Anda di halaman 1dari 15

KESALAHAN DAN PERTANGGUNG

JAWABAN PIDANA
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK : 8
NAMA : NAWAL AZKIA
PUTRI RAHMA DEWI
UNIT/SMESTER : IV /II
PRODI : S-1 HES

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH


PERGURUAN TINGGI ISLAM
AL-HILAL SIGLI
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Adanya kehendak bebas/memilih dan intelektualitas/kedewasaan
seseorang tidak cukup untuk perkara pidana, akan tetapi mesti adanya kesalahan
yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Kesalahan merupakan esensi
pilar immaterial dalam delik/tindak kejahatan yang tanpanya tidak ada
tempat untuk perkara pidana. Kesalahan adalah perbuatan melawan hukum,
dimana seseorang dipertanggungjawabkan secara hukum pidana atas
perbuatannya. Ada dua bentuk kesalahan yaitu kesalahan disengaja dan kesalahan
tidak disengaja. Dalam pembahasan kesalahan sengaja akan dibahas mengenai
esensi kesengajaan,  unsur-unsur kesengajaan dan jenis-jenis
kesengajaan. Kesalahan tidak disengaja akan dibahas mengenai pengertian
kealpaan, bentuk-bentuk kealpaan dan jenis-jenis kealpaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesalahan ?
2. Apa saja mengenai kesalahan disengaja ?
3. Apa saja mengenai kesalahan tidak disengaja ?
4. Apa unsur non materi dalam pelanggaran ?
5. Bagaimana pertanggungjawaban atas perbuatan orang lain ?
6. Apa hal-hal yang menghalangi pertanggungjawaban pidana?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kesalahan Tindak Pidana


Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus
non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada  kesalahan,
maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yang dimaksud
pertanggungjawaban tindak pidana.
Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya
perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan
perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat
tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga
mempunyai kesalahan. Dalam kebanyakan  rumusan tindak pidana, unsur
kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang
terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam
suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut
dengan opzettelijk, maka unsur dengan sengaja ini menguasai atau meliputi semua
unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan.
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk
melakukan kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa
perbuatan yang dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung
pengertian menghendaki dan mengetahui atau biasa disebut dengan willens en
wetens. Yang dimaksudkan disini adalah seseorang yang melakukan suatu
perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi rumusan willens atau haruslah
menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi unsur wettens atau haruslah
mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.
Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan oleh Von Hippel
maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak
membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari
perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari
dilakukannya perbuatan itu. Jika unsur kehendak atau menghendaki dan
mengetahui dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan
dengan jelas secara materiil karena memang maksud dan kehendak seseorang itu
sulit untuk dibuktikan secara materiil maka pembuktian adanya unsur kesengajaan
dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu
dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan
keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar
hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut.
Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur
kelalaian atau kelapaan atau culpa yang dalam doktrin hukum pidana disebut
sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari
atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku
dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-
hati. Wilayah culpa ini terletak diantara sengaja dan kebetulan.
Kelalaian ini dapat didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan
sesuatu perbuatan dan perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang, maka walaupun perbuatan itu
tidak dilakukan dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga
tidak menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat
tidak melakukan perbuatan itu sama sekali.
Dalam culpa atau kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku
mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat
membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau
dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu
akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-
undang.1

B. Kesalahan Disengaja
Dalam pembahasan kesalahan sengaja akan dibahas mengenai esensi
kesengajaan,  unsur-unsur kesengajaan dan jenis-jenis kesengajaan.

1 Aruan Sakijo, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodifikasi, (Jakarta:


Ghalia Indonesia, 1990), h. 66-68.
1. Esensi dan pengertian kesengajaan
Kesalahan disengaja merupakan bentuk biasa yang terjadi dan merupakan
bentuk kesalahan yang paling tinggi pada kehendak manusia yang
menyebabkannya mendapatkan sanksi hukum atau pidana, karena pelaku
kejahatan  itu menginsyafi, menghendaki dan mengetahui melakukan perbuatan
yang melawan hukum. Misal: seorang Ibu, yang sengaja tidak memberi susu
kepada anaknya, ia menghendaki dan sadar akan perbuatannya.
Ada dua teori tentang kesengajaan :
a. Teori Pengetahuan / membayangkan
Teori ini mengatakan bahwa sengaja berarti mengetahui dan dapat
membayangkan kemungkinan akan akibat yang timbul dari perbuatannya
tanpa ada kehendak atau maksud untuk akibat tersebut.
b. Teori Kehendak
Teori ini mengatakan bahwa inti kesengajaan adalah kehendak
untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang.
Artinya bahwa pelaku kejahatan berkehendak melakukan perbuatan yang
dipidana hukum dan menginginkan akibatnya. Teori ini adalah yang paling
kuat.
Dari penjelasan dan teori di atas dapat disimpulkan bahwa
kesalahan disengaja adalah menghendaki dan mengetahui  perbuatan yang
dilakukan, yang mana perbuatan itu dipidana secara hukum, serta
menghendaki akibat dari perbuatan tersebut.
2. Unsur-unsur Kesengajaan
Kesengajaan memiliki dua unsur:
a. Kehendak
Kehendak merupakan unsur kesengajaan  yang merupakan syarat
perbuatan dikenakan pidana secara hukum. Kehendak adalah perbuatan
batin yang menginginkan tercapainya tujuan tertentu. Maksudnya adalah
kehendak untuk sengaja melakukan tindak kejahatan, dan menginginkan
terjadinya akibat dari perbuatan tersebut yang melanggar hukum. Jika
terdapat unsur kehendak ini, maka suatu perbuatan tersebut sudah
memiliki salah satu dari unsur kesengajaan dan bertanggung jawab dalam
kasus tindak pidana sengaja.
Kehendak dalam kesalahan disengaja berbeda dengan kehendak
dalam kesalahan tidak disengaja, di mana kehendak dalam kesalahan tidak
sengaja hanya sebatas kehendak untuk melakukan perbuatan tanpa ada
kehendak tercapainya akibat. Maka, jika seseorang menggunakan senapan
api untuk berburu hewan, kemudian menimpa salah seorang di sekitarnya,
ia orang yang menggunakan senjata api tersebut akan dipidana atas kasus
tindak pidana tidak sengaja. Hal itu karena pelaku hanya bermaksud dan
berkehendak menggunakan senapan api untuk berburu hewan, bukan
berkehendak menembak seseorang yang terkena tembakan api.
b. Mengetahui atau pengetahuan
Pengetahuan merupakan unsur kedua dari kesengajaan yang
merupakan syarat perbuatan dapat dikenakan pidana secara hukum.
Maksud pengetahuan di sini adalah mengetahui seluruh unsur-unsur
pembentuk tindak kejahatan sebagaimana yang telah ditetapkan hukum.
Karena itu, jika seseorang melakukan perbuatan dan ia bodoh atau tidak
tahu bahwa tindakannya itu dipidana hukum, maka tidak ada unsur
kesengajaan dalam tindakkannya. Untuk itu, perlu dibedakan jenis
pengetahuan ini, yaitu pengetahuan tentang hukum dan pengetahuan
tentang kejadian-kejadian/realita.
1) Pengetahuan tentang hukum
Di antara kaedah umum yang ditetapkan hukum adalah tidak
bolehnya membela diri dengan beralasan tidak mengetahui hukum atau
undang-undang. Hal ini karena mengetahui hukum merupakan suatu
kewajiban. Ini merupakan kaedah yang dipakai disebagian besar
Negara di dunia. Dalam hukum Mesir disebutkan bahwa wajib
mengamalkan hukum setelah sepuluh hari sejak disebarkannya hukum
atau undang-undang, dan penyebaran atau pemberitaan hukum ini
merupakan indikasi adanya pengetahuan tentang hukum bagi seluruh
masyarakat. Dan maksud mengetahui hukum di sini adalah
mengetahuinya dengan bentuk atau pemahaman yang benar.
Hikmah dilarangnya beralasan tidak mengetahui hukum adalah
demi supremasi, kepastian dan ketegakan hukum dalam suatu Negara.
Namun, untuk menetapkan pengetahuan tentang hukum yang ada
merupakan masalah yang sulit. Dalam realita, kaedah umum ini sulit
diterapkan, karena banyaknya undang-undang bahkan bagi para aktivis
dan pegiat hukum sendiri. Dikarenakan hal itu, para hakim dan pakar
hukum melakukan peringanan pada dasar kaedah umum tersebut, yaitu
dengan membatasinya bahwa tidak boleh atau dilarang melakukan
alasan atau berapologi tidak mengetahui hukum yang ada dalam teks
hukum pidana. Di samping itu, dibolehkan beralasan tidak mengetahui
hukum pada bererapa keadaan, seperti seseorang yang diblokade dalam
suatu tempat disebabkan gempa, perang dan lainnya, kemudian pada
waktu itu hukum atau undang-undang disebarkan dan ia tidak
mengetahuinya. Apabila orang tersebut melakukan tindak kejahatan
maka ia boleh beralasan tidak mengetahui hukum, dengan begitu ia
tidak bisa dikenakan pidana.
2) Pengetahuan tentang kejadian/peristiwa
Dalam kaedah umum, seseorang diharuskan mengetahui
seluruh kejadian-kejadian penting yang masuk dalam struktur atau
rumusan hukum yang merupakan syarat adanya unsur kejahatan atau
delik. Hal ini karena ketidaktahuan atau kekeliruan dalam kejadian-
kejadian tersebut dapat mempengaruhi adanya unsur kesengajaan yang
merupakan syarat adanya delik atau kejahatan.
3) Ketidaktahuan adalah tidak mengetahui suatu hukum dan tidak
pula memahaminya.
4)  Kekeliruan adalah mengetahui dan memahami suatu hukum
namun dengan pemahaman yang tidak benar atau salah.
Walaupun ketidaktahuan dan kekeliruan adalah suatu yang
berbeda akan tetapi pengaruhnya sama dalam kesalahan disengaja.
Namun, pengaruh keduanya ketidaktahuan dan kekeliruan-  berbeda
dalam keadaan apabila ketidaktahuan dan kekeliruan itu terjadi pada
rukun kejahatan, atau pada keadaan diberatkan dalam kejahatan, atau
pada korban dalam kejahatan.
Sebelum membicarakan pengaruh ketidaktahuan dan
kekeliruan dalam beberapa keadaan di atas, di sini akan dibahas sebuah
kaedah umum bahwa “pembuat undang-undang atau peraturan tidak
mempertimbangkan sarana atau wasilah yang digunakan dalam
melakukan kejahatan, tidak juga mempertimbangkan waktu melakukan
kejahatan dan tempat melakukan kejahatan, kecuali jika peraturan
butuh hal tersebut untuk mempertimbangkan terjadinya kejahatan”.
Sebuah peraturan, walaupun tidak mempertimbangkan sarana
yang digunakan untuk kejahatan, terkadang mempertimbangkannya
pada beberapa keadaan.
Contoh: Kejahatan pembunuhan dengan racun.
Kejahatan ini tidak dianggap sempurna rukun delik atau tindak
kejahatannya, kecuali jika sarana yang digunakan untuk membunuh
adalah materi atau bahan yang sangat mematikan. Begitu juga
peraturan terkadang mempertimbangkan waktu melakukan kejahatan
pada beberapa keadaan. Seperti yang disebutkan dalam butir 78 UU
Pidana Mesir, bahwa setiap orang yang mendorong atau
memerintahkan tentara Negara  ketika masa perang  untuk bergabung
dan membantu tentara asing akan dihukum gantung. Peraturan
terkadang juga mempertimbangkan tempat melakukan kejahatan pada
beberapa keadaan. Seperti dalam butir 277 UU Pidana Mesir, bahwa
dihukum dengan tahanan selama kurang dari enam bulan seorang
suami yang berzina di dalam rumah istri. Berdasarkan keadaan di atas,
jika pelaku kejahatan tidak mengetahui bahan mematikan (sarana)
atau tidak mengetahui waktu dan tempat ketika ia melakukan
kejahatan, maka unsur kesengajaan dianggap tidak ada.
3. Jenis-Jenis atau Bentuk Kesengajaan
a. Kesengajaan umum dan khusus
Kesengajaan umum ialah kesengajaan yang memiliki dua unsur
yaitu kehendak atau maksud dan pengetahuan atau mengetahui.
Kesengajaan ini merupakan syarat umum dalam setiap tindak pidana.
Selain itu ada beberapa kejahatan atau tindak pidana yang ditetapkan
hukum sebagai tambahan dari kesengajaan umum, yaitu niat khusus si
pelaku kejahatan, di mana niat ini merupakan faktor pendorongnya untuk
melakukan kejahatan. Niat khusus ini dinamakan kesengajaan khusus.
Contohnya adalah delik pemalsuan dokumen. Delik ini tidak cukup adanya
kehendak si pelaku untuk memalsukan dokumen dan mengetahui
perbuatan pemalsuannya tersebut. Tetapi, mesti ada niat khusus atau
terselubung dari tindakan pemalsuannya itu, yaitu niat untuk
menggunakan dokumen yang dipalsukannya.
b. Kesengajaan ditentukan dan tidak ditentukan
Kesengajaan ditentukan ialah kesengajaan yang objek akibat
kejahatannya ditentukan. Seperti si A yang bermaksud membunuh si B.
Orang yang ingin dibunuh si A sudah ditentukan yaitu si B. Kesengajaan
tidak ditentukan ialah kesengajaan yang objek akibat kejahatannya tidak
ditentukan. Seperti seorang yang meletakkan bahan peledak ditengah
lapangan yang dilalui orang banyak, ledakkan itu menyebabkan
terbenuhnya beberapa orang yang lewat dan mengenai orang disekitarnya. 
Jenis kesengajaan ini meski berbeda namun sama di dalam
pertanggungjawaban hukum.
c. Kesengajaan biasa dan kesengajaan berencana
Kesengajaan biasa adalah kesengajaan yang tidak didahului
perencanaan dan antisipasi. Pelaku kejahatan tidak memiliki waktu yang
cukup untuk memikirkan kejahatannya. Sedangkan kesengajaan berencana
adalah adalah kesengajaan yang telah direncakan, dirancang, dipikirkan
dan memiliki waktu/jeda  yang cukup antara rencana dengan timbulnya
kejahatan.
d. Kesengajaan langsung dan tidak langsung
Kesengajaan langsung adalah kesengajaan yang langsung tertuju
atau terkena pada orang yang dituju. Sedangkan kesengajaan tidak
langsung adalah kesengajaan yang akibat dari kejatahan itu ada
kemungkinan akan terjadi kejatahan lain.
e. Menetapkan ada dan tidak adanya kesengajaan
Kesengajaan merupakan perkara batin yang sulit dilihat, karena itu
untuk menetapkannya perlu adanya indikasi-indikasi eksternal yang
menunjukkan adanya kesengajaan.2
C. Kesalahan tidak disengaja/kealpaan
Pada umumnya, setiap kejahatan atau tindak pidana adalah disengaja,
karena adanya unsur-unsur kesengajaan, yaitu kehendak untuk melakukan
kejahatan dan kehendak terwujudnya akibat serta mengetahui seluruh unsur-unsur
kejahatan yang ditetapkan hukum. Akan tetapi, terdapat pengecualian pada
beberapa kejahatan atau delik yang merupakan kesalahan tidak disengaja atau
kelapaan. Untuk lebih  jelasnya akan dibahas pengertian kealpaan, bentuk-bentuk
kealpaan dan jenis-jenis kealpaan.
1. Pengertian Kealpaan
Di dalam undang-undang tidak ditentukan apa arti dari kealpaan. Tapi,
para pakar dan ahli hukum pidana membuat definisi kealpaan, yaitu
“mengarahkan kehendak untuk melakukan kejahatan, tetapi tidak mengarahkan
kehendak untuk terwujudnya akibat dari perbuatan tersebut, dan terjadinya akibat
tadi merupakan hasil dari kesalahan pelanggar karena ia dapat memperkirakan
kemungkinan terjadinya akibat bahkan dapat mencegah terjadinya akibat
tersebut”. 
Di dalam peraturan atau hukum Mesir, kesalahan tidak disengaja atau
kealpaan tidak memiliki tanggung jawab pidana, kecuali pada beberapa hal.
Sebagai contoh, jika seorang polisi penjaga lalai dalam menjaga tahanan,
kemudian tahanan tersebut kabur, maka polisi penjaga tadi dikenakan sanksi

2 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 83-108.


pidana. Pada sanksi kesalahan ini, disyaratkan terjadinya kejahatan dan adanya
hubungan sebab-akibat, serta bahaya. Karena itu, jika polisi penjaga lalai namun
tidak menyebabkan tahanan kabur, maka penjaga terbebas dari kesalahan pidana.
Penyebab kealpaan diantaranya teledor, sembrono, lalai, tidak hati-hati dll.
Beberapa pakar hukum pidana berpendapat tidak adanya
pertanggungjawaban pidana pada kejahatan atau tindak pidana tidak disengaja, hal
ini karena pelanggar tidak menginginkan/berkehendak akibat. Akan tetapi,
faktanya bahwa kehendak manusia dalam kejahatan itu tidak terlepas dari dosa
atau kesalahan. Karena manusia diharuskan menjauhi segala keadaan atau
kesalahan yang dapat menyebabkan bahaya terhadap orang lain. Oleh sebab itu,
sebagain pakar hukum berpendapat bahwa pelanggar memiliki tanggung jawab
pidana.
2. Bentuk-bentuk Kealpaan
a. Kealpaan yang disadari
Disini si pelaku dapat menyadari tentang apa yang dilakukan
beserta akibatnya, akan tetapi ia percaya dan mengharap-harap bahwa
akibatnya tidak akan terjadi.
b. Kealpaan yang tidak disadari
Dalam hali ini si pelaku melakukan sesuatu yang tidak menyadari
kemungkinan akan timbulnya sesuatu akibat, padahal seharusnya ia dapat
menduga sebelumnya.

D. Unsur Nonmateri dalam Pelanggaran (Ringan)


Dalam kaedah umum pelanggarang ringan disebutkan bahwa hukum tidak
mensyaratkan terjadinya pelanggaran ini adanya kesalahan disengaja atau tidak
disengaja yang merupakan unsur maknawi. Ahli hukum Perancis berpendapat
bahwa terdapat pelanggaran yang cukup dengan unsur materi. Akan tetapi,
kenyataanya bahwa tidak ada kejahatan tanpa adanya unsure maknawi/nonmateri.
Kaedah ini dipakai dalam hukum modern, karena itu dalam pelanggaran
disyaratkan adanya unsur non materi. Apabila tidak dijelaskan secara jelas unsur
nonmateri dalam hukum atau undang-undang, maka hal ini diserahkan pada
hakim dan lembaga peradilan, sehingga hakim dapat meperberat hukuman tau
meringankannya.

E. Pertanggungjawaban Atas Perbuatan Orang Lain


Dalam peraturan hukum pidana modern terdapat dasar atau asas tanggung
jawab pidana pribadi dan asas sanksi pribadi. Begitu juga hukum mensyaratkan
tidak adanya sanksi kecuali pada seseorang yang telah ditetapkan atas
kesalahannya. Akan tetapi, terdapat pengecualian , yaitu dihukumnya seseorang
yang tidak ikut dalam penyertaan tindak pidana dengan sifat serikat.
Contohnya adalah, diberikannya sanksi pada pimpinan redaksi sebuah majalah
atau Koran atas kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan pada medianya. Si
pemimpin redaksi tersebut tidak dapat pemaafan kecuali jika mengeluarkan
pernyataan bahwa ia tidak mengetahui kejahatan yang dilakukan medianya.3

F. Hal-Hal Yang Menghalangi/Meniadakan Pertangungjawaban Pidana


Ada beberapa hal atau alasan seseorang yang melakukan tindak pidana
tapi tidak dijatuhi pidana atau bertanggung jawab terhadap tindak pidana. Alasan
tersbut adalah sebagai berikut:
1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak
pada diri orang itu, yakni :
a. Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau gangguan kejiwaan atau
gila.
b. Umur yang masih muda (mengenai umur yang masih muda ini di
Indonesia dan juga di negeri Belanda sejak tahun 1905 tidak lagi
merupakan alasan penghapus pidana, melainkan menjadi dasar untuk
memperingan hukuman).
2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang yang terletak di
luar orang itu, yaitu:
a. Daya paksa atau overmacht;

3 Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993), h.


180.
b. Pembelaan terpaksa atau noodweer;
c. Dalam keadaan darurat;
d. Melaksanakan perintah jabatan .
Perbedaan antara keadaan darurat dan pembelaan darurat :
1) Dalam keadaan darurat dapat dilihat adanya perbenturan antara
kepentingan hukum dan kewajiban hukum.
2) Dalam pembelaan darurat situasi darurat ini ditimbulkan oleh adanya
perbuatan melawan hukum yang bisa dihadapi secara sah, dengan
perkataan lain dalam keadaan darurat hak berhadapan dengan hak,
sedang dalam pembelaan darurat, hak berhadapan dengan bukan hak.
3) Dalam keadaan darurat tidak perlu adanya serangan, sedang dalam
pembelaan darurat harus ada serangan.
4) Dalam keadaan darurat orang dapat bertindak berdasarkan berbagai
kepentingan atau alasan sedang dalam pembelaan darurat, pembelaan
itu syarat-syarat sudah ditentukan secara limitative.4

BAB III

4 Muhammad Rakhmat Alam, 2012, Kesalahan dalam Hukum


Pidana, http://alamazharians. blogspot.com/2012/02/kesalahan-dalam-hukum-pidana.html,
diakses pada hari Minggu, 06 Oktober 2013, Jam 14:00 Wita.
PENUTUP

A. Simpulan
            Kesalahan adalah perbuatan melawan hukum dimana seseorang
dipertanggungjawabkan secara hukum pidan atas perbuatannya. Dua bentuk
kesalahan yaitu kesalahan disengaja dan kesalahan tidak disengaja. Kesalahan
disengaja yaitu jika seseorang melakukan tindak kejahatan, mengetahui dan
menghendaki akibat dari perbuatannya tersebut. Sedangkan kesalahan tidak
sengaja yaitu jika seseorang melakukan tindak kejahatan, mengetahui akibat dari
perbuatannya tanpa menghendaki akibat dari tindakannya tersebut.
Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan
antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada
hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan
akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku
atas perbuatan pidananya itu.

DAFTAR PUSTAKA
Sakijo Aruan, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana
Kodifikasi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

Hamzah Andi, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1991.


Poernomo Bambang, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1993.

Anda mungkin juga menyukai