Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak
kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi.
Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu
hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada
era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup
tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau
pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.

Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui
aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum.
Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu,
pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.

1|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penerapan HAM Menurut Versi Barat

Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana
para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak
rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari penindasan panjang yang
dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan
yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan tentang hak asasi
manusia.

Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada
rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak
asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang
lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian
deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada
Desember 1948.

Dalam perkembangan berikutnya terjadi perubahan dalam pemikiran


mengenai hak asasi, antara lain karena terjadinya depresi besar sekitar tahun 1929
hingga 1934, yang melanda sebagian besar dunia. Depresi ini, yang mulai di
Amerika dan kemudian menjalar ke hampir seluruh dunia, bredampak luas.
Sebagian besar masyarakat tiba-tiba ditimpa pengangguran dan kemiskinan.

Dalam suasana itu presiden Amerika Serikat, Roosevlet pada 1941


merumuskan empat kebebasan, yaitu kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari
kemiskinan. Kemudian proses terjadinya negara kesejahteraan di negara-negara
barat telah berjalan sebagai sesuatu yang sudah sewajarnya, tanpa secara formal
mengacu pada rumusan internasional mengenai hak asasi ekonomi. Maka dari itu,
tidak mengherankan jika banyak negara barat, terutama Amerika Serikat,

2|Page
berkeberatan jika hak-hak asasi manusia dibidang ekonomi terlalu ditonjolkan.
Sebaliknya, hak yang bersifat politik di negara-negara Eropa barat merupakan
hasil perjuangan panjang melawan tirani, dan telah berhasil mewujudkan
demokrasi dan gaya hidup yang cukup tangguh. Dapat dikatakan bahwa hak
politik lebih berakar dalam tradisi masyarakat barat ketimbang hak ekonomi.

HAM menurut konsep Negara-negara Barat :

1) Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.

2) Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.

3) Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.

4) Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.

HAM versi barat terkandung dalam beberapa piagam diantaranya :

a. MAGNA CARTA
Dimasa kesewenangan raja inggris yang bernama John Lackland.
Waktu itu para bangsawan merasa tidak puas dan berhasil memaksa raja John
untuk menandatangani perjanjian yang mereka namakan Magna Charta atau
Piagam Agung. Namun piagam ini hanya memuat pembatasan kekuasaan raja
dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang
pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta
kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya,
kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu
menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip
telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang
munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia mengajarkan
bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada kekuasaan
raja.

3|Page
b. PETITION OF RIGHTS

Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai


hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan
kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar
menuntut hak-hak sebagai berikut :

a.       Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.


b.      Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di
rumahnya.
c.       Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan
damai.

c. HOBEAS CORPUS ACT

Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang


penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
a.       Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari
setelah penahanan.
b.      Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah
menurut hukum.

d. BILL OF RIGHTS

Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan


diterima parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :[3]
a.       Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
b.      Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c.       Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus
seizin parlemen.
d.      Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan
masing-masing.
e.       Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.

4|Page
Demikian juga muncul diamerika yang diilhami pemikiran filsuf John
Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam, seperti hak atas hidup,
kebebasan, dan milik (life, liberty, and property), kemudian menjadi pegangan
bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun
1776 M. Pemikiran John Locke mengenai hak–hak dasar ini terlihat jelas dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION
OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika
sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia
dalam konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu
memulainya sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas
Jefferson. Presiden Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak
asasi manusia adalah Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy
Carter. Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang
diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
a. Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and
expression).
b. Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya
(freedom of religion).
c. Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
d. Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia


menurut pemikiran barat, diantaranya :

1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak


keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang
termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.

2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan
kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. 

5|Page
3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-
ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi
pelayanan negara kepada warganya.

Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia


menurut pemikiran Barat. Pertama, pembagian hak menurut hak materiil yang
termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat
tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan
berserikat. Kedua, Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi,
hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak kebebasan membentuk perkumpulan
dan perserikatan. Ketiga, Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang
memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan
positif yang meliputi pelayanan negara kepada warganya.

Negara-negara Barat, seperti Amerika, dengan paham Liberalismenya


memungkinkan masyarakatnya untuk melakukan segala sesuatu dengan sebebas-
bebasnya (peran swasta lebih dominan), sedangkan peran pemerintah sangat kecil
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada kondisi
kehidupan masyarakatnya yang “kebablasan” pada beberapa sisi, seperti
pergaulan bebas, persaingan bebas, dan sebagainya yang banyak menimbulkan
masalah-masalah baru bagi sebagian masyarakat. Imbas lainnya dari paham
Liberalisme adalah terhimpitnya kaum ekonomi lemah karena para pemilik modal
(kaum kapitalis) memiliki kebebasan dalam melakukan investasi di berbagai
sektor usaha.

HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi larangan negara
menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya
mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain
sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-
tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan
sosial.

6|Page
Barat mendefinisikan HAM sebagai hak yang melekat pada diri setiap
manusia sejak lahir secara alami tanpa ada kaitan sama sekali dengan ajaran
agama apa pun. HAM dalam pandangan Barat murni merupakan hasil pemikiran
dan penetapan akal semata, terlepas sama sekali dari dogma agama.

Definisi tersebut melepaskan ikatan HAM dari doktrin ajaran agama,


sehingga norma-norma agama sama sekali tidak menjadi ukuran penting dalam
terminologi HAM. Dengan makna HAM seperti ini, maka HAM sering dihadap-
hadapkan dengan agama, sehingga HAM sering dipahami sebagai sesuatu yang
bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan karena HAM sering digunakan untuk
mengkerdilkan agama, akhirnya HAM dianggap sebagai musuh agama.

Berdasarkan definisi tersebut pula, maka setiap manusia berhak untuk


memenuhi kebutuhan biologisnya dengan melakukan aneka hubungan sex yang
diinginkannya, sebagaimana setiap manusia berhak untuk makan dan minum apa
saja yang disukainya. Karenanya, menurut Barat bahwa perzinahan dan LGBT
(Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender) serta aneka penyimpangan sex lainnya,
adalah merupakan HAM. Begitu pula mengkonsumsi makanan dan minuman
haram, semuanya adalah HAM.

Selain itu, HAM dalam pandangan Barat tidak statis, tapi berubah-ubah
tergantung penilaian akal yang dikuasai hawa nafsu terhadap situasi dan kondisi
serta kepentingan, karena lepas dari doktrin agama sama sekali. Bisa jadi, sesuatu
yang dianggap HAM pada saat ini, namun di kemudian hari tidak lagi dianggap
sebagai HAM. Begitu pula sebaliknya, sesuatu yang tidak dianggap HAM pada
saat ini, namun di kemudian hari bisa dianggap sebagai HAM.

Misalnya, saat ini mengkonsumsi khamar (miras) di Amerika Serikat


dianggap sebagai HAM, bahkan menjadi gaya hidup modern. Padahal pada tahun
1919, pemerintah AS menganggap Miras bukan bagian HAM, bahkan AS
menyatakan perang terhadap Miras dan melarangnya sama sekali. Saat itu
pemerintah AS mengeluarkan Undang-Undang Anti Miras yang sosialisasinya
menelan biaya US $ 60 ribu dan dana pelaksanaannya mencapai Rp.75 Milyar,

7|Page
sesuai dengan nilai mata uang di zaman itu. Dan menghabiskan 250 juta lembar
kertas berbentuk selebaran.

Selama 14 tahun pemberlakuan UU Anti Miras di AS, telah dihukum mati


sebanyak 300 orang peminum miras dan dihukum penjara sebanyak 532.335
orang. Tapi ternyata, masyarakat AS justru makin hobby meminum miras, yang
pada akhirnya memaksa pemerintah mencabut UU Anti Miras pada tahun 1933
M, dan membebaskan miras sama sekali.

Nah, bisa jadi saat ini mengkonsumsi Narkoba dianggap musuh besar
HAM di berbagai belahan dunia, namun di kemudian hari justru Narkoba
dianggap sebagai HAM, bahkan gaya hidup masa depan, sebagaimana Kasus
Miras. Gejala itu sudah mulai ada, misalnya sejak beberapa tahun lalu di
Indonesia ada usulan dari Lingkar Ganja Nusantara kepada Badan Narkotik
Nasional dan pemerintah serta DPR RI agar melegalisasi ganja.

Itulah sebabnya, HAM dalam pandangan Barat tidak memiliki kaidah dan
batasan yang jelas, sehingga manakala definisi HAM mereka berbenturan dengan
kepentingan mereka sendiri atau kemauan hawa nafsu mereka, maka mereka
berlindung dibalik pengecualian-pengecualian atau ketentuan-ketentuan hukum
khusus atau perubahan ketetapan Konvensi HAM.

Dunia Barat memaknai konsep HAM sematamata hanya bersifat


antroposentris, di mana manusia merupakan ukuran terhadap segala sesuatu
(segala sesuatu berpusat pada manusia), manusia dilihat sebagai pemilik
sepenuhnya hak tersebut. HAM Barat bersumber peda pemikiran filosofis semata,
karena ia sepenuhnya produk otak manusia. Berdasarkan atas pandangan yang
bersifat anthroposentris tersebut, maka nilai-nilai utama dari kebudayaan Barat
seperti demokrasi, institusi sosial sebagai perangkat yang mendukung tegaknya
HAM, itu berorientasi kepada penghargaan kepada manusia. Dengan kata lain,
manusia menjadi sasaran akhir dari pelaksanaan HAM tersebut.

HAM menurut versi Barat hanya melihat dari sisi larangan negara
menyentuh hak-hak. Hak asasi dalam pandangan barat tidak dengan sendirinya

8|Page
mengharuskan negara memberi jaminan keamanan atau pendidikan, dan lain
sebagainya. Akan tetapi untuk membendung pengaruh Sosialisme dan
Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar negara ikut campur-
tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk bekerja dan jaminan
sosial.

Selain itu, HAM dalam perspektif Barat lebih mengutamakan hak dari
pada kewajiban, karena itu, HAM dalam konsep Barat lebih terkesan
individualistik. Dalam hal ini, penggunaan hak oleh seseorang kurang
memperhatikan kewajiban memelihara hak-hak orang lain.

Gambaran tentang falsafah politik Barat yang dikemukakan dalam


pandangan ini sebetulnya bersifat berat sebelah. Kalau kita mempelajari sejarah
falsafah polirik Barat dari zaman Plato hingga zaman modern ini, maka kita akan
menyadari bahwa kita tidak dapat menarik kesimpulan begitu saja bahwa falsafah
Barat itu hanya mementingkan hak inidividu dan kebebasan, serta kurang
memperhatikan kepentingan masyarakat. Dalam tradisi pemikiran politik Barat,
ada pemikir-pemikir yang menggunakan kepentingan masyarakat dan ada pula
yang lebih mementingkan individu berikut kebebasan dan hakhaknya.

Boleh dikatakan bahwa butir-butir sejarah pemikiran falsafah politik Barat

merupakan semacam rangkaian usaha untuk mencari keseimbangan antara kedua-


duanya, yaitu kepentingan masyarakat di satu pihak dan hak individu di pihak
lain,di mana tokoh – tokoh seperti Plato, Hobbes, dan Hegel misalnya, cenderung
untuk memberi prioritas kepada kepentingan masyarakat, sedangkan tokoh-tokoh
liberal seperti halnya Locke dan Mill lebih mementingkan hak individu. Tetapi
yang jelas sama sekali tidak dapat dikatakan bahwasannya tokoh-tokoh pemikir
Barat, yang paling liberal sekalipun, hanya mau memperhatikan kepentingan
individu dan mengabaikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Dalam
karya klasiknya, yaitu on liberty, John Stuart Mill menetapkan politik pokok
liberalisme. Menurut prinsip tersebut, individu adalah diberi kebebasan yang
seluas-luasnya asalkan tidak merugikan kepentingan individu lain. Dengan

9|Page
demikian, kebebasan individu memang perlu dibatasi seandainya dalam penerapan
atau pemanfaatannya bisa mengancam atau bisa merugikan kepentingan
masyarakat umum yang pada hakikatnya terdiri dari “individu-individu lain” itu.

Meskipun demikian, tidak dapat dinafikan atau dipungkiri bahwa


masyarakat Barat sangat menghargai hak-hak individu. Dalam system demokrasi
yang diamalkan di Negara-negara Barat, baik individu untuk mengkritik
pemerintah mesti dihormati. Oleh karena itu bukanlah hal yang luar biasa jika
pemimpin-pemimpin politik termasuk kepala pemerintahan ataupun kepala
Negara sendiri, dikritik, dikecam, disalahkan, atau bahkan dicaci maki di Koran ,
radio dan televise. Setiap orang menduduki posisi pemimpin atau pejabat
seringkali dikritik secara terbuka. Menurut konsep Barat, kebebasan untuk
mengkritik pemimpin ini sangat penting dalam sistem demokrasi, yakni untuk
mencegah penyelewengan yang mungkin terjadi seandainya para pemimpin
merasa tidak perlu atau tidak diwajibkan untuk memperhatikan pendapat umum.

B. Penerapan HAM Menurut Versi Timur

Paham yang berkembang di negara-negara Timur (seperti di Uni Soviet dan


RRC pada masa lalu) adalah komunisme. Dampak yang ditimbulkan oleh ideologi
tersebut adalah berkebalikkan dengan apa yang ditimbulkan oleh Liberalisme.
Hak-hak masyarakat diakui, namun tidak sepenuhnya dipedulikan oleh
pemerintah. Peran pemerintah sangat dominan dalam mengatur berbagai aspek
kehidupan. Pada praktik kehidupan bernegara, pemerintah bersikap otoriter dan
tidak peduli terhadap aspirasi rakyat. Hal tersebut berdampak pada
pembungkaman suara rakyat dan pers, sehingga mencukur demokrasi yang
seharusnya menjadi hak rakyat.

Ideologi Timur (komunisme) yang menitikberatkan pada hak-hak ekonomi.


Dalam HAM ideologi timur ini terlihat adanya upaya penyelarasan antara hak
individu (hak sipil dan politik) dengan hak kolektif (hak ekonomi dan sosial)
seperti hak untuk kehidupan yang layak dan mendapatkan pendidikan. Juga

10 | P a g e
dicantumkan hak untuk mengatur kekayaan dan sumber-sumber nasional secara
bebas sebagaimana tercantum dalam kedua kovenan tersebut.

Namun demikian, adanya pembedaan hak sipil dan hak politik dengan hak
ekonomi dan sosial masih tetap menimbulkan persepsi yang berbeda-beda
mengenai apa yang merupakan pelanggaran HAM. Negara-negara Barat
berpendapat bahwa pelanggaran HAM hanya menyangkut pelanggaran hak sipil
dan hak politik saja, khususnya yang berkaitan dengan hak dan kebebasan

Pemerintah RRC berpendapat bahwa hak asasi manusia sepatutnya mencakup


kepuasan hidup dan kemajuan ekonomi. Dengan kata-kata berlainan, saat
mengkaji dirinya, ia melihat kemajuan ekonomi dan kepuasan hidup rakyatnya
sebagai meningkatkan situasi hak asasi manusianya, dan saat melihat situasi di
negara-negara maju ia seringkali menotakan terdapat tingkat kriminalitas dan
kemiskinan yang tinggi di tempat-tempat yang dikatakan mempunyai
penghormatan terhadap hak asasi manusia yang tinggi. 

Hak asasi manusia menurut uni soviet berbeda dari konsepsi-konsep yang
lazim di Barat. Dalam Uni Soviet, penekanan ditempatkan pada hak ekonomi dan
sosial seperti akses ke perawatan kesehatan, gizi yang memadai, pendidikan di
semua tingkatan, dan pekerjaan dijamin. Pemerintah Uni Soviet menganggap ini
sebagai hak yang paling penting, tanpa yang politik dan hak-hak sipil yang
berarti. 

Menurut pandangan Timur itu, pelaksanaan hak-hak asasi tidak dapat


dipisahkan dari kebudayaan politik. Setiap Negara mempunyai tradisi dan
kebudayaan sendiri sehingga apa yang dianggap baik dan biasa di suatu Negara
belum tentu baik dan biasa di Negara lain. Menurut kebudayaan politik Timur,
yang senantiasa mereka utamakan adalah kepentingan masyarakat secara
keseluruhan, bukan hak individu. Pendekatan timur ini menjurus kepada konsep
Negara yang integralistik (integralistic state) di mana setiap bagian masyarakat
mempunyai fungsinya masing - masing. Pihak pemerintah mempunyai tugas dan
kewajiban untuk memerintah Negara itu dengan adil dan membawa masyarakat ke

11 | P a g e
arah keadaan aman dan makmur. Keharmonian sangat dihargai, sedangkan konflik
dianggap sebagai sumber perpecahan dan hal-hal buruk lainnya.

Praktik di kebudayaan Timur yang sangat menghormati orang tua dan orang
yang berpangkat tinggi. Kadang-kadang terkejut menonton wawancara televisi
yang dilakukan wartawan Australia dengan pemimpin-pemimpin politik di mana
sikap sang wartawan itu sangat "kurang ajar". Kebebasan untuk menghantam para
pemimpin politik dan pejabat pemerintah secara terbuka dan langsung barangkali
tidak diterima di banyak negara Asia karena dianggap sangat bertentangan dengan
kebudayaan Timur. Meskipun demikian ini tidak berarti bahwa masyarakat Timur
sama sekali tidak dibenarkan untuk mengkritik pemimpinnya. Tetapi caranya
mesti sesuai dengan kebudayaan Timur. Jadi di dalam masyarakat timur pun
kritikan terhadap pemimpin juga ada, hanya saja caranya lain. Walaupun mereka
tidak boleh mencaci maki para pejabat pemerintah, namun para wartawan di Asia,
termasuk juga yang dari Indonesia, pada umumnya sangat pandai mengejek para
pemimpin politik mereka dengan caranya sendiri, yaitu secara halus dan tidak
langsung.

Setelah negara-negara Timur – termasuk didalamnya negara Islam – berhasil


memperoleh kemerdekaan, gerakan dekolonialisasi berubah arah, meninggalkan
wilayah politik dan memasuki wilayah yang lebih luas, yakni kebudayaan.
Agenda pokok dalam dekolonialisasi kebudayaan itu adalah apa yang secara
retoris disebut oleh Bung Karno sebagai ‘nation building’ yakni upaya untuk
membangun masyarakat dengan bertumpu pada kekhususan kultur yang
berkembang secara indegenuous dalam masyarakat yang bersangukutan seraya
menolak identitas yang dipaksakan dari luar terutama Barat.

Dalam menghadapi persoalan universalisme partikularisme, banyak negara di


kawasan-kawasan regional mencoba mendefinisikan ulang hak asasi manusia atau
HAM dengan mencoba menampung keragaman konsep-konsep lokal itu dalam
konteksnya yang lebih umum dan universal. Di kawasan Asean misalnya pada
tahun 1984 pernah dideklarasikan (deklarasi Bangkok) suatu pernyataan mengenai

12 | P a g e
"Kewajiban-kewajiban dasar bagi masyarakat dan pemerintah di negara-
negara ASEAN". Walaupun Deklarasi Bangkok tersebut menyebutkan hak-hak
asasi manusia sebagai suatu konsep yang “universal” namun wakil Negara-negara
Asia pada umumnya berpendapat bahwa konsep yang diperjuangkan oleh Negara-
negara barat itu sebetulnya tidak “universal”, melainkan merupakan hasil
kebudayaan politik barat dan pada dasarnya kurang sesuai unrtuk diterapkan
begitu saja di Negara-negara Timur yang tengah menghadapi tantangan-tantangan
ekonomi, social, dan politik yang sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh
Negara-negara Barat. Karena itu, deklarasi Bangkok menekankan pentingnya latar
belakang sejarah, kebudayaan, dan agamadalam memahami dan melaksanakan
konsep hak-hak asasi.

Di Timur, dalam hal ini Islam, memaknai konsep HAM lebih bersifat
theosentris (segala sesuatu berpusat kepada Tuhan). Artinya, Islam lebih memihak
hak Tuhan dari pada hak hak pribadi. Manusia dalam hal ini dilihat hanya sebagai
makhluk yang dititipi hak-hak dasar dari Tuhan, bukan sebagai pemilik mutlak.
Oleh karena itu, manusia wajib memeliharanya sesuai dengan aturan Tuhan.
Penggunaan hak tersebut tidak boleh bertentangan dengan keinginan Tuhan.37
HAM dalam konsep Timur (Islam) jelas berorientasi theosentris, sehingga
larangan dan perintah lebih didasarkan atas ajaran Islam yang bersumber dari al-
Qur‟an dan Hadis. Disini al-Qur‟an menjadi transformasi dari kualitas kesadaran
manusia. Manusia di perintah untuk hidup dan bekerja di dunia ini dengan
kesadaran penuh bahwa ia harus menunjukan kepatuhannya kepada kehendak
Allah. Mengakui hak-hak dari manusia adalah sebuah kewajiban dalam rangka
kepatuhan kepada Allah.

HAM dalam perspektif Islam selain memperhatikan hak, juga mengutamakan


kewajiban pada seseorang. Dalam Islam, penggunaan hakhak individual tidak
boleh merugikan atau merusak HAM orang lain. Yang dimaksud dengan HAM
disini adalah yang bertimbal balik dengan kewajiban asasi manusia (KAM).
Artinya, setiap manusia selain memiliki hak asasi manusia, juga dibebani
kewajiban asasi manusia yang harus dipenuhi, sehingga antara hak dan kewajiban

13 | P a g e
berjalan seimbang, yang pada giliranya memberi dimensi keharmonisan di dalam
hidup individu, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan antar negara.

BAB III
PENUTUP

14 | P a g e
A. Kesimpulan

Tegasnya perbedaan antara Timur (Islam) dan Barat dalam memandang


konsep HAM, yang pertama lebih bersifat religius (ketuhanan), sedangkan Barat
lebih bersifat sekuler. Dunia barat berorientasi hanya kepada manusia (pribadi),
maka pertanggungjawabannya juga kepada manusia semata. Sedangkan Islam,
orientasinya kepada Tuhan, maka pertanggung-jawabannya selain kepada manusia
juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, perbedaan yang mendasar juga terlihat dari cara memandang
terhadap HAM itu sendiri. Di Barat, perhatian kepada individu-individu timbul
dari pandangan-pandangan yang bersifat anthroposentris, sedangkan Islam,
menganut pandangan yang bersifat theosentris.

B. Saran

Sebagai makhluk sosial kita harus mampu mempertahankan dan


memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu kita juga harus bisa
menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM. Dan jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan diinjak-injak
oleh orang lain.

Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyesuaikan dan mengimbangi
antara HAM kita dengan orang lain. Dan kita juga harus membantu negara dalam
mencari upaya untuk mengatasi atau menanggulangi adanya pelanggaran-
pelanggaran HAM yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

15 | P a g e
http://www.masbied.com/2011/06/23/benturan-islam-dengan-barat-dalam-
memandang-ham/

http://harisscivic.blogspot.com/2012/04/makalah-ham-dalam-perspektif-
islam_25.html

http://oeebudhi.blogspot.com/2012/01/makalah-hak-asasi-manusia.html

http://dreamlandaulah.wordpress.com/2010/12/15/perbedaan-hak-asasi-manusia-
dalam-pandangan-barat-dan-islam/

16 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai