Anda di halaman 1dari 10

KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM DAN PROSEDUR PENYELESAIANNYA

Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia


adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang, termasuk aparat negara, baik
disengaja atau kelalaian yang melawan hukum, mengurangi,menghalangi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yangdijamin oleh Undang-
undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akanmemperoleh
penyelesaiari hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Menurut Richard Falk, pelanggaran hak asasi manusia meliputi,
a. Pembunuhan besar-besaran (genosida).
b. Rasialisme resmi.
c. Terorisme resmi berskala besar.
d. Pemerintahan totaliter.
e. Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan-kebutulian dasar mariusia.
f. Perusakan kualitas lingkungan.
g. Kejahatan-kejahatan perang.
Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pelanggaran HAM meliputi:
a. Pembunuhan massal secara terencana terhadap suatu etnis tertentu (genosida)
b. Pembunuhan sewenang-wenang atau putusan di luar pengadilan (arbytrary extra
yudicial killing).
c. Penyiksaan dan penghilangan orang secara paksa.
d. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic
discrimination).
PELAKU PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA
Pelaku yang harus bertanggung jawab terhadap pelanggar hak asasi manusia adalah sebagai
berikut,
a. Setiap orang atau orang per orang
b. Pelaku pelanggar hak asasi manusia bisa orang perorang sehingga penanggungjawabnya
adalah orang itu sendiri. Contohnya perbuatan main hakim sendiri.
c. Sekelompok orang
d. Pelanggaran HAM bisa dilakukan sekelompok orang, yang terdiri dari beberapa orang,
atau dilakukan oleh masyarakat. Contoh: Kasus konflik horizontal yang pernah terjadi di
beberapa daerah, seperti di Ambon, Poso, kasus Sanggauledo, Tasikmalaya.Pengeroyokan
dan pembakaran terhadap orang yang disangka pencuri hingga tewas.
e. Pemerintah atau aparat keamanan.
f. Menurut undang-undang, tidak dikenal pelanggaran HAM yang dilakukan negara, badan
hukum publik, atau badan hukum perdata. Setiap pelanggaran yang bertanggung jawab
adalah pelakunya, bukan institusinya.Hal ini berarti bahwa:
1. Komandan militer dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pelanggaran HAM
yang dilakukan oleh anak buahnya atau pasukan yang berada di bawah komandonya.
2. Seorang atasan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas pelanggaran HAM
yalig dilakukan oleh bawahannya. Hal ini bisa terjadi bilamana atasan mengetahui
atau secara sadar mengabaikan informasi yang secara jelas menunjukkan bahwa
bawahannya rnelakukan pelanggaran HAM berat, dan tidak mengambil tindakan
apa-apa.
Dalam rangka menegakkan HAM, telah dibentuk pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat
pelanggaran HAM berat meliputi,
a. Kejahatan Geniosida, yaitu pernbunuhan secara besar-besaran, terencana terhadap suatu bangsa
atau etnis, kelompok agama, dan ras dengan cara:
• Membunuh anggota kelompok,
• Mengakinatkam penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok
• Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan fisik, baik
sebagian atau seluruhnya. .
• Melaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok.
• Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan
yang meluas atau sistematik yang ditujukan terhadap penduduk sipil. Kejahatan kemanusiaan
dapat berupa:
• Pembunuhan.
• Pemusnahan.
• Perbudakan
• Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar hukum
internasional.
• Penyiksaan
• Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan,
pemandulan, sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang lain yang
setara.
• Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan
politik, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal
sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
UPAYA PERLINDUNGAN, PEMAJUAN, DAN PEMENUHAN HAM
Beberapa langkah penegakan dan perjuangan hak asasi manusia bagi masyarakat, bangsa,
dan negara Indonesia adalah sebagai berikut,
a. Sosialisasi Hak Asasi Manusia
b. Pendidikan HAM
Dalam rangka internalisasi nilai-nilai, hak asasi manusia perlu dikembangkan dalam kehidupan
manusia sejak dini, pada sekolah, kampus, dan media massa, Sebagai suatu tata nilai, hak asasi
manusia untuk bisa dipahami, dihayati, dan diamalkan melalui proses yang panjang. Pembentukan
sikap dan kebiasaan memerlukan interaksi dengan lingkungan di bawah pimpinan, guru, atau tokoh
masyarakat.
c. Advokasi HAM
Advokasi adalah dukungan, pembelaan atau upaya, dan tindakan yang terorganisir dengan
menggunakan peralatan demokrasi untuk menegakkan dan melaksanakan hukum dan kebijakan yang
dapat menciptakan masyarakat yang adil dan sederajat. Tujuan advokasi terhadap HAM adalah untuk
mengubah lembaga-lembaga masyarakat dengan menegakkan keadilan dan kesetaraan untuk
memperoleh akses dari tuntutan pengambilan keputusan.
d. Kelembagaan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini dimaksudkan untuk membantu pengembangan kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia dan meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna
mendukung terwujudnya pembangunan nasional.
HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PERLINDUNGAN PEMAJUAN, DAN PEMENUHAN HAM

Hambatan Penegakan HAM


Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia diIndonesia, secara umum dapat kita identifikasi
sebagai berikut :
a. Faktor Kondisi Sosial-Budaya
1. Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang
multikompleks (heterogen).
2. Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama jika sudah bersinggung dengan kedudukan
seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan dan sebagainya.
3. Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.
b. Faktor Komunikasi dan Informasi
1. Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang membatasi komunikasi antardaerah.
2. Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup seluruh wilayah
Indonesia.
3. Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber daya manusianya maupun
perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
c. Faktor Kebijakan Pemerintah
1. Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi manusia.
2. Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering diabaikan.
3. Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai
tindakan ‘pembangkangan’.
d. Faktor Perangkat Perundangan
1. Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional tentang hak asasi manusia.
2. Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk diimplementasikan.
e. Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement)
1. Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi
manusia.
2. Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak sering membuka peluang ‘jalan
pintas’ untuk memperkaya diri.
3. Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan
berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM
DI INDONESIA
• 1. Tragedi Semanggi ( 1998 – 1999 )
• Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat
terhadap pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya
warga sipil. Kejadian pertama dikenal denganTragedi Semanggi I terjadi pada 11-13
November 1998, masa pemerintah transisi Indonesia, yang menyebabkan
tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal dengan Tragedi Semanggi II terjadi
pada 24 September 1999 yang menyebabkan tewasnya seorang mahasiswa dan
sebelas orang lainnya di seluruh jakarta serta menyebabkan 217 korban luka - luka.

• 2. Tragedi Poso ( 1998 – 2000 )
• Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri
dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati
II Poso. Kasus Poso yang berlangsung hampir dua tahun sejak Desember 1998 dan
terbagi atas tiga fase, masing-masing kerusuhan jilid I (25 – 29 Desember 1998)
jilid II ( 17-21 April 2000) dan jilid III (16 Mei – 15 Juni 2000) serta telah menelan
korban tewas hampir 300 jiwa, ratusan orang tak diketahui nasibnya, dan hampir
70.000 jiwa mengungsi adalah suatu tragedi kemanusiaan yang memilukan.
• 3. Tragedi Ahmadiyah ( 2007 – 2008 )
• Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai insiden penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di
Pandeglang, Banten, adalah pelanggaran HAM serius. Terbunuhnya tiga jemaah Ahmadiyah dalam insiden penyerangan
yang terjadi di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten. Hak-hak jemaah Ahmadiyah telah
dirampas, baik terlanggarnya hak atas hidup, hak untuk bebas dari penyiksaan, bebas dari rasa takut, dan mendapat rasa
aman berdiam di satu daerah.
• Komnas HAM mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mengambil langkah konkret dan cepat untuk
menangani persoalan itu. Hal pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah menyeret pelaku tindak kekerasan itu ke
pengadilan



• 4. Kasus Prita Mulyasari ( 2010 – 2011 )
• Putusan Mahkamah Agung pada 30 Juni 2011 yang menghukum Prita Mulyasari dalam kasus pencemaran nama baik
Rumah Sakit Omni Internasional hanya karena yang bersangkutan mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut,
dikhawatirkan akan mengganggu reputasi Indonesia dalam bidang penegakan Hak Asasi Manusia.

• 5. Kasus Ruyati ( 2011 )
• Januari 2010, Ruyati dituduh membunuh ibu majikannya bernama Khairiya Hamid Mujallid dengan alat pemotong
daging. Pada Mei 2010, Ruyati diadili pertama kali dan diancam hukuman Qishas, yakni hukuman yang setimpal dengan
perbuatannya, misalnya hukuman bagi pembunuh adalah hukuman mati jika tidak ada pengampunan dari keluarga korban.
Setahun kemudian, majelis hakim di Mekkah memvonis hukuman pancung, yang eksekusinya dijalankan pada 18 Juni 2011.
Di tengah proses permintaan pengampunan yang selalu ditolak keluarga korban itulah, eksekusi dijalankan. Pemerintah
Indonesia menyayangkan hal ini karena tanpa pemberitahuan sama sekali dari pemerintah Arab Saudi.

TANTANGAN PENEGAKAN HAM

• Tantangan lain bagi bangsa Indonesia khususnya adalah berkaitan dengan adanya
“pelanggaran berat” terhadap hak asasi manusia. Perihal pelanggaran berat yang
dimaksudkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia, mencakup Kejahatan Genosida dan Kejahatan
Kemanusiaan.
• Kejahatan Genosida
• Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan
atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik,
kelompok agama, dengan cara :
• Membunuh anggota kelompok;
• Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-
anggota kelompok;
• Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan
secara fisik baik seluruh atau sebagainya;
• Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam
kelompok; atau
• Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain
• Kejahatan Terhadap Kemanusiaan
• Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap penduduk sipil,
berupa:
• Pembunuhan
• Pemusnahan;
• Perbudakan;
• Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
• Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik antara lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
• Penyiksaaan,Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan ,
permandulan atau strerilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
• Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didaari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui
secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
• Penghilangan orang secara paksa; atau
• Kejahatan aperheid.

Anda mungkin juga menyukai