Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“PERENCANAAN DALAM LEMBAGA


PENDIDIKAN ISLAM”

Dosen Pembimbing :
DR.Ridwan,M.Si

Dosen Pembimbing :
Ust kusnan imran SEI. MM.
Disusun Oleh :
1. M.Fachdy Mahyan
2. Hari Mulyono
3. Fausi Santoso
4. M.Rasyid Ridho
5. Bahrul Ulum

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL – QUDWAH


Jl.beringin no 1, Margonda raya Beji Depok telp. 021 7758029\777713

1|Page
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL QUDWAH
DEPOK
2019

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Dia-lah yang telah


menganugerahkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi seluruh manusia dan
rahmat bagi segenap alam. shalawat serta salam semoga tercurahkan
kepada nabi Muhammad SAW, utusan dan pilihannya.
Dengan pertolongan dan hidayah-Nyalah, penulis dapat menyelesaikan
makalah yang bertema “perencanaan dalam lembaga pendidikan” ini.
Makalah ini kami susun berdasarkan buku pegangan yang kami miliki.
Tentu saja, kehadiran makalah ini sama sekali tidak dimaksudkan
membelunggu minat mahasiswa untuk membaca makalah-makalah lain.
Penulis berharap agar para pembaca makalah ini dapatmemberikan kritik
dan masukan yang positif serta saran-sarannya untuk kesempurnaan
makalah ini.

Jakarta, 13 Oktober

Penulis,

2|Page
BAB I PENDAHULUAN
Latar
belakang 4
Rumusan masalah 4
Tujuan penulisan 4

BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Perencanaan 5
Jenis-jenis Perencanaan 6
Sifat-sifat Perencanaan 7
Cara-cara Membuat
Perencanaan 8
Pengertian Perencanaan
Pendidikan 8
Prinsip-prinsip Perencanaan
Pendidikan 8
Pendekatan Perencanaan
Pendidikan 9
Teori Perencanaan
Pendidikan 11
Dimensi
Perencanaan 12

BAB IV PENUTUP
Kesimpulan 13
Saran 13

DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA

3|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Individual maupun organisasi keduanya membutuhkan perencanaan. Perencanaan
merupakan proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan cara pencapaiannya.
Kebutuhan akan perencanaan ada pada setiap semua tingkatan manajemen, dan semakin
meningkat pada tingkatan manajemen yang lebih tinggi. Dimana, perencanaan itu mempunyai
kemungkinan dampak yang paling besar bagi pada keberhasilan organisasi.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa
perencanaan segala sesuatunya akan berjalan tersendat-sendat. Rencana dapat berupa rencana
informal dan rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan
merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Rencana formal adalah rencana tertulis
yang sudah dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu.
Perencanaan terjadi pada semua kegiatan, perencanaan merupakan proses awal dimana
manajemen memutuskan tujuan dan cara pencapaiannya. Perencanaan merupakan hal yang
sangat esensial karena dalam kenyataannya memegang peranan lebih penting bila disbanding
dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apakah Pengertian Perencanaan?
2. Apa Saja Jenis-jenis Perencanaan?
3. Bagaimana Sifat-sifat Perencanaan?
4. Bagaimana Cara-cara Membuat Perencanaan?
5. Apakah Pengertian Perencanaan Pendidikan?
6. Apa Saja Prinsip-prinsip Perencanaan Pendidikan?
7. Apa Saja Pendekatan Perencanaan Pendidikan?
8. Adakah Teori Perencanaan Pendidikan?
9. Apakah Dimensi Perencanaan?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui Pengertian Perencanaan.
2. Untuk mengetahui Jenis-jenis Perencanaan.
3. Untuk mengetahui Sifat-sifat Perencanaan.
4. Untuk mengetahui Cara-cara Membuat Perencanaan.
5. Untuk mengetahui Pengertian Perencanaan Pendidikan.
6. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Perencanaan Pendidikan.
7. Untuk mengetahui Pendekatan Perencanaan Pendidikan.
8. Untuk mengetahui Teori Perencanaan Pendidikan.
9. Untuk mengetahui Dimensi Perencanaan.

4|Page
BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN PERENCANAAN
Fungsi manajemen yang paling utama adalah perencanaan. Perencanaan
atau Planning berasal dari kata plan artinya rencana, rancangan, maksud, niat. Perencanaan
adalah proses kegiatan, sedangkan rencana merupakan hasil perencanaan. Perencanaan adalah
kegiatan yang berkaitan dengan usaha merumuskan program yang didalamnya memuat segala
sesuatu yang akan dilaksanakan, penentuan tujuan, kebijaksanaan, arah yang akan ditempuh,
prosedur dan metode yang akan diikuti dalam usaha pencapaian tujuan[1]. Roger A. Kaufman
(Harjanto, 1997: 2) mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proyeksi (perkiraan)
tentang segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan yang absah dan bernilai.
Perencanaan juga sering disebut juga sebagai jembatan yang menghubungkan kesenjangan atau
jurang antara keadaan masa kini dan keadaan yang akan datang. Adapun pengertian
perencanaan menurut M. Fkiry (1987) yaitu proses penyusunan berbagai keputusan yang akan
dilaksanakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, perencanaan adalah upaya untuk memadukan cita-cita nasioanal
dan resourses yang ada (Udin Syaefuddin Su’ud, 2007: 5).
Dari berbagai pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa perencanaan memuat unsur :
sesuatu yang berhubungan dengan masa depan, seperangkat kegiatan, proses yang sistematis,
hasil dan tujuan tertentu yang hendak dicapai. Intinya, perencanaan adalah serangkaian proses
menuju tujuan yang hendak dicapai. Dalam pendidikan, perencanaan merupakan langkah
pertama yang harus diperhatikan oleh manajer dan para pengelola pendidikan. Kesalahan
dalam menentukan perencanaan akan mengganggu keberlangsungan pendidikan. Allah
memberikan arahan kepada setiap orang yang beriman untuk mendesain sebuah rencana yang
dilakukan pada kemudian hari sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat
18
ُ ُۢ ِ‫ٱَّللَ َخب‬
١٨ َ‫ير بِ َما ت َ ۡع َملُون‬ َۚ َّ ْ‫س َّما قَ َّد َم ۡت ِلغَ ٖۖد َوٱتَّقُوا‬
َّ َّ‫ٱَّللَ إِن‬ ُ ‫ٱَّللَ َو ۡلتَن‬
ٞ ‫ظ ۡر نَ ۡف‬ َّ ْ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬
yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),
dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh Allah maha teliti terhadapa apa yang kamu
kerjakan”. Dari ayat tersebut tersirat bahwa setiap orang hendaknya memperhatikan segala
yang telah direncanakan untuk hari esoknya. Seorang manajer hendaknya memerhatikan
perencanaan yang telah dibuatnya. Dalam manajemen diperlukan perencanaan dan setelah itu
perlu memperhatikan semua hal yang telah direncanakannya. Dengan demikian, pendidikan
membutuhkan manajemen. Inti dari manajemen adalah perencanaan, tanpa perencanaan atau
salah dalam merencankan pendidikan akan berakibat buruk terhadap keberlangsungan
pendidikan. Dapat dipahami bahwa perencanaan dalam menejemen pendidikan merupakan
kunci utama dalam aktifitas berikutnya, aktifitas lain tidak akan berjalan dengan baik, bahkan
mungkin gagal jika tidak didahului oleh perencanaan. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa
perencanaan merupakan “ruh” manajemen. Jika tidak ada perencanaan, semua aktifitas dalam
pendidikan tidak akan berjalan dengan baik. Sedangkan lainnya hanya bersifat menjalankan,
meskipun bagian yang lain pun mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tujuan
dari pendidikan[2].

5|Page
2. JENIS-JENIS PERENCANAAN
Jenis-jenis perencanaan atau planning adalah sebagai berikut[3] :
a. Jenis Perencanaan Menurut Penggunaannya
1) Single Use Planning, yaitu perencanaan untuk sekali pakai. Jika pelaksanaan telah selesai,
perencanaan tersebut tidak dipakai kembali. Misalnya perencanaan yang berhubungan dengan
kepanitiaan kegaiatan tertentu.
2) Repeats Planning, yaitu perencanaan yang dipergunakan untuk keperluan yang berulang-
ulang. Rencana ini terus menerus atau berulang dipergunakan sehingga bersifat permanen.
b. Jenis Perencanaan Menurut Prosesnya
1) Policy Planning (merupakan kebijakan), yaitu planning yang hanya berisi kebijakan tanpa
dilengkapi oleh teknis pelaksanaannya secara sistematis, seperti perencanaan yang berkaitan
dengan garis besar proses pengorganisasian Negara (GBHN).
2) Program Planning, yaitu perencanaan yang merupakan penjelasan dan perincian
dari policy planning. Program planning dibuat oleh badan-badan khusus yang mempunyai
wewenang untuk melaksanakan policy planning. Misalnya BAPPENAS
3) Operational Planning (perencanaan kerja), yaitu planning yang memuat rencana
mengenai cara-cara melakukan pekerjaan tertentu agar lebih berhasil dalam pencapaian tujuan
dengan daya guna yang lebih tinggi (efektif dan efesien). Dalam operational planning lebih
dititikberatkan pada kecakapan dan keterampilan kerja.

c. Jenis Perencanaan Menurut Jangka Waktunya


1) Long Range Planning (LRP), yaitu perencanaan jangka panjang yang membutuhkan
waktu yang lama dalam pelaksanaannya, biasanya memerlukan waktu lebih dari sepuluh tahun.
2) Intermediate Planning (perencanaan jangka menengah), yaitu sebuah planning yang
dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu “pemasangan” (gestation period). Perencanaan ini
biasanya memerlukan waktu lima tahun.
3) Short Range Planning (SRP) perencanaan jangka pendek, yaitu sebuah perencanaan yang
dipersiapkan dengan dengan tergesa-gesa dan mendadak karena pentingnya dan waktu yang
tersedia sangat sempit, sedangkan kebutuhan sangat mendesak dan tiba-tiba. Biasanya
pelaksanaannya memerlukan waktu kurang dari satu tahun.

d. Jenis Perencanaan Menurut Wilayah Pelaksanaannya


1) Rural planning, yaitu perencanaan pedesaan.
2) City planning, yaitu perencanaan untuk suatu kota.
3) Regional planning, yaitu perencanaan tingkat daerah kabupaten atau kota.
4) National planning, yaitu suatu perencanaan tingkat nasional (Negara) yang
mencakup segenap wilayah suatu Negara.

e. Jenis Perencanaan Menurut Materinya


1) Personnel planning, yaitu perencanaan mengenai masalah kepegawaian.
Dalam planning ini, masalah pegawai ditinjau dan dibahas dari berbagai segi secara mendalam
dan mendetail.
2) Financial planning, yaitu perencanaan mengenai masalah keuangan maupun permodalan
(anggaran belanja) secara menyeluruh dan mendetail dari suatu kegiatan kerja sama untuk
mencapai tujuan bersama.

6|Page
3) Industrial planning, yaitu perencanaan yang menyangkut kegiatan industri yang
direncanakan sedemikian rupa agar terhindar dari hambatan dan rintangan dalam pencapaian
tujuan.
4) Educational planning, yaitu perencanaan dalam kegiatan pendidikan
(misalnya, planning mengenai pendidikan SMK, SMA, dan lain-lain)

f. Jenis Perencanaan Menurut Segi Umum Dan Khusus


1) General plans (rencana umum), yaitu rencana yang dibuat garis-garis besarnya dan
menyeluruh dari suatu kegiatan kerja sama.
2) Special planning (rencana khusus), yaitu perencanaan mengenai masalah yang dibuat
secara mendetail dan terperinci. Misalnya, production planning, education planning.
3) Overall planning, yaitu perencanaan yang memberikan pola secara keseluruhan dari
pekerjaan yang harus dilaksanakan. Dalam hal ini, perencanaan merupakan landasan dari
fungsi manajemen lainnya.

3. SIFAT-SIFAT PERENCANAAN
Perencanaan harus bersifat berikut[4] :
a) Faktual
Perencanaan yang bersifat pertimbangan faktual, yakni didasarkan pada hasil temuan
dilapangan, fakta-fakta yang telah dikumpulkan dan dijadikan data serta diolah secara rasional,
dan jika perlu dikaji secara ilmiah.
b) Rasional
Perencanaan harus masuk akal, bukan merupakan angan-angan. Rasionalisasi terhadap
berbagai fakta dan data dianalisis dengan cara mengklasifikasi permasalahan yang
berkembang, menafsirkan data dan fakta, membandingkan antar fakta, menghubungkan
antarpengertian.
c) Fleksibel
Perencanaan tidak kaku, tetapi mengikuti perkembangan zaman dan perubahan situasi dan
kondisi sehingga pelaksanaannya tidak terjebak dalam keadaan yang statis.
d) Berkesinambungan
Perencanaan dibuat secara kontinu, artinya berkelanjutan mengikuti kebutuhan organisasi
dan tidak dibatasi oleh absolutisme ruang dan waktu.
e) Dialektis
Perencanaan harus dibuat dengan memikirkan peningkatan dan perbaikan-perbaikan untuk
kesempurnaan masa yang akan datang. perencanaan yang dialektik tidak terpaku pada
pendekatan antitetis yang melawan arus perubahan dan perkembangan zaman, tetapi lebih
mengutamakan pendekatan sintesis dan kompromistik terhadap keadaan dengan tetap
berprinsip terhadap keadaan dengan tetap berprinsip pada prinsip-prinsip manajmen yang
sudah ditetapkan.

7|Page
4. CARA-CARA MEMBUAT PERENCANAAN
Rudyard Kipling, sastrawan Inggris yang terkenal mengatakan bahwa cara-cara yang
terbaik dalam membuat perencanaan adalah mengawalinya dengan pertanyaan berikut[5] :
1) What, apa yang akan direncanakan?
2) When, kapan rencana tersebut akan dilaksanakan?
3) Where, dimana kegiatan tersebut akan dilaksanakan?
4) How, bagaimana cara melaksanakan rencana yang dimaksudkan?
5) Who, siapa yang akan melaksanakan rencana bersangkutan?
6) Why, untuk apa rencana tersebut dilaksanakan, mengapa dilaksanakan?

5. PERENCANAAN PENDIDIKAN
Guruge (1972) yang dikutip Abin menjelaskan perencanaan pendidikan sebagai “A simple
definition of educational planning is the process of preparing decisions for action in the future
in the field of educational development is the function of educational planning” (proses
mempersiapkan kegiatan pada mas depan dalam bidang pembangunan pendidikan sebagai
tugas dari perencanaan pendidikan).
Albert Waterston (dalam Don Adams, 1975), menjelaskan bahwa, “functional planning
involvesthe application of a rational system of choises among feasibel cources of educational
investment and the other development actions based on a consideration of economic and social
cost and benefits” (investasi pendidikan yang didasarkan atas pertimbangan ekonomi dan
biaya serta keuntungan sosial).
Ada 4 hal yang dibahas dalam perencanaan pendidikan, yaitu :
1) Tujuan apa yang akan dicapai dengan perencanaan itu?
2) Status posisi sistem pendidikan yang ada, bagaimanakah keadaan yang ada sekarang?
3) Kemungkinan pilihan alternative kebijakan dan prioritas untuk mencapai tujuan.
4) Strategi, penentuan cara terbaik untuk mencapai tujuan. (Udin Syaefuddin dan Abin
Ayamsudin, 2005: 9)

6. PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN PENDIDIKAN


Prinsip adalah pedoman dasar yang dijadikan sebagai kepribadian atau karakteristik akan
sesuatu. Agar perencanaan dapat menghasilkan rencana yang efektif dan efisien, prinsip-
prinsip berikut harus diperhatikan[6] :
1) Perencanaan hendaknya mempunyaidasar nilai yang jelas dan mantap. Nilai yang menjadi
dasar bisa berupa nilai budaya, nilai moral, nilai religius, ataupun gabunga dari ketiganya.
Acuan nilai yang jelas dan mantap akan memberikan motivasi yang kuat untuk menghasilkan
rencana yang sebaik-baiknya.
2) Perencanaan hendaknya berangkat dari tujuan umum. Tujuan umum itu diperinci menjadi
khusus. Apabila masih bisa diperinci menjadi tujuan khusus, tujuan khusus tersebut diperinci
menjadi lebih terperinci lagi. Adanya rumusan tujuan umum dan tujuan khusus yang terperinci
akan menyebabkan berbagai unsur dalam perencanaan memiliki relevansi yang tinggi dengan
tujuan yang akan dicapai.
3) Perencanaan hendaknya realistis. Perencanaan hendaknya disesuaikan dengan sumber
daya dan dana yang tersedia. Dalam sumber daya, baik kuantitas maupun kualitas manusia dan
perangkat penunjangnya harus dipertimbangkan. Perencanaan sebaiknya tidak mengacu pada

8|Page
sumber daya yang diperkirakan dapat disediakan, tetapi mengacu [pada sumber daya dan dana
yang nyata.
4) Perencanaan hendaknya mempertimbangkan kondisi sosiobudaya masyarakat, baik yang
mendukung maupun menghambat pelaksanaan rencana. Kondisi sosiobudaya tersebut
misalnya sistem nilai, adat istiadat, keyakinan, dan cita-cita. Terhadap kondisi sosiobudaya
yang mendukung pelaksanakan rencana, hendaknya telah direncanakan cara memanfaatkan
secara maksimal faktor pendukung itu. Adapun terhadap kondisi sosiobudaya yang
menghambat, hendaknya telah direncanakan cara untuk mengantisipasinyadan menekannya
menjadi sekecil-kecilnya.
5) Perencanaan hendaknya fleksibel. Meskipun berbagai hal yang terkait dengan pelaksanaan
rencana yang telah dipertimbangkan. Masih mungkin terjadi hal-hal diluar perhitungan
perencana ketika rencana itu dilaksanakan. Oleh karena itu, dalam membuat perencanaan,
hendaknya disediakan ruang gerak bagi kemungkinan penyimpangan dari rencana sebagai
antisipasi terhadap hal-hal yang terjadi diluar perhitungan perencana.

7. PENDEKATAN PERENCANAAN PENDIDIKAN


Ada beberapa pendekatan dalam perencanaan pendidikan, yakni sebagai berikut[7] :
1) Social Demand Approach (Pendekatan Tuntutan Masyarakat)
Pendekatan perencanaan pendidikan dalam pendekatan kebutuhan sosial menekankan pada
pemerataan kesempatan kerja. Tugas para perencana dalam pendekatan ini adalah
memperkirakan kebutuhan pada masa yang akan datang, yaitu menganalisis:
a. Pertumbuhan penduduk,
b. Partisipasi dalam pendidikan,
c. Arus murid dalam pendidikan harus semakin tinggi,
d. Mempertimbangkan pilihan atau keinginan masyarakat dari individu dari jenis
pendidikannya.
Perencana pendidikan diminta merencanakan penggunaan tenaga dan fasilitas yang ada
secara optimal dan memobilisasikan dana dan daya agar permintaan masyarakat terpenuhi. Ia
harus pandai menegtahui kebutuhan masyarakat dan memenuhinya.

2) Man Power Approach (Pendekatan Kebutuhan Tenaga Kerja)


Pendekatan man power approach betujuan mengarahkan kegiatan pendidikan pada
pemenuhan tenaga kerja (man power atau person power). Pendekatan ini mengutamakan
keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai
sector pembangunan. Menurut Jusuf (1980), apabila pendidikan diarahkan berdasarkan
persyaratan kebutuhan tenaga kerja, cara perhitungannya didasarkan pada perkiraan
pendapatan nasional. Proses perhitungannya melalui enam tahap, yaitu:
a. Proyeksi produksi persektor,
b. Penaksiran perkembangan produktivitas tenaga kerja persektor,
c. Perkembangan produksi dan perubahan produktivitas sektor industry,
d. Perincian seluruh tenaga kerja yang diperlukan berbagai jenis pendidikan,
e. Jenis dan tingkat pendidikan yang diperlukan
f. Jumlah tenaga kerja yang harus dihasilkan oleh lembaga pendidikan[8]

9|Page
3) Pendekatan SP4 (Perencanaan, Penyusunan Program, dan Penganggaran)
Perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran dipandang sebagai sistem integral,
yang berusaha menetapkan tujuan, mengembangkan program-program pendidikan dengan
proses penganggaran yang efisisen serta merefleksikan kegiatan program jangka panjang.

4) Cost Benefit / Rate Of Education Approach


Pendekatan ini bersifat ekonomi dan berpangkal dari konsep investment in human
capital atau investasi pada sumber daya manusia. Setiap investasi harus mendatangkan
keuntungan yang dapat diukur dengan nilai moneter. Karena pendidikan memerlukan investasi
yang besar, keuntungan dari investasi tersebut harus dapat diperhitungkan jika pendidikan
mempunyai nilai ekonomi. Pendekatan ini menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, seperti tenaga kerja, pengetahuan dan teknologi. Faktor-faktor ini
hanya dapat diwujudkan dengan masuknya peran pendidikan melalui human factor sebab
pembangunan ekonomi pada dasrnya dilakukan oleh manusia dan untuk manusia.

5) Strategic Planning Approach


Perencanaan strategi merupakan instrument perencanaan awal dari proses akuntabilitas
lembaga kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Sebagaimana telah dijelaskan pada pasal 5
Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000 didasarkan pada lima indicator.
a. Dampak (impact), yaitu dampaknya terhadap kondisi mikro yang ingin dicapai
berdasarkan manfaat yang dihasilkan.
b. Manfaat (benefit), yaitu tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah
bagi masyarakat ataupun pemerintah.
c. Hasil (outcome), yaitu tingkat capaian kinerja yang diharapkan terwujud berdasarkan
keluaran (output) kebijakan atau program yang sudah dilaksanakan
d. Keluaran (output), yaitu bentuk produk yang dihasilkan langsung oleh kebijakan atau
program berdasarkan masukan (input) yang digunakan.
e. Masukan (input), yaitu tingkat atau besaran sumber-sumber yang digunakan, sumber daya
manusia, dana, materil, waktu, teknologi, dan sebagainya.

6) Comprehensif Planning Approach


Pendekatan ini digunakan untuk menganalisis perubahan secara keseluruhan dalam sistem
pendidikan yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjabarkan perencanaan yang lebih
spesifik kearah tujuan yang lebih luas.
Pendekatan ini dapat dilukiskan sebagai penerapan berfikir sistematis dalam menganalisis
problematika tertentu. Pendekatan sistem mengaplikasikan cara berfikir sistematis dalam
melihat objek yang dihadapi.

10 | P a g e
8. TEORI PERENCANAAN PENDIDIKAN
Made Pidarta (2004:22), menguraikan lima teori perencanaan pendidikan, yaitu radical,
advocacy, transactive, synoptic, dan incremental. Kelima teori tersebut adalah sebagi
berikut[9]:
a. Teori radikal
Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk
melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dengan cepat mengubah keadaan
lembaga sehingga sesuai dengan kebutuhan. Pandangan para penganut teori ini adalah tidak
ada lembaga pendidikan atau organisasi pendidikan lokal yang persis sama sama dengan yang
lain. Oleh sebab itu, apabila perencanaan tidak dilakukan oleh lembaga atau organisasi lokal
itu, ia merupakan perencanaan yang naïf, hanya perencanaan yang bersifat desentralisasi
dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat tertinggilah
yang dapat dipandang perencanaan yang benar.
Partisipasi maksimum individu lembaga pendidikan lembaga pendidikan lokal
dimaksudkan untuk mempercepat perkembangan personalia agar mampu menangani lembaga
sendiri, terutama dalam perencanaan. Partisipasi mengacu kepada pentingnya kerjasama
antarpersonalia. Dengan kata lain, teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat
mandiri menangani lembaganya. Begitupula, pendidikan daerah dapat mandiri menangani
pendidikannya (Made Pidarta, 2004: 23)

b. Teori advocacy
Teori advocacy menekankan hal-hal yang bersifat umum atau jamak. Perbedaan lembaga,
perbedaan lingkungan, dan perbedaan daerah tidak begitu dihiraukan. Dasar perencanaan tidak
bertitik tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis,
dan bernilai.
Kebaikan teori ini adalah ditujukan untuk kepentingan umum secara nasional karena ia
meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap
minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang
memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah atau badan pusat (Made Pidarta, 2004:
24).

c. Teori transactive
Teori ini menekankan sifat perencanaan yang desentralisasi, suatu desentralisasi yang
transactive, yaitu berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti
penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan
perencanaan. Perencanaan yang dilakukan oleh personalia lembaga pendidikan itu
menunjukkan perkembangan lebih maju, berarti didalamnya terkandung pula usaha untuk
mengembangkan organisasi pendidikan dari dalam (Made Pidarta, 2004: 25).

d. Teori synoptic
Teori synoptic ini sering disebut juga sistem planning. Teori ini memakai model model
berfikir sistem dalam perencanaan. Objek yang direncanakan dipandang sebagai satu kesatuan
yang bulat, dengan tujuannya yang disebut misi. Proses perencanaan synoptic menerangkan
langkah-langkah sebagai berikut: mengenalkan problem dan lingkungan, mengestimasi ruang
lingkup problem dan lingkungan, menginvestigasi problem dan lingkungan, memprediksi
alternative, mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian yang spesifik (Made Pidarta, 2004: 27).

11 | P a g e
e. Teori incremental
Teori incremental dalam perencanaan berpegang pada kemampuan lembaga dan performan
para personalianya. Alasan perencanaan ini menekankan jangka pendek karena jangka pendek
lebih real dan lebih mudah diwujudkan daripada jangka panjang. Cunningham menyebut teori
ini “art of deal” terhadap perencanaan sistem yang berjangka panjang. Selanjutnya, teori ini
disebut disjointed-incrementalist model, yaitu konsep pembentukan yang kontinu pada situasi
yang sedang berlangsung, setapak demi setapak dan dengan tingkat perubahan yang kecil.
Situasi yang sedang berlangsung adalah situasi sekarang, yang dapat diartikan masa
perencanaan yang pendek, yakni satu tahun.

9. DIMENSI PERENCANAAN PENDIDIKAN


Menurut Udin dan Abin, ada Sembilan dimensi yang terkait dengan proses perencanaan
pendidikan, yakni[10]:
1. Significance, yaitu tingkat kebermaknaan yang bergantung pada kepentingan sosial dari
tujuan pendidikan yang diusulkan.
2. Feasibillity, yaitu kelayakan teknis dan perkiraan biaya merupakan aspek yang harus
dilihat secara realistis.
3. Relevance, yaitu konsep relevansi bagi implementasi rencana pendidikan.
4. Definitiveness, yaitu penggunaan teknik stimulasi untuk menjalankan rencana dengaan
menggunakan data model buatan, tujuannya untuk meminimalkan kejadian yang tidak
diharapkan yang akan mengalihkan sumber daya dari tujuan yang direncanakan.
5. Farsimoniousness, yaitu perencanaan harus digambarkan secara sederhana.
6. Adaptability, yaitu perencanaan pendidikan harus dinamis dan dapat berubah sesuai
informasi sebagai umpan balik sistem.
7. Time, yaitu siklus alamiah pokok bahasan pada perencanaan, kebutuhan untuk mengubah
situasi yang tidak dapat dipikul, keterbatasan perencana pendidikan dalam meramalkan masa
depan merupakan beberapa faktor berkaitan dengan waktu.
8. Monitoring, yaitu melibatkan penegakan criteria pendidikan untuk menjamin berbagai
komponen rencana bekerja secara efektif.
9. Subject Matter, yaitu pokok-pokok bahasan yang akan direncanakanyang terdiri atas :
a. Sasaran dan tujuan, mencakup yang diharapkan sebagai keluaran dari proses pendidikan
b. Program pelayanan, mencakup pengorganisasian pola kegiatan pembelajaran dan mendukung
pelayanan,
c. Sumber daya manusia, mencakup cara membantu dan meningkatkan kinerja, interaksi,
spesialisasi, sikap, kompetensi, dan pertumbuhan kepuasan sumber daya manusia.
d. Sumber daya fisik, mencakup pemanfaatan fasilitas dan merencanakan pola distribusinya
e. Penganggaran, mencakup cara-cara membiayai pengeluaran dan merencanakan pemasukan
keuangan.
f. Struktur pemerintahan (governance) mencakup cara-cara mengorganisasikan dan mengelola
kegiatandan control terhadap program pendidikan serta aktivitasnya
g. Konteks sosial, mencakup elemen-elemen sumber yang harus diperhatikan pada sistem
pendidikan (Udin Syaefuddin dan Ibin, 2005: 54).

12 | P a g e
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPUL
Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan. Perencanaan merupakan salah satu
aspek terpenting yang harus dibuat dalam suatu lembaga pendidikan. Tanpa membuat
perencanaan dalam suatu lembaga maka lembaga tersebut tidak dapat terorganisir dan tidak
mampu bersaing dengan lembaga lain karena tidak adanya perencanaan itu sendiri. Dalam
artian bahwa perencanaan menentukan berhasil tidaknya suatu program, program yang tidak
melalui perencanaan yang baik cenderung gagal. Kegiatan sekecil apapun dan sebesar apapun
kemungkinan besar berpeluang gagal jika tanpa adanya perencanaan.

B. SARAN
Dalam dunia pendidikan hendaknya setiap lembaga mempersiapkan perencanaan yang
matang, karena perencanaan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Allah SWT telah
menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa betapa pentingnya perencanaan untuk hari esok dan
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, apabila ada kesalahan-kesalahan mohon
dikoreksi dan diperbaiki.

DAFTAR PUSTAKA

Saefullah. (2012). manajemen pendidikan islam. bandung: pustaka setia.


http://riwayatattubani.blogspot.com/2017/05/perencanaan-dalam-lembaga-pendidikan.html
http://qym7882.blogspot.com/2017/05/perencanaan-pendidikan16.html
http://gunungadpend.blogspot.com/2017/05/jenis-pendekatan-perencanaan.html

[1] Saefullah, Manajemen Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012) hlm 211
[2] http://riwayatattubani.blogspot.com/2017/05/perencanaan-dalam-lembaga-pendidikan.html
[3] Saefullah, ibid hlm 222
[4] Ibid, hlm 225
[5] Ibid, hlm 227
[6] http://qym7882.blogspot.com/2017/05/perencanaan-pendidikan16.html
Ibid, hlm 238
[7] Ibid, hlm 239
[8] http://gunungadpend.blogspot.com/2017/05/jenis-pendekatan-perencanaan.html

[9] Ibid, hlm 244


[10] Ibid, hlm 247

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai