Anda di halaman 1dari 12

Pasal 1 angka 1 UU No.

39 tahun 1999 tentang HAM antara lain menyatakan:

”HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk tuhan YME dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan dan martabat manusia”.

Pasal 1 angka 6 UU No. 39 tahun 1999 menyebutkan:


”pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan
hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan/atau mencabut HAM seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh UU ini, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak
akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
hukum yang berlaku”.
Pelanggaran HAM terdiri dari :
1. Pelanggaran HAM ringan
2. Pelanggaran HAM berat

Pelanggaran HAM ringan tidak mengancam jiwa manusia, namun


merugikan bagi orang tersebut sedangkan pelanggaran HAM berat
berdasarkan pasal 104 ayat (1) UU no. 39 tahun 1999, pengertian HAM
berat adalah segala bentuk tindak pelanggaran HAM berupa pembunuhan
massal (genosida), pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan
pengadilan (arbitry/extra judicial killing), penyiksaan, penghilangan orang
secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara
sistematis (systematic discrimination).
Beberapa aturan terkait Pelanggaran HAM berat:

1. Statuta Roma, perjanjian internasional di bawah wewenang Mahkamah Pidana


Internasional.

2. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang


mengatur perlindungan HAM dan Undang-undang Nomor 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM yang mengatur pengadilan bagi kasus pelanggaran HAM.

3. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

4. UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;


5. UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial;

Tindak Pidana pelanggaran HAM berat mencakup dua tindak pidana yaitu genosida
dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kedua bentuk kejahatan ini mempunyai
nuansa khusus, yaitu adanya serangan yang sistematis dan meluas yang ditujukan
kepada penduduk sipil.
Peran Komnas HAM dalam penegakan HAM

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga
negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,
pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Disamping kewenangan tersebut, menurut UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga
berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat
dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2000 tantang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi
manusia yang berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk
tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan


Diskriminasi Ras dan Etnis, mendapatkan tambahan kewenangan berupa pengawasan.
mengevaluasi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang dilakukan secara
berkala atau insidentil dengan cara memantau, mencari fakta, menilai guna mencari dan
menemukan ada tidaknya diskriminasi ras dan etnis yang ditindaklanjuti dengan
rekomendasi..
Menurut pasal 8 UU no. 26 tahun 2000 yang dimaksud kejahatan genosida adalah setiap
perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama dengan cara:

1. membunuh anggota kelompok;


2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok;
3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara
fisik baik seluruh atau sebagian;
4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok;
memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Menurut Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah
satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
1. Pembunuhan.
2. Pemusnahan.
3. Perbudakan.
4. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa.
5. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar ketentuan pokok hukum internasional.
6. Penyiksaan.
7. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain
yang setara.
8. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara
universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
Beberapa kejahatan HAM berat sebagai berikut :

Peristiwa 1965-1966
Peristiwa penembakan misterius 1982-1985
Peristiwa talangsari, Lampung 1989
Peristiwa rumoh geudong dan pos sattis, Aceh 1989
Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998
Peristiwa kerusuhan Mei 1998
Peristiwa trisakti dan semanggi I - II 1998-1999
Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999
Peristiwa simpang KKA, Aceh 1999
Peristiwa wasior, Papua 2001-2002
Peristiwa wamena, Papua 2003
Peristiwa jambo keupok, Aceh 2003.
Menurut Adnan Buyung Nasution pelanggaran HAM dapat dikelompokkan
menjadi 4 (empat) golongan, yaitu sebagai berikut.

1. Kejahatan terhadap kemanusiaan, antara lain:

A. Gerakan 30 September/PKI pada tahun 1965, yaitu pembunuhan terhadap tujuh


orang Pahlawan Revolusi, yang disusul oleh pembunuhan terhadap 500.000 orang yang
dituduh PKI.
B. Kasus Timor Timur pada tahun 1971–1977 dan 1977–1982.
C. Peristiwa Tanjung Priok pada tahun 1984 dengan pembunuhan terhadap kelompok
umat Islam.
D. Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dengan korban meninggal 2.000 orang dan
7.000 kasus penyelesaian.
E. Penembakan terhadap mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998
dengan gugur empat orang pahlawan Reformasi.
F. Penembakan terhadap mahasiswa dalam Peristiwa Semanggi pada tahun 1998.
2. Kejahatan terhadap integritas orang, antara lain:
Arbritory arrest and dentemtion (komunis) pada tahun 1965–1971.
Arbritory arrest and dentemtion (peristiwa Malari) pada tahun 1971–1977.
Penghilangan orang (Timor Timur) pada tahun 1977–1982.
Penembakan misterius pada tahun 1982–1983.
Peristiwa 27 Juli 1996, yaitu penyerbuan, perusakan dan pembunuhan pada
Markas Partai Demokrasi Indonesia.

3. Tindak kekerasan terhadap hak sipil dan Politik, antara lain berikut ini.
Kemerdekaan berserikat dan berkelompok yang secara sistematik dilanggar.
Kebijakan kemerdekaan berpendapat yang dilanggar.
Kebijakan dari lembaga Ekstra-Yudisial yang mencampuri fungsi kehakiman.

4. Tindak kekerasan terhadap hak sosial ekonomi dan budaya, antara lain berikut.
Pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat.
Pelanggaran terhadap lingkungan hidup.
Pemiskinan secara struktural.
Proses pemiskinan.
Apa aja yang termasuk pelanggaran HAM berat?
Menurut standar HAM internasional, ada empat jenis pelanggaran HAM berat yang
diatur dalam pasal 5 Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional Atau Rome Statute
Of The International Criminal Court (ICC).

1. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu kejahatan meluas dan sistematik yang ditujukan
kepada warga sipil, yang tidak manusiawi dan menyebabkan penderitaan fisik dan mental.

Bentuk perbuatannya dapat berupa:


1. Pembunuhan di luar hukum;
2. Penyiksaan dan hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat;
3. Penghilangan paksa;
4. Perbudakan dan praktik serupa perbudakan;
5. Deportasi atau pemindahan penduduk secara paksa;
6. Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, pemaksaan kehamilan, pemaksaan
sterilisasi, atau bentuk kekerasan seksual lain yang memiliki bobot setara;
7. Dan diskriminasi sistematis, khususnya berdasarkan ras, etnis, atau jenis kelamin, melalui
aturan hukum dan kebijakan yang bertujuan mempertahankan subordinasi suatu kelompok.
2. Genosida, yaitu pembantaian brutal dan sistematis terhadap sekelompok suku bangsa dengan
tujuan memusnahkan seluruh atau sebagian bangsa tersebut.

Bentuknya dapat berupa:


A. Pembunuhan anggota kelompok;
b. Penyiksaan dan hukuman kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat;
c. Sengaja menciptakan kondisi hidup yang memusnahkan;
mencegah kelahiran;
d. Dan memindahkan anak-anak secara paksa.

3. Kejahatan perang, yaitu pelanggaran terhadap hukum perang, baik oleh militer maupun sipil.

Bentuknya dapat berupa:


A. Menyerang warga sipil dan tenaga medis;
b. Perkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi, pemaksaan kehamilan, pemaksaan
sterilisasi, atau bentuk kekerasan seksual lain yang memiliki bobot yang setara;
c. Menyerang pihak yang telah mengibarkan bendera putih tanda menyerah.

4. Agresi, yaitu perilaku yang bertujuan menyebabkan bahaya atau kesakitan terhadap target
serangan.
Kesulitan dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat

1. Kurangnya komitmen pihak-pihak tertentu dalam menyelesaikan kasus, sistem hukum di


beberapa negara yang kurang memadai untuk mengadili pelaku, hingga proses politik sarat
kepentingan menjadi hambatan-hambatan utama penuntasan kasus pelanggaran HAM.
2. Relasi kuasa pihak-pihak yang berkuasa seringkali lebih kuat hingga menempatkan
kepentingan politik di atas kemanusiaan, sementara pelanggaran HAM terus terjadi, dan
semakin banyak korban menderita.
3. Di indonesia, bolak-balik pengembalian berkas antara komnas HAM (penyelidik) dan
jaksa agung (penyidik dan penuntut), menjadi penghambat penyelesaian kasus-kasus
pelanggaran HAM yang berat. Kejaksaan agung kerap menyebut kurangnya bukti dalam
penyelidikan, bahkan hilangnya dokumen investigasi, sebagai faktor yang menghambat
penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.
4. Ada kalanya beberapa terduga pelaku pelanggaran HAM berat malah menjadi pejabat
pemerintah. Padahal, pelaku atau terduga pelaku tidak seharusnya terlibat aktif dalam
menentukan kebijakan publik. Misalnya, jika mereka memanipulasi penegakan hukum untuk
menguntungkan mereka atau membuat mereka bisa lolos dari hukuman, mereka jadi sulit
dihukum.

Anda mungkin juga menyukai