Anda di halaman 1dari 22

Kegiatan Belajar 1

Hak Asasi Manusia


_________________________________________________________________________
Pada kegiatan belajar 1 akan dijelaskan pengertian Hak Asasi Manusia, jenis-jenis
Hak Asasi Manusia, Sejarah dan Perkembangan Hak Asasi Manusia, Pemahaman Hak Asasi
Manusia dalm Pancasila, dan Hak Asasi dalam UUD 1945.

A. Hak Asasi Manusia


Diskusi internasional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hak asasi
manusia (HAM) telah menghasilkan beberapa piagam penting antara lain Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (1948), dua perjanjian, yaitu Kovenan Internasional Hak Sipil dan Hak
Politik dan Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (1966), dan berikutnya
Deklarasi Wina (1993). Deklarasi Wina mencerminkan tercapainya konsensus antara negara-
negara Barat dan non Barat bahwa HAM memiliki sifat yang universal, sekalipun dapat
terjadi perbedaan dalam implementasinya, sesuai keadaan khas masing-masing negara. Pada
tahun 2002 kemajuan konsep HAM mencapai tonggak sejarah baru dengan didirikannya
Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court atau ICC) yang khusus
mengadili kasus pelanggaran terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahatan perang.
Seperti diketahui masalah HAM serta perlindungan terhadapnya merupakan bagian
penting dari demokrasi. HAM merupakan suatu konsep etika politik modern dengan gagasan
utama penghargaan dan penghormatan terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan ini
membawa kepada sebuah tuntutan moral tentang bagaimana seharusnya manusia
memperlakukan sesama manusia. Tuntutan moral tersebut sejatinya merupakan ajaran inti
semua agama. Sebab, semua agama mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan
terhadap manusia, tanpa ada perbedaan dan diskriminasi. Tuntutan moral itu diperlukan,
terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah atau
dilemahkan dari tindakan dzalim dan semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang
kuat dan berkuasa. Karena itu, esensi dari konsep HAM adalah penghormatan terhadap
kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan tanpa ada diskriminasi berdasarkan apapun dan
demi alasan apapun, serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa yang termulia di muka bumi.
Kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia dalam wacana global muncul
bersamaan dengan kesadaran akan pentingnya menempatkan manusia sebagai titik sentral
pembangunan (human centered development). Konsep HAM berakar pada penghargaan
terhadap manusia sebagai makhluk yang berharga/bernilai dan bermartabat. Konsep HAM
menempatkan manusia sebagai subjek, bukan objek dan memandang manusia sebagai
makhluk yang dihargai dan dihormati tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin,
jenis gender, suku bangsa, bahasa maupun agamanya.

1.Pengertian Hak Asasi Manusia


  Setiap manusia yang ada di dunia ini memiliki hak dan kewajiban yang harus di jalankan.
Pada zaman semakin berkembang maka muncullah istilah hak asasi manusia (HAM).
Pengertian HAM dapat dibagi menjadi hak, asasi dan manusia. Hak adalah kepunyaan atau
kepemilikan. Untuk asasi sendiri memiliki arti bersifat dasar, pokok atau fundamental.
Sehingga HAM adalah hak yang bersifat dasar atau hak pokok yang dimiliki oleh manusia
seperti hak hidup, hak berbicara dan lain-lain.
Beberapa pengertian HAM menurut para ahli:

1
a. HAM Menurut Jhon Locke
Hak asasi manusia adalah hak yang langsung di berikan Tuhan kepada manusia sebagai
hak yang kodrati. Oleh sebab itu tidak ada kekuatan di dunia ini yang bisa mencabutnya.
HAM memiliki sifat yang mendasar dan suci.
b. HAM Menurut Jan Materson
Jan Materson adalah anggota komisi HAM di PBB. Menurutnya HAM adalah hak-hak
yang ada pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil hidup sebagai manusia.
c. HAM Menurut Darji Darmodiharjo
Hak-hak dasar/hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi ini menjadi dasar dari hak-hak lain dan kewajiabn-
kewajiban yang lain.
d. HAM Menurut Miriam Budiarjo
HAM adalah hak yang dimiliki setiap orang sejak lahir di dunia. Hak itu sifatnya
universal, karena hak dimiliki tanpa adanya perbedaan. Baik itu ras, kelamin, budaya, suku,
dan agama.
e. HAM Menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto
HAM adalah suatu hak yang bersifat mendasar. Hak yang dimiliki manusia sesuai
dengan kodratnya yang pada dasarnya tidak bisa dipisahkan sehingga bersifat suci.
f. HAM Menurut Undang-Undang Nomer 39 Tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kesimpulan dari berbagai pengertian HAM diatas adalah suatu kebutuhan mendasar
yang harus dimiliki oleh manusia sejak dirinya ada dalam kandungan.

2.Jenis-Jenis Hak Asasi Manusia


a. Hak Asasi Pribadi (Personal Human Rights)
Hak ini merupakan hak yang berhubungan dengan kehidupan pribadi setiap orang.
Contoh dari personal human rights ini adalah kebebasan untuk menyampaikan pendapat,
kebebasan memilih agama, kebebasan untuk bepergian, bergerak, berpindah ke berbagai
tempat; dan lain sebagainya.
b. Hak Asasi Politik (Politic Rights)
Ini merupakan hak asasi dalam kehidupan politik seseorang. Contohnya adalah hak untuk
dipilih dan memilih; hak dalam keikutsertaan kegiatan pemerintahan; hak dalam membuat
petisi dan lain sebagainya
c. Hak Asasi Ekonomi (Property Rights)
Hak ini menyangkut hak individu dalam hal perekonomian. Contoh dari hak property rights
adalah kebebasan dalam hal jual-beli, perjanjian kontrak; penyelenggaraan sewa-menyewa;
memiliki sesuatu; dan memiliki pekerjaan yang pantas.
d. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)
Hak dalam memperoleh perlakuan sama dalam tata cara pengadilan. Contohnya
adalah hak untuk mendapatkan pembelaan hukum; hak untuk mendapatkan perlakuan
pemeriksaan, penyidikan, penangkapan, penggeledahan, dan penyelidikan di muka umum.
e. Hak Asasi Sosial Budaya (Social and Culture Rights)
Hak terkait dalam kehidupan masyarakat . Beberapa contohnya adalah hak untuk
menentukan, memilih, dan melakukan pendidikan; hak untuk mendapatkan pengajaran; untuk
mendapatkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

2
f. Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)
Hak untuk mendapatkan kependudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
Contohnya adalah mendapatkan perlakuan yang sama dalam bidang hukum dan
pemerintahan, menjadi pegawai sipil, perlindungan dan pelayanan hukum.
7.Hak asasi untuk membengun (Development Right)
Hak asasi bagi suatu negara atau komunitas untuk membangun negaranya tanpa
campur tangan negara asing.

B.Sejarah dan Perkembangan Hak Asasi Manusia


Lahirnya HAM tidak terlepas dari sejarah penindasan dan perlakuan sewenang-
wenang pihak penguasa kepada rakyat atau bawahannya. Bentuk tindakan yang dilakukan
misalnya perlakuan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama,
golongan, jenis kelamin, dan status sosial. Tindakan tersebut menimbulkan banyak
penderitaan, bahkan tidak jarang menimbulkan korban jiwa dengan jumlah yang tidak
sedikit. Kesadaran  manusia untuk lepas dari penindasan melahirkan gerakan-gerakan
perlawanan dan pemberontakan untuk memperjuangkan HAM. Masyarakat semakin sadar
bahwa sesungguhnya manusia lahir dengan hak-hak asasi yang sama yang telah
dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Berikut ini adalah sejarah perkembangan HAM
beberapa negara di dunia.
1.Di Inggris
Sebagian pakar berpendapat kelahiran HAM dalam bentuk peraturan tertulis berawal
dari dunia Barat, khususnya di Inggris yang dikeluarkan pada 15 Juni tahun 1215.
Masyarakat menentang kepemimpinan Raja John Lockland (1199-1216) yang dikenal
sebagai raja yang memerintah secara sewenang-wenang terhadap rakyat dan bangsawan,
sehingga menimbulkan protes di kalangan bangsawan, dan selanjutnya, dari sebab
pertentangan tersebut maka lahirlah piagam Magna Charta (1215) yang mengurangi
kekuasaan raja secara absolut.
Isi Magna Carta sebagai berikut:
a. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan
kebebasan Gereja Inggris.
b. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak.
c. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
d. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
e. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa
perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
f. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya.
g. Kekuasaan raja harus dibatasi.
h. Hak Asasi Manusia (HAM) lebih penting daripada kedaulatan, kekuasaan, politik dan
hukum.
Magna Carta dianggap sebagai lambang perjuangan hak-hak asasi manusia, dan dianggap
sebagai tonggak perjuangan lahirnya hak asasi manusia.
Petition of Rights
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak
rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan
parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut:
a. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan parlemen.
b. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.

3
c. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
Habeas Corpus Act 
 Habeas Corpus Act adalah undang-undang yang mengatur tentang penahanan
seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut:
a. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
b. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.

 Bill of Rights
 Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima
parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang:
a. Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
b. Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
c. Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
d. Hak warga negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing.
e. Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
    
Di Amerika Serikat
Lahirnya revolusi tanggal 4 Juli 1776 yang dikenal dengan sebutan Declaration of
Indepedence, Amerika kemudian mengokohkan suatu naskah undang-undang tentang hak
yang disusun oleh rakyat Amerika yang bernama Bill Of Right (1789).
Deklarasi Hak-Hak (Bill of Rights) adalah nama untuk sepuluh amendemen pertama
terhadap Konstitusi Amerika Serikat. Amendemen ini dibuat untuk melindungi hak-hak
asli dari kebebasan dan harta benda. Deklarasi Hak-Hak menjamin sejumlah kebebasan
pribadi, membatasi kekuasaan pemerintah di bidang yudisial dan perkara lainnya, serta
memberikan sejumlah kekuasaan kepada negara bagian dan rakyat. Meskipun awalnya
amendemen-amendemen ini hanya berlaku untuk pemerintah federal, sebagian besar dari
ketetapan-ketetapan darinya telah diberlakukan untuk negara bagian
berdasarkan Amendemen Keempatbelas.
Amendemen-amendemen ini diperkenalkan oleh James Madison kepada Kongres
Amerika Serikat Pertama tahun 1789 sebagai serangkaian pasal legislatif, dan selanjutnya
diadopsi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat pada 21 Agustus 1789,  diajukan
secara resmi melalui resolusi bersama Kongres pada 25 September 1789, dan berlaku sebagai
Amendemen Konstitusional pada 15 Desember 1791, melalui proses ratifikasi oleh tiga
perempat negara bagian. Meskipun dua belas amendemen sudah disahkan oleh Kongres,
hanya sepuluh di antaranya yang diterima oleh negara-negara bagian. Dua amendemen
sisanya, satu diadopsi sebagai Amendemen ke-27 dan satunya lagi tetap ditunda oleh negara
bagian.
Pada awalnya, Deklarasi Hak-Hak secara hukum hanya melindungi orang kulit
putih, tidak termasuk orang Afrika-Amerika, dan wanita. Namun, batasan-batasan ini tidak
secara eksplisit dicantumkan dalam teks Deklarasi Hak-Hak. Setelah melalui
penambahan Amendemen Konstitusi dan berbagai kasus Mahkamah Agung Amerika Serikat,
Deklarasi Hak-Hak memberi perlindungan yang sama terhadap semua warga negara Amerika
Serikat.
Deklarasi Hak-Hak memainkan peran penting di dalam hukum dan pemerintah
Amerika Serikat, dan menjadi simbol utama bagi kebebasan dan budaya negeri ini. Deklarasi
hak-hak ini telah menjadi bagian dari undang-undang dasar Amerika pada tahun 1791.
Terjadinya perang dunia I dan III menjadi hak dan martabat manusia terinjak-injak
dan kemudian Amerika Serikat dibawah Presiden Franklin Delano Rosevelt tahun 1941
menyatakan di muka kongresnyamenilai adanya empat (4) kebebasan (the four freedoms)
dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, yaitu: (1) kebebasan untuk berbicara dan

4
mengeluarkan pendapat (freedom of speech); (2) kebebasan beragama/kebebasan beribadah
kepada Tuhan Yang Maha Esa (freedom of religion/worship) dengan cara masing-masing; (3)
kebebasan dari rasa takut (freedom for fear); dan kebebasan dari kekuarangan atau
kemelaratan (freedom from want).
Di Perancis
Dengan revolusi tanggal 17 Juli 1789, melahirkan Assemble Nationale, dewan nasional
sebagai perwakilan rakyat Perancis mengubah struktur Perancis dari feodalistis menjadi
demokratis, kemudian di susul dengan lahirnya Déclaration des droits de l'Homme et du
citoyen de 1793 (pernyataan hak asasi manusia dan warga negara). Pencetusan ini merupakan
perlawanan terhadap rejim yang berkuasa secara absolut. Tujuan dari revolusi Perancis ini
disimpulkan dari semboyannya, yaitu kemerdekaan (liberte), kesmarataan (egalite), dan
persaudaraan (praternite).
Di Indonesia
Hak asasi manusia di Indonesia telah mengalami pasang surut. Sesudah dua periode
represi (rezim Soekarno dan Soeharto), reformasi berusaha lebih memajukan hak asasi. Akan
tetapi dalam kenyataannya harus menghadapi tidak hanya pelanggaran hak secara vertikal,
tetapi juga horizontal. Pelaksanaan hak politik mengalami kemajuan, tetapi pelaksanaan hak
ekonomi masih belum dilaksanakan secara memuaskan.
Masa Demokrasi Parlementer
Hak asasi manusia yang tercantum dalam UUD 1945 tidak termuat dalam suatu
piagam terpisah, tetapi tersebar dalam beberapa pasal, terutama Pasal 27-31, dan mencakup
baik bidang politik maupun ekonomi, sosial, budaya, dalam jumlah terbatas dan dirumuskan
secara singkat.
Sekalipun jumlahnya terbatas dan perumusannya pendek, kita boleh bangga bahwa di
antara hak yang disebut UUD 1945 terdapat hak yang bahkan belum disebut dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (1948) yaitu hak kolektif, seperti hak bangsa untuk
menentukan nasib sendiri. Di samping itu, antara lain juga disebut hak ekonomi seperti hak
atas penghidupan yang layak (Pasal 27), hak sosial budaya seperti hak atas pengajaran (Pasal
31). Akan tetapi hak politik seperti kemerdekaan berserikat dan berkumpul, dan
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan undang-
undang (Pasal 28). Jadi, hak asasi itu dibatasi oleh undang-undang.
Masalah hak asasi di masa Perjuangan Kemerdekaan dan awal Demokrasi
Parlementer tidak banyak didiskusikan. Memang ada beberapa konflik bersenjata seperti
Darul Islam, PRRI/Permesta yang penyelesaiannya tentu saja membawa korban pelanggaran
hak asasi, tetapi kehidupan masyarakat sipil pada umumnya dianggap cukup demokratis,
bahkan sering dianggap terlalu demokratis.
Keadaan ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden Soekarno (1959) untuk
kembali ke UUD 1945, maka mulailah masa demokrasi terpimpin.
Masa Demokrasi Terpimpin
Dengan kembalinya Indonesia ke UUD 1945 dengan sendirinya hak asasi kembali
terbatas jumlahnya. Di bawah Presiden Soekarno beberapa hak asasi, seperti hak
mengeluarkan pendapat secara berangsur-angsur mulai dibatasi. Beberapa surat kabar
dibreidel, seperti Pedoman, Indonesia Raya dan berbagai partai dibubarkan, seperti Masyumi
dan PSI dan pimpinannya, Moh. Natsir dan Syahrir ditahan. Sementara itu, pemenuhan hak
ekonomi sama sekali diabaikan; tidak ada garis jelas mengenai kebijakan ekonomi. Biro
perancang negara yang telah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun 1956-1961 dan
melaksanakannya selama satu tahun, dibubarkan. Rencana itu diganti dengan Rencana
Delapan Tahun, yang tidak pernah dilaksanakan. Perekonomian Indonesia mencapai titik
terrendah. Akhirnya pada tahun 1966 Demokrasi Terpimpin diganti dengan Demokrasi
Pancasila atau Orde Baru.

5
Masa Demokrasi Pancasila
Pada awal Orde Baru ada harapan besar bahwa akan dimulainya suatu proses
demokratisasi. Banyak kaum cendekiawan menggelar berbagai seminar untuk mendiskusikan
masa depan Indonesia dan hak asasi. Akan tetapi euphoria demokratisasi tidak berlangsung
lama, karena sudah beberapa tahun golongan militer berangsur-angsur mengambil alih
pimpinan.
Pada awalnya diupayakan untuk menambah jumlah hak asasi yang termuat dalam
UUD melalui suatu panitia Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang
kemudian menyusun “Rancangan Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta
Kewajiban Warga Negara” untuk diperbincangkan dalam sidang MPRS V tahun 1968.
Panitia diketuai oleh Jenderal Nasution dan sebagai bahan acuan ditentukan antara lain hasil
Konstituante yang telah selesai merumuskan hak asasi secara terperinci, tetapi dibubarkan
pada tahu 1959.
Rancangan Piagam MPRS di samping mencakup hak politik dan ekonomi, juga
memerinci kewajiban warga negara terhadap negara. Akan tetapi karena masa sidang yang
telah ditetapkan sebelumnya sudah berakhir, maka Rancangan Piagam tidak jadi dibicarakan
dalam sidang pleno. Dengan demikian, perumusan dan pengaturan hak asasi seperti yang
ditentukan pada tahun 1945 tidak mengalami perubahan.
Ada usaha untuk menyusun suatu eksekutif yang kuat, dan menyelenggarakan
stabilitas di seluruh masyarakat. Untuk menunjang usaha itu pemerintah Orde Baru mencoba
menggali kembali berbagai unsur khazanah kebudayaan nenek moyang yang cenderung
membentuk kepemimpinan yang kuat dan sentralistik. Pemikiran-pemikiran yang pernah
timbul di masa penyusunan UUD 1945 dan dimuat dalam tulisan-tulisan Prof. Soepomo yang
tercantum dalam buku Moh. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 berkembang kembali, dan
konsep-konsep seperti negara integralistik, negara kekeluargaan, gotong royong, musyawarah
mufakat, anti individualisme, kewajiban yang tidak dapat terlepas dari hak, kepentingan
masyarakat lebih penting dari kepentingan individu, mulai masuk agenda politik.
Akan tetapi dalam usaha mewujudkan stabilitas politik untuk menunjang ekonomi,
pemenuhan berbagai hak politik, antara lain kebebasan mengemukakan pendapat, banyak
diabaikan dan dilanggar. Pengekangan terhadap pers mulai lagi, antara lain dengan
ditentukannya bahwa setiap penerbitan harus mempunyai Surat Izin Terbit (SIT) dan Surat
Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Terjadi pembreidelan terhadap Sinar Harapan (1984),
dan masalah Tempo, Detik, dan Editor (1994). Konflik di Aceh dihadapkan dengan
kekerasan militer melalui Daerah Operasi Militer (DOM). Banyak kasus kekerasan terjadi,
antara lain Peristiwa Tanjung Priuk (1984) dan peristiwa Trisakti. Akhirnya Presiden
Soeharto dijatuhkan oleh para mahasiswa pada bulan Mei 1998, dan masa Reformasi dimulai.
Sebenarnya pada waktu itu ekonomi Indonesia sedikit banyak telah berhasil
ditingkatkan melalui serentetan Rencana Lima Tahun. Hasil lima Pelita menunjukkan bahwa
hak atas kehidupan yang layak yang terumus dalam pasal 11 Kovenan Internasional Hak
Ekonomi sebagian telah mulai terpenuhi. Hak atas pangan (hak yang paling mendasar)
sebagian telah berhasil dilaksanakan melalui swansembada beras pada tahun 1983, padahal
10 tahun sebelumnya Indonesia merupakan importir beras terbesar di dunia. Pendapatan per
kapita (GNP) yang pada tahun 1967 hanya 550, pada tahun 90-an telah naik menjadi hampir
5600. Jumlah orang miskin yang pada tahun 1970 berjumlah 70 jutaatau 60%, pada tahun
1990 turun menjadi 27 juta atau 15,1%. Lagi pula menurut pemantauan Bappenas, kelompok
miskin yang pada 1970-an menerima 14% dari seluruh pendapatan nasional-pada tahun 1988
sudah menerima 21%. Dengan demikian, tekanan atas pertumbuhan (growth) telah mulai
diimbangi dengan tekanan atas pemerataan (equity). Sekalipun demikian, kesenjangan sosial
masih sangat mencolok dan pemerataan masih sangat perlu ditingkatkan.

6
Begitu pula di bidang pendidikan, Indonesia telah mencapai kemajuan yang berarti
melalui program wajib belajar untuk anak usia 7-12 tahun, rasio murid sekolah dasar yang
berusia 7-12 tahun terhadap penduduk kelompok umur 7-12 tahun naik dari 41,4% pada
tahun 1968/1969 menjadi sekitar 93,5% pada tahun 1993/1994. Ini berarti bahwa akses pada
pendidikan (pasal 13 Konvensi Internasional Hak Ekonomi) sebagian besar telah berhasil
diselenggarakan, sekalipun mutu pendidikan masih sangat perlu ditingkatkan. Jumlah
penduduk buta hurp dari 10 tahun ke atas telah turun dari 39,1% pada awal Pelita I menjadi
15,8% pada tahun 1990 ; akan tetapi itu berarti hampir 21,5 juta masih memerlukan uluran
tangan. Angka kematian Bayi (per-1.000 kelahiran hidup) yang pada tahun 1967 berjumlah
145 ditekan sampai 58 pada akhir Pelita V. Angka harapan hidup naik dari usia rata-rata 46,5
tahun 1971 menjadi 62,7 tahun 1993. Akan tetapi kemajuan ini telah dicapai dengan harga
mahal, antara lain berkembangnya korupsi pada skala besar, dan represi terhadap kalangan
yang berani beroposisi terhadap pemerintah.
Menjelang akhir masa Presiden Soeharto ada seruan kuat dari kalangan masyarakat,
terutama civil society, untuk lebih meningkatkan pelaksanaan hak politik, dan agar stabilitas,
yang memang diperlukan untuk pembangunan yang berkesinambungan, tidak menghambat
proses demokratisasi.
Salah satu masalah adalah tidak adanya persamaan persepsi antara penguasa dan
masyarakat mengenai konsep “kepentingan umum” dan “keamanan nasional”. Tidak jelas
kapan kepentingan individu berakhir dan kepentingan umum mulai. Misalnya, jika sejumlah
penduduk digusur untuk mendirikan fasilitas umum seperti rumah sakit, masyarakat tidak
akan mempersoalkannya. Akan tetapi, jika dipaksa menyerahkan sawahnya untuk didirikan
tempat rekreasi, tafsiran mengenai “kepentingan umum” dapat bertolak belakang dan lebih
bersifat melanggar hak asasi. Begitu pula kapan keamanan (law and order) terancam dan
kapan keresahan yang ada masih dapat ditoleransi sebagai ungkapan hak mengeluarkan
pendapat. Penapsiran mengenai konsep “kepentingan umum”,” keamanan umum”, dan
stabilitas nasional” seolah-olah merupakan monopoli dari pihak yang memiliki kekuasaan
politik dan kekuasaan ekonomi.
Bagaimana sikap masyarakat Indonesia terhadap penomena ini? Di Indonesia ada dua
aliran pemikiran mengenai hak-hak asasi. Aliran pertama, yang lebih bersifat inward looking,
berpendapat bahwa dalam membahas hak asasi kita hanya memakai Indonesia sebagai
referensi, karena kita sudah kenal hak asasi mulai dari zaman dulu kala. Lagi pula
kesejahteraan rakyat sangat perlu ditangani secara serius. Pandangan ini secara implisit
berarti bahwa Indonesia tidak perlu terlalu menghiraukan pendapat dari pihak luar serta hak-
hak asasinya.
Aliran lain adalah kelompok aktivis hak asasi manusia, sekalipun tidak diungkapkan
secara ekplisit, cenderung mengacu pada perumusan persepsi dunia Barat dengan lebih
menonjolkan hak-hak politik seperti kebebasan mengeluarkan pendapat. Kelompok ini, yang
dapat disebut outward looking, menerima apa saja yang telah dikonsensuskan dalam berbagai
forum internasional dan memakai perumusan itu sebagai patokan untuk usaha penegakan hak
asasi dalam negeri. Lagi pula, dikhawatirkan bahwa beberapa nilai tradisional seperti negara
integralistik memberi justifikasi untuk mempertahankan kecenderungan ke arah strong
government yang dengan mudah dapat berkembang menjadi otoriterisme. Akan tetapi
sesudah diterimanya Deklarasi Wina (1993) kedua pandangan ini telah mengalami semacam
konvergensi.
Bagaimanapun juga, tidak dapat disangkal bahwa citra Indonesia di luar negeri sangat
rendah, baik mengenai pelanggaran hak asasi, maupun mengenai korupsi yang merajalela,
sekalipun penguasa selalu menolak pandangan bahwa hak asasi di Indonesia menjadi masalah
besar. Akumulasi tindakan represif akhirnya menjatuhkan Presiden Soeharto.

7
Menjelang berakhirnya rezim Soeharto beberapa indikasi masa transisi yang disebut
oleh V.W. Ruttan dan Lee Kuan Yew sudah mulai tampak. Berkat suksesnya pembangunan
ekonomi, ditambah keberhasilan di bidang pendidikan, telah timbul suatu kelas menengah
terdidik terutama di daerah perkotaan, dengan sejumlah besar profesional seperti insinyur,
manajer, dan pakar di berbagai bidang. Selain itu telah berkembang kelompok mahasiswa dan
civil society yang vokal. Dengan demikian tuntutan untuk melaksanakan hak asasi politik
secara serius, meningkatkan usaha pemberantasan kemiskinan, dan mengatasi kesenjangan
sosial, mengeras. Juga tuntutan akan berkurangnya dominasi eksekutif, peningkatan
transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi sukar dibendung. Berkat tuntutan-tuntutan itu
pada akhir tahun 1993 dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
dengan dua puluh lima anggota tokoh masyarakat yang dianggap tinggi kredibilitasnya, yang
diharapkan dapat meningkatkan penanganan pelanggaran hak asasi. Akhirnya pada tanggal
21 Mei 1998Presiden Soeharto meletakkan jabatan dan menyerahkannya kepada Wakil
Presiden Prof. Dr. Habibie (Budiardjo, 2008: 254).

Masa Reformasi
Pemerintahan Habibie (Mei 1998-Oktober 1999) pada awal masa Reformasi
mencanangkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN-HAM) 1998-2003, yang
sayangnya sampai sekarang belum banyak dilaksanakan. Dalam masa Reformasi pula
Indonesia meratifikasi dua Konvensi Hak Asasi Manusia yang penting yaitu Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi,
atau Merendahkan, dan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Rasial.
Terutama dalam melaksanakan hak mengutarakan pendapat, Reformasi sangat
berhasil. Berbagai kalangan masyarakat megadakan seminar-seminar di mana pemerintah
dengan bebas dikritik, begitu juga media massa dalam talk-show-nya dan berbagai LSM.
Demonstrasi-demonstrasi melanda masyarakat, di antaranya ada yang berakhir dengan
kekerasan bahkan hilangnya nyawa. Lewat berbagai demonstrasi, baik Presiden Habibie
maupun Presiden Abdurahman Wahid terpaksa meletakkan jabaan masing-masing pada
tahun1999 dan tahun 2001. Presiden Megawati Soekarnoputeri pun tidak luput dari arus
demonstrasi ini.
Tahun-tahun pertama Reformasi ditandai oleh konflik horizantal, antara lain di
Ambon, Poso, dan Kalimantan, di mana pelanggaran hak asasi manusia dilakukan oleh
kelompok-kelompok masyarakat sendiri. Aparat penegak hukum bampaknya tidak mampu
atau tidak bersedia menangani berbagai sengketa ini. Mungkin juga ada rasa enggan karena
tuntutan masyarakat agar semua pelanggaran hak asasi manusia ditindak menimbulkan
keraguan di kalangan prajurit dan polisi di lapangan mengenai tindakan mana yang
dibolehkan dan mana yang dilarang.
Akan tetapi dalam massa Reformasi pemenuhan hak asasi ekonomi telah mengalami
kemunduran tajam. Sekalipun banyak faktor internasional memengaruhi ekonomi Indonesia,
akan tetapi tidak sedikit faktor internal yang menyebabkannya. Faktor eksternal adalah
kemerosotan ekonomi di seluruh dunia, dan reaksi dunia atas peristiwa bom Bali dan gerakan
antiterorisme. Faktor internal menyangkut kegagalan pemberantasan korupsi, manajemen
sistem bank dan pengaturan berbagai aspek kehidupan ekonomi lainnya. Ditambah dengan
akibat dari berbagai konflik sosial di sejumlah daerah yang mengakibatkan bengkaknya
jumlah pengungsi, terlantarnya pendidikan, dan kerugian kolateral yang perlu dibangun
kembali. Beberapa kemajuan yang telah dicapai di bidang pertumbuhan ekonomi,
pemberantasan pengangguran, dan pendapatan perkapita mengalami kemunduran.

8
C.Pemahaman Hak Asasi Manusia dalam Pancasila
Bagaimana pemahaman HAM dalam Pancasila itu? Dalam kaitannya dengan hak-hak
asasi manusia dalam Pancasila mendasarkan pada sifat dasamya yaitu harus senantiasa
didasarkan pada sifat kodrat manusia sebagai maakhluk individu dan makhluk sosial. Dari
sisi makhluk individu, manusia memiliki hak-hak yang sebelum bemegara telah dimilikinya.
Hak-hak tersebut adalah hak yang telah dimilikinya sebagai kodrat manusia dan merupakan
karunia Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak tersebut perIu untuk direalisasikan serta
dimanifestasikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia sebagai manusia. Namun
perlu disadari bahwa hak-hak yang asasi ini dimiliki oleh setiap manusia. Namun dalam
kenyataannya untuk mengembangkan potensi serta menjamin hak-hak asasi manusia tersebut
tidaklah mungkin dilakukan oleh dirinya sendiri. Apabila jaminan hak-hak·asasi tersebut
dilaksanakan oleh dirinya sendiri maka tidak mustahil akan terjadi perbenturan kepentingan
dan dalam pengertian inilah maka manusia merupakan homo homini lupus atau serigala dari
manusia yang laiImya. Oleh karena itulah manusia membentuk suatu persekutuan hukum
yang mampu melindungi dan menjamin hak-hak asasinya, dan dalam pengertian inilah
manusia membentuk negara. Maka sudah dapat dipastikan bahwa dengan terbentuknya
negara akan timbul pembatasan terhadap realisasi hak-hak asasi tersebut, karena dengan
terbentuknya masyarakat hukum (negara) maka dengan sendirinya manusia harus
melaksanakan kewajibannya.
Bagi Pancasila bahwa manusia harus bersifat adil, dan adil ini adalah bersifat kodrat
yaitu adil terhadap Tuhannya, adil terhadap dirinya sendiri dan adil terhadap orang lain serta
masyarakat. Selain itu dalam kaitannya dengan pelaksanaan hak.-hak asasi manusia dalam
negara harus terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban yang terwujud dalam tiga hal
yaitu : Pertama, masyarakat, bangsa dan negara adalah sebagai pihak yang wajib memenuhi
keadilan terhadap warganya yang disebut dengan keadilan distributif. Dalam pengertian ini
masyarakat, bangsa dan negara wajib memberikan (membagikan) kepada warganya
(individu) apa yang menjadi haknya, menurut syarat-syarat wajib dan kekuasaan yang ada
dalam masyarakat bangsa dan negara-tersebut yang harus dipenuhi dalam segala hal.
Kedua, warga masyarakat atau warganegara (sebagai individu) sebagai pihak yang
wajib memenuhi keadilan terhadap masyarakat,bangsa'atau·negaranya. Keadilan ini disebut
keadilan legal (bertaat). Hal ini didasarkan pada.suatu pengertian bahwa pada hakikatnya
terwujudnya suatu masyarakat adalah sebagai akibat kehendak bersama maka untuk
terwujudnya masyarakat, bangsa dan negara dan/untuk menjamin hak- hak asasinya maka
harus ada suatu peraturan yang harus ditaati bersama oleh para warganya. Olehkarena itu
mentaati peraturan yang ada dalam suatu masyarakat, bangsa, dan negara adalah merupakan
kewajiban setiap individu.sebagai warganya (Notonagoro, 1975: 141, 142). Hal ini termuat
dalam Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB Pasal 29 ayat (1) yang berbunyi:
"Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap suatu masyarakat-di-mana ia mendapat
kemungkinan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan bebas. Ayat (2) Di
dalam menjalankan hak-hak dan kebebasannya setiap orang harus tunduk hanya kepada
pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi hak-hak dan kebebasan
orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat benar dari kesusilaan, tata tertib umum dalam
suatu masyarakat demokratis (Baut & Beny, 1988: 85).
Ketiga, Realisasi keadilan yang mengatur hubungan antara warga satu dengan
lainnya,yang disebut keadilan komutatif. Setiap individu wajib menghargai hak-hak orang
lain menimbulkan kewajiban bagi dirinya sendiri, sebaliknya,untuk menjamin hak dirinya
sendiri menimbulkan wajib bagi individu yang lainnya. Oleh karena dalam suatu masyarakat
negara itu bersifat kompleks, maka lazimnya untuk menjamin keadilan tersebut
diwujudkanlah suatu peraturan perundang-undangan. Hal ini pun juga termuat dalam Pasal 29

9
Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB. Dapatlah dipahami bahwa berdasarkan
sifat kodrat manusia yaitu individu dan sekaligus makhluk sosial yang merupakan sifat dasar
Pancasila, pemahaman dan penjabaran hak-hak asasi manusia tidaklah bersifat parsial yang
hanya bertumpu pada hakikat manusia sebagai individu, namun harus bersifat simultan dan
korelatif. sehingga tumpuan pelaksanaan. hak-hak asasi manusia adalah pada parameter
keadilan. Tanpa adanya keadilan maka mustahil hak-hak asasi manusia dapat terjamin secara
hukum. Sifat dasar individu dan makhluk sosial akan menimbulkan sifat korelatif pula antara
hak dan wajib. Hak pada orang yang satu menimbulkan kewajiban pada orangyang lain untuk
menghormatinya. Dengan demikian keadilan pada hakikatnya mengatur hubungan antar
manusia, oleh sebab itu dapat dikatakan tata hubungan antar manusia yang tepat. Sasarannya
adalah hak-hak manusia sebagai perorangan maupun masyarakat dan warga masyarakat
sedangkan tujuannya tak·Iain adalah agar masing-masing orang dapat menikmati hak-haknya
secara aman.
Hak-hak dalam kebebasan dasar atau hak-hak asasi manusia yang terkandung didalam
sila-sila Pancasil adalah:
1.Hak asasi manusia dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Setiap orang dijamin untuk memeluk agama dan melaksanakan ibadah menurut agama
dan keyakinan masing-masing. Setiap agama dipandang sama hak dan kedudukannya
terhadap negara.
2.Hak asasi manusia dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Setiap orang berhak untuk diperlakukan secara pantas, tidak boleh disiksa, dan dihukum
secara sewenang-wenang, tidak boleh dihina atau diperlakukan secara melampaui batas, ia
berhak untuk dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang-
undang. Sila kemansiaan ini berarti pula: suatu pengakuan kemerdekaan bagi segala bangsa
dengan menolak kolonialisme dan imperalisme dan setiap bangsa berhak unutk
mencantumkan bentuk dan corak negaranya sendiri.
3. Hak asasi manusia dalam Sila Persatuan Indonesia
Mengamanatkan adanya unsur pemersatu di antara warga negara dengan semangat rela
bekorban dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
4.Hak asasi manusia dalam Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan, bernegara, dan bermasyarakat yang
demokratis seperti hak mengeluarkan penadapat, hak berkumpul dan bermusyawarah, hak
untuk ikut serta dalam pemerintahan dan jabatan-jabatan negara, memerdekan pers dan
sebagainya.
5. Hak asasi Manusia dalam Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengakui hak milik dan jaminan sosial secara perorangan yang dilindungi oleh negara
serta berhak mendapatkan pekerjaan dan perlindungan. Setiap orang dapat menikmati
kehidupan yang layak sebagai manusia yang terhormat, setiap orang berhak mendapatkan
nafkah dan jaminan hidup yang layak dalam lapangan ekonomi dan sosial dengan saling
harga menghargai dan saling membantu. Keadilan sosial adalah hak asasi manusia seperti hak
hidup, hak milik, hak atas pekerjaan, dan sistem pengupahan yang baik dan adil.

D. Hak Asasi Manusia Dalam UUD 1945


Dalam rangkaian Amandemen UUD 1945, terjadi perubahan yang besar dalam aturan
yang membahas tentang warga negara. Dalam perubahan kedua UUD 1945 yang ditetapkan
oleh MPR, tanggal 18 Agustus 2000, pasal tentang HAM ditulis dalam bab tersendiri, yaitu
Bab XA, pasal 28 yang terdiri dari sepuluh pasal. Dengan adanya Bab khusus tentang HAM
ini, berarti memantapkan keinginan kita untuk menjunjung HAM di negara tercinta ini.

10
Hak asasi manusia yang terdapat dalam pasal 28 UUD 1945 adalah sebagai berikut:
Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya. Pasal 28B (1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah. (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dengan memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Pasal 28D (1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta
mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. (3) Setiap warga
negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. (4) Setiap orang
berhak atas status kewarganegaraannya. Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali. (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia. Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
dari negara lain. Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. (2) Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus
untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan. (3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan
dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. (4) Setiap orang berhak mempunyai
hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang
oleh siapa pun.
Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. (2) Setiap orang berhak
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. (3) Identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. (4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung
jawab negara, terutama pemerintah. (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi
manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi
manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28J (1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang

11
dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan
kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.

12
Kegiatan Belajar 2
Hak dan Kewajiban Warga Negara
_________________________________________________________________________
Pada kegiatan belajar 2 akan dijelaskan hakikat warga negara, hak dan kewajiban
warga negara, dan pelaksanaan HAM di Indonesia.

A. Hakikat Warga Negara


Istilah warga negara merupakan terjemahan dari istilah dalam Bahasa Belanda yaitu
staatsburger. Dalam pengertian yang sama, dalam Bahasa Inggris dikenal istilah citizen
dan pada terjemahan Perancis ada istilah citoyen. Dengan uraian yang kritis,
Wignjosoebroto (2002: 495-496) menggambarkan hal tersebut sebagai pengaruh konsep
polis pada masa Yunani Purba karena kedua terjemahan istilah Inggris dan Perancis itu
harfiahnya adalah warganegara.
Dalam bahasa sehari-hari, ada beberapa peristilahan yang sering dianggap menunjuk
kepada pengertian yang sama, yaitu warganegara, rakyat, dan bangsa (Harsono, 1992: 1).
Sebelumnya Ranawijaya (1960: 178) menegaskan bahwa ketiga istilah itu memiliki
pengertian yang berbeda. Warga negara adalah pendukung negara, sedangkan rakyat
adalah masyarakat kaula negara yang mempunyai persamaan kedudukan sebagai objek
pengaturan dan penataan oleh negara, mempunyai ikatan keseakawanan, dan kesadaran
sebagai kesatuan dalam hubungan keorganisasian negara. Secara singkat pengertian rakyat
dilawankan dengan pengertian penguasa. Sementara itu, istilah bangsa adalah rakyat yang
berkemauan untuk mempunyai negara atau bernegara.
Warga negara mengandung arti sebagai peserta, anggota atau warga dari suatu
negara, yakni peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama atas
tanggng jawab bersama dan untuk kepentingan bersama (Rosyada,2003). Sebagai anggota
suatu negara, seorang warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap
negaranya. Ia mempunyai hak dan kewajiban yang timbal balik terhadap negaranya. Istilah
warga negara tidak menunjuk kepada objek yang sama dengan istilah penduduk. Dalam
hal ini warga negara Indonesia belum tentu penduduk Indonesia. Penduduk adalah orang-
orang yang bertempat tinggal secara sah dalam suatu negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan kependudukan dari negara yang bersangkutan. Warga negara
Indonesia ada yang penduduk Indonesia dan bukan penduduk Indonesia. Sebaliknya,
penduduk Indonesia ada yang warga negara Indonesia dan ada yang orang asing. Hal
inilah yang membedakan antara warga negara dan orang asing. Masalah ini merupakan
salah satu masalah yang bersifat prinsipal dalam kehidupan bernegara. Tidaklah mungkin
suatu Negara dapat berdiri tanpa adanya warga negara. Hal ini secara jelas dinyatakan
dalam pasal 1 Montevideo Convention 1993: On the Rights an Duties of States, yang
berbunyi:”The state as person of international law should possess the following
qualifications: a permanen population, a defined territory, a government, a capasity to
enter into relations with other states. Artinya negara sebagai subjek hukum internasional
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: rakyat yang permanen, wilayah yang
tertentu, pemerintahan, dan kapasitas untuk terjun ke dalam hubungan dengan negara-
negara lain.
Masing-masing negara memiliki hak untuk menentukan siapa saja yang dapat
menjadi warga negaranya. Setiap negara berdaulat untuk itu, tetapi harus tetap
menghormati prinsip-prinsip umum hukum internasional, yaitu: (1) Tidak menarik di
dalam negaranya orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan; (2) Tidak
menetapkan kewarganegaraan atas dasar agama, bahasa, warna kulit semata; (3)Tidak
dapat menentukan siapa warga negara lain, karena berarti melanggar kedaulatan negara

13
lain (Gautama: 1975: 6). Jadi seseorang yang diakui sebagai warga negara dalam suatu
negara haruslah ditentukan peraturan perundang-undangan dari negara tersebut. Peraturan
perundangan inilah yang kemudian dijadikan asas untuk penentuan status
kewarganegaraan seseorang. Dalam menetapkan asas tentang kewarganegaraan, setiap
negara memiliki budaya,sejarah dan tradisi masing-masing. Dalam kenyataannya dikenal
ada dua asas kewarganegaraan:
1.Berdasarkan kelahiran, yaitu: (a) Asas Ius Soli (tempat kelahiran), asas ini menempatkan
seseorang yang dilahirkan di negara tersebut, maka mendapat hak warga negara: (b) Asas
Ius Sanguinis (Keturunan), asas ini menentukan seseorang mendapatkan kewarganegaraan
suatu negara apabila orang tuanya adalah warga negara dari negara tersebut.
2.Berdasarkan Perkawinan, yaitu: (a) Asas Kesatuan Hukum, yaitu mendasarkan pada
paradigma bahwa suami istri ataupun ikatan keluarga inti masyarakat yang membutuhkan
kesejahteraan, kebahagiaan, dan keutuhan dalam keluaga, oleh karenanya keluarga
diharapkan tunduk pada hukum yang sama sehingga keluarga tetap utuh; (b) Asas
Persamaan Derajat, yaitu mendasarkan pada paradigma bahwa suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan masing-masing pihak. Oleh karena itu,
suami atau istri dapat memiliki kewarganegaraan asal.
Disamping dikenal dua (2) asas kewarganegaraan, seseorang juga dapat
memperoleh kewarganegaraan dengan jalan pewarganegaraan (naturalisasi), yang dikenal
dengan dua cara (sistem), yaitu: (a) Sistem Aktif, yaitu seseorang dapat menggunakan hak
opsi yaitu memilih atau mengajukan permohonan menjadi warga negara dari suatu negara;
(b) Sistem Pasif, yaitu seseorang dapat menolak pemberian kewarganegaraan (hak
refudiasi).
Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menjumpai tiga status kewarganegaraan
seseorang yang pada hakekatnya disebabkan persoalan pribadi, lokasi, dan kepentingan
tertentu. Tiga status kewarganegaraan tersebut: (a) Apatride, yaitu orang-orang yang tidak
memiliki status kewarganegaraan; (b) Bipatride, yaitu orang-orang yang memiliki status
kewarganegaraan rangkap; (c) Multipatride, yaitu orang-orang yang memiliki status
kewarganegaraan lebih dari dua kewarganegaraan.
Siapakah Warga Negara Republik Indonesia itu?
Pasal 26 ayat (1) mengatur siapa saja yang termasuk Warga Negara Indonesia
Republik Indonesia. Pasal ini dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga negara
adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga
negara. Pasal ini menegaskan pula bahwa yang menjadi warga negara adalah orang-orang
bangsa Indonesia dan orang-orang bangsa lain, misalnya peranakan Belanda, Tionghoa,
Arab yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya,
bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dan disahkan oleh perundang-undangan
sebagai warga negara. (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia. (3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur
dengan undang-undang.
Undang-Undang No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia mengatur
tentang siapa warga negara Indonesia. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa
warga negara Indonesia adalah:
1. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang
ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
2. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
3. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu warga negara asing;

14
4. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu
Warga Negara Indonesia;
5. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
6. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
7. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
8. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
9. ianak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10.anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama
ayah dan ibunya tidak diketahui;
11. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
12.anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan
ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
13.anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Seseorang mempunyai hak untuk memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia berdasarkan UU No 12 2006 tentang
Kewarganegaraan Indonesia dapat dilakukan melalui permohonan pewarganegaraan dapat
diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
2. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh puluh) tahun tidak berturut-turut;
3. sehat jasmani dan rohani;
4. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
5. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
7. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
8. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Berdasarkan UU No 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia, seseorang
warga negara Indonesia dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia, apabila
1. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
2. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang
bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal
di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak
menjadi tanpa kewarganegaraan;
4. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;

15
5. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu
di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat
oleh Warga Negara Indonesia;
6. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing
atau bagian dari negara asing tersebut;
7. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan
untuk suatu negara asing;
8. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang
dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya; atau
9. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-
menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja
tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara Indonesia sebelum
jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang
bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia
kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah
memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan
tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Setiap warga negara tentu memiliki hak dan kewajiban terhadap negaranya masing-
masing. Apakah yang disebut hak dan kewajiban itu? Hak ialah suatu peranan yang
boleh dilakukan dan boleh juga tidak dilakukan (Purnadi Purbacaraka). Hak adalah kuasa
untuk menerima atau melakukan sesuatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh
pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihak lain manapun juga yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Hak merupakan kodrat manusia yang
diberikan Tuhan sehingga siapapun tidak boleh mengganggunya dan hak trsebut
dilindungi Negara. Walau demikian, batas-batasnya harus tetap ada dan pembatasan ini
harus ditetapkan Negara sesuai dengan pandangan hidup, tingkat kemajuan kebudayaan,
dan dasar Negara yang bersangkutan.
Wajib adalah beban untuk memberikan atau membiarkan sesuatu yang
semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh
pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan.
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung
jawab. Contohnya, melaksanakan tata tertib di sekolah, membayar pajak atau
melaksanakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya dan sebagainya.
Setiap negara pada ummnya mencantumkan pasal hak dan kewajiban warga
negara dalam Undang-Undang dan peraturan hukum lainnya sebagai syarat objektif dalam
hidup bermasyarakat dan bernegara.

B. Hak dan Kewajiban Warga Negara


Dalam Batang Tubuh UUD 1945, hak-hak dan kewajiban-kewajiban warga negara
diatur dalam beberapa pasal, yaitu sebagai berikut.
1. Pasal 27 ayat 1 UUD 1945
“Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
2. Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945
“ Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
3. Pasal 27 Ayat 3 UUD 1945

16
“Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”
4. Pasal 28 UUD 1945
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
5. Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
6. Pasal 30 Ayat UUD 1945
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara”.
7. Pasal 31 UUD 1945
Ayat 1 Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
Ayat 2 Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya.
8. Pasal 32 UUD 1945
Ayat 1 Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia
dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
nilai budayanya.
Ayat 2 Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya
nasional.
9. Pasal 34
Ayat 1 Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Undang-Undang No 39 Tahun 1999Tentang Hak Asasi Manusia, sebagian isinya
mengenai hak-hak warga negara, diantaranya:
1. Hak Untuk Hidup
a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
b. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
c. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan
a. Setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
b. Perkawinan yang sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan
calon istri yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Hak Mengembangkan Diri
a.Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan
berkembang secara layak.
b. Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya,
untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas
hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa, bertanggung jawab,
berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak asasi manusia
c. Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia
demi kesejahteraan pribadinya, bangsa dan umat manusia.
4. Hak Memperoleh Keadilan
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan
mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, dalam perkara pidana,
perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas

17
dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan
yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang
adil dan benar.
5. Hak Atas Kebebasan Pribadi
a. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhamba.
b. Perbudakan atau perhambaan, perdagangan budak, perdagangan wanita, dan segala
perbuatan berupa apapun yang tujuannya serupa, dilarang.
c. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
d. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
6. Hak Atas Rasa Aman
a. tiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan hak miliknya.
b. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di
mana saja ia berada.
7. Hak Atas Kesejahteraan
a. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa, dan
masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum.
b. Tidak boleh seorangpun boleh dirampas miliknya dengan sewenang-wenang
dan secara melawan hukum.
c. Hak milik mempunyai fungsi sosial.
8. Hak Turut Serta dalam Pemerintahan
a.Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum
berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau
dengan perantaraan wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
c. Setiap warga negara dapat diangkat dalam setiap jabatan pemerintahan.
Warga negara, selain memiliki hak juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi
kepada negara.
Warga negara, selain memiliki hak juga memiliki kewajiban yang harus dipenuhi
kepada negara. Berikut ini adalah kewajiban warga negara:
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 28J ayat 1 UUD 1945.
2. Di dalam menjalankan hak dan kewajibannya setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasn-pembatan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kewajiban orang lain, dan
untuk memenuhi tntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis (Pasal 28J ayat 2).
3. Setiap orang wajib ikut serta dalam uapaya pembelaan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 68 UU No.39/1999).
4. Setiap warga negara berkewajiban ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan
(Pasal 30 UUD 1945).
5. Setiap warga negara wajib menjunjung hukum dan pemerintahan Negara Republik
Indonesia (Pasal 27 UUD 1945).
6. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya (Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945).

18
7. Setiap orang yang ada di wilayah Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan
perundang-undangan, hukum tertulis dan hukum internasional mengenai hak asasi
manusia yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia.
C. Pelaksanaan HAM di Indonesia
Secara ideal negara tidak dibenarkan mencampuri HAM setiap warga negara, apalagi
menindasnya atau menghilangkannya. Oleh karenanya sejalan dengan amanat konstitusi,
pelaksanaan HAM di Indonesia harus disadarkan kepada bahwa hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosal budaya, dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan, baik dalam penerapan, pemantauan, maupun dalam pelaksanaannya. Hal
ini sejalan dengan apa yang tertuang dalam pasal 1 (3), pasal 55 dan 56 Piagam PBB, yang
isinya bahwa “upaya pemajuan dan perlindungan HAM harus dilakukan melalui suatu
kerjasama internasional yang berdasarkan pada prinsip saling mengormati, kesederajatan, dan
hubungan antar negara serta hukum internasional yang berlaku.
Indonesia adalah negara multikultural yang menuntut adanya kesepahaman dari
seluruh komponen bangsa. Sehingga, multikultural yang secara alamiah ada dan hadir di
bumi pertiwi ini bisa menjadi pemersatu dan sebagai wahana untuk saling menghargai.
Persoalan HAM di Indonesia diperlukan penyelesaian yang sistemik. Melalui pendidikan
berbasis HAM, akan lebih memudahkan dalam menyiapkan generasi yang paham tentang
HAM. Pemahaman yang mendalam dari peserta didik tentang HAM diharapkan akan
memperkuat posisi mereka (peserta didik) untuk memperjuangkan hak asasinya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
1. Pendidikan HAM di persekolahan
Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa untuk bidang pendidikan UNESCO
wilayah Asia Pasifik telah melakukan penelitian di negara-negara Asia termasuk Indonesia,
bahwa sistem pendidikan di Indonesia kurang mengakomodasi HAM peserta didik. Hasil
penelitin tersebut dapat dijadikan rujukan bagi para pakar pendidikan di Indonesia untuk terus
mempromosikan akan pentingnya pendidikan HAM di sekolah-sekolah sebagai bagian dari
sistem Pendidikan Indonesia.
Merujuk rekomendasi UNESCO, Departemen Pendidikan Nasional telah
mencanangkan sistem pendidikan berbasis HAM untuk semua jenjang pendidikan. Masalah
hak asasi manusia kemudian akan diimplamentasikan dalam kurikulum pendidikan. Untuk
pendidikan dasar dan menengah, masalah HAM di integrasikan dalam mata pelajaran agama
dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Jika dilihat dari kacamata psikologi, pentingnya pendidikan berbasis HAM pada
dasarnya merupakan upaya mengokohkan tujuan pendidikan nasional terhadap keyakinan
peserta didik agar berbuat kebenaran dan berlaku adil kepada sesama manusia tanpa
memandang agama dan dari golongan mana ia berasal. Penyadaran ini memerlukan kerja
yang sungguh-sungguh dan terintegrasi. Penyadaran yang bersifat monolitik dengan
memberikan tanggung jawab pendidikan berbasis HAM merupakan langkah maju dalam
mewujudkan pendidikan berbasis HAM. Dengan cara itu, tanggung jawab membentuk
karakter baik (good character) merupakan tanggung jawab guru dan tenaga kependidikan.
Pentingnya pendidikan berbasis HAM mesti ada dukungan dari semua pihak
terutama pelaku pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.karena pendidikan
berbasis HAM perlu di implamentasikan dalam seluruh jenjang pendidikan. Dengan ini
diharapkan peserta didik dengan segenap pengetahuan yang dimilikinya menjadi lebih tahu
akan tanggung jawabnya serta perannya sebagai manusia untuk menjadi pelopor bagi
penegakan HAM.

2. Model Pembelajaran HAM oleh Guru


Ada beberapa model pembelajaran HAM oleh guru, yaitu:

19
a. Anak belajar secara konkrit sehingga pembelajaran HAM diupayakan secara konkrit
pula. Implikasi dari prinsip ini maka pembelajaran HAM menuntut guru untuk selalu
menggunakan media dan sumber pembelajaran yang bersifat konkrit dan dapat
ditangkap secara inderawi. Media yang dimaksud dapat berupa media dan sumber
pembelajaran yang dirancang dan tidak dirancang untuk pembelajaran, misalnya jalan
raya, pasar, stasiun, dan terminal. Media dapat juga yang bersifat alami dan buatan.
b. Pembelajaran HAM menggunakan prinsip bermain sambil belajar dan belajar seraya
bermain. Bermain akan membuat anak berinteraksi dan belajar menghargai hak orang
lain.
c. Pembelajaran HAM menggunakan prinsip active learning. Pembelajaran aktif
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk aktif mencari dan
memaknai nilai-nilai HAM. Seluruh anggota tubuh dan psikologis anak berkerja baik
melalui belajar indovidual maupun bekerja sama dalam kelompok. Problem solving
akan memberikan tantangan pada anak untuk aktif menyelesaikan masalah tersebut.
d. Pembelajaran HAM dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan. Joyfull learning
akan sangat menyenangkan dan membuat belajar anak menjadi ceria, tanpa tekanan,
dan menarik. Guru dapat membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dengan
memberikan sentuhan akrab, ramah, sambil bernyanyi dengan gambar, dan lain
sebagainya.
e. Pembelajaran HAM berpusat pada anak. Artinya anak menjadi subjek pelaku yang aktif
di dalam belajar. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam membantu anak mudah
mempelajari nilai-nilai perlu mempertimbangkan aspek kemampuan dan potensi anak,
suasana psikologis dan moral anak.
f. Pembelajaran HAM memberikan kesempatan kepada anak untuk mengalami, bukan
saja melihat atau mendengar melainkan seluruh panca inderanya dan mental psikologis
anak aktif mengalami sendiri dalam kegiatan yang memuat nilai-nilai HAM.

3. Program Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia


Program penegakan hukum dan hak asasi manusia bertujuan untuk melakukan
tindakan preventif dan korektif terhadap penyimpangan norma hukum, norma sosial dan
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam proses penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam kurun waktu lima tahun kedepan, penegakan
hukum dan hak asasi manusia menjadi tumpuan penegakan hukum dan  hak asasi manusia
dalam rangka merebut kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum, dengan
mengutamakan tiga agenda penegakan hukum dan hak asasi manusia, yaitu: pemberantasan
korupsi, anti-terorisme, dan pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya.
Untuk itu penegakan hukum dan hak asasi manusia harus dilakukan secara tegas, tidak
diskriminatif, serta konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan meliputi: Pertama,
Partisipasi aktif daerah dalam penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui
pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009, Penguatan
pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia 2004-2009,Rencana    Aksi
Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untukAnak, dan Program Nasional Bagi
Anak Indonesia (PNBAI) 2015. Kedua, Dukungan aktif daerah dalam Pelaksanaan Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
Program penegakkan hukum dan HAM, yang tercantum dalam PP Nomor 7 tahun
2005, meliputi pemberantasan korupsi, anti terorisme, pembasmian penyalahgunaan
narkotika dan obat berbahaya, serta penegakan hukum dan hak asasi manusia harus
dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, dan konsisten. Oleh karenanya kegiatan-
kegiatan pokok yang terus menerus diupayakan pelaksanaannya meliputi :

20
a. Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi 2004-2009; Penguatan pelaksanaan Rencana Aksi
Nasional Hak Asasi MANUSIA 2004-2009; Rencana Aksi Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak; Rencana Aksi Nasional Pengahpusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak; dan Program Nasional bagi Anak Indonesia
(PNBAI) 2015;
b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) 2004-
2009        sebagai gerakan nasional;
c. Peningkatan penegakkan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya;
d. Peningkatan efektivitas penguatan lembaga/instuso maupun lembaga yang fungsi
dan  tugasnya mencegah dan memberantas korupsi;
e. Peningkatan efektivitas penguatan lembaga/instuso maupun lembaga yang fungsi dan
tugasnya menegakkan hak asasi manusia;
f. Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara
didepan hukum, melalui keteladanan Kepala Negara dan pimpinan lainnya untuk
mematuhi dan mentaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan
konsekuen;
g. Penyelenggaraan audit regular atas kekayaan seluruh pejabat pemerintah dan pejabat
Negara;
h. Peningkatan koordinasi dan kerjasama yang menjamin efektivitas penegakkan hukum
dan hak asasi manusia;
i. Pembaruan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi.
4. Pencapaian Indonesia dalam Pemajuan dan Perlindungan HAM
Pencapaian Indonesia dalam pemajuan dan perlindungan HAM, menurut Hasan
Wirajuda dapat diikuti dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia,
sejak 1991 sampai dengan 2004, diantaranya sebagai berikut :
a. Merintis reorientasi kebijakan nasional dibidang HAM pada masa Orde Baru.
b. Dasar hukum pembentukan KOMNAS HAM dibentuk lagi dengan Undang-Undang
NO.39 Tahun 1999 tentang HAM. KOMNAS HAM dibentuk sesuai dengan “Paris
Principle 1992” yang menegaskan bahwa pembentukkan suatu Komisi Nasional HAM
harus memperhatia\kan serta sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat tanpa
paksaan pihak luar.
c. RAN-HAM 1998-2003, yang kemudian dicanangkan secara resmi oleh Presiden
Habibie pada tanggal 25 Juni 1998 (ditetapkan melalui Keppres No.129 tahun 1998
dan direvisi dengan Keppres No.61/2003) meliputi empat program kegiatan, yakni :
1)Ratifikasi perangkat internasional HAM;
2)Diseminasi dan pendidikan HAM;
3)Pelaksanaan penganganan masalah prioritas dalam bidang HAM;
4)Pelaksanaan isi dan ketentuan berbagai perangkar internasional HAM yang telah
diratifikasi Indonesia.
d. Disamping mengikatkan diri pada berbagai instrument pokok HAM internasional,
Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Undang-undang yang melindungi isu
tematis HAM lainnya seperti Undang-Undang No.26 tahun 2002 tentang
perlindungan Anak dan Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional.
e. Hingga saat ini Indonesia telah meratifikasi 4 dari 7 instrumen pokok HAM
internasional, yaitu :

21
1) Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan atau convetion on the
Elimination of all form of Discrimination against Women (CEDAW) melalui
UU No. 7/1984;
2) Konvensi Hak Anak atau Convention on the Right of the Child (CRC) melalui
Keppres. No.36/1990;
3) Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang
kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia atau Convention
against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or
Punishment (CAT) melalui UU No.5/1988; dan
4) Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial atau Convetion
Elimination of all Forms of Racial Discrimination (CERD) melalui UU No.
29/1999.

22

Anda mungkin juga menyukai