Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

B. TUJUAN
1. TUJUAN UMUM

2. TUJUAN KHUSUS

C. MANFAAT
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
A. DEFINISI
Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella
typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular
(Cahyono,2010).
Demam thypoid adalah infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella Thypii (Elsevier,2013).
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai
negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis.
(Simanjuntak, 2009)
B. ETIOLOGI
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan
salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20
menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan
antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan
antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul  yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita
tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009)
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke
dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam
(pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella
typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam
folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. Setelah melalui
periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh
jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu makaSalmonella
typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam
sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi
tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang
belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau
penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat
menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti
dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi
makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe
mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari
makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang
tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan
juga menstimulasi sistem imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012)
PATHWAY
D. KOMPLIKASI
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatansepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut ngastiyah (2005), demam thypoid pada anak biasanya lebih
ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak
bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan,
yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga
suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limpa membesar
disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai
samnolen. Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit
berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang
juga dapat ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli
hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama
demam, kadang-kadang ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam
thypoid, akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi
pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya
sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya
basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh
obat maupun oleh zat anti.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum
ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam
yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan
perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat
dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah
tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan
limpa dapat diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan
keluhan berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita
mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia
alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan
perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan
akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
F. KLASIFIKASI
Menurut WHO (2009), ada 3 macam klasifikasi demam typhoid dengan
perbedaan gejala klinis:
1. Demam typhoid akut non klasifikasi
Demam typhoid akut dikarakterisasi dengan adanya demam
berkepanjangan abdormalis fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa,
dan diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise, dan anoreksia. Bentuk
broncitis biasa terjadi pada fase awal penyakit selama periode demam,
sampai 25% penyakit menunjukan adanya resespot pada dada, abdomen
dan punggung
2. Demam typhoid dengan komplikasi
Pada demam typhoid akut keadaan mungkin dapat berkembang
menjadi komplikasi parah. Tergantung pada kualitas pengobatan dan
keadaan kliniknya. Hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi,
mulai dari melena, perforasi, susu, dan penigkatan ketidaknyamanan
abdomen.
3. Keadaan karier
Keadaan karier typhoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur
pasien. Karier typhoid bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella typhi di
feses.
G. TANDA DAN GEJALA

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung
jenis leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang
dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
(Patriani,2008)
I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan untuk pasien penderita thypoid, yaitu:
Tirah baring selama demam masih ada sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih 14 hari.
2. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
3. Obat-obatan
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit thypoid. Waktu
penyembuhan bisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti ampicillin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole, dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam tipoid di negara-
negara barat. Obat-obat antibiotik adalah:
a. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi
dalam 3-4 kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
b. Bilamana terdapat indikasi kontra pemberian kloramfenikol, diberi
ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
c. Pemberian intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.
d. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
e. Pemberian oral/intravena selama 21 hari.
f. Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3
kali pemberian, oral, selama 14 hari.
g. Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 mg/kg
BB/kali dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali
sehari, intravena, selama 5-7 hari. (Ummusalma,2007).
J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
b. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
d. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
f. Pola-pola fungsi kesehatan
1). Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
2). Pola eliminasi
Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam thypoid
terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar
dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan
tubuh.
3). Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
4). Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
5). Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
6). Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien.
7). Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di
rumah sakit dan klien harus bed rest total.
8). Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410C,
muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan
gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak pucat, rambut agak
kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak
enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi
lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut
kembung serta pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
3. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus
halus
b. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah)
c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, anoreksia
d. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
4. Intervensi
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan usus
halus
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam suhu
tubuh kembali normal
Kriteria hasil:
1) Tidak demam
2) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi:

1) Observasi tanda-tanda vital terutama suhu tubuh tiap 2 – 4 jam.


R/: Mengetahui keadaan umum pasien
2) Berikan kompres dingin.
R/: Mengurangi peningkatan suhu tubuh
3) Atur suhu ruangan yang nyaman.
R/: Memberikan suasana yang menyenangkan dan menghilangkan
ketidaknyamanan.
4) Anjurkan untuk banyak minum air putih
R/: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan sehingga
perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
5) Kolaborasi pemberian antiviretik, antibiotik
R/: Mempercepat proses penyembuhan, menurunkan demam.
Pemberian antibiotik menghambat pertumbuhan dan proses
infeksi dari bakteri
b. Kurangnya volume cairan b/d peningkatan suhu tubuh, intake cairan
peroral yang kurang (mual, muntah)
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan cairan dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak mual
2) Tidak demam
3) Muntah
4) Suhu tubuh dalam batas normal

Intervensi:

1) Jelaskan kepada pasien tentag pentingnya cairan


R/: Agar pasien dapat mengetahui tentang pentingnya cairan dan
dapat memenuhi kebutuhan cairan.
2) Monitor dan catat intake dan output cairan
R/: Untuk mengetahui keseimbangan intake da output cairan
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antiemetic
R/: Untuk mengetahui pemberian dosis yang tepat
4) Kaji tanda dan gejala dehidrasi hypovolemik, riwayat muntah,
kehausan dan turgor kulit
R/: Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukkan respon
terhadap dan atau efek dari kehilangan cairan
5) Observasi adanya tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, nadi
cepat dan lemah
R/: Agar segera dilakukan tindakan/ penanganan jika terjadi syok
6) Berikan cairan peroral pada klien sesuai kebutuhan
R/: Cairan peroral akan membantu memenuhi kebutuhan cairan
7) Anjurkan kepada orang tua klien untuk mempertahankan asupan
cairan secara dekuat
R/: Asupan cairan secara adekuat sangat diperlukan untuk
menambah volume cairan tubuh
8) Kolaborasi pemberian cairan intravena
R/: Pemberian intravena sangat penting bagi klien untuk memenuhi
kebutuhan cairan yang hilang
c. Perubahan nutrisi kurang dari yang dibutuhkan tubuh b/d mual,
muntah, anoreksia
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1) Tidak demam
2) Mual berkurang
3) Tidak ada muntah
4) Porsi makan tidak dihabiskan

Intervensi:

1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran cerna, dan


sajikan dalam keadaan hangat
R/: Untuk menimbulkan selera pasien dan mengembalikan status
nutrisi
2) Monitor dan catat makanan yang dihabiskan pasien
R/ : Untuk mengetahui keseimbangan haluaran dan masukan
3) Kaji kemampuan makan klien
R/: Untuk mengetahui perubahan nutrisi klien dan sebagai
indikator intervensi selanjutnya
4) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan meminimalkan rasa mual
dan muntah
5) Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
R/: Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
6) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk memberikan
makanan yang disukai
R/: Menambah selera makan dan dapat menambah asupan nutrisi
yang dibutuhkan klien
7) Anjurkan kepada orang tua klien/keluarga untuk menghindari
makanan yang mengandung gas/asam, pedas
R/: Dapat meningkatkan asam lambung yang dapat memicu mual
dan muntah dan menurunkan asupan nutrisi
8) Kolaborasi berikan antiemetik, antasida sesuai indikasi
R/: Mengatasi mual/muntah, menurunkan asam lambung yang
dapat memicu mual/muntah
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, demam
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawtan selama 2x24 jam pola tidur
efektif dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Melaporkan tidur nyenyak
2) Klien tidur 8-10 jam semalam
3) Klien tampak segar

Intervensi:
1) Kaji pola tidur klien
R/: Mengetahui kebiasaan tidur klien, mengetahui gangguan yang dialami,
memudahkan intervensi selanjutnya
2) Berikan bantal yang nyaman
R/: Meningkatkan kenyamanan meningkatkan pemenuhan istirahat tidur
3) Berikan lingkungan yang nyaman, batasi pengunjung
R/: Mengurangi stimulus yang dapat mengganggu istirahat tidur
4) Anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam/masasepunggung
sebelum tidur
R/: Meningkatkan relaksasi menstimulasi istirahat tidur yang nyaman
b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam nyeri
hilang/berkuran dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Tidak ada keluhan nyeri
2) Wajah tampak tampak rileks
3) Ttv dalam batas normal

Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, sifat dan lamanya nyeri
R/: Sebagai indikator dalam melakukan intervensi selanjutnya dan untuk
mengetahui sejauh mana nyeri dipersepsikan.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai keinginan klien.
R/: Posisi yang nyaman akan membuat klien lebih rileks sehingga
merelaksasikan otot-otot.
3) Ajarkan tehnik nafas dalam
R/: Tehnik nafas dalam dapat merelaksasi otot-otot sehingga mengurangi
nyeri
4) Ajarkan kepada orang tua untuk menggunakan tehnik relaksasi misalnya
visualisasi, aktivitas hiburan yang tepat
R/: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
5) Kolaborasi obat-obatan analgetik
R/: Dengan obat analgetik akan menekan atau mengurangi rasa nyeri
d. Evaluasi
Dari hasil intervensi diatas, evaluasi yang diharapkan :
a. Suhu tubuh normal (36 0C) atau terkontrol.
b. Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
c. Pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari optimal.
d. Kebutuhan cairan terpenuhi

Anda mungkin juga menyukai