Anda di halaman 1dari 17

TAWADHU DAN AL-HAYA

Makalah

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dalam Mata kuliah


Aqidah Akhlak. JurusanTarbiyah. Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
(MPI 7).

Oleh
Kelompok 5
AMLIANA
INDRA SAPUTRA
SITI LATIFAH ANISA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE (IAIN)


BONE
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat
waktu.  Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Aqidah Akhlak.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak –
pihak yang sudah membantu kami menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami   berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang yang
membutuhkan, bukan hanya untuk sekedar memenuhi tugas semata.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan yang kami buat, baik dari segi penyusunan, segi bahasan, maupun
penulisan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
guna menjadi acuan bagi kami untuk lebih baik lagi dalam menyusun makalah.

Bone, 3 Desember 2019

                                                                                                                   Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................   i
DAFTAR ISI......................................................................................................   ii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................   1
A.    Latar Belakang........................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................   2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................   3
A.    Tawadhu’....................................................................................................   3
1.      Pengertian tawadhu’ secara bahasa...................................................   3
2.      Pengertian tawadhu’ secara istilah...................................................   4
3.      Syarat tawadhu’..................................................................................   4
4.      Keutamaan Tawadhu’........................................................................   4
5.      Tawadhu yang terpuji.........................................................................   5
6. Tawadhu yang tidak terpuji………………………….....……… 5
7.  Dalil Quran dan hadits tentang tawadhu’......................................   6
8.      Faedah tawadhu...................................................................................   7
B.    Al-Haya ......................................................................................................   7
1.      Macam-macam malu..................................................................................   8
2.      Menumbuhkan rasa malu..........................................................................   10
3.      Keutamaan malu……...............................................................................   11
BAB III PENUTUP...........................................................................................   12
KESIMPULAN………………………………………………...……… 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................   14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tasawuf merupakan salah satu aspek Islam, sebagai perwujudan dari
ihsan, yang berarti kesadaran adanya komunikasi dan dialog langsung seorang
hamba dengan Tuhan-Nya.Dalam dunia tasawuf, seseorang yang ingin
bertemu dengan-Nya, harus melakukan perjalanan dan menghilangkan sesuatu
yang menghalangi antara dirinya dengan Tuhan-Nya. Dalam tasawuf sikap ini
disebut tawadhu’.Dalam agama Islam, orang yang pertama kali
memperkenalkan sifat tawadhu’ adalah Nabi Muhammad SAW. Dengan
ketinggian akhlak beliau, maka mula-mula para shahabat mencontoh perilaku
serta sifat-sifat beliau yang salah satu sifatnya adalah sifat tawadhu’. Dalam
dunia sufi pun, sifat tawadhu’ adalah salah satu cara untuk membersihkan jiwa.
Karena lawan dari sombong/ tinggi hati adalah tawadhu’/ rendah hati. 
Sikap tawadhu’ sangat erat kaitannya dengan sifat ikhlas. Rangkuman
keikhlasan seorang hamba ada pada ketawadhu’annya. Orang yang mampu
bersikap tawadhu’ berarti keikhlasan telah bersarang di hatinya. Bedanya,
ketawadhu’an lebih bersifat horizontal.
Jika makna malu adalah mencegah dari melakukan sesuatu yang tercela,
maka seruan untuk memiliki malu pada dasarnya adalah seruan untuk
mencegah segala maksiat dan kejahatan. Di samping itu rasa malu adalah ciri
khas dari kebaikan, yang senantiasa diinginkan oleh setiap manusia. Mereka
melihat bahwa tidak memiliki rasa malu adalah kekurangan dan suatu aib.
Pada dasarnya, islam dalam keseluruhan hukum dan ajarannya, adalah
ajakan yang bertumpu pada kebaikan dan kebenaran. Juga merupakan seruan
untuk meninggalkan setiap hal yang tercela dan memalukan[1].
Manusia sekarang sudah jarang yang memiliki rasa malu contohnya
dalam kehidupan sehari- hari kita kita sering menyaksikan manusia yang sudah
tidak lagi memiliki rasa malu bila melanggar hati nurani dan aturan hidup.
Cobalah anda lihat dan baca melalui media masa. Tidak sedikit manusia yang
dengan bebasnya melakukan pelanggaran-pelanggaran
1 terhadap hati nurani dan
norma masyarakat yang berlaku. Dari mulai  mereka berpakaian, bersikap dan
bertingkah laku.
Jadi sebagai Orang tua dan para pendidik juga ikut berkewajiban untuk
menanamkan rasa malu secara sungguh-sungguh. Untuk itu, hendaknya mereka
menggunakan berbagai metode pendidikan yang baik, seperti mengawasi
perilaku anak-anak dan segera meluruskan jika melihat perbuatan yang
bertentangan dengan rasa malu, memilihkan teman bermain yang baik,
memilihkan buku-buku yang bermanfaat, menjauhkan dari berbagai tontonan
yang merusak, dan menjauhkan dari omongan yang tidak baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Tawadhu’ ?
2. Apa saja Syarat-syarat Tawadhu’?
3. Apa Faedah dari tawadhu’?
4. Apa saja keutamaan dari Tawadhu’?
5. Apa saja macam-macam Tawadhu’ dan Contohnya?
6. Apa saja dalil-dalil yang mengenai Tawadhu’?
7. Apa pengertian dan maksud malu?
8. Apa macam-macam malu?
9. Bagaimana menumbuhkan rasa malu?
10. Apa keutamaan dari sifat malu?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Tawadhu’
Diantara sekian banyak akhlak serta sifat terpuji yang di tekankan oleh
agama kita ialah Tawadhu’ (rendah hati). Dikarenakan akhlak mulia adalah inti
ajaran agama islam, maka tak salah kalau banyak ayat serta hadis yang
menganjurkan hal tersebut, salah satunya sifat yang akan menjadi kajian kita kali
ini, yaitu Tawadhu’. Allah SWT berfirman :
‫ور‬ ٍ ‫رض َم َرحًا إِ َّن هللاَ الَيُ ِحبُّ ُك َّل ُمخت‬
ٍ ‫َال فَ ُخ‬ ِ َ‫َمش فِي األ‬ ِ َّ‫ك لِلن‬
ِ ‫اس َوالَت‬ َ ُ‫َوالَت‬
َ ‫صعِّر َخ َّد‬
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri.”
Firman Allah yang lainnya
َ‫ك لِ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬ َ ‫ٱخفِضْ َجن‬
َ ‫َاح‬ ْ ْ‫ك إِلَ ٰى َما َمتَّ ْعنَا بِ ِٓۦه أَ ْز ٰ َوجًا ِّم ْنهُ ْم َواَل تَح‬
ْ ‫زَن َعلَ ْي ِه ْم َو‬ َ ‫اَل تَ ُم َّد َّن َع ْينَ ْي‬
Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada keni’matan hidup
yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-
orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan
berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman. (Q.S Al-Hijr 88)
Tawadhu’ adalah sikap merendahkan diri dan melemah lembutkan hati
bukan karena kehinaan atau keremehan diri. Tujuan dari sikap rendah diri adalah
memberikan setiap hak sesuai dengan hak atau porsinya. Tawadhu‘ merupakan
faktor yang menghasilkan ketinggian derajat dan kemuliaan diri.
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah
selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu
merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam. 
1. Pengertian Tawadhu’secara bahasa
Tawadhu' (‫)التّواضع‬ secara bahasa adalah ‫ذلّل‬ŽŽŽŽŽŽّ‫الت‬ "Ketundukan"
dan ‫التّخاشع‬ "Rendah Hati”. Asal katanya adalah Tawadha'atil Ardhu' yakni
Tanah itu lebih rendah daripada tanah sekelilingnya.
2. Pengertian Tawadhu’ secara istilah
Tawadhu' secara istilah adalah tunduk dan patuh kepada otoritas
3
kebenaran, serta kesediaan menerima kebenaran itu dari siapa pun yang
mengatakan nya, baik dalam keadaan ridha maupun marah. Tawadhu' juga
merendahkan diri dan santun terhadap manusia, dan tidak melihat diri
memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah (manusia) yang lain
nya. Sikap ini adalah sikap seseorang yang tidak ingin menonjolkan diri
sendiri dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Kebaikan yang dikaruniakan
Allah Swt, padanya baik berupa harta, kepandaian, kecantikan fisik, dan
bermacam-macam karunia Allah Swt, lainnya tidak membuat dirinya lupa.
Orang yang bersikap tawadu senantiasa ingat bahwa semua yang ada padanya
adalah milik Allah Swt, semata. Oleh sebab itu, seorang yang tawadu tak
akan menghina orang lain dengan apa pun yang diamanatkan Allah Swt
kepadanya. 
3. Syarat Tawadhu’
Tawadhu’ adalah akhlak yang agung dan ia tidak sah kecuali dengan dua
syarat;
a. Ikhlas karena Alloh ‫ع ّزوج ّل‬ semata.
Rasulullah ‫صلي هللا عليه وسلم‬ bersabda;
ُ ‫ض َع أَ َح ٌد هَّلِل ِ إِاَّل َرفَ َعهُ هَّللا‬
َ ‫َو َما تَ َوا‬
“Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh, kecuali Alloh akan angkat
derajatnya.” (HR. Muslim: 2588)
b. Kemampuan
Rasulullah ‫صلي هللا عليه وسلم‬ bersabda:
ُ‫ق َحتَّى يُخَ يِّ َره‬Žِ Žِ‫وس ْال َخاَل ئ‬ِ ‫ ِة َعلَى ُر ُء‬Ž‫وْ َم ْالقِيَا َم‬ŽŽَ‫اهُ هَّللا ُ ي‬ŽŽ‫ضعًا هَّلِل ِ َوهُ َو يَ ْق ِد ُر َعلَ ْي ِه َد َع‬ َ َ‫َم ْن تَ َركَ اللِّب‬
ُ ‫اس تَ َوا‬
‫ي حُ لَ ِل اإْل ِ ي َما ِن َشا َء يَ ْلبَ ُسهَا‬
ِّ َ‫ِم ْن أ‬
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian  karena tawadhu’ kepada
Alloh padahal dia mampu, maka Alloh akan memanggilnya pada hari
kiamat di hadapan seluruh makhluk hingga Alloh memberinya pilihan
dari perhiasan penduduk surga, ia bisa memakainya sekehendaknya.” 
4. Keutamaan-Keutamaan Tawadhu'
Keutamaan Tawadhu’ akan menghasilkan buah yang luar biasa baik di
dunia maupun di akhirat kelak. Diantaranya :
a. Allah akan meninggikan derajat orang yang tawadhu’. 
Seseorang yang memiliki sifat mulia ini akan menempati
kedudukan yang tinggi di hadapan manusia, akan disebut-sebut
kebaikannya dan akan dicintai oleh mereka. Berbeda dengan orang yang
sombong, orang-orang akan menganggapnya rendah sebagaimana dia
menganggap orang lain rendah, tidak akan disebut-sebut kebaikannya
dan orang-orang pun membencinya.
b. Meraih Al – Jannah.
Karena sikap tawadhu’ tersebut akan melahirkan akhlak-akhlak
terpuji lainnya dan akan menjauhkan orang-orang yang berhias
dengannya dari sikap-sikap amoral (negatif) yang dapat merusak
keharmonisan masyarakat. Oleh karena itu Allah menjanjikan al jannah
bagi orang-orang yang memiliki sikap tawadhu’ bukan kepada orang-
orang yang sombong,
5. Tawadhu’ yang terpuji
Tawadhu’ yang terpuji adalah ketawadhu’an seseorang kepada Allah
SWT dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah. Contoh
perilaku Tawadhu’ ini antara lain :
a. Tidak berlebihan baik dalam pakaian, makanan, dan minuman
b. Sopan santun dalam bertindak dan bersikap
c. Merendahkan nada suaranya
d. Gemar menolong orang yang membutuhkan pertolongan
6. Tawadhu’ yang tidak terpuji
Tawadhu yang dibenci adalah tawadhunya seseorang kepada Allah
karena menginginkan dunia ada di sisinya. Contoh perilaku tawadhu ini,
antara lain :
a. bersikap sopan santun karena memiliki maksud yang tidak baik
b. tidak berlebihan memakai harta karena takut dicuri atau dimintai zakat
c. menolong orang yang membutuhkan pertolongan dengan maksud  
ada imbalan dari yang ditolongnya. 
7. Dalil Al-Qur’an Dan As Sunnah Tentang Tawadhu’
Dari Iyad bin Himar menceritakan bahwa Rasulullah bersabda:
‫ َو الَ يَ ْب ِغ َي أَ َح ٌد َعلَى أَ َح ٍد‬, ‫اضعُوْ ا َحتَّى الَ يَ ْف َخ َر أَ َح ٌد َعلَى أَ َح ٍد‬
َ ‫ي أَ ْن تَ َو‬
َّ َ‫إِ َّن هللاَ أَوْ َحى إِل‬

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan


hati sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak
berlaku zhalim atas yang lain.” (H.R. Muslim no. 2588)
Petuah Imam assyafi’i :
 َ‫ث ْال َم َحبَّة‬
ُ ‫ض ُع يُوْ ِر‬
ُ ‫التَّ َوا‬

“Sifat tawadhu’ akan melahirkan cinta kasih.”


ْ‫ال اَل يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ َم ْن َكانَ فِي قَ ْلبِ ِه ِم ْثقَا ُل َذ َّر ٍة ِم ْن ِكب‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ع َْن النَّبِ ِّي‬
Artinya: Dari Nabi SAW berkata: “tidak akan masuk surga siapa yang
dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sebesar
zarrah.” (HR. Muslim, no. 33 juz 1)
‫ضعُوا َحتَّى اَل يَ ْف َخ َر أَ َح ٌد َعلَى أَ َح ٍد َواَل يَب ِْغ أَ َح ٌد َعلَى أَ َحد‬
َ ‫ي أَ ْن تَ َوا‬
َّ َ‫أَوْ َحى إِل‬
Artinya: “Dan Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling
merendah diri agar tidak ada seorang pun yang berbangga diri pada yang
lain dan agar tidak seorang pun berlaku zhalim pada yang
lain.” (HR.Muslim no. 2865)
‫ض هَوْ نًا َوإِ َذا خَ اطَبَهُ ُم ْال َجا ِهلُونَ قَالُوا َساَل ًما‬
ِ ْ‫َو ِعبَا ُد الرَّحْ َم ِن الَّ ِذينَ يَ ْم ُشونَ َعلَى اأْل َر‬
Artinya: Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah
orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-
orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka
mengucapkan “Salam”. (Al-Furqan: 63)
‫ض َولَ ْن تَ ْبلُ َغ ْال ِجبَا َل طُواًل‬
َ ْ‫ق اأْل َر‬
َ ‫ك لَ ْن ت َْخ ِر‬ ِ ْ‫ش فِي اأْل َر‬
َ َّ‫ض َم َرحًا إِن‬ ِ ‫َواَل تَ ْم‬
Artinya: Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi, dan tidak
akan mampu menjulang setinggi gunung. (Al-Isra: 37)
8. Faedah Tawadhu’
a. Salah satu jalan yang akan menghantarkan pada surga.
b. Allah SWT akan mengangkat kedudukan orang yang rendah diridihati
manusia, di kenang kebaikannya oleh orang lain serta diangkat
derajatnya  oleh allah swt.
c. bahwa sikap tawadhu’ terpuji itu di tujukan pada orang-orang yang
beriman.
d. Sifat twadhu’ sebagai bukti akan keindahan akhlak serta pergaulannya.
e. bahwa sifat tawadhu’ merupakan sifatnya para nabi dan rasul.
B. Al-Haya (Malu)
Menurut bahasa kata malu berasal dari bahasa Arab yaitu  ‫ﺤﻴﺎﺀ‬ (malu)
merupakan leburan dari kata ‫ﺤﻴﺎۃ‬  ( hidup).  Malu dibangun di atas dasar hidupnya
hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah, bila keimanan
mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang telah hilang
rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelakaan  di akhirat.
Menurut Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Bari berkata : berkata Ar Raghib :
malu adalah menahan jiwa dari segala keburukan, ia adalah kekhususan manusia
untuk  menahan dari segala bentuk keinginan agar  tidak seperti binatang.
Malu menurut para ulama’ adalah selalu berontak kepada sifat-sifat tercela,
pantang menolak kebenaran. Ia selalu cenderung mengikuti seruan petunjuk nabi
yang dipahami dari hadist-hadistnya, selalu melakukan kebaikan dan menghargai
pelaku kebaikan. Ia menuntun kepada sikap dan tindakan yang berguna di dalam
masyarakatnya.

ُ‫ ظ‬Ž‫ َو يَ ِع‬Žُ‫ار َوه‬


ِ Ž‫ص‬َ ‫ ٍل ِمنَ األَ ْن‬Žُ‫ َّر َعلَى َرج‬Ž‫ َم‬- ‫لم‬Ž‫ صلى هللا عليه وس‬- ِ ‫ُول هَّللا‬ َ ‫ع َْن َسالِ ِم ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن أَبِي ِه أَ َّن َرس‬
‫ َد ْعهُ فَإ ِ َّن ْال َحيَا َء ِمنَ ا ِإلي َمان‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬، ‫أَخَاهُ فِى ْال َحيَا ِء‬

“Dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, ia berkata, "Rasulullah SAW lewat
di hadapan seorang Ansar yang sedang mencela saudaranya karena saudaranya
pemalu. Maka Rasulullah SAW bersabda, 'Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu
sebagian dari iman.'" (Diriwayatkan al Bukhari). 
Rasa malu yang dapat menjadikan seseorang menghindari perbuatan keji
adalah akhlak yang terpuji, karena akan menambah sempurnanya iman dan tidak
mendatangkan satu perbuatan kecuali kebaikan. Namun rasa malu yang berlebih-
lebihan hingga membuat pemiliknya senantiasa dalam kekacauan dan
kebingungan serta menahan diri untuk berbuat sesuatu yang sepatutnya tidak perlu
malu, maka ini adalah akhlak tercela, karena ia merasa malu bukan pada
tempatnya.
Lawan dari malu adalah rasa tidak tahu malu. Ini adalah sifat yang tercela,
karena mendorong pemiliknya untuk melakukan kejahatan, tidak peduli dengan
segala cercaaan, hingga ia melakukan kejahatannya secara terang-terangan.
Rasulullah Saw bersabda, “Semua hambaku akan dimaafkan, kecuali orang yang
melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan”.
1. Macam-macam Malu
Dalam ajaran agama disebutkan “malu adalah sebagian dari iman“.  ini
berarti bahwa malu merupakan salah satu nilai budi pekerti yang harus di miliki
oleh manusia. Dan juga Rasulullah SAW bersabda, “Memiliki rasa malu itu
merupakan manifestasi dari iman” (HR. Bukhari).
Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk
meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang
yang memiliki hak. Dalam kajian aqidah akhlak sifat malu terbagi menjadi tiga:
a. Malu Terhadap Diri Sendiri
Orang yang mempunyai malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat
dirinya sangat sedikit sekali amal ibadah dan ketaatannya kepada Allah
SWT serta kebaikannya kepada masyarakat di lingkungannya, maka rasa
malunya akan mendorongnya untuk meningkatkan amal ibadah dan ketaatan
kepada Allah SWT. Orang yang mempunyai rasa malu terhadap dirinya
sendiri, saat melihat orang lain lebih berprestasi darinya, dia akan malu, dan
dia akan mendorong dirinya untuk menjadi orang yang berprestasi.
b. Malu Terhadap Sesama  Manusia
Orang yang merasa malu terhadap manusia akan malu berbuat
kejahatan dan maksiat. Dia tidak akan menganiaya dan mengambil hak
orang lain. Walaupun malu yang seperti ini bukan didasari karena Allah
SWT melainkan karena dorongan rasa malu terhadap orang lain, tapi insya
Allah orang tersebut mendapat ganjaran dari Allah SWT dari sisi yang lain.
Tapi perlu dicatat, orang yang merasa malu karena dorongan adanya orang
lain yang memperhatikan, sementara ketika sendiri dia tidak malu, maka
sama artinya orang itu merendahkan dan tidak menghargai dirinya.
Rasa malu dengan sesama akan mencegah seseorang dari melakukan
perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina.  Orang yang memiliki rasa
malu dengan sesama tentu akan menjauhi segala sifat yang tercela dan
berbagai tindak tanduk yang buruk. Karenanya orang tersebut tidak akan
suka mencela, mengadu domba, menggunjing, berkata-kata jorok dan tidak
akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat dan keburukan.
c. Malu kepada Allah
Rasa malu kepada Allah adalah termasuk tanda iman yang tertinggi
bahkan merupakan derajat ihsan yang paling puncak. Nabi bersabda, “Ihsan
adalah beribadah kepada Allah seakan-akan memandang Allah. Jika tidak
bisa seakan memandang-Nya maka dengan meyakini bahwa Allah
melihatnya.”(HR Bukhari).
Malu seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik. Orang yang
memiliki rasa malu terhadap Allah SWT akan tampak dalam sikap dan
tingkah lakunya, karena ia yakin bahwa Allah SWT senantiasa melihatnya.
Bila kita kembali kepada hadis Rasulullah di atas yang mengatakan
rasa malu adalah manifestasi dari iman, maka hanya orang-orang yang
imannya menancap kuat dan tumbuh yang memiliki tingkat sensitivitas rasa
malu yang sangat tinggi.
Rasa malu kepada Allah adalah di antara bentuk penghambaan dan
rasa takut kepada Allah. Rasa malu ini merupakan buah dari mengenal betul
Allah, keagungan Allah. Serta menyadari bahwa Allah itu dekat dengan
hamba-hambaNya, mengawasi perilaku mereka dan sangat paham dengan
adanya mata-mata yang khianat serta isi hati nurani.
2. Menumbuhkan Rasa Malu
Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara di
antaranya yaitu dengan mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu
dengan membiasakan berkata jujur dan berperilaku yang benar, pada saat kita
bertingkah laku sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan maka jika kita
memang dari awalnya sudah biasa melakukan kebaikan maka sikap dan
perilaku kita akan baik tetapi jika  kita terbiasa berbuat salah maka perilaku
kita juga akan selalu salah.
Karena dalam kehidupan manusia yang selalu berbuat salah jika mereka
berbuat benar malah mereka merasa malu karena mereka sudah terbiasa
berbuat salah dan jika manusia itu terbiasa berbuat benar maka jika mereka
salah mereka juga akan malu berbuat salah karena mereka terbiasa berbuat
benar maka dari itu mulai dari sekarang kita harus membiasakan berkata dan
berperilaku yang benar karena itu adalah awal supaya kita sebagai makhluk
yang berbudaya dapat menumbuhkan lagi rasa malu dalam diri kita.
Dan cara lainnya menumbuhkan rasa malu yaitu dengan mempertegas
hukuman bagi pelanggar kejahatan karena tanpa adanya tindakan yang tegas
bagi mereka yang melanggar maka rasa malu pada masyarakat akan semakin
kecil bahkan semakin tidak ada,sebaliknya jika hukuman bagi pelanggar
hukum di pertegas maka maka rasa malu pun akan tumbuh dan cara lainnya
yaitu dengan mempertebal penanaman moralitas agama karena moralitas
agama adalah jalur cukup kuat dalam menanamkan rasa malu seseorang.

3. Keutamaan Malu
Beberapa keutamaan ilmu berikut ini, yaitu:
a. Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.
Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan
menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina. Rasulullah SAW bersabda,

‫ ِإالَّ يَأْتِ ْي الَ اَ ْلـ َحيَا ُء‬.‫ْـر‬


ٍ ‫بِخَ ي‬

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-


mata.” 
(Muttafaq ‘alaihi)
Karena rasa malu adalah kebaikan. Jadi semakin tebal rasa malu
yang dimiliki, maka semakin banyak kebaikannya dan semakin sedikit
rasa malu yang dimiliki, maka semakin sedikit kebaikannya.
b. Malu adalah cabang keimanan.
c. Allah Azza wa Jalla cinta kepada orang-orang yang malu.
d. Malu adalah alah islam dan akhlak para Malaikat
e. Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut
hilanglah yang lainnya.
f. Malu akan mengantarkan seseorang ke Surga.
g. Tidak perlu malu saat mengajarkan masalah-masalah agama dan saat
mencari kebenaran. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Azhab: 53, Allah
berfirman, “Dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar.”
h. Rasa malu akan membuahkan iffah (kesucian diri). Maka barang siapa
yang memiliki rasa malu, hingga dapat mengendalikan diri dari
perbuatan buruk, berarti ia telah menjaga kesucian dirinya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan            
  Tawadhlu’ adalah sikap merendahkan diri dan melemah lembutkan hati
bukan karena kehinaan atau keremehan diri. Tujuan dari sikap rendah diri adalah
memberikan setiap hak sesuai dengan hak atau porsinya. Tawadhu‘ merupakan
faktor yang menghasilkan ketinggian derajat dan kemuliaan diri.
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah
selayaknya kita sebagai umat muslim bersikap tawadhu, karena tawadhu
merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki oleh setiap umat islam.
Secara etimologis, terma takwa dan yang seakarnya tertera dan terulang
sebanyak 258 kali dalam Al-qur’an, berasal dari akar kata waqa-yaqi , infitif
( mashdar)-nya wiqayah yang berarti memilihara, menjaga, melindungi, hati-hati,
menjauhi sesuatu, dan takut azab . Takwa juga dapat berarti al khassyah dan al
khauf yang berarti takut kepada azab allah. Disini dapat dikatakan bahwa “taqwa
al-lah” adalah takut kepada semua perintah allah dan menjauhi segala larangan-
Nya. Sedangkan insan yang bertaka dapat di definisikan sebagi insan yan tetap
taat kepada allah dan berusaha meninggalkan kemaksiatan.
Kata malu adalah leburan dari kata ‫ﺤﻴﺎۃ‬   ( hidup).  Malu dibangun di atas
dasar hidupnya hati, hati semakin hidup maka rasa malu akan semakin bertambah,
bila keimanan mati di dalam hati maka rasa malu akan hilang, barang siapa yang
telah hilang rasa malunya maka dia adalah orang mati di dunia dan kecelakaan  di
akhirat.
Pada hakikatnya rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk
meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang
memiliki hak. Dalam kajian aqidah akhlak sifat malu terbagi menjadi tiga : Malu
kepada diri sendiri, malu kepada sesama manusia, malu kepada Allah.
Menumbuhkan rasa malu dalam kehidupan itu ada banyak cara di antaranya
yaitu dengan mulai dari yang kecil dari diri kita sendiri yaitu dengan
membiasakan berkata jujur dan berperilaku yang benar.

12
Sifat malu mempunyai beberapa keutamaan, di antaranya : malu dapat
mengantarkan seseorang masuk surga, mencegah seseorang berbuat maksiat, malu
adalah akhlak malaikat dan malu adalah cabang dari iman.
DAFTAR PUSTAKA
Husein, Mochtar. 2008. “Hakikat Islam Sebuah Pengantar Meraih Islam Kaffah”.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, “Sifat Tawadhu’ Rasulullah SAW”,
Terjemah Abu Ummah Arif Hidayatullah
Syeh Hasan al- Mas’udi. Terjemah alih bahasa “ TAISIRUL KHOLAQ” 
H. M. Ashaf Shaleh “ Takwa” (Jakarta; Erlangga)
Al-Bugha, Musthafa Dieb, 2003. Al-Wafi Menyelami makna 40 hadist Rasulullah
SAW, (Al-I’tishom, Jakarta Timur)
Baqi, Muhammad Fuad Abdul, 2014. Mutiara Hadis Shahih Bukhari-Muslim,
Sukoharjo: Penerbit Al-Andalus Solo.

14

Anda mungkin juga menyukai