Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemapanan sebuah disiplin ilmu ditandai dengan teori-teori yang
dimilikinya, sama halnya dengan ilmu dakwah, tanpa teori dakwah, maka apa
yang disebut ilmu dakwah tidak lebih dari sekedar kumpulan pernyataan
normatif tanpa memiliki kadar analisis atas fakta dakwah atau sebaliknya
hanya merupakan kumpulan pengetahuan atas fakta dakwah yang tidak akan
bisa dijelaskan hubungan kausalitasnya antar fakta dapat memandu
pelaksanaan dakwah dalam menghadapi masalah yang kompleks. Teori
dakwah menjadi subtansi ilmu dakwah sebab isi suatu ilmu itu adalah tentang
teori tentang objek kajiannya.
Secara akademik dengan adanya teori dakwah maka dapat dilakukan
generalisasi atas fakta-fakta dakwah, memandu analisis dan klasifikasi fakta
dakwah, memahami an antar variable dakwah, mejelaskan fakta dakwah
(eksplanasi), menaksir kondisi dan masalah dakwah baru seiring dengan
perubahan sosial dimasa depan, serta menghubungkan pengetahuan masa lalu,
masa kini dan yang akan datang. Ketika mampu mengeksplanasi gejala.
Dengan adanya teori-teori dakwah yang telah menyebabkan keberhasilan
dakwah masa lalu dapat diuji kembali relevansi teori dengan fakta dakwah
yang ada pada saat sekarang, dan masa depan. Apa yang menyebabkan tidak
berhasilnya dakwah masa lalu, maka akan mampu membuat control dengan
upaya-upaya antisipatif.
Untuk itu diperlukan suatu teori medan dakwah yang gunanya untuk
mengetahui secara pasti dakwah tersebut,apakah statusnya baik dari tempat
atau pelaksanaan dakwah menemukan suatu kejelasan yang pasti,dan
perjalanan dakwah tersebut akan lebih jelas nantinya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud dengan Metode Experimentatif dakwah?
2. Bagaimana Peranan Metode Experimentatif dalam pelaksanaan dakwah?
3. Apa yang dimaksud dengan Teori Medan Dakwah?
4. Apa pengaruh Teori Medan Dakwah terhadap jalannya dakwah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui lebih khusus tentang penggunaan metode
eksperimentatif dalam berdakwah
2. Untuk mengetahui tentang apa saja yang berkaitan dengan teori medan
dakwah

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah berguna untuk
kemashlahatan manusia dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari hari.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Dakwah Experimentatif


Metode experimen dakwah:Berasal dari kata experiment yang berartii
pengujianEksperimen dapat didefenisikan sebagai kegiatan terinci yang
direncanakan untuk menghasilkan data untuk menjawab suatu masalah atau
menguji sesuatu hipotesis.
Pengertian EKSPERIMEN (KUANTITATIF) Menurut Yatim Riyanto
pengertian eksperimen merupakan dalam melakukan eksperimen peneliti
memanipulasikan suatu Ciri utama dari true experimental adalah bahwa sampel yang
orang ahli maka sebelum instrumen disusun menjadi item-item instrumen maka perlu
dibuat kisi-kisi instrumen.
Sedangkan Menurut Para Ahli lainnya :
1.      Menurut Hadi (1985),  penelitian eksperimen dakwah adalah penelitian yang
dilakukan untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan dari suatu dakwah yang di
ujicoba secara sengaja oleh peneliti.
2.      Menurut Ltin ( 2002),penelitian eksperimen merupakan penelitian yang
dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat
manipulasi terhadap perilakuindividu yang diamati.
3.      Menurut Sukardi ,penelitian eksperimen merupakan metode sistematis guna
membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat ( causal-effect
relationship)
4.      Menurut Sugiyono, penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendalikan.
. Metode eksperimentatif juga disebut dengan metode penelitan dengan
pengumpulan data. Menurut Al-mawi sampai saat ini setidaknya terdapat
empat macam metode dalam penafsiran al-Qur’an yaitu: metode tahlili,
metode ijmali, metode muqorin, metode maudhu’i. dimana metode yang
terakhir ini adalah suatu metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-

3
Qur’an mengenai suatu masalah dengan jalan menganalisis lewat ilmu-ilmu
bantu yang relevan dengan maslah yang dibahas. Dalam metode ini, ayat-ayat
yang membahas maslah yang sma dikumpulkan dan dikaji secara cermat dan
mendalam sehingga melahirkan konsep jawaban yang utuh dan mendalam
mengenai materi dakwah.Hal ini berarti dakwah berperan sebagai memberi
suatu pengajaran kepada mad’u dan mad’u berusaha menafsirkannya.Hal
demikian sesuai dengan Qs. An-Nahl 125 :
ِ ِ ‫ْح ْكم ِةوالْمو ِعظَ ِةالْح‬ ِ ِ ‫ا ْدعُِإلَٰى‬
َ ‫سنُِۚإ َّن َربَّ َك ُه َوأَ ْعلَ ُمبِ َم ْن‬
‫ض‬ ْ ‫سنَةۖ َو َجادل ُْه ْمبِالَّتِي ِهيَأ‬
َ ‫َح‬ ََ ْ َ َ َ ‫سبِيل َربِّ َكبِال‬ َ
ِ ِ ِ ِ ‫لَّع ْن‬
َ ‫سبيل ِهۖ َو ُه َوأَ ْعلَ ُمبال ُْم ْهتَد‬
‫ين‬ َ َ
Artinya:Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(Qs 16:125)

Sumber-sumber metode dakwah experimentatif


1. Al-quran
Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang membahas tentang
masalahdakwah. Di antara ayat-ayat tersebut ada yang berhubungan
dengan para rasuldalam menghadapi umatnya. Selain itu, ada ayat-ayat
yang ditujukan kepada Nabimuhammad Saw ketika beliau melanjarkan
dakwahnya. Semua ayat-ayat tersebutmenunjukkan metode yang harus
dipahami dan dipelajari oleh setiap muslim. Allah Swt berfirman:

‫ت بِِه ُف َؤ َاد َك ۚ َو َجاءَ َك ِف َٰيه ِذ ِهاحْلَ ُّق‬ ُّ ‫ك ِم ْن أَْنبَ ِاء‬


ُ ِّ‫الر ُس ِل َما نُثَب‬ ُّ ‫ َو ُكاًّل َن ُق‬ 
َ ‫ص َعلَْي‬

‫ني‬ِِ ِ ِ ِ
َ ‫َو َم ْوعظَةٌ َوذ ْكَر ٰى ل ْل ُم ْؤمن‬
Dan semuakisah-kisah dari rasul-rasul yng kami ceritakan kepadamu
ialah kisah-kisah yang dengannya dapat kamu teguhkan hatimu, dan
dalam surat ini datangkedamu kebenaran serta pengajaran dan
peringatan bagi orang-orang yangberiman.(QS. Hud: 120)

2. SunnahRasul

4
Di dalam sunnah rasul banyak kita temui hadits-hadits yang
berkaitandengan dakwah. Begitu juga dalam sjarah hidup dan
perjuangannya dan cara-carabeliau pakai dalam menyiarkan dakwahnya
baik ketika beliau berjuang di makkahmaupun di Madinah. Semua ini
memberikan contoh dalam metode dakwahnya.Karena setidaknya kondisi
yang di hadapi Rasulllah Saw ketika itu dialami jugaoleh juru dakwah
sekarang ini.

3. Sejarah Hidup Para Sahabat dan Fuqoha’


Dalam sejarah hidup parasahabat-sahabat besar dan para fugaha
cukuplahmemberikan contoh baik yang sangat berguna bagi juru dakwah.
Karena merekaadalah orang yang expert dalam bidang agama. Muadz bin
jabal dan para sahabatlainya merupakan figur yang patut dicontoh
sebagaikerangka acuan dalammengembangkan misi dakwah.

B. Teori Medan Dakwah


Teori Medan dakwah adalah teori yang menjelaskan tempat dimana
dakwah diadakan (berlangsung). Syarat utama dakwah sebenarnya hanya dua,
yaitu ada da’i dan ada mad’u.[1] Keduanya saling terkait dan terikait. Sebagai
seorang da’i, sebelum menyiarkan agama ada beberapa hal yang harus
diperhatikan. Yang paling utama yaitu mengenal medan berdakwahnya.
Bagaimana mad’u nya.[2] Apa yang dibutuhkan oleh mad’u. Seperti apa
strategi dakwahnya. Seperti apa sikap dan cara berdakwahnya. Apa saja hal-
hal yang perlu dipersiapkan dalam berdakwah. Kemudian kendala-kendala apa
saja yang biasanya dihadapi oleh da’i ketika berdakwah. Dan bagaimana
caranya untuk bertahan di medan dakwah. Itu semua harus disiapkan oleh para
da’i. Sehingga dakwahnya bisa berjalan dengan sukses.

[1]HM. Kholili, Beberapa Pendekatan Psikologi dalam Dakwah, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008),
hlm. 25
[2]M. Natsir, Fiqhud Da’wah, (Surakarta:Yayasan Kesejahteraan Pemuda Islam, 1981), hlm. 162

5
Siapa mad’u nya, da’i harus mengetahui dahulu siapa penerima
dakwahnya. Bagaimana latar belakangnya, seperti apa budayanya. Dari situ
da’i akan dengan mudah menentukan materi yang akan disampaikan dan
bagaimana penggunaan bahasa yang pas untuk mad’u nya, serta umpan balik
apa yang akan diterima da’i oleh mad’u.[3]
Pemilahan bahasa dalam berdakwah sangat menentukan keberhasilan
seorang da’i dalam berdakwah. Seorang da’i yang baik pasti akan bertutur
kata yang baik, lemah lembut, rendah hati, dan sabar. Karena kebenaran tidak
bisa disampaikan melalui keangkuhan dan takabbur (merasa paling tinggi).
Sehingga dalam berdakwah haruslah menggunakan kata-kata yang baik, yang
tidak menyinggung atau mendiskriminasi pihak tertentu. Hal tersebut
tercantum dalam firman Allah SWT, QS. Ali-Imran ayat 159 yang artinya,
“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,[4]
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, dan bermusyawarahkan bersama mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya”.
Teori ini dapat dikatakan sebagai teori yang menjelask situasi teologis,
kultural, dan struktural mad’u (masyarakat) pada saat permulaan pelaksanaan
dakwah Islam.
Dakwah Islam, sebagaimana diketahui, adalah sebuah ihtiar muslim
dalam mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, jama’ah dan
masyarakat dalam semua aspek kehidupan sampai terwujud khairul ummah.
Khairul ummah adalah tata sosial yang sebagian besar anggotanya bertauhid
(beriman), senantiasa menegakkan yang ma’ruf (tata sosial yang adil), dan
secara berjama’ah senantiasa berusaha mencegah yang munkar.
[3]Makmun Khairani, Psikologi Umum, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 43.

[4]Ibid., hlm. 171.

6
Di dalam khairul ummah, penyampaian yang ma’ruf (penegakkan
keadilan) dan pencegahan yang munkar kezhaliman merupakan suatu
kewajiban bukan hak. Artinya, penegakkan keadilan merupakan imperatif
moral-fitri yang terdalam, bagian integral fungsi sosial Islam dan, sekaligus,
merupakan refrelksi tauhid, yang jika tidak ditunaikan berarti penyimpangan
dari kebenaran, berarti suatu bangsa.
Seorang da’i suatu ketika pasti berhadapan dengan karakteristik
manusia yang berbeda-beda dan dalam situasi yang berbeda-beda pula.
Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh faktor personal atau situasional, faktor
internal maupun faktor sosiokultural. Oleh karena itu pengetahuan tentang
karakteristik manusia sangat membantu tugas-tugas seorang da’i.
Manusia dakwah terdiri dari da’i dan mad’u. Seorang da’i yang juga
psikolog berkepentingan untuk mengetahui bagaimana mad’u memproses
pesan dakwah serta bagaimana cara berpikir dan melihat mereka, dipengaruhi
oleh lambang-lambang yang dimiliki. Pengetahuan tentang karakteristik
manusia juga diperlukan misalnya oleh penyelenggara kegiatan dakwah (yang
sebenarnya dapat masuk kelompok da’i atau mad’u) ketika menentukan siapa
da’i yang akan diundang.[5] Salah satu pusat perhatian Psikologi dakwah
adalah bagaimana dakwah itu bisa dilakukan secara persuasif. Dakwah
persuasif adalah proses mempengaruhi mad’u dengan pendekatab psikologis,
sehingga mad’u mengikuti ajakan da’i tetapi merasa sedang melakukan
sesuatu atas kehendak sendiri.
Keberhasilan suatu dakwah dimungkinkan oleh berbagai hal. Pertama,
pesan dakwah yang disampaikan oleh da’i relevan dengan kebutuhan mad’u.
Kedua, faktor pesona da’i. Ketiga, kondisi psikologis mad’u. Keempat,
kemasan dakwah yang menarik.

[5] Muhammad Hasan al-Jamsi, al-Du’at wa al-Da’wat al- Islamiyyahal-Muasirah,(Damaskus: Dar al Rasyid,
tt. ), hlm. 24

7
Untuk membuat dakwah itu persuasif, seorang da’i harus memiliki
kriteria-kriteria yang dipandang positif oleh masyarakat.[6]Pertama, memiliki
kualifikasi akademis tentang Islam. Kedua, memiliki konsistensi antara amal
dan ilmunya. Ketiga, santun dan lapang dada. Keempat, bersifat pemberani.
Kelima, tidak mengharap pemberian orang (‘affal), ‘iffah artinya bersih dari
pengharapan terhadap apa yang ada pada orang lain. Keenam, Qanaah atau
kaya hati. Ketujuh, kemampuan berkomunikasi. Kedelapan, memiliki ilmu
bantu yang relevan. Kesembilan, memiliki rasa percaya diri dan rendah hati.
Kesepuluh, tidak kikir ilmu (kitman al-‘ilm), kesebelas, anggun. Keduabelas,
selera tinggi. Ketigabelas, sabar. Keempatbelas, memiliki nilai lebih.
Modal moral bagi seorang da’i sangat diperlukan. Yaitu komitmennya
kepada Allah dan Rasul, kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dan kepada
kebenaran universal. Da’i yang seperti itulah yang masuk dalam kategori
mujahid dakwah.
Dalam perspektif yang demikian, maka tegaknya tata sosial yang adil
dalam ridha allah merupakan komitmen semua muslim karena dakwah
diwajibkan kepada semua muslim. Masyarakat merupkan kumpulan sekian
banyak individu kecil atau besar yang terikat oleh satuan,adat,ritus, atau
hukum khas, dan hidup bersama. Setiap masyarakat mempunyai ciri khas dan
pandangan hidupnya mereka melangkahberdasarkan kesadaran tentang hal
tersebut. Inilah yang melahirkan watak dan kepribadiannya yang khas.
Setiap Nabiullah dalam melaksanakan dakwah senantiasa menjumpai
sistem dan struktur masyarakat yang didalamnya sudah ada al-mala(penguasa
masyarakat) al-mutrafin(penguasa ekonomi masyarakat), dan al-
mustad’afin(masyarakat umum yang tertindas/ dilemahkan hak-haknya). Hal
ini nampak jelas pada nabi Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, dan Nabi
Muhammad SAW

[6] Ilyas Ismail Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Perdaban Islam,
(Jakarta :Kencana 2011), hlm. 27.

8
Terbentuknya struktur masyarakat yang demikian ditentukan oleh
beberapa faktor :
1. Sistem teologis yang ada menempatkan keiinginan subjektif manusia (al-
hawa)[7] sebagai ilah yang menentukan orientasi hidupnya yang biasanya
di dominasi oleh keiinginan subjektif al- malanya[8].
2. Secara sunatullah kekuasaan dalam masyarakat akan didominasi oleh
seseorang atau sekelompok orang yang dipandang memiliki
kelebihankelebihan tertentu.
3. Bahwa kekuatan kepemimpinan masyarakat akan mudah goyah jika kita
tidak memperoleh dukungan kaum aghniya yang mengendalikan roda
perekonomian masyarakat
4. Pola kerjasama dua kekuatan sosial, al-mala dan al-mutrafin melahirkan
kaum al- mustadafin yang secara alami mereka adalah kaum yang serba
kekurangan yang direkayasa untuk tetap lemah. Hak-haknya tidak
dipenuhi oleh sistem sosial yang ada dan secara ekonomis pendapatan
mereka dibatasi oleh al-mudrafin dengan perlindungan al-mala.
Struktur sosial yang demikian ketika merespons dakwah para Nabiullah
serta para penerus risalahnya, memiliki kecenderungan bahwa al-mala dan
al-mutrafin selalu berusaha menolak dakwah islam. Penolakan ini karena
ada beberapa sebab:
a. Mereka meresa telah memiliki jalan hidup (din) yang diwarisi dari
nenek moyangnya sehingga ketika disampaikan kebenaran oleh para
Nabiullah mereka pandang sebagai kepalsuan dan kesesatan.
b. Mereka merasa dirinya memiliki nilai lebihbaik dari sisi status social,
politik, ekonomi, maupun kecerdasan intelektual sehingga memandang
Nabiullah tidak berfikir sehat dan bodoh.
[7] Makmun Khairani, Psikologi Umum, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 43.
[8] Ibid., hlm. 171.

9
c. Materi dakwah para Nabiullah sesuai dengan hakikat ajaran Allah
mengandung kritik yang mendasar atas kemapaan mereka dalam
kejahatan dan kedhaliman.
Dalam hal ini karena esensi dakwah adalah melakukan amar
ma’ruf (mengajak umat manusia memilih jalan keadilan dan kebenaran)
dan nahi munkar (mencegah tindakan kedhaliman dan kesesatan)[9].
Sedangkan respons positif terhadap dakwah biasanya diperoleh dari kaum
al-musthad’afin.[10] Kondisi ini di sebabkan beberapa hal:
a. Posisi mereka yamg di lemahkan hak-hak nya (tertindas) dan
kejernihan hatinya yang sedikit berpeluang melakukan kejahatan
secara sengaja telah menyebabkan hati mereka sudah menerima
dakwah Islam (kebenaran).
b. Para Nabiullah dipandang oleh kaum al-musthad’afin sebagai tokoh
pembebas mereka untuk keluar dari situasi secara structural maupun
kultural tidak menguntungkan kehidupan nya.Bahwa dalam situasi
system kemasyarakatan yang demikian, pembobolan dari dalam
struktur al-mala dan al-mutrafin di mungkinkan dapat berjalan secara
bertahap jika ada di antara al-mala dan al-mutrafin yang memiliki
kejernihan hati untuk menangkap pesan Islam dan keberanian untuk
bertindak melepas diri dari kung-kungan teologis, kulural (faktor
hidayah) dan adanya kenyataan silap istoqomah dai dalam
melaksanakan tugas dan kekuatan ukhuwah Islamiyah diantara
pendukung dakwah.

[9]Qalbi Khairi,Esensi Dakwah Islam dalam Artian Luas(Yogyakarta:Aswaja Pressindo , 2013),hlm.90

[10]Ibid,hlm 123

10
Ruang lingkup dakwah Islamiyah amat luas[10], seluas lingkungan
hidup manusia sendiri. Manusia yang tidak mengerti ada sepanjang
zaman, sejak dahulu sampai sekarang. Bukan saja yang belum Islam, yang
tidak mengerti dan tidak mengetahui, bahkan juga manusia Muslimpun
banyak yang tidak mengetahui.Pertama kali Nabi Muhammad
diperintahkan mendakwahkan kaum kerabat nya yang terdekat, kemudian
dakwah harus diluaskan kepada kaum nya, setelah itu barulah dakwah
meluas kepada penduduk Makkah dan rakyat sekitar nya, selanjut nya
dakwah meluas lagi mencakup manusia seluruh nya. Disamping harus
mendakwahkan orang-orang yang memang takut kepada Allah, juga yang
pertama harus mendakwahkan mereka yang zalim dank keras kepala.
Disamping harus mengulangi dakwah kepada orang-orang yang beriman,
berbakti dan orang-orang yang sabar. Dakwah harus dilakukan kepada
orang-orang munafik, orang kafir dan orang-orang yang membantah.
Melihat begitu luas nya ruang lingkup dakwah Islamiyah, maka
mengertilah kita kalua medannya pun banyak pula. Segala lingkungan
hidup manusia adalah medan dakwah.

[11]Abdul Munir Mulhkan,Ideologisasi Gerakan Dakwah(Yogyakarta:SI Express,1996],hlm.205

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode eksperimentaif dalam dakwah berarti suatu kajian yang
berusaha mencoba/menguji objek ilmu dakwah apakah objek dakwah
mendapat efek dari d atau tidak.Ada 2 hal yang menjadi pertimbangan dalam
melakukan eksperimen dakwah.Yang pertama adalah objek kajian,dan yang
kedua adalah waktu.Jadi dalam melakukan metode eksperimentatif memakan
waktu yang cukup lama karena memerlukan banyak tahapan dalam pengujian
ilmu dakwah.Pengujian bisa bersifat tertulis atau non tertulis.Penelitian
dakwah yang tertulis dapat berupa temuan langsung kelapangan dan mencatat
sumber sumber ilmu yang ada.Sementara non tertulis dapat berupa
dokumentasi di lapangan dan menerjemahkannya untuk mendapatkan
hakikat/efek dari pengujian ilmu dakwah.
Sedangkan teori medan dsakwah adalah Teori Medan dakwah adalah
teori yang menjelaskan tempat dimana dakwah diadakan (berlangsung). Syarat
utama dakwah sebenarnya hanya dua, yaitu ada da’i dan ada mad’u. Keduanya
saling terkait dan terikait. Sebagai seorang da’i, sebelum menyiarkan agama
ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Yang paling utama yaitu mengenal
medan berdakwahnya. Bagaimana mad’u nya.Apa yang dibutuhkan oleh
mad’u

B. Saran
Menyadari bahwa penulisan dalam makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, kedepannya pemakalah akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih
banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.Untuk saran bisa berisi
kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan.Pemakalah menyadari

12
bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata kesempurnaan.Pemakalah
memohon maaf apabila ada kekurangan baik dari segi tulisan maupun dari
segi isi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kusnawan, Aep. 2004. Ilmu Dakwah (Kajian Berbagai Aspek). Bandun: Pustaka
Bani Quraisy.

Sulton, Muhammad. 2003. Desain Ilmu Dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ilyas Ismail Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan
Perdaban Islam, Jakarta :Kencana.2011

Saputra, Wahidi. Pengantar Ilmu Dakwah : Rajagrafando Persada. (2011)

AS, Enjang. Aliyudin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah.Bandung: Widya Padjhadjaran.


(2009)

14

Anda mungkin juga menyukai