JAWABAN:
1. Berdasarkan Pasal 104 Ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999, pengertian HAM berat adalah segala bentuk tindak
pelanggaran HAM berupa pembunuhan massal (genosida), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan
pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau
diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).
2. Penyebab Terorisme
Berikut ada tiga penyebab terorisme menurut Analis Kebijakan Divisi Humas Polri Kombes Sulistyo Pudjo Hartono,
yaitu:
a. Penyebab pertama terorisme adalah karena seseorang tersentuh. Bisa saja mereka pernah ditinggal oleh adiknya
yang meninggal atau mendapat ajaran teror.
b. Penyebab terorisme berikutnya adalah adanya komunitas garis keras pendukung gerakan radikal tersebut yang
memberi doktrin kepada pengikutnya baik secara langsung maupun lewat dunia maya.
c. Penyebab terorisme lainnya yaitu adanya ideologi yang terlegitimasi dan mengakar. Misalnya mereka
memperbolehkan untuk membunuh, melakukan kekerasan. Maka dengan adanya ideologi seperti itu, mereka tidak
ragu lagi untuk meneror.
c) Non Demokrasi
Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya terorisme. Di negara demokratis semua warga
negara memiliki kesempatan untuk menyalurkan semua pandangan politiknya, iklim demokratis menjadikan rakyat
sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara, artinya rakyat merasa dilibatkan dalam
pengelolaan negara, hal serupa tentu tidak terjadi di negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan
partisipasi masyarakat penguasa non demokratis sangat mungkin juga melakukan tindakan represif terhadap
rakyatnya. Keterbatasan ini menjadi kultur subur bagi tumbuhnya awal mula kegiatan terorisme.
Adapun teroris terinspirasi oleh motif yang berbeda sebagaimana motif terorisme dapat diklasifikasikan menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu : a. Rasional;
b. Psikologi; dan
c. Budaya.
Dari kategori tersebut kemudian dijabarkan lebih luas menjadi seperti di bawah ini :
Perlu diketahui bahwa tujuan dari teroris dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek. Beberapa kelompok teroris menggunakan aksi-aksi teror yang bertujuan jangka pendek untuk melemahkan
pihak pemerintah untuk mencapai tujuan jangka panjang mereka. Adapun tujuan jangka pendek dari tindakan terorisme,
yaitu sebagai berikut :
a. Memperoleh pengakuan dari lokal, nasional maupun dunia internasional atas perjuangannya;
b. Memicu reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat;
c. Mengganggu, melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya;
d. Menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam melindungi dan mengamankan warganya;
e. Memperoleh uang ataupun perlengkapan;
f. Mengganggu atau menghancurkan sarana komunikasi maupun transportasi;
g. Mencegah ataupun menghambat keputusan dari badan eksekutif atau legislatif;
h. Menimbulkan mogok kerja;
i. Mencegah mengalirnya investasi dari pihak asing atau program bantuan dari luar negeri;
j. Mempengaruhi jalannya pemilihan umum;
k. Membebaskan tawanan yang menjadi kelompok mereka;
l. Memuaskan atau membalaskan dendam.
Sedangkan tujuan jangka panjang dari tindakan terorisme, yaitu sebagai berikut :
a. Menimbulkan perubahan dramatis dalam pemerintahan seperti revolusi, perang saudara atau perang antar negara;
b. Menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya;
c. Mempengaruhi kebijaksanaan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional atau internasional;
d. Memperoleh pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau kelompok nasional.
Meskipun tidak ada konspirasi internasional yang jelas antar kelompok terorisme, namun tren yang ada menunjukkan
peningkatan kerja sama antara kelompok teroris di dunia dengan suatu negara atau pemerintah. Kerjasama ini meliputi
bantuan dalam hal sumber daya, tenaga ahli, tempat perlindungan bahkan partisipasi dalam operasi bersama.
Seiring dengan berkembangnya kerja sama antar kelompok teroris, efisiensi dari operasional kelompok terorisme
tersebut serta daerah operasional aksi terornya juga meningkat. Di beberapa negara tertentu pemerintah justru
mendukung adanya kerjasama antar kelompok teroris ini. Mereka memberikan dukungan logistik, mengorganisir
pertemuan antar pimpinan dari kelompok yang berbeda serta memberikan bantuan dalam pelaksanaan operasinya.
Pemerintah tersebut menganggap penggunaan terorisme ini sebagai alternatif dari perang konvensional. Pada intinya
pemerintah memanfaatkan kelompok teroris ini sebagai tentara cadangan mereka. Ada beberapa peristiwa penting
mengenai kerja sama antar kelompok teroris dunia, antara lain :
Pertemuan Di Badawi
Sesudah pertemuan di Badawi pada tahun 1971 yang dihadiri berbagai perwakilan organisasi teroris Eropa dan Timur
Tengah. Menimbulkan kerja sama dalam pelaksanaan aksi teroris. (Peristiwa serangan lapangan terbang Tel Aviv, Mei
1972).
Pertermuan Larnaca
Kerja sama yang di bangun dalam pertemuan di Badawi dilanjutkan kemudian dengan pertemuan di Larnaca (Siprus)
dalam tahun 1997 yang mengembangkan kerja sama taktis dalam hubungan saling bantu dan saling memperkuat.
Usaha tersebut diarahkan untuk menjamin sukses yang lebih besar dalam aksi-aksi teror karena disadari bahwa di
samping kemampuan masing-masing organisasi, dibutuhkan pula kerja sama yang lebih luas dengan organisasi lain
yang serupa.
Kasus pemboman Konsulat Amerika di Pakistan.
Al Qaeda membayar sejumlah teroris sektarian lokal Pakistan untuk merencanakan peledakan bom di luar gedung
Konsulat Amerika yang menewaskan 12 warga Pakistan (8 Mei 2002).
Demikian penjelasan singkat mengenai Faktor Penyebab Tindakan Terorisme yang dirangkum dari berbagai sumber,
semoga bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan
tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih.
3. Teror dapat mengacu pada beberapa hal berikut: Teror adalah suatu kondisi takut yang nyata, perasaan luar biasa akan
bahaya yang mungkin terjadi. Keadaan ini sering ditandai dengan kebingungan atas tindakan yang harus dilakukan
selanjutnya.
• Terorisme; serangan-serangan terkoordinasi untuk menciptakan teror.
• Perang terhadap Terorisme; kampanye menentang terorisme yang diinisiasi oleh Amerika Serikat sejak 2001.
• Kekuasaan Teror; suatu periode pada Revolusi Prancis.
Secara rinci, ketentuan pasal tersebut dapat diuraikan berdasarkan unsur subjektif dan unsur objektifnya (J. M. Van
Bemmelen, "Hukum Pidana I: Pidana Material Bagian Umum", diterjemahkan oleh Hasan, tt: Bina Cipta, 1984, hlm.
102-103) sebagaimana berikut di bawah ini :
a. Unsur subjektif, yang terdiri dari :
o Setiap orang; o Dengan sengaja;
o Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal.
b. Unsur objektif , yang terdiri dari :
o Merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain; o
Mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang
strategis; o Atau lingkungan hidup atau fasilitas umum; o Atau fasilitas
internasional.
Pasal 6 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme tersebut hanya menguraikan unsur-unsur dari tindak pidana terorisme, tetapi tidak memberikan klasifikasi
tindakan tersebut sebagai tindakan terorisme.
Jadi kita bisa lihat sendiri pada UU No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan pasal 412 siapa saja yang melanggar dan
membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan akan dapat dijerat dengan UU penerbangan karena merokok
dan menelpon merupakan pelanggaran dan tindakan yang membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan.
5. Bagi Wajib pajak yang tidak membayar pajak akan dikenakan sanksi tertentu. Sanksi bagi wajib pajak yang tidak
membayar pajak terdiri atas sanksi administrasi dan pidana. Sanksi ini menjadi jaminan bahwa setiap wajib pajak
akan mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku sesuai undang-undang.
Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi akan diberikan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran terhadap kewajiban
administrasi.
Sanksi berupa pembayaran kerugian kepada negara, yaitu denda, bunga dan kenaikan. Sanksi diatur dalam
Undangundang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentutan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Perbuatan yang dapat dikenakan sanksi administrasi, misalnya terlambat membayar pajak, tidak membayar pajak
penghasilan (PPh) tahun berjalan dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang isinya tidak lengkap
karena kealpaan dan baru pertama kali.
Menurut UU ini, denda yang harus dibayarkan akibat terkena sanksi administrasi minimal Rp 100 ribu dan maksimal
100 persen dari jumlah pajak. Untuk bunga, sanksi yang harus dibayar minimal 2 persen dari dari pajak yang ditagih
dan maksimal 48 persen dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. Sementara sanksi kenaikan diberikan
minimal 50 persen dari pajak yang kurang dibayar dan maksimal 200 persen jika melanggar aturan.
Sanksi Pidana
Menurut undang-undang, ada tiga macam sanksi pidana terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran, yaitu
denda pidana, kurungan dan penjara. Sanksi ini diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat
sehingga menimbulkan kerugian negara dan dilakukan lebih dari sekali. Sanksi pidana menjadi benteng terakhir agar
norma perpajakan tetap dipatuhi.
Selain wajib pajak, denda pidana juga dapat diberikan kepada pejabat pajak atau pihak ketiga bidang perpajakan yang
melanggar.
Contoh pelanggaran yang dapat dikenakan denda pidana adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
yang isinya tidar benar lebih dari sekali. Ancaman sanksi denda mulai dari satu kali jumlah pajak terutang hingga Rp 1
miliar. Tak hanya denda, perbuatan yang merugikan pendapatan negara ini juga dapat dihukum kurungan selama tiga
bulan sampai setahun. Sementara untuk sanksi penjara diberikan paling singkat enam tahun.
Contoh perbuatan yang dapat dihukum dengan penjara, yaitu tidak menyetorkan pajak yang telah dipungut sehingga
menimbulkan kerugian negara.
Referensi:
• Mardiasmo. (2018). Perpajakan Edisi Terbaru 2018.Yogyakarta: ANDI.
• Hidayat, Nurdin dan Dedi Purwana ES. (2019). Perpajakan: Teori dan Praktik. Depok: Rajawali Pers.
• Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentutan Umum dan Tata Cara Perpajakan.