Anda di halaman 1dari 13

KONSEP SASARAN DAN METODE DAKWAH DILIHAT DARI PERSPEKTIF AL-

QUR’AN

Oleh :
Ahmad Nafiu’ul Umam (04010420003)
Halimatus Sa’diyah (04010420007)

Dosen Pengampu :
Anwari Nurul Huda, S.Sos. I., MA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH (D1)


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... 2

BAB I ............................................................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN..................................................................................................................................... 3

A. Latar Belakang................................................................................................................................. 3

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 3

C. Tujuan .............................................................................................................................................. 3

BAB II .......................................................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 4

A. Sasaran Dakwah .............................................................................................................................. 4

B. Metode Dakwah ............................................................................................................................. 9

KESIMPULAN ........................................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu dakwah adalah ilmu yang sangat luas cakupannya. Ilmu dakwah juga akan
terus berkembang seiring perkembangan zaman yang sangat pesat ini. Jika melihat lebih
jauh, sasaran dakwah juga harus diperhatikan dalam penerapan ilmu dakwah. Karena kalau
kita melihat dalam surat al-Hujuraat [49]: 13, telah dijelaskan bahwa umat manusia ini
terbagi menjadi beberapa kelompok/golongan yang pastinya masing-masing dari mereka
memiliki karakteristik dan budaya yang berbeda. Oleh karena itu, di dalam pokok bahasan
ini akan menjelaskan mengenai sasaran dakwah yang sesuai dengan petunjuk dari Allah
SWT dalam surat al-Tahrim : 6 dan al-Syua’ara’ : 214.
Setelah mengetahui sasaran dakwah sekalipun, seorang pendakwah harus
memahami metode apa yang akan digunakan dalam berdakwah kepada sasaran dakwah
tersebut. Tentunya semua ini akan didasarkan pada perspektif Al-Qur’an surat al-Nahl :
125. Sedikit banyak kami akan memaparkan beberapa metode diluar perspektif surat al-
Nahl : 125 yang sebenarnya juga saling terkait satu sama lainnya.
B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja kelompok/golongan yang menjadi sasaran dakwah jika dilihat dalam
perspektif al-Qur’an?
2. Kira-kira, metode apa yang digunakan untuk berdakwah jika dilihat dalam perspektif
al-Qur’an juga?
C. Tujuan
Untuk mengetahui siapa saja golongan/kelompok yang menjadi sasaran dakwah seorang
da’I dan metode apa yang kiranya bisa digunakan dalam berdakwah dengan melihat dari
perspektif al-Qur’an.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sasaran Dakwah
‫ع ِل ْي ٌم‬ َ ‫ّٰللاِ اَتْ ٰقىكُ ْم ۗاِ َّن ه‬
َ ‫ّٰللا‬ َ َ‫اس اِنَّا خَ لَ ْق ٰنكُ ْم م ِْن ذَك ٍَر َّوا ُ ْن ٰثى َو َجعَ ْل ٰنكُ ْم شُعُ ْوبًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل ِلتَع‬
‫ارفُ ْوا ۚ اِنَّ اَ ْك َر َمكُ ْم ِع ْن َد ه‬ ُ َّ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الن‬
‫خَ بِي ٌْر‬
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah SWT ialah orang
yang takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.
Al-Hujuraat [49]: 13).
Surat al-Hujuraat ayat 13 ini menegaskan bahwa sebenarnya memang al-Qur’an
telah menjelaskan tentang bagian/varian kelompok dan golongan. Dari setiap bagian
kelompok/golongan telah jelas bahwa karekteristik masing-masing berbeda. Tentunya
ini sangat berpengaruh pada seorang pendakwah terkait masalah sasaran dakwah
mereka.
Ali Aziz (2017: 227) dijelaskan bahwa dalam Abu al-Fath al-Bayanuni (1993: 169)
mengatakan, sasaran dakwah harus dikelompokkan dari sudut pandang keimanannya.
Setelah itu kita akan mengelompokkan dari sisi psiko-sosilogisnya dan kemudian
membuat analisis mengenai tingkat prioritas dan standar sasaran dakwah dalam hal
penerimaan dan penolakan dakwah.
Sasaran dakwah adalah mereka (kelompok / golongan / individu) sebagai penerima
pesan dakwah. Seperti sifat dakwah yang tidak ada paksaan, maka seorang pendakwah
sebaiknya mengetahui terlebih dahulu sasaran kelompok dakwah yang akan menerima
pesan dakwah ketika disampaikan. Agar tidak terkesan sebagai orang yang paling tahu
tentang islam, pendakwah harus menyesuaikan kiranya pesan dakwah apa yang sesuai
dengan sasaran dakwahnya.
Sebelum berdakwah kepada masyarakat luas, alangkah baiknya berdakwah kepada
diri sendiri dan keluarga atau kerabat dekat terlebih dahulu seperti yang telah dijelaskan
dalam firman-Nya QS. At-Tahrim ayat 6 dan As-Syu’ara ayat 214.
1. Tela’ah Surat QS. At-Tahrim 66:06
Allah SWT berfirman dalam ayat-Nya
ۤ
ُ ‫علَ ْي َها َم ٰل ِٕىكَةٌ غ ََِلظٌ ِشدَا ٌد ََّّل يَ ْع‬
‫ص ْو َن‬ َ ‫اس َو ْالحِ َج‬
َ ُ ‫ارة‬ ُ َّ‫َارا َّوقُ ْو ُدهَا الن‬ َ ُ‫اَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمن ُْوا قُ ْٰٓوا اَ ْنف‬
ً ‫سكُ ْم َواَ ْه ِل ْيكُ ْم ن‬
٦ – ‫ّٰللا َمآٰ اَ َم َرهُ ْم َويَ ْفعَلُ ْو َن َما يُؤْ َم ُر ْو َن‬
َ‫ه‬

4
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan
keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Terjemahan dari QS. At-Tahrim ayat 6 sudah jelas menunjukkan bahwa orang-
orang yang beriman diperintahkan untuk berdakwah kepada diri sendiri dan keluarga.
Merujuk pada kata “Qu” (Fiil Amr atau kata perintah) yang berasal dari kata Waqaa
berarti menjaga atau melindungi. Seorang manusia harus melindungi dirinya sendiri
dan keluarganya, terbukti dalam kata “Anfusakum” yang berarti diri sendiri dan “Wa
ahlikum” yang artinya keluargamu. Kata “Naa raa” berarti neraka, artinya seluruh
manusia harus melindungi diri dan keluarganya dari api neraka. Sebuah api akan tetap
menyala apabila terdapat bahan bakarnya, dan bahan bakar api neraka adalah manusia
dan batu “Wa quudun Naasu Wal Khijaarah”. Apabila dipahami lebih dalam, bahwa ayat
itu ditujukan kepada seorang ayah karena dia adalah pimpinan keluarganya. Namun
sejatinya, semua orang dapat menjadi pendakwah yang berarti ayat tersebut juga
memerintah tertuju kepada semua orang tanpa memandang gender.
Tafsir al-Misbah mengenai ayat tersebut adalah manusia-manusia yang kufur dan
kafir serta penyembah berhala menjadi bahan bakarnya. Patung berhala yang terbuat
dari batu merupakan salah satu penghidup api neraka selain manusia. Selain itu,
manusia-manusia pembangkang akan di siksa dengan kasar oleh malaikat yang keras
1
dan mematuhi segala perintah dari Allah. Sedangkan Jalalain dan Ibnu Katsir
menafisrkan ayat tersebut merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada semua hamba-
Nya dengan memberikan perintah yang membawa kebaikan dan kemanfaatan kepada
manusia. Sebaliknya, Allah memberikan suatu peringatan karena itu tidak membawa
manfaat bahkan dapat merugikan umat manusia.2 Oleh karena itu, umat manusia
diperintahkan supaya mematuhi dan meninggalkan semua larangan-Nya karena Allah
maha pengasih lagi maha penyayang (Al-Fatihah ayat 1).
Turunnya ayat ini dikarenakan Umar bin Khattab bertanya kepada Rasulullah
“Wahai Rasulullah, aku dapat melindungi diriku sendiri dengan kekuatanku dihadapan manusia.
Tetapi aku tidak dapat melindungi keluargaku dari siksaan Allah. Ya Rasul, bagaimana supaya
aku bisa melindungi keluargaku dari siksaan Allah?”. Rasulullah menjawab “Wahai Umar,
cukup mudah agar bisa melindungimu dari siksa Allah yakni dengan cara ingatkan selalu kepada

1
Rohinah (2015). Pendidikan Keluarga Menurut Surat at-Tahrim ayat 06, Hal 8.
2
Fakhrurrazi (2018). Potret Pendidikan Keluarga dalam al-Qur’an (Tela’ah Q.S. At-Tahrim 66:6), Hal 191.

5
seluruh keluargamu supaya melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan
Allah”.
2. Sasaran Dakwah QS. At-Tahrim 66 ayat 6
Pada ayat tersebut menjelaskan bahwa sasaran dakwah adalah diri seorang individu
dan keluarganya. Keluarga adalah organisasi terkecil dari sekelompok orang yang terdiri
dari kakek, nenek, ayah, ibu,dan anak. Terciptanya suatu keluarga akibat adanya
hubungan perkawinan yang sah secara agama dan negara antara laki-laki dan
perempuan yang berbeda keturunan. Orang tua merupakan madrasah pertama bagi
anak-anaknya, karena mereka yang mengajarkan segala hal kepada anaknya mulai dari
berbicara, tengkurap, berjalan, hingga membaca. Pelajaran terpenting yang harus
diberikan kepada anaknya adalah surat al-fatihah karena amal jariyah atau pahala yang
tidak akan pernah berhenti sampai kapanpun. Anak dapat membaca al-fatihah minimal
17 kali dalam sehari (sholat wajib). Apabila pelajaran tersebut di dahului oleh guru
mereka, maka orang tua hanya mendapatkan sedikit pahala, tidak sama dengan
mengajarkan secara langsung. Selain itu, orang tua wajib mengajarkan pelajaran
mengenai ilmu agama seperti sholat dan bacaan do’a, serta memberikannya fasilitas
untuk belajar seperti tpq dan MI/SD sampai seterusnya.
Lingkungan keluarga yang paling berperan penting adalah seorang ayah/laki-laki.
Tugas ayah selain mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari, ayah harus
membimbing, menasehati, serta melindungi istri dan anaknya sesuai dengan ajaran
agama karena seorang ayah adalah pemimpin bagi keluarganya. Selain itu, ibu berperan
untuk mengurus rumah, menyediakan kebutuhan makan, menjaga dan membimbing
anak, atau dapat membantu suami menambah penghasilan. Seorang ayah juga harus
berani memperingatkan anak maupun istrinya apabila mereka melakukan kesalahan
atau tersesat, jangan sampai ada kalimat “Suami takut istri”. Pengaruh terbesar dalam
keluarga adalah ayah karena dia sangat dihormati, dipatuhi dan dihargai semua hasil
jerih payahnya. Selain yang telah dijelaskan diatas, bahwa seorang anak juga harus
mendapatkan hak mutlaknya yakni mendapatkan ASI dari seorang ibu (jika keluar) dan
mengetahui silsilah dari seluruh keluarga dan kerabatnya.
Cinta pertama seorang anak ditujukan kepada kedua orang tuanya, jadi anak akan
menurut kepada segala perintah mereka yang baik dan bermanfaat apabila dakwahnya
tepat dan menyenangkan hati anak. Namun, terdapat juga anak yang suka
membangkang kedua orang tuanya meskipun yang diperintahkan itu baik, tetapi hal
tersebut tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Contohnya seorang ayah ingin dia

6
menjadi dokter dengan berkuliah di kampus A, tetapi keinginan anaknya adalah
menjadi seorang pengusaha dan kuliah di kampus B, secara otomatis anak akan
menolak perintah dari anaknya. Ayah merupakan orang tersabar setelah ibu, jadi dia
tidak menyerah serta terus menasehati anaknya dengan tutur kata yang lembut dan pada
akhirnya si anak menurut dengan ayahnya, karena dari cara berbicara seorang ayah
maupun ibu dapat menenangkan hati anak. Terbentuknya perilaku, akhlak, atau mental
seorang anak tergantung pada apa yang diajarkan dan dilakukan oleh orangtua. Oleh
karena itu, orang tua harus selalu menjaga sikap dan perilakunya didepan anaknya.
Selain itu, orang tua harus intensif memperhatikan teman pergaulannya supaya anaknya
tidak terjebak pergaulan bebas yang menyesatkan. Seorang anak dibolehkan untuk
membangkang apabila orang tua memerintahkan supaya melakukan hal-hal yang
dilarang oleh agama seperti mencuri atau berbohong. Padahal dalam QS At-Tahrim
ayat 6 sangat dilarang untuk mendekatkan diri ke neraka. Maka dari itu, orangtua harus
sering memberikan perintah yang baik kepada anaknya supaya dapat melindungi semua
anggota keluarga dari api neraka.
3. Tela’ah QS. Asy-Syu’araa 24:214
Allah SWT berfirman dalam ayat-Nya
‫ِيرتَكَ ْاْل َ ْق َر ِبي َن‬
َ ‫عش‬َ ْ‫َوأَ ْنذِر‬
Artinya: Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat
Perintah untuk berdakwah telah sangat jelas di tunjukkan oleh kata “Wa andir” yang
berarti dan berilah peringatan. Sasaran dakwahnya ditunjukkan pada kata “’Asyiira”
yang artinya kerabat atau keluarga. Kerabat yang masih memiliki garis keturunan yang
sama merupakan kerabat dekat yang dijelaskan pada kata “Al aqrabiin”.
Terkadang dalam menafsirkan ayat, penafsir harus melihat ayat sebelum dan
sesudahnya karena terdapat suatu keterkaitan antara satu ayat dengan ayat yang lain.
Maka dari itu M. Quraish Shihab berpendapat bahwa pendakwah menyampaikan
peringatan dan ancaman bagi orang-orang yang berbuat kemusyrikan, karena dosa
musyrik siksanya sangat pedih.3 Setiap individu dapat dengan mudah melakukan hal-
hal yang berbau musyrik seperti percaya pada ramalan bintang atau zodiak yang sering
dibaca oleh kalangan anak muda milenial. Mereka menganggap itu remeh, padahal
mereka telah melakukan sebuah kemusyrikan yang nyata. Selain itu, Al-Azhar
menafsirkan ayat ini merupakan ayat peringatan dan seruan. Peringatan kepada orang

3
Fatkhur, RNN (2020). Nilai Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Menurut Tafsir Al-Misbah dan Al-Azhar Kajian
Surat Asy-Syu’ara Ayat 214 dan At-Tahrim ayat 6, Hal 5.

7
yang melakukan kemusyrikan, dan seruan untuk hanya menyembah serta mempercayai
Allah semata tanpa menyekutukan-Nya terhadap hal apapun yang ada di dunia.4 Dari
penafsiran kedua mufassir tersebut dapat disimpulkan bahwa ayat ini membawa pesan
mengenai ketauhidan.
4. Sasaran Dakwah QS. Asy-Syu’araa’ 24 ayat 214
Mitra dakwah dalam ayat tersebut adalah keluarga dekat atau kerabat yang masih
satu nasab, terdiri dari paman, bibi, tante, om, ponakan, sepupu, kakek, dan nenek.
Kerabat dekat tidak hanya yang satu nasab, melainkan orang-orang yang dekat dengan
pendakwah bisa juga disebut sebagai kerabat dekat (teman, art, tetangga, dll). Setelah
berdakwah kepada keluarga, pendakwah memberikan pesan kepada sanak saudara dan
orang-orang terdekat sesuai dengan ajaran Islam baik berupa ancaman atau perintah
dari Allah. Ayat ini mengingatkan kita bagaimana awal Rasulullah berdakwah pada
zaman Jahiliyah.
Turunnya ayat ini karena pada saat itu banyak masyarakat Mekkah menyekutukan
Allah dengan menyembah berhala, lalu Nabi Muhammad diperintahkan supaya
melarang mereka (Bani Abdul Muthalib, Bani Fihr, Bani Lu’ay) termasuk pamannya
(Abu Lahab/Abdul Uzzah dan Abu Thalib) yang masih dalam jalan kesesatan untuk
menyembah berhala karena siksa yang diberikan akan sangat pedih bahkan tidak dapat
diampuni dan hanya menyembah serta meng-Esakan Allah SW. Namun dakwah Nabi
ditolak mentah-mentah oleh pamannya. Abu Lahab tidak hanya menolak dakwah Nabi,
melainkan menghalang-halangi sampai ingin membunuh Rasulullah karena
mempengaruhi kepercayaan dari nenek moyang mereka. Meskipun Abu Thalib
menolak dakwah Rasulullah, tapi dia tidak pernah menghalangi bahkan mendukung
dan melindungi apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Dakwah Rasul berhasil pada
sebagian kalangan keluarga dan kerabat beliau seperti Siti Khadijah (Istri), Ali bin Abi
Thalib (Sepupu), Zaid bin Haritsah (Pembantu Nabi dan Ali), Abu Bakar dan masih
banyak sahabat lagi yang masuk Islam. Mereka semua disebut sebagai Assabiqun Al-
Awwalun.
Berbagai sumber menyebutkan bahwa ayat ini memerintahkan semua manusia
supaya tidak bertindak pilih kasih atau menyamakan semua hak dan kewajiban setiap
orang. Allah meralang kita agar tidak terlalu mendukung pihak A yang akan akan
menimbulkan kerugian untuk pihak B. Inti dari QS. Asy-Syu’araa’ ayat 214 adalah
bahwa pendakwah harus menyampaikan mengenai suatu berita baik peringatan, kabar

4
Ibiid, hal 5.

8
gembira, maupun ancaman dari Allah melalui al-Qur’an kepada keluarga dan kerabat
dekat terlebih dahulu.
B. Metode Dakwah
Metode adalah cara yang digunakan untuk merealisasikan strategi. Pengertian
metode menurut KBBI adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan
pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan5. Menurut Said bin
Ali al-Qahthani (1994: 101) dalam buku Ilmu Dakwah karya Prof. Dr. Ali Aziz, M.Ag.,
(2017: 306) metode dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.6 Secara umum,
bentuk dakwah ada tiga, yaitu : da’wah bi al-lisan, da’wah bi al-qalam, dan dakwah bi al-hal.
Sebagaimana sasaran dakwah, metode dakwah juga sudah dijelaskan dalam QS. Surat
an-Nahl : 125 sebagai berikut :
َ ْ‫ِي أَح‬
ُ‫سن‬ َ ‫سنَ ِة ۖ َو َجا ِد ْل ُه ْم ِبالَّتِي ه‬
َ ‫ظ ِة ا ْل َح‬
َ ‫س ِبي ِل َر ِبكَ ِبا ْل حِ ْك َم ِة َوا ْل َم ْو ِع‬
َ ‫س ِبي ِل ِه ۖ َوه َُو ۚ ادْعُ ِإلَ ٰى‬
َ ‫ع ْن‬ َ ‫ِإ َّن َربَّكَ ه َُو أَ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬
َ ‫ض َّل‬
‫أَ ْعلَ ُم ِبا ْل ُم ْهتَدِي َن‬
Artinya :”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl: 125).
Dalam tafsir al-Azhar karya Hamka, beliau menjelaskan bahwa ayat diatas berisi
tentang cara agar dakwah/seruan/ajakan dari kita bisa mudah diterima oleh sasaran
dakwah. Menurutnya, ada tiga metode yang bisa digunakan dalam berdakwah. Yang
pertama adalah Hikmah (bijaksana). Dakwah dengan metode ini, tentunya dilakukan
dengan akal budi yang mulia, lapang dada dan hati yang bersih. Kebijaksanaan juga
bukan saja terucap dari mulut, tindakan dan sikap dalam hidup juga mempengaruhi
kebijaksanaan. Metode yang kedua, al-Mau’izhatul Hasanah. Menurutnya, mau’izhah
Hasanah artinya pengajaran yang baik, pesan-pesan yang baik yang disampaikan sebagai
nasihat. Yang ketiga, jadilhum billati hiya ahsan (bantahlah mereka dengan cara yang baik).
Perdebatan yang baik adalah perdebatan yang bisa menghindari sakit hati dan sifat buruk
lain sehingga dia merasa tidak di rendahkan ataupun tidak dihargai. Karena tujuan
pendakwah mendebat adalah untuk menunjukkan kebenaran agama islam. 7

5 https://kbbi.web.id/metode diakses pada 17 September 2021 pukul 21.59 WIB


6
Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi. (Jakarta: Kencana, 2017) Hal. 306
7
A.M. Ismatullah. Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Hamka terhadap QS. An-Nahl: 125). Jurnal
Lentera, vol.IXX, No. 2, Desember 2015.

9
Beberapa ahli banyak memberikan penafsiran tentang surat tersebut. Ayat tersebut
menjelaskan setidaknya ada tiga macam metode dakwah yang tentunya harus
disesuaikan dengan sasaran / penerima dakwah. Yang pertama adalah kata al-Hikmah,
yang kedua al-mau’izhah al-hasanah. Yang ketiga ialah berdebat dengan cara yang baik.
Kata al-Hikmah menurut Buya Hamka adalah bijaksana, yang timbul dari budi pekerti
yang halus dan bersopan santun.8 Kata al-Hikmah menurut Sayyid Qutbh adalah tenang,
mengetahui batasan untuk pesan dakwah, tidak memberatkan dan menyulitakan serta
tidak berlebih-lebihan.9 Menurut Quraish Shihab, al-hikmah artinya berbicara dengan
seseorang yang sesuai dengan tingkat pemahaman masing-masing yang diajak pada
kebaikan.10
Dalam metode dakwah hikmah, dapat dilakukan dengan beberapa cara agar terlihat
lebih menyenangkan pesan yang sampai pada sasaran dakwah, antara lain:11
1. Pendekatan kisah
Dengan menyampaikan kisa-kisah, maka diharapkan dapat membangkitkan
kesadaran umat untuk mempelajari hikmah yang ada dibalik setiap peristiwa.
2. Perumpamaan atau Tamsil
Perumpamaan ini adalah menunjukkan makna yang masih abstrak agar menjadi
lebih menarik minat dan mudah dipahami. Karena tujuan ini adalah untuk
merangsang logika seseorang. Dan sebuah hal yang masuk logika dan terfikir
oleh akal akan mudah diresapi dan masuk kedalam hati.
3. Pendekatan Wisata
Seperti perjalanan ke tempat bersejarah yang memiliki cerita sejarah dan bisa
diambil pelajaran dari setiap peristiwa bersejarah tersebut.
Metode dakwah yang kedua berasal dari kata al-mauizhah al-hasanah, menurut Buya
Hamka, berarti memberikan ajaran secara baik. Hal ini bertujuan agar penerima dakwah
bisa menerima pesan dakwah dengan baik-baik dan bisa terserap oleh akal pikirannya.
Sedangkan menurut Sayyid Quthb, al-mauizhah al-hasanah artinya memberikan nasihat
yang baik. Bertujuan agar nasihat bisa menembus hati manusia dengan lembut dan
masuk kedalam hati nurani nya.12

8
Fitrah Sugiarto, WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG METODE DAKWAH DALAM ISLAM (Perspektif Pemikiran
Quraish Shihab, Buya Hamka, dan Sayyid Quthb), Vol.14, No. 07, (Februari 2020), 2814.
9
Ibid, 2815.
10
Zain Fannani, "TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 125 (KAJIAN TENTANG METODE PEMBELAJARAN)” (Skripsi –
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 48.
11
Muh. Said Nurhayati. Metode Dakwah (Studi al-Qur’an Surah an-Nahl ayat 125). Jurnal Dakwah Tabligh, vol.16,
No.1. Juni 2015: 78-89.
12
Ibid, hal. 2814.

10
Metode dakwah yang ketiga adalah berdebat dengan cara yang baik. Artinya,
berdebat bukan untuk menyakiti dan menyalahkan sesorang, tetapi berdebat disini ialah
berdebat dengan tanpa bertindak buruk atau bahkan meremehkan salah satu pihak.
Berdebat menggunakan argumen yang baik dan santun akan bisa membawa kesan lebih
sopan. Karena sikap yang demikian akan membawa seseorang tunduk menghormati
pendapat tersebut. Jadi tujuan dakwah yang untuk menyadarkan / membuka pikiran
tentang kebenaran. 13 al-mauizhah al-hasanah yang menurut Quraish Shihab, metode ini
akan bisa mengenai sasaran apabila disertai dengan pengalaman dan keteladan
pembicara.14
Adapun pendapat dari Quraish Shihab mengenai metode dakwah dalam surat an-
Nahl: 125 juga sama. ada tiga metode, yang pertama adalah al-hikmah yang artinya
berbicara dengan seseorang yang sesuai dengan tingkat pemahaman masing-masing
yang diajak pada kebaikan. Yang kedua ada al-mauizhah al-hasanah yang menurut Quraish
Shihab, metode ini akan bisa mengenai sasaran apabila disertai dengan pengalaman dan
keteladan pembicara. Yang ketiga adalah berdebat atau jadilhum berasal dari kata jidal
yang bermakna diskusi yang mematahkan alasan atau dalih mitra diskusi dan
menjadikannya tidak dapat bertahan, melalui bukti-bukti dan argumen yang kuat.15
Selain itu juga, ada metode lain yang bisa digunakan dalam berdakwah, antara lain
ceramah (berpidato), diskusi (berpikir dan berpendapat tentang sebuah masalah
keagamaan yang digunakan sebagai pesan dakwah), konseling (timbal balik antar dua
individu), karya tulis (bisa disebut juga da’wah bi al-qalam), dan metode pemberdayaan
masyarakat (upaya untuk membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki
seseorang).

13
Ibid, 2815.
14
Ibid, 48-50
15
Ibid, 45.

11
KESIMPULAN

Sasaran dakwah adalah kelompok / golongan / individu sebagai penerima pesan


dakwah. Al-qur’an sudah menjelaskan bahwa sebelum berdakwah kepada masyarakat
luas, alangkah baiknya berdakwah kepada diri sendiri dan keluarga atau kerabat dekat
terlebih dahulu seperti yang telah dijelaskan dalam firman-Nya QS. At-Tahrim ayat 6
dan As-Syu’ara ayat 214.
Metode dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi
secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya. Secara umum ada tiga metode
dalam berdakwah, yaitau da’wah bi al-lisan, da’wah bi al-qalam, dan da’wah bi al-hal.
Tentunya, metode yang digunakan harus disesuaikan dengan sasaran dakwah yang akan
menerima pesan dakwah. Kemudian jika melihat pada QS. Al-Nahl: 125, ada tiga
metode dakwah yang digunakan dalam berdakwah. Pertama adalah al hikmah yang
berarti dengan cara yanag baik. Yang kedua ada al-mauizhah al-hasanaha yang artinya
nasihat yang baik dan yang ketiga adalah dengan berdebat. Tujuan berdebat hanya untuk
menyampaikan kebenaran, bukan untuk menjatuhkan apalagi mencaci dan menghina
kelompok lain.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ana, AF. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Keluarga Perspektif Al-Qur’an Surat Ibrahim Ayat-35-41.
Skripsi Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang 2019.
Annisa, A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Keluarga Muslim Menurut Al-Qur’an Surat At-Tahrim Ayat 6 dan
Asy-Syu’ara ayat 214, Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. UIN Raden Intan
Lampung, 2017.
Aziz, Ali. Ilmu Dakwah Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2017.
Fannani, Zain. TAFSIR SURAT AN-NAHL AYAT 125 (KAJIAN TENTANG METODE
PEMBELAJARAN). (Skripsi – UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), 48.
Fatkhur, RNN. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Keluarga Menurut Tafsir al-Misbah dan Al-Azhar
Kajian Q.S. Asy-Syu’ara ayat 214 dan At-Tahrim ayat 6. Skripsi Jurusan Matematika,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2020.
Fakhrurrazi. Potret Pendidikan Keluarga dalam Al-Qur’an (Tela’ah Q.S. AT-Tahrim [66]:6, Jurnal At-
Tibyan (Vol. 3 No. 2, Desember 2018), ISSN:2442-594x, Hal 189-199.
Ismatullah A.M. Metode Dakwah Dalam Al-Qur’an (Studi Penafsiran Hamka terhadap QS. An-Nahl:
125). Jurnal Lentera, vol.IXX, No. 2, Desember 2015.
Nurhayati, Muh. Said. Metode Dakwah (Studi al-Qur’an Surah an-Nahl ayat 125). Jurnal Dakwah
Tabligh, vol.16, No.1. Juni 2015: 78-89. Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Alaudiin Makassar.
Rohinah. Pendidikan Keluarga Menurut Al-Qur’an Surat At-Thahrim Ayat 6, Jurnal An-Nur (Vol. VII
No. 1, Juni 2015), ISSN: 1829-8753, Hal 1-17.
Sugiarto, Fitrah. WAWASAN AL-QUR’AN TENTANG METODE DAKWAH DALAM
ISLAM (Perspektif Pemikiran Quraish Shihab, Buya Hamka, dan Sayyid Quthb), Vol.14, No.
07, (Februari 2020).

13

Anda mungkin juga menyukai