dan hubungilah keluarga-keluarga dan berikan makan

dan sembahyanglah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk

surga dengan sederhana.


3.      Penjelasan Hadits

Hadits diatas mengandung beberapa pokok bahasan, yaitu sebagai berikut

a.       Menyiarkan (menyebarkan) Salam

Salam merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling

mendoakan antar sesama muslim setiap kali bertemu. Mengucapkan salam

menurut kesepakatan para ulama hukumnya sunat mu'akad.  Ini dipahami dari

ayat 81 surat An-Nisa :

‫س َن ِم ْن َهاأ َْو ُرد ُّْو َه اإِ َّن اهلل َ َك ا َن َعلَى ُك ِّل َش ْى ٍء‬ ٍ ِ
ْ ‫احِّي ْيتُ ْم بِتَحيَّة فَ َحُّي ْوابِأ‬
َ ‫َح‬ ُ ‫َو إِ َذ‬
) ‫َح ِس ْيبًا (النساء‬
Artinya :

"Apabila ada orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat

(salamnya) itu dengan cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa

dengan penghormatannya). Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala

sesuatu".

(Q.S An-Nisa : 81)

Mengucapkan salam tidak hanya disunahkan ketika berjumpa dengan

orang yang dikenal saja, tetapi juga bertemu dengan orang yang belum dikenal.

Sebagaimana dinyatakan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan

Muslim :

: ‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ


َ ‫َع ْن َع ْبد اهلل ابْ ِن عُ َم َر َرضى اهلل ُأَنْهُ َر ُجالً َسأ ََل النَّبِ َّى‬
‫ت َو َم ْن لَ ْم‬َ ْ‫الس الَ َم َعلَى َم ْن َع َرف‬ َّ ُ‫ تُط ِْع ُم َوَت ْق َرء‬: ‫ال‬ َ َ‫َي اْ ِإل ْس الَ ُم َخ ْي ٌر ؟ ق‬
ُّ ‫أ‬
ْ ‫َت ْع ِر‬
)‫ (رواه البخارى ومسلم‬.‫ف‬
Artinya :

"Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada

Rasulullah SAW, "Islam seperti apakah yang paling baik ? Nabi Menjawab,

"Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada kamu kenal mapun

kepada orang yang tidak kamu kenal.

(H.R Bukhari da Muslim)


Dengan hadits lain juga diterangkan tentang siapa yang pertama kali

harus mengucapkan salam, yaitu orang yang dalam kendaraan kepada yang

berjalan kaki, orang yang berjalan kepada yang duduk, kelompok yang sedikit

kepada kelompok yang besar. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits :

َ َ‫ُعلَْي ِه َو َس لَّ َم ق‬
: ‫ال‬ َ ‫ص لَّى اهلل‬ ِ
َ ‫َن َر ُس ْو ُل اهلل‬ َّ ‫ُع ْن هُ أ‬
َ ‫ض َى اهلل‬ ِ ‫َعن أَبِى ُهر ْي ر َة ر‬
َ َ َ ْ
‫اع ِد َو اْل َقلِ ْي ُل َعلَى‬ ِ ‫اش ى على اْل َق‬ ِ ‫اش ى و الْم‬ ِ ‫يس لِّم ال َّراكِب َعلَى الْم‬
َ َ َ َ َ ُ ُ َُ
.‫الص ِغ ْي ُر َعلَى اْل َكبِْي ِر‬
َّ ‫ َو‬: ‫ى‬ِّ ‫ َوفِى ِر َواَ ٍية لِلْبُ َخا ِر‬ ‫متفق عليه‬.‫اْل َكثِْي ِر‬
Artinya :

"Abu Hurairah r.a berkata : "Rasulullah SAW bersabda, orang yang berkendaraan

memberi salam kepada yang berjalan, dan yang berjalan memberi salam kepada

orang yang duduk. Dan rombongan yang sedikit memberi salam kepada yang

banyak."

(H.R Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Bukhari : "Dan yang kecil memberi salam kepada yang

besar."

Salam juga disunahkan diucapkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika

hendk masuk rumah orang lain. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an :

Artinya :

"Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah

kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada

dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi

baik.Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu

memahaminya.

(Q.S. An-Nur : 61)

Begitu pula ketika meninggalkan suatu tempat atau rumah disunahkan

pula mengucapkan salam. Rasulullah SAW bersabda:

‫ (رواه‬.‫س الَِم‬ ِ ِ ِِ ِّ َ‫اد َخلْتُ ْم َب ْيتًاف‬ ِ


َ ‫س ل ُم ْوا َعلَى أ َْهل ه فَ إ َذا َخ َر ْجتُ ْم فَ أ َْو َدعُ ْوا أ َْهلَ هُ ب‬
َ َ ‫ا َذ‬
)‫البيهقى‬
Artinya:
”Apabila seorang diantara kamu masuk ke dalam suatu rumah, maka hendaklah

ia mengucap salam. Apabila ia lebih dahulu berdiri meninggalkan rumah itu,

hendaklah ia mengucapkan atau memberi salam pula”.

(HR. Al-Baihaqi) 

Kesimpulan :

Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya, larangan

berduaan tanpa mahram disini membahas dua poin.

1)      Larangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan

belum resmi menikah.

2)      Larangan bepergian kecuali dengan mahramnya.

Kemudian larangan duduk dipinggir jalan, disini Rasulullah SAW,

membolehkan dengan syarat harus memenuhi hak jalan antara lain :

1)      Menjaga pandangan mata

2)      Menjawab salam

3)      Memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kemunggakaran.

Salam, merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling

mendoakan antar sesama muslim setiap kali bertemu.

[1] Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta:


PT. Pustaka Setia, 2003, h.217
[2]  Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta:
PT. Pustaka Setia, 2003
[3] Kahar Munsyur, Bulughul Maram, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. 3,
hal.225

Diposkan Oleh Bang Yu

Anda mungkin juga menyukai