Anda di halaman 1dari 4

NAMA : DIMAS NURHADI PRATONO

NIM : 857047309

POKJAR : SALUT PESAWARAN INDAH

TUGAS 2

SOAL

1. Membicarakan mengenai peran penting HAM berarti membicarakan kelangsungan


hidup setiap individu, perkembangannya, dan kemerdekaannya. Jelaskan argumen
dari pernyataan tersebut!

2. UU No 26 Tahun 2000 merupakan aturan yang mengatur tentang pengadilan HAM


yang akan mengadili tentang pelanggaran HAM berat. Salah satu pelanggaran HAM
berat adalah genosida. Jelaskan pendapat saudara, dan bagaimana Undang-undang
ini mengatur?

3. War Crimes adalah kejahatan HAM yang sangat berat dalam pergaulan
internasional. Bagaimana Statuta Roma mengaturnya?

4. Empat proses (langkah) penyelesaian kasus pelanggaran HAM, diawali dari langkah
pengkajian. Apa saja yang terjadi pada langkah awal ini?

5. Perlindungan HAM yang terdapat dalam UUD 1945 dapat dikelompokkan menjadi
4 bagian satu diantaranya yaitu, kelompok perlindungan terhadap hak-hak sipil.
Uraikan pendapat saudara!

JAWABAN

1. Pernyataan tersebut menggaris bawahi betapa pentingnya Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
kehidupan individu, perkembangannya, dan kemerdekaannya. Hal ini dapat dijelaskan dengan
beberapa argumen berikut:
a) Kelangsungan Hidup: HAM melindungi hak-hak dasar individu yang berkaitan dengan
kelangsungan hidup, seperti hak atas makanan, air bersih, perawatan kesehatan, dan
perlindungan dari kekerasan. Tanpa perlindungan HAM, individu rentan terhadap penindasan,
kelaparan, dan penyiksaan, yang dapat mengancam kelangsungan hidup mereka

b) Perkembangan: HAM juga memainkan peran penting dalam perkembangan individu. Hak
pendidikan, hak untuk mengemukakan pendapat, dan hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat adalah contoh hak-hak yang mendukung perkembangan pribadi dan
intelektual. Dengan menjamin hak-hak ini, HAM memungkinkan individu untuk
mengembangkan potensi mereka secara maksimal.

c) Kemerdekaan: HAM melindungi hak-hak kemerdekaan individu, seperti kebebasan berpikir,


beragama, berbicara, dan berserikat. Tanpa hak-hak ini, individu mungkin terkekang oleh
otoritas yang otoriter atau sistem yang represif, yang dapat menghambat kreativitas, inovasi,
dan partisipasi dalam kehidupan sosial dan politik.

d) Keberlanjutan Demokrasi: HAM adalah landasan utama bagi demokrasi yang berfungsi
dengan baik. Hak-hak politik, seperti hak untuk memilih dan dipilih, hak untuk menyuarakan
pendapat, dan hak untuk berorganisasi, adalah elemen-elemen kunci dalam proses demokratis.
HAM memastikan bahwa semua individu memiliki kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik,yang merupakan pilar utama dalam
menjaga demokrasi yang kuat.

e) Perlindungan dari Penyalahgunaan Kekuasaan: HAM juga berperan penting dalam


melindungi individu dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah atau entitas lainnya.
Hak-hak individu seperti hak atas privasi, perlindungan hukum yang adil, dan larangan
penyiksaan adalah mekanisme yang menghalangi penyalahgunaan kekuasaan dan menjamin
perlindungan hukum bagi individu yang membutuhkannya.

Dengan demikian, peran penting HAM dalam melindungi kelangsungan hidup, perkembangan,
dan kemerdekaan setiap individu adalah landasan bagi masyarakat yang adil, demokratis, dan
berbudaya. HAM merupakan prinsip-prinsip dasar yang harus dihormati dan diterapkan oleh
masyarakat dan pemerintah untuk memastikan kualitas hidup yang lebih baik dan lebih layak
bagi semua.

2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM di Indonesia adalah undang-
undang yang mengatur pendirian pengadilan khusus untuk menangani kasus-kasus pelanggaran
Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yang diatur dalam
undang-undang ini adalah genosida.

Genosida adalah tindakan yang diarahkan pada pemusnahan sebagian atau seluruh kelompok etnis,
agama, atau kelompok sosial tertentu dengan tujuan untuk menghancurkan kelompok tersebut.
Tindakan-tindakan genosida dapat mencakup pembunuhan massal, pemusnahan kelompok dalam
kondisi hidup yang sulit, pemindahan paksa, perbudakan, atau tindakan-tindakan lain yang
bertujuan untuk menghancurkan kelompok tersebut. Genosida adalah pelanggaran HAM berat
yang paling serius dan kejam, dan mengacu pada Konvensi Genosida PBB tahun 1948.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 mengatur berbagai aspek terkait dengan pengadilan
HAM, termasuk prosedur penyelidikan, penuntutan, dan pengadilan kasus pelanggaran HAM
berat, termasuk genosida. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pengadilan HAM
untuk mengadili individu-individu yang terlibat dalam pelanggaran HAM berat, termasuk
genosida, yang dilakukan di Indonesia atau oleh warga negara Indonesia di luar negeri.

Pengadilan HAM yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 memiliki
tugas untuk menyelidiki, menuntut, dan mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara adil
dan transparan. Pengadilan ini juga dilengkapi dengan mekanisme perlindungan hak-hak individu,
seperti hak untuk memiliki pengacara dan hak untuk tidak disiksa. Keputusan pengadilan ini dapat
menghasilkan hukuman bagi individu yang terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat,
termasuk genosida.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Indonesia berkomitmen untuk mengatasi
pelanggaran HAM berat, termasuk genosida, dengan sistem peradilan khusus yang dapat mengejar
keadilan dan pertanggungjawaban bagi pelaku-pelaku pelanggaran tersebut. Undang-undang ini
mencerminkan upaya Indonesia untuk memenuhi kewajiban internasionalnya dalam menjaga dan
melindungi HAM serta mencegah impunitas dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat

3. Statuta Roma merujuk kepada Statuta Pengadilan Pidana Internasional (International Criminal
Court, ICC) yang diadopsi pada Konferensi Diplomatik tentang Pembentukan Pengadilan Pidana
Internasional pada tanggal 17 Juli 1998 di Roma, Italia. Statuta Roma secara resmi dikenal sebagai
"Statuta Pengadilan Pidana Internasional untuk Kejahatan Perang, Kejahatan Terhadap
Kemanusiaan, dan Kejahatan Genosida." Statuta ini mengatur kejahatan perang, kejahatan
terhadap kemanusiaan, dan kejahatan genosida sebagai kejahatan berat dalam hukum
internasional.
Statuta Roma mendefinisikan berbagai jenis kejahatan yang sangat berat, termasuk:
Kejahatan Perang: Kejahatan perang mencakup pelanggaran berat terhadap Hukum Perang yang
berlaku, seperti perlindungan terhadap warga sipil, perlindungan terhadap tahanan perang, dan
larangan penggunaan senjata tertentu. Ini mencakup tindakan seperti pembunuhan warga sipil,
perlakuan tidak manusiawi terhadap tahanan perang, dan serangan yang ditujukan dengan sengaja
kepada bangunan sipil yang tidak digunakan untuk tujuan militer.
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: Kejahatan terhadap kemanusiaan mencakup serangkaian
tindakan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis terhadap
penduduk sipil selama konflik bersenjata. Ini mencakup tindakan seperti pemusnahan, perbudakan,
pemindahan paksa, penganiayaan, dan pembunuhan yang melanggar hukum humaniter internasional.

Kejahatan Genosida: Kejahatan genosida adalah tindakan yang dilakukan dengan niat untuk
menghancurkan, sebagian atau seluruhnya, kelompok nasional, etnis, ras, atau agama tertentu. Ini
mencakup pembunuhan, penyiksaan, pemaksaan kelahiran, dan tindakan lain yang ditujukan untuk
menghancurkan kelompok tersebut.

Statuta Roma mendirikan Pengadilan Pidana Internasional (ICC) untuk mengadili individu yang
diduga melakukan kejahatan-kejahatan ini. Pengadilan ini berwenang untuk mengadili individu,
bukan negara, dan memiliki yurisdiksi universal, artinya dapat mengadili warga negara dari negara
mana pun asalkan negara tersebut telah meratifikasi Statuta Roma atau kasusnya dirujuk ke ICC
oleh Dewan Keamanan PBB.

Statuta Roma merupakan tonggak penting dalam upaya untuk memastikan pertanggungjawaban
individu yang melakukan kejahatan berat dalam hukum internasional dan mendorong
penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam konteks konflik bersenjata.

4. Penyelesaian kasus pelanggaran HAM biasanya melibatkan beberapa langkah atau proses yang
dapat diawali dengan langkah pengkajian. Berikut adalah empat langkah yang umum terlibat
dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM:

a) Pengkajian (Investigasi):
Langkah awal dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM adalah melakukan
pengkajian atau investigasi terhadap kejadian yang terjadi. Dalam tahap ini, pihak yang
berwenang akan mengumpulkan bukti, dokumen, dan informasi terkait kasus tersebut. Ini
mencakup wawancara dengan saksi-saksi, analisis dokumen, pemeriksaan forensik jika
diperlukan, dan semua upaya untuk mengumpulkan data yang relevan.

b) Penyelidikan Lebih Lanjut:


Setelah pengkajian awal, langkah selanjutnya adalah melakukan penyelidikan lebih lanjut
untuk mengidentifikasi pelaku pelanggaran HAM, menyusun kronologi kejadian, dan
menentukan tingkat keterlibatan mereka. Proses ini mungkin melibatkan pihak berwenang,
seperti polisi, jaksa, atau lembaga yang memiliki mandat khusus untuk menyelidiki
pelanggaran HAM.

C) Penuntutan (Penegakan Hukum):


Setelah pelaku pelanggaran HAM diidentifikasi dan bukti-bukti yang cukup dikumpulkan,
langkah berikutnya adalah mengejar penuntutan hukum terhadap mereka. Ini bisa
melibatkan pengadilan nasional atau internasional, tergantung pada tingkat pelanggaran
dan yurisdiksi yang relevan. Proses hukum ini bertujuan untuk mengadili pelaku dan
memastikan bahwa mereka dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

d) Keadilan dan Restitusi:


Langkah terakhir adalah memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan korban mendapatkan
restitusi atau kompensasi yang pantas. Hal ini dapat mencakup rehabilitasi korban,
perbaikan sistem hukum dan keamanan, serta upaya untuk mencegah terjadinya
pelanggaran HAM serupa di masa depan. Selain itu, mungkin diperlukan upaya
rekonsiliasi dan pembangunan perdamaian dalam kasus pelanggaran HAM yang
melibatkan konflik bersenjata.

Penting untuk diingat bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM seringkali kompleks
dan memakan waktu, terutama jika melibatkan pelanggaran HAM yang sistematis atau
berat. Proses ini dapat melibatkan banyak pihak yang berbeda, termasuk organisasi hak
asasi manusia, lembaga pemerintah, dan lembaga internasional, untuk memastikan bahwa
keadilan dan akuntabilitas tercapai
5. Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945) Republik Indonesia dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian, salah satunya
adalah perlindungan terhadap hak-hak sipil. Hak-hak sipil adalah hak-hak dasar yang dimiliki
oleh setiap individu dalam masyarakat untuk melindungi martabat, kebebasan, dan hak-hak
pribadi mereka. Berikut adalah beberapa contoh perlindungan hak-hak sipil dalam UUD 1945:

1. Hak untuk Hidup dan Martabat


Pasal 28A ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak hidup dan memiliki
martabat dan hak untuk perlindungan diri."
Pasal 28A ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan
hukum."

2. Hak atas Kebebasan Berpendapat


Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berpendapat dan menyatakan
pendapatnya.

3. Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan


Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 mengakui hak setiap orang untuk memiliki keyakinan agama
dan beribadah sesuai dengan agamanya.

4. Hak atas Perlindungan Privasi


Meskipun tidak secara eksplisit diatur dalam UUD 1945, hak atas privasi dan perlindungan
data pribadi semakin mendapatkan perhatian dalam undang-undang dan peraturan yang lebih
baru.

5. Hak atas Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul


Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkumpul dan berserikat.

6. Hak atas Perlindungan Hukum


Pasal 28I UUD 1945 mengatur bahwa "Setiap orang berhak atas perlindungan hukum yang
adil dan bijaksana serta mendapat perlakuan yang sama di dalam hukum."

7. Hak atas Pengadilan yang Independen


Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa "Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan

Anda mungkin juga menyukai