Anda di halaman 1dari 14

HAK ASASI MANUSIA

disusun oleh

MUHAMMAD MA’RUF

202212500262
ABSTRAK

Hak Asasi Manusia sebagai hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia.
Kendatipun demikian pelanggaran HAM masih sering terjadi, tercermin dari masih adanya
diskriminasi terhadap wanita, kekerasan, pelecehan seksual, dan eksploitasi anak. Penegakan
HAM di Indonesia memilki sejarah yang panjang, bahkan dapat dikatakan setua umur Negara
Indonesia sendiri, bahkan secara umum HAM sendiri sejatinya telahlahir dan dikenal dalam
ranah peradaban manusia sejak jaman peradaban awal manusia pertama hal ini dapat dilihat
dari beberapa literature klasik yang menjelaskan hal tersebut. Hak Asasi Manusia merupakan
salah satu substansi kajian hukum baik dalam konsepsi hukum nasional maupun hukum
internasional, dalam persfektif internasional HAM lebih dulu menjadi topic bahasan yang
menarik dan mendapat perhatian banyak public dunia terlebih Negaramaju. Dalam
perkembangannya HAM lebih dulu dikenal dan diatur oleh dunia barat dan eropa hal ini
dikarenakan kepentingan dunia barat yang lebih kental tentang adanya pengaturan HAM,
yang hadir karena implikasi dari kejahatan perang dan korban perang yang terjadi di dunia
barat. Pada dasarnya HAM hadir karena konflikofinterest dunia barat terhadap hasil perang
yang telah mereka lakukan sendiri. Kemudian berubah menjadi hegemoni barat dengan dan
atas nama HAM menciptakan konflik dan konstalasi politik tersendiri yang dipaksakan ada
dan berlaku pada belahan dunia lain atas dasar jaminan HAM dunia, tanpa memperhatikan
value dan norma yang lebih dulu ada di Negara tersebut. Atas dasar penyesuaian dengan
keinginan politik dunia yang menuntut pada seluruh belahan dunia lainnya untuk
mengadakan dan peraturan mengenai HAM maka, Indonesia sebagai Negara merdeka turut
ikut serta dalam upaya penegakan HAM walaupun secara konsepsi tentu saja disesuaikan
dengan kondisi sosiologisnormative, juga nilai yang terkandung pada bangsa Indonesia yang
telah lebih dulu ada dan diakui dalam masyarakat. Perpanjangan pengakuan atas HAM tentu
saja menarik lebih jauh Negara pada wilayah penegakannya, yang dimulai sejak Negara ini
berdiri dan telah mengalami tiga rezim pemerintahan yaitu, ORLA, ORBA, dan Orde
Reformasi yang juga telah berusaha memberikan pengaturan atas HAM dengan kebijakan
politik masing-msing rezim. Hingga pada akhirnya pada masa ORBA lahirlah beberapa
instrument HAM salah satunya adalah lembaga penjamin HAM yaitu Komnas HAM pada
tahun 1993. Kemudian pada Orde Reformasi keseluruhan instrument HAM 7 memilki
tambahan peraturan lain dan juga keluasan wewenang bagi Komnas HAM dalam usaha
penegakan HAM di Indonesia.
Karya tulis ilmiah ini yang berjudul “Kewenangan, Tugas, dan Fungsi Komnas HAM dalam
penegakan HAM di Indonesia” di dasari oleh keinginan untuk menjabar kan lebih jauh
bagaimana dan sampai sejauh mana usaha penegakan HAM di Indonesia dan juga apa saja
peran serta Komnas HAM dalam upaya penjaminan, dan penegakan HAM di Indonesia.
Dalam upaya penelitian mengenai Komnas HAM ini menggunakan Metode pendekatan
yuridis normatif, yaitu suatu kajian penelitian yang menekankan pada aspek ilmu hukum
sebagai dasar kajiannya, tetapi disamping itu juga berusaha menelaah kaidah-kaidah Hukum
yang berlaku dalam masyarakat. Spesifikasi penelitian dalam penelitian ini adalah termasuk
deskriptif analitis, yaitu menggambarkan peraturan perundangan yang berlaku dikaitkan
dengan teoriteori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut
permasalahan diatas, kemudian teknik pengumpulan data penelitian ini lebih dititik beratkan
pada teknik pengumpulan data sekunder bahan hukum primer, dengan menggunakan metode
analisa normative kualitatif. Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat
memeberikan hasil yang optimal.
PEMBAHASAN

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki setiap manusia di seluruh dunia, tanpa
memandang suku, bangsa, ras, agama, dan status sosial. HAM berkaitan dengan hak umat
manusia sejak lahir. Salah satu ciri-ciri HAM yaitu tidak dapat dicabut dan dibagi. Setiap
orang berhak mendapatkan hak seperti hak sipil, politik, ekonomi, dan sosial budaya. HAM
juga tidak bisa diserahkan kepada orang lain. Pengertian Hak Asasi Manusia Hak asasi
manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh manusia sejak lahir, sebagai anugerah Tuhan.
Berdasarkan Undang-undang no. 39 tahun 1999, pengertian HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia. Pengertian HAM menurut menurut
Mukadimah Universal Declaration of Human Right (Deklarasi Universal HAM) tahun 1948,
menjelaskan setiap orang punya hak yang sama untuk memperoleh kebebasan, keadilan, dan
perdamaian dunia.

Pengertian HAM Menurut Para Ahli Mengutip dari buku Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori,
dan Instrumen Dasar berikut pengertian hak asasi manusia menurut para ahli:

Adnan Buyung Nasution HAM adalah hak yang tidak dapat dilenyapkan dari manusia. Hak
ini merupakan hak yang melekat dalam diri manusia. Hak yang dimiliki manusia telah
diperoleh dan dibawa bersama dengan kelahiran di dunia.

Desire Fans Scheltens HAM adalah hak yang diperoleh seseorang dan sifatnya universal.
Adapun hak yang diperoleh seseorang karena dia menjadi warga dari suatu negara disebut
sebagai hak dasar.

Frans Magnis Suseno HAM adalah hak yang dipunya oleh manusia, bukan diberikan kepada
masyarakat.

Jack Donnelly Hak asasi manusia merupakan hak setiap orang yang setara, tidak dapat
dicabut, dan bersifat universal.

Mashood A. Baderin HAM adalah hak semua manusia yang setara. Kita layak dianugerahi
hak-hak itu semata-mata karena kita manusia.
Ciri-Ciri HAM :

 HAM tidak bisa dibeli, diwariskan, dan diberikan pada orang lain.
 HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang perbedaan suku, jenis kelamis, ras,
agama, sosial, dan perbedaan politik.
 Tidak ada seorang pun yang punya hak untuk melanggar hak orang lain dan membatasi
HAM, karena negara membuat hukum untuk melindungi HAM.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Pasal yang memuat pelanggaran HAM adalah Undang-Undang No. 39 tahun 1999. Pasal
tersebut menjelaskan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
termasuk aparat negara baik senagaja atau tidak membatasi, mengurangi dan mencabut HAM.
Ada beberapa faktor pemicu terjadinya pelanggaran HAM di masyarakat.

Ada beberapa faktor pemicu terjadinya pelanggaran HAM di masyarakat faktor penyebab
terjadinya pelanggaran HAM antara lain:

 Adanya kesenjangan sosial antara masyarakat


 Rendahnya toleransi dan tenggang rasa antar masyarakat.
 Kurangnya pemahaman dan penegakan mengenai hak asasi manusia
 Lembaga penegak hukum kurang bekerja secara maksimal untuk mengusut pelanggaran
HAM.
 Rendahnya toleransi dan tenggang rasa antar masyarakat.

Jenis Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berdasarkan jenisnya,

HAM dibagi menjadi dua yaitu jenis pelanggaran berat dan ringan. Pelanggaran HAM Berat
Pelanggaran HAM berat ini berdampak pada kehilangan nyawa seseorang atau kelompok.
Contoh pelanggaran HAM berat adalah genosida dan kejahatan manusia.

 Genosida

Genosida adalah kejahatan yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk menghancurkan
atau memusnahkan suatu kelompok, etniks, ras, sampai negara. Contoh genosida adalah
bentrok antar suku dan peristiwa terorisme. Kejahatan Kemanusiaan Kejahatan kemanusiaan
ini ditujukan kepada penduduk sipil. Contoh kejahatan kemanudiaan adalah penjajahan
terhadap suatu negara.
Pelanggaran HAM Ringan
Pelanggaran HAM ringan tidak berdampak pada kehilangan nyawa seseorang atau kelompok.
Contoh pelanggaran HAM ringan ini yaitu penganiayaan dan pencemaran nama baik.
Macam-Macam Hak Asasi Manusia
John Locke menjelaskan tentang hak asasi manusia membagi macam hak asasi manusia yaitu
hak hidup, hak milik, dan hak kemerdekaan. Mengutip dari buku Pendidikan
Kewarganegaraan, menurut deklarasi Universal Hak Asasi tahun 1948 pasal 30, menjelaskan
macam-macam hak asasi manusia, antara lain

1. Hak memperoleh kemerdekaan dan kesetaraan dalam martabat.


2. Hak tanpa perbedaan apapun serta hak kehidupan, kebebasan, dan keamanan pribadi.
3. Hak tidak boleh dibelenggu oleh peradaban dalam segala bentuknya.
4. Hak untuk tidak diperlakukan dengan keji.
5. Hak di bidang hukum seperti kesamaan di bidang hukum, perlindungan hukum, ganti
rugi.
6. Hak untuk tidak melakukan penangkapan, pengadilan yang adil dan terbuka, dan hak
atas pribadi.
7. Hak untuk meninggalkan negara serta kembali ke negaranya.
8. Hak untuk mendapatkan suaka di negara lain.
9. Hak atas kewarganegaraan.
10. Hak atas kekayaan.
11. Hak atas kebebasan keyakinan agama.
12. Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
13. Hak untuk berserikat dan berkumpul.
14. Hak untuk ikut serta dalam pemerintahan.
15. Hak untuk mendapatkan bidang pekerjaan
16. Hak mendapatkan pendidikan.
17. Hak untuk bidang kebudayaan.
18. Hak atas tatanan sosial dan internasional. Kewajiban untuk melaksanakan hak asasi
manusia Pembatasan untuk tidak merusak
19. hak dan kebebasan dalam deklarasi.
Contoh Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Ada beberapa contoh kasus pelanggaran HAM yang berat di Indonesia, di antaranya:

1. Kerusuhan Tanjung Priok tanggal 12 September 1984. Dalam kasus ini 24 orang
tewas, 36 orang luka berat, dan 19 orang luka ringan. Keputusan majelis hakim
terhadap kasus ini menetapkan seluruh 14 terdakwa dinyatakan bebas.

2. Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998. Dalam


kasus ini, 4 orang mahasiswa tewas.

Mahkamah Militer yang menyidangkan kasus ini memvonis dua terdakwa dengan
hukuman hanya 4 b ulan penjara, empat terdakwa divonis 2 - 5 bulan penjara dan
sembilan orang terdakwa divonis penjara 3 - 6 tahun.

3. Pelanggaran HAM yang termasuk berat lainnya adalah penculikan aktivis pada
1997/1998. Dalam kasus ini, 23 orang dinyatakan hilang dengan rincian 9 orang di
antaranya telah dibebaskan, dan 13 orang belum ditemukan sampai saat ini.

Kondisi HAM Sepanjang Tahun 2021

Komnas HAM RI meluncurkan Laporan Tahunan Komnas HAM 2021 sebagai bentuk
laporan public atas pelaksanaan kewajiban Komnas HAM RI dalam upayanya mendorong
pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia. Peluncuran dilakukan secara hibrida (daring
dan luring) pada Jumat, 12 Agustus 2022 di Jakarta Pusat.

Dalam laporan tahunan, diuraikan tentang bagaimana Komnas HAM RI melaksanakan


tujuannya untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM dan
meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM bagi seluruh masyarakat Indonesia, melalui
fungsi pemajuan dan penegakan HAM.

Dalam sambutannya, Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik, menyampaikan
meskipun di tengah suasana kebangsaaan yang masih dilanda pandemi Covid-19 sepanjang
2021, Komnas HAM RI terus secara konsisten menjalankan fungsi dan kewenangannya.

"Kami terus membangun sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, khususnya
kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, serta berbagai organisasi masyarakat sipil,"
ujar Taufan, di hadapan lebih dari 200 peserta yang hadir secara daring.
Dalam upaya pemajuan HAM, lanjut Taufan, Komnas HAM RI melakukan berbagai kegiatan
pengkajian dan penelitian, menyusun Standar Norma dan Pengaturan (SNP), serta
penyebarluasan wawasan HAM melalui Festival HAM pada 17-20 November 2021 di Kota
Semarang dan Hari HAM pada 10 Desember 2021 di Istana Negara Jakarta.

Komnas HAM RI juga menyelenggarakan pelatihan HAM untuk aparat keamanan, seperti
pelatihan untuk petugas Polda Kalimantan Timur, Polda Sulawesi Tengah, dan Polda Aceh.
"Hal ini supaya kepolisian memahami dan mengimplementasikan norma dan prinsip HAM
dalam pelaksanaan tugasnya," kata Taufan, yang akan mengakhiri jabatannya pada 12
November 2022 mendatang.

Pada 2021, Komnas HAM RI menerima 2.729 aduan dugaan pelanggaran HAM di kantor
pusat dan 367 aduan yang diterima kantor perwakilan di enam provinsi. Aduan terbanyak
terkait dengan hak atas kesejahteraan (1009 kasus), hak memperoleh keadilan (910) dan hak
atas rasa aman (174).  Aktor yang paling banyak diadikan adalah kepolisian (728 kasus),
korporasi (428), dan pemerintah daerah (249).

Taufan lantas menyanpaikan rekom rekomendasinya. "Komnas HAM RI menyampaikan


rekomendasi untuk pemerintah dan DPR, yakni pertama, meningkatkan sinergi dan
kolaborasi dengan pemerintah pusat dan daerah, lembaga negara, dan para pemangku
kepentingan untuk meningkatkan pemajuan dan pengakan HAM," papar Taufan.

Hal ini dilakukan, jelas Taufan, diantaranya melalui diseminasi dan implementasi atas SNP
yang telah diterbitkan Komnas HAM, membangun forum-forum koordinasi dengan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah untuk mengukur komitmennya dalam pemajuan
dan penegakan HAM, dan melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga kunci bagi
pemajuan dan penegakan HAM.

Kedua, papar Taufan, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan Komnas HAM
RI baik di tingkat pusat dan daerah sehingga optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya
sebagaimana diatur dalam setidaknya tiga undang-undang, yaitu UU HAM, UU Pengadilan
HAM, dan UU PDRE, baik di tingkat nasional dan internasional. Komnas HAM juga
memonitor berbagai instrumen internasional HAM yang harus dilaksanaan oleh pemerintah.

Lalu ketiga, meningkatkan dukungan anggaran Komnas HAM RI dalam menjalankan mandat
dan fungsinya, serta diberikan ruang otonomi dalam mengatur sumber daya keuangan
sehingga sesuai dengan karakter kelembagaan Komnas HAM RI namun tetap dalam koridor
peraturan perundang-undangan.
Dan keempat, jelas Taufan, Komnas HAM RI juga terus perlu memanfaatkan dan
mengembangan manajemen sistem informasi berbasis pada teknologi informasi dalam
menjalankan mandat pemajuan dan penegakan HAM, agar tata kelola sumber daya HAM
menjadi lebih efektif dan signifikan dalam menjadikan Komnas HAM RI sebagai lembaga
rujukan HAM secara nasional.

Tanggapan Mitra Komnas HAM RI

Dalam pernyataannya, Menko Polhuman Mahfud MD mengapresi kerja-kerja Komnas HAM


RI yang berhasil membawa kemajuan bagi HAM, baik di ranah hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial, dan budaya. "Komnas HAM adalah mitra pemerintah dalam upaya terus
menerus menghormati dan melindungi HAM," ujar Mahfud.

Kepala Kepolisian RI yang diwakili oleh Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Komisaris
Jenderal Agung Budi Marwoto menegaskan komitmen Polri dalam menghormati dan
melindungi HAM, diantaranya hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak
atas rasa aman, dan hak perempuan.

Mengutip Standar Norma dan Pengaturan (SNP) tentang Pembela HAM, Komjen Budi
menegaskan komitmen untuk menghormati dan melindungi para Pembela HAM. "Aktor
negara dan non negara harus melindungi kerja-kerja Pembela HAM," tegasnya.

Sementara Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Yahya Cholil Staquf
menyampaikan bahwa penerapan nilai dan prinsip HAM harus meneguhkan ketahanan dalam
berbangsa dan bernegara. "Kami mengapresiasi dan mengucapkan selamat atas peluncuran
laporan tahunan Komnas HAM," ujar Gus Yahya, panggilan akrabnya.

Ketua Serikat Pengajar HAM, Muktiono, juga memberikan harapan bagi Komnas HAM yang
memiliki tugas tidak mudah, karena harus kritis pada pemerintah namun di sisi lain juga perlu
bermitra dengan berbagai kalangan, termauk pemerintah. "Semoga Komnas HAM mampu
juga nenunjukkan kiprahnya di tingkat regional," harap Muktiono, yang juga adalah pengajar
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

Hadir sebagai peserta undangan dalam peluncuran Laptah Komnas HAM RI 2021
diantaranya Ketua MPR, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua LPSK, dan para pejabat eselon
I dan II dari berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah  Turut hadir juga
perwakilan organisasi masyarakat sipil, korban pelanggaran HAM, dan kalangan akademisi.
(MDH)
KESIMPULAN DAN SARAN

Perlindungan bagi Korban Pelanggaran HAM Berat di Indonesia sendiri sudah diatur melalui
beberapa Instrumen Hukum Nasional, mulai dari Pasal 34 Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan HAM, dimana berhak mendapat perlindangan berupa perlindungan
fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun dan
dilaksanakan oleh Aparat Penegak Hukum dan aparat keamanan secara Cuma-cuma. Selain
itu Undangundang ini juga mengatur bahwa Korban Pelanggaran HAM Berat mendapatkan
kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi yang selanjutnya diatur melalui Peraturan Pemerintah
mengenai pelaksanaannya. Dalam perjalanan pelaksanaan Perlindungan Bagi Korban
Pelanggaran HAM terdapat beberapa pengaturan, dimulai tingkat Undang-Undang dimana
dibentuk Undang-undang Nomor 27 Tahun 2005 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
(KKR) namun karena didalam penerapannya dianggap lebih menguntungkan pelaku serta
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka aturan ini tidak berlaku lagi
dibatalkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-IV/2006. Untuk mengisi
kekosongan Undang-Undang KKR dibentuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban. Lanjut dalam tingkat Peraturan Pelaksana, diatur melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang tentang Tata Cara Perlindungan terhadap
Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM yang Berat (selanjutnya ditulis PP 2/2002
kemudian berkembang melalui Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2008 dan yang
terbaru adalah Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi,
Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. Dari beberapa atuaran dapat disimpulkan
bahwa ada beberapa komponen dalam perlindungan Korban pelanggaran HAM berat, yaitu
pemberian: 1. Kompensasi; 2. Restitusi; 162 3. Bantuan, yang dapat berupa: a. Bantuan
Medis; b. Rehabilitasi; c. Psikologi dan Psikososial; d. Ganti rugi dan materil. Dalam praktek
atau teknis untuk pemberian perlindungan korban pelanggaran HAM Berat dilaksanakan oleh
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau disebut LPSK yang juga menjalankan tugas
sesuai dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang dibahas diatas. Perlu diketahu
bahwa untuk dapat dianggap sebagai korban pelanggaran HAM berat harus terdapat putusan
pengadilan yang menyatakan bahwa korban merupakan korban Pelanggaran HAM Berat dan
untuk pengajuan dapat ditempuh dengan berbagai syarat formil dan materil berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Sedangkan dari gambaran kualitas dan kuantitas perlindungan HAM Berat masih belum
semua hak korban dapat terpenuhi, hal ini mungkin diakibatkan karena proses pengajuan
perlindungan sendiri memakan proses yang tidak mudah serta waktu yang lama. Kedua
adalah perlindungan korban pelanggaran HAM masih belum menjadi prioritas utama bagi
pemerintah sehingga kerap terbaikan.
SARAN

Dari penelitian dan penulisan yang dilakukan penulis didapat beberapa hal yang semestinya
menjadi perbaikan kualitas dalam perlindungan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia
yang berat, diantara lain sebagai berikut: 1. Pemerintah hendaknya melakukan evalusi
kembali terhadap seluruh Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan bagi korban pelanggaran HAM Berat, baik dari segi perlindungan yang akan
diberikan maupun tata cara perlindungan yang diberikan; 2. Sebagaimana yang diamanatkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hendaknya pemerintah
menjadikan Perlindungan bagi Korban Pelanggaran HAM Berat menjadi Prioritas Utama,
terlebih dengan kejadian yang sudah cukup berlangsung lama yang menyebabkan korban
pelanggaran HAM Berat mengalami penderitaan bertahun-tahun sampai dengan saat ini. 163
3. Pemerintah dalam hal ini negara hendaknya juga ikut meratifikasi Peraturan Internasional
terkait Perlindungan Korban Pelanggaran HAM Berat yaitu Statuta Roma agar perlindungan
Korban Pelanggaran HAM Berat dapat diterapkan sesuai dengan kodrat kemanusiaan yang
berlaku secara internasional, selain itu juga meminimalisir sejumlah tindakan apparat maupun
pemerintah yang belum maksimal dalam memberikan perlindungan bagi korban pelanggaran
HAM Berat. 4. Pemerintah hendaknya melakukan mapping atau menjaring berbagai korban
yang dianggap masih belum mendapatkan perlindungan dalam haknya sebagai korban
pelanggaran HAM Berat. Hal ini bias dilakukan dengan survey maupun bekerja sama dengan
lembaga HAM di Indonesia. 5. Pemerintah juga seharusnya menghidupkan kembali
semanagat pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang nantinya juga akan
membantu pelaksanaan perlindungan bagi Korban Pelanggaran HAM Berat, dengan catatan
tentunya dalam penerapan harus bersifat objektif dan benar-benar melindungi dan
memberikan hak korban pelanggaran HAM berat secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA

Ashri, M. (2018). Hak Asasi Manusia: Filosofi, Teori dan Instrumen Dasar. Makassar: CV.
Social Politic Genius.

Baeher, P. (2001). Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Dewi, Y. T. (2013). Kejahatan Perang dalam Hukum Internasional dan Hukum Nasional.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dirjosisworo, S. (2002). Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia. Bandung: PT Citra


Aditya Bakti. Djamil, M. N. (2013). Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Kunarto. (1996). Ikhtisar Implementasi Hak Asasi Manusia dalam Penegakan Hukum.
Jakarta: Cipta Manunggal. Nain, U. (2017).

Relasi Pemerintah Desa dan Supradesa dalam Perencanaan dan Penganggaran Desa.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Nasution, B. J. (2011). Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Bandung: Mandar Maju.

Pudjiarto, H. (1999). Hak Asasi Manusia Kajian Filosofis dan Implementasinya Dalam
Hukum Pidana di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta.

Sahalahuddin, O. (2000). Anak Jalanan Perempuan. Semarang: Yayasan Setara Terre des
Hommes Germany.

Siswosoediro, H. S. (2008). Mengurus Surat-Surat Kependudukan (Indentitas Diri). Jakarta


Selatan: Transmedia Pustaka.

Smith, R. K. Dkk. (2008). Hukum Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Pusat Studi Hak Asasi
Manusia Universitas Islam Indonesia.

Soekanto, S. (1981). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Soerjowinoto, P dan


tim. (2020). Metode Penulisan Karya Hukum. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

Sujatmoko, A. (2015). Hukum HAM dan Hukum Humaniter. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Supriyanto, R. W. Dkk. (2014). Perlindungan Sosial di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Perlindungan dan Kesejahteraan.

Suyanto, B. (2016). Masalah Sosial Anak. Jakarta: Prenadamedia Group.

Tumpa, H. A. (2010). Peluang dan Tantangan Eksistensi Pengadilan HAM di indonesia.


Jakarta: Kencana Prenda Media Group.

Widjaja, H. (2000). Penerapan Nilai-Nilai Pancasila & HAM di Indonesia. Jakarta: Reineka
Cipta.

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.


Diakses dari https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/11tahun2009uu.htm Konvensi Hak
Anak. Diakses dari https://www.unicef.org/indonesia/id/konvensihak-anak-versi-anak-anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi


Kependudukan. Diakses dari https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2006_23.pdf

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.


Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38685/uuno-23-tahun-2014

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara


Jaminan Sosial. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39268

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Diakses dari
https://pih.kemlu.go.id/files/19.%20%20UU_%20No%2024%20Th%2020

13.pdf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/44993/uu-no-26-
tahun-2000

Anda mungkin juga menyukai