Di dalam hukum pidana dikenal asas yang paling fundamental, yakni Asas "Tiada
Pidana Tanpa Kesalahan" yang dikenal dengan "keine strafe ohne schuld" atau "geen
straf zonder schuld" atau "nulla poena sine culpa". Dari asas tersebut dapat dipahami
bahwa kesalahan menjadi salah satu unsur pertanggungjawaban pidana dari suatu
subjek hukum pidana. Artinya, seseorang yang diakui sebagai subjek hukum harus
mempunyai kesalahan untuk dapat dipidana. Kesalahan adalah dasar untuk
pertanggungjawaban. Kesalahan merupakan keadaan jiwa dari si pembuat dan
hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya. Mengenai keadaan jiwa dari
seseorang yang melakukan perbuatan, lazim disebut sebagai kemampuan bertanggung
jawab, sedangkan hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya itu merupakan
kesengajaan, kealpaan, serta alasan pemaaf.
Dengan demikian, untuk menentukan adanya kesalahan, dalam pidana subjek hukum
harus memenuhi beberapa unsur, antara lain:
1) Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku;
2) Perbuatannya tersebut berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa);
3) Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.
Sengaja berarti juga adanya kehendak yang disadari yang ditujukan untuk melakukan
kejahatan tertentu. Maka berkaitan dengan pembuktian bahwa perbuatan yang
dilakukannya itu dilakukan dengan sengaja, terkandung pengertian menghendaki dan
mengetahui atau biasa disebut dengan willens en wetens. Yang dimaksudkan disini adalah
seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja itu haruslah memenuhi
rumusan willens atau haruslah menghendaki apa yang ia perbuat dan memenuhi
unsur wettens atau haruslah mengetahui akibat dari apa yang ia perbuat.
1. Kesalahan disengaja
Kesalahan disengaja merupakan bentuk biasa yang terjadi dan merupakan bentuk
kesalahan yang paling tinggi pada kehendak manusia yang menyebabkannya
mendapatkan sanksi hukum atau pidana, karena pelaku kejahatan itu menginsyafi,
menghendaki dan mengetahui melakukan perbuatan yang melawan hukum. Misal:
seorang Ibu, yang sengaja tidak memberi susu kepada anaknya, ia menghendaki dan
sadar akan perbuatannya.
REFERENSI
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002.
Chairul huda, Dari Tiada Pidana Tanpa kesalahan Menuju Kepada Tiada pertanggungjawaban
Pidana Tanpa Kesalahan, Prenada Media, Jakarta, 2006.